Lempeng merupakan bagian materi penyusun bumi yang paling atas. Lempeng ini memiliki ketebalan hingga 100 km (Stein, 2003). Bagian atas bumi terdapat lapisan lithosphere yang terdiri atas kerak bumi dan mantel bumi yang bersifat kaku dan padat. Bagian lithosphere ini terbagi menjadi lempeng-lempeng tektonik. Lempeng tektonik terdiri atas lempeng benua dan lempeng samudera. Teori lempeng tektonik erat kaitannya dengan teori pergerakan benua. Sekitar 250 juta tahun yang lalu, lempeng-lempeng tektonik tergabung dalam satu benua besar yaitu Pangea. Menurut teori pergerakan lempeng benua, satu benua besar tersebut pecah menjadi dua benua besar yaitu Laurasia dan Gondwana. Kemudian kedua benua besar tersebut terus mengalami perpecahan hingga membentuk daratan dan samudera seperti sekarang. Proses pecahnya lempeng benua pertama yaitu Pangea menurut teori pergerakan lempeng benua. Proses perpecahan lempeng benua ini membentuk membentuk daratan dan samudera seperti sekarang, sehingga daratan yang terbentuk sekarang dapat digabungkan kembali seperti puzzle. Proses terbentuknya dua lempeng tektonik, yaitu lempeng benua dan lempeng samudera dimulai dari adanya gaya konveksi mantel pada lempeng benua. Gaya konveksi mantel ini merupakan gaya yang ditimbulkan karena adanya tekanan panas bumi. Selama berjuta-juta tahun, adanya gaya konveksi mantel ini mengakibatkan timbulnya suatu celah dan memisahkan satu lempeng benua menjadi dua bagian. Seiring bertambahnya waktu celah antar lempeng benua tersebut menjadi semakin lebar dan membentuk lempeng samudera. Terdapat tujuh lempeng utama penyusun permukaan bumi yaitu lempeng Afrika, lempeng Antartika, lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara (North-America), lempeng Amerika Selatan, dan lempeng Pasifik (Kious dan Tilling, 1996). Referensi : Kious, J.W. dan Tilling, R.I., 1996, “The Dynamic of Earth : The Story of Plates Tectonics”, Online Edition, USGS. Stein, S., M. Wysession, 2003, ”An Introduction to Seismology, Earthquake, and Earth Structure, Blackwell Publishing. USGS, United States Geological Survey, http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/ (diakses tanggal 7 Mei 2015).
Seisme atau gempa bumi merupakan peristiwa/bencana alam yang ditandai dengan berguncangnya bumi secara tiba-tiba. Dalam peristiwa ini tidak ada tanda-tanda khusus akan terjadi gempa, karena gempa bumi ini terjadi secara tiba-tiba dan terjadi dalam waktu yang singkat, akan tetapi ada beberapa peristiwa gempa bumi yang terjadi dalam waktu yang lama (dalam hitungan menit). Gempa bumi tentunya akan berdampak terhadap lingkungan sekitar, akan tetapi akibat gempa bumi yang diberikan tergantung dari besarnya gempa tersebut yang diukur dalam skala Richter. Lalu apa itu seisme atau gempa bumi ? Pengertian Seisme atau gempa bumi adalah suatu getaran yang terjadi karena peristiwa tumpukan energi dari dalam bumi (tenaga endogen) yang dapat menggetarkan lempeng samudera dan lempeng benua. Secara singkat gempa bumi terjadi pada saat tekanan semakin meningkat di daerah batuan sampai pada tingkatan tertentu sehingga akan menimbulkan pergerakan yang mendadak. Pergerakan inilah yang nantinya akan menciptakan patahan batu pada saat batuan tersebut pecah pada titik terlemah atau bahkan pergerakan tersebut akan menyebabkan batuan menjadi tergelincir di sepanjang patahan yang ada. Ketika peristiwa ini terjadi, maka sejumlah energi yang besar akan dilepaskan secara bersamaan dengan dilepaskannya tekanan. Energi yang dilepaskan ini akan mengakibatkan batuan yang berada di sekitarnya bergetar dan terjadilah gempa bumi. Artikel terkait : Macam Macam Tenaga Endogen – Tenaga Endogen dan Eksogen Secara umum gempa bumi terjadi karena adanya tenaga dari dalam bumi yang memberikan tekanan dari dalam sehingga terjadi pergerakan yang mendadak. Akan tetapi disini terdapat dua teori tentang proses terjadinya gempa bumi, teori tersebut adalah teori elastisitas dan teori sesar. 