Sikap yang menganggap dirinya lebih dari orang lain bukan merupakan wujud dari sikap

Sikap yang menganggap dirinya lebih dari orang lain bukan merupakan wujud dari sikap
Ilustrasi berbagi dan saling tolong menolong. ©2018 www.pixabay.com

JABAR | 24 Juli 2020 05:00 Reporter : Novi Fuji Astuti

Merdeka.com - Dalam kehidupan sosial, manusia kerap kali berhubungan dengan manusia lainnya dengan beragam kepribadian, perbedaan kebudayaan bahkan perbedaan agama. Namun tidak bersikap sombong merupakan hal yang dianjurkan oleh agama apapun, begitu juga dengan agama Islam.

Dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim sangat dianjurkan untuk selalu memelihara sikap tawadhu. Memiliki perilaku tawadhu atau rendah hati juga merupakan salah satu cerminan seorang Muslim yang beriman kepada Allah SWT.

Tawadhu bukan sekedar tata krama biasa, melainkan sikap ini jauh lebih dahulu ketimbang sopan santun yakni suatu sikap batin yang menjelma dalam praktik lahiriyah secara wajar dan bijaksana. Belajar menerapkan sikap tawadhu dalam kehidupan sehari-hari tidak akan merugikan melainkan dapat bermanfaat membuat kamu lebih tenang dalam menjalani kehidupan.

Lebih jauh, berikut informasi mengenai tawadhu adalah sikap rendah hati yang telah dirangkum merdeka.com melalui NU Online pada Jumat, (24/7/2020).

2 dari 4 halaman

Tawadhu memiliki arti rendah hati, lawan dari sombong atau takabur. Orang yang rendah hati cenderung tak memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara orang yang sombong kerap kali menghargai diri sendiri secara berlebihan.

Rendah hati tidak sama artinya dengan rendah diri, sebab rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Meskipun dalam praktiknya orang yang rendah hati sering kali merendahkan diri di hadapan orang lain, namun sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri.

Sikap tawadhu atau rendah hati selalu dianjurkan untuk dimiliki setiap Muslim. Seseorang yang senantiasa menjalankan perilaku ini secara lahir batin, akan diangkat drajatnya oleh Allah SWT. Pasalnya, sikap tawadhu juga menjadi salah satu bukti keimanan yang ditujukkan kepada-Nya. Hal ini sebagaimana yang di terangkan dalam salah satu surah Alquran berikut ini, yang artinya:

"Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. al-Furqon ayat 63)

3 dari 4 halaman

1. Menghindarkan dari Sikap Takabur

Takabur atau menyombongkan diri merupakan salah satu sifat yang paling dibenci oleh Allah. Seseorang yang berperilaku sombong diancam akan dimasukkan ke neraka, sampai dirinya bertobat. Oleh karena itu, salah satu manfaat bersikap tawadhu adalah menghindarkan diri dari sikap takabur.

Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Al-Kharaithi, imam Al-Hasan bin Sufyan, Ibnu La’al, dan imam Ad-Dailami dari sahabat Anas bin Malik r.a, berikut ini:

"Tidak ada manusia kecuali di kepalanya ada dua rantai, rantai di langit ke tujuh dan rantai di bumi ke tujuh, jika ia tawadhu’ maka Allah akan mengangkatnya dengan rantai ke langit ke tujuh, dan jika ia sombong maka Allah akan merendahkannya dengan rantai ke bumi ke tujuh."

2. Mengangkat Derajat

Tawadhu merupakan akhlak terpuji yang sangat dicintai oleh Allah. Selain itu, setiap Muslim yang memiliki sikap tawadhu maka derajatnya akan diangkat oleh Allah SWT. Sedangkan, orang yang mempunyai sifat sombong akan dihinakan oleh Allah. Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini, yang artinya:

"Tidaklah seorang bertawadhu yang ditunjukkan semata-mata karena Allah SWT, melainkan Allah Azza wa Jalla akan mengangkat derajatnya." (HR Imam Muslim)

4 dari 4 halaman

  1. Sikap tawadhu dapat ditunjukkan pada saat kita berdoa kepada Allah. Seseorang dapat dikatakan tawadhu apabila ada rasa takut (khauf) dan penuh harap (raja') kepada Allah SWT saat berdoa.
  2.  Sikap tawadhu juga berkaitan dengan sikap baik kita kepada orang tua dan orang lain. Kepada orang tua kita bersikap penuh dengan hormat dan patuh terhadap perintah-perintahnya. Jika mereka memerintahkan kepada hal-hal yang positif, kita berusaha memenuhinya. Sebaliknya jika orang tua memerintahkan kita kepada sesuatu yang buruk maka kita akan berusaha menolaknya dengan cara-cara yang ramah. Sikap tawadhu kepada orang lain bisa kita tunjukkan melalui sikap yang baik dan tidak menyakiti mereka.
  3. Seseorang dapat dikatakan memiliki sifat tawadhu manakala ia tidak membangga-banggakan diri dengan apa yang dimiliki. Sebab sifat membangga-banggakan diri sendiri amat sangat dekat dengan kesombongan, sementara kesombongan merupakan lawan dari sikap tawadhu.
(mdk/nof)

Na paresam vilomani, Na paresam katakatam. Attano va avekkheyya, Katani akatani ca. Janganlah memperhatikan kesalahan-kesalahan orang lain, atau hal yang sudah atau belum dikerjakan oleh orang lain; Sebaiknya seseorang memperhatikan hal-hal yang sudah dikerjakan atau belum dikerjakan oleh dirinya sendiri. (Dhammapada, Syair 50)

Memberikan penilaian kepada orang lain itu lebih mudah daripada menilai diri sendiri. Segala hal dinilai baik secara fisik, penampilan, karakter, sikap, dan lain sebagainya. Bahkan dengan orang yang baru saja ketemu, sudah berani menilai orang tersebut. Padahal ia belum tahu sepenuhnya terkait sifat, karakter, dan kedalaman hatinya. Hal ini seakan bahwa peribahasa semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tidak nampak adalah benar adanya.