1. Teori Elastisitas Teori elastisitas atau sering disebut sebagai teori kekenyalan elastis adalah teori yang menjelaskan tentang proses energi yang menyebar pada saat terjadinya gempa bumi. Harry Fielding Reid seorang ahli geofisika asal Amerika telah melakukan observasi tentang peristiwa gempa yang terjadi di beberapa tempat. Ia menyatakan bahwa terjadinya guncangan gempa diakibatkan karena kekenyalan elastis dari energi yang sebelumnya terkumpul dari batuan sehingga akan terdeformasi secara elastis. Adapun akumulasi tegangan yang terjadi akan mengakibatkan terjadinya pelepasan energi dari bebatuan. Artikel terkait : Akibat Gempa Bumi bagi Kehidupan 2. Teori Sesar Sesar adalah suatu celah yang terdapat pada kerak bumi yang berada di perbatasan antara dua lempeng tektonik. Menurut teori sesar, gempa bumi terjadi karena dipengaruhi oleh pergerakan batuan dan lempeng pada sesar bumi ini. Apabila batuan yang tertumpu jatuh ke bawah karena batuan penumpu di kedua sisinya bergerak saling menjauh, maka sesar ini dinamakan sebagai sesar normal (normal fault). Apabila batuan yang tertumpu terangkat ke atas karena batuan penumpu di kedua sisinya bergerak saling mendorong, maka sesar ini dinamakan sebagai sesar terbalik (reverse fault). Lalu apabila kedua batuan pada sesar bergerak saling berjatuhan, maka sesar ini dinamakan sebagai sesar geseran-jurus (strike-slip fault). Pada sesar normal dan sesar terbalik, keduanya akan menghasilkan perpindahan vertikal (vertical displacement), sedangkan pada sesar geseran-jurus akan menghasilkan perpindahan horizontal (horizontal displacement). Artikel terkait : Cara Melakukan Mitigasi Gempa Bumi Macam Seisme / Gempa BumiSeperti yang sudah dibahas di awal bahwa seisme atau gempa bumi merupakan getaran yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tenaga dari dalam bumi. Menurut para ahli seismologi, terjadinya gempa bumi dibedakan menjadi 3 macam, yaitu gempa vulkanik, gempa runtuhan dan gempa tektonik. Berikut adalah penjelasan dari macam-macam gempa bumi tersebut : 1. Gempa Vulkanik Gempa vulkanik adalah gempa bumi yang disebabkan karena letusan gunung berapi. Gunung berapi yang akan meletus selalu diiringi dengan gempa yang dapat menggetarkan permukaan bumi, hal ini terjadi karena adanya pergerakan dari magma yang akan keluar dari perut bumi pada saat gunung akan meletus. Ketika magma bergerak menuju permukaan gunung berapi, maka ia akan bergerak ke atas sekaligus memcahkan bebatuan yang ada di dalam perut gunung berapi. Inilah yang menyebabkan terjadinya getaran yang cukup kuat dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan gempa bumi. Selain akibat dari tumbukan antara magma dengan dinding gunung berapi, gempa vulkanik ini juga disebabkan karena adanya tekanan gas pada letusan yang sangat kuat dan terjadi perpindahan magma di dalam dapur magma. Artikel terkait : Penyebab Gunung Meletus – Ciri-ciri Gunung Api Akan Meletus 2. Gempa Runtuhan Gempa runtuhan adalah gempa lokal yang terjadi apabila suatu gua di daerah topografi karst ataupun di daerah pertambahan runtuh, secara umum gempa ini banyak terjadi di daerah yang memiliki banyak rongga di bawah tanah. Adapun contohnya adalah daerah kapur yang memiliki banyak sungai atau gua dibawah tanah yang tidak dapat menahan atap gua dan juga di daerah pertambangan yang memiliki banyak rongga-rongga dibawah tanah yang biasanya digunakan untuk mengambil bahan tambang. 3. Gempa Tektonik Gempa tektonik adalah gempa yang terjadi karena adanya pergeseran antara lempeng-lempeng tektonik yang letaknya berada jauh dibawah kulit permukaan bumi. Pergeseran lempeng-lempeng inilah yang menimbulkan energi yang keluar menjadi lebih besar sehingga terjadilah guncangan yang biasanya kita rasakan. Gempa tektonik ini seringkali terjadi di laut Samudera Hindia yang merupakan wilayah pertemuan antara El Nino dan La Nina ( baca : Cara Mencegah El Nino ) yang nantinya akan memberikan dampak di wilayah yang berada di pesisir pantai. Artikel terkait : Dampak Tektonisme – Pengaruh Tektonisme Terhadap Kehidupan Adapun istilah-istilah yang berkaitan dengan peristiwa gempa bumi antara lain adalah:
Artikel terkait : Cabang Cabang Ilmu Geografi |