Dalam kehidupan sehari-hari, orang cenderung untuk menilai orang lain hanya melihat keburukannya, bukan dari kebaikannya. Kondisi ini menjadi hal yang dianggap biasa dan lumrah terjadi di masyarakat, yang dalam bahasa pergaulan disebut juga membuat gosip.

Memang hal yang membuat orang semakin hangat dalam pembicaraan adalah jika membahas kesalahan orang lain daripada kebaikannya. Bahkan sebaik apapun orang lain, begitu orang tersebut membuat kesalahan, maka seolah kebaikan yang pernah dilakukan hilang dan tidak berbekas sedikitpun. Acap kali orang tertutup mata dan tutup telinga terhadap kebaikan orang lain setelah orang tersebut melakukan kesalahan walaupun kecil.

Menilai seseorang berdasarkan kaca mata si penilai sejujurnya tidaklah adil, karena apa yang dinilai belum tentu benar adanya. Guru Agung Buddha mengajarkan untuk tidak mudah menilai orang lain sebagaimana dalam Dhammapada syair 256-257 dikatakan bahwa “Ia yang memutuskan segala sesuatu dengan tergesa-gesa, tidak dapat dikatakan sebagai orang yang adil. Orang bijaksana hendaknya memeriksa dengan teliti mana yang benar dan mana yang salah. Ia yang mengadili orang lain dengan tidak tergesa-gesa, bersikap adil dan tidak berat sebelah, yang senantiasa menjaga kebenaran, pantas disebut sebagai orang yang adil”.

Intropeksi terhadap diri sendiri adalah cara terbaik agar tidak mudah menilai orang lain. Kalaupun harus menilai orang lain, jauh lebih elok jika menilai kebaikannya karena sesungguhnya tidaklah mudah untuk mengerti dan memahami dengan benar tentang sifat, karakter, dan watak seseorang.

Guru Agung Buddha menjelaskan dalam kitab Angutara Nikaya tentang 4 (empat) cara agar dalam mengenal karakter seseorang yaitu: dengan tinggal bersama, berurusan dengan seseorang, saat ditimpa bencana, dan bercakap-cakap.

Kesediaan untuk saling memahami, saling mengerti, dan saling melengkapi atas kekurangan orang lain juga akan menjauhkan diri untuk tidak mudah menilai orang lain karena pada hakikatnya manusia adalah tidak sempurna. Atas ketidaksempurnaan tersebut tidak sepatutnya untuk saling menilai, menunjuk, dan saling menghakimi. Kebiasaan menilai orang lain akan berujung pada kebiasaan saling mencari kesalahan orang lain hingga pada akhirnya dapat menimbulkan konflik.

Marilah senantiasa berdamai dengan diri sendiri dan orang lain. Saling mengisi dan melengkapi kekurangan orang lain jauh lebih baik agar hidup menjadi lebih harmonis, aman, nyaman, dan damai.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Caliadi (Dirjen Bimas Buddha)

Jakarta -

Takabur adalah sikap mental dan perbuatan yang merasa dirinya lebih besar, lebih tinggi, lebih pandai, atau lebih segalanya dan memandang orang lain lebih rendah. Seseorang yang memiliki sikap dan perbuatan takabur atau sombong adalah mutakabbir.

Lawan dari perilaku takabur yakni tawaduk, yang berarti rendah hati.

Allah melarang manusia untuk sombong. Hal itu berdasarkan firman Allah dalam Surat Luqman ayat 18:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ - ١٨

"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri." (QS Luqman ayat 18).

Berikut tentang Takabur:

1. Jenis Takabur

Dalam buku Be Smart Pendidikan Agama Islam (PAI) oleh Tuti Yustiani, takabur secara umum terbagi menjadi dua:

a. Takabur Batin

Takabur batin adalah sifat dalam jiwa yang tidak terlihat dan melehat dalam hati. Seperti sifat merasa besar dan lebih pandai.

b. Takabur Lahir

Takabur lahir adalah perbuatan dan tingkah laku yang dapat dilihat seperti merendahkan atau menyepelekan orang lain. Takabur lahir sebenarnya merupakan perwujudan dari takabur batin.

2. Ciri-ciri Takabur

Ciri-ciri takabur adalah suka memuji diri sendiri, meremahkan orang lain, mencela, atau menghina orang. Selain itu suka membesar-besarkan kesalahan orang lain meski hanya kesalahan sepele.

Takabur merupakan salah satu sikap tercela, terlarang, dan harus dihindari. Pelakunya akan rugi di dunia dan akhirat.

Seseorang yang takabur tidak akan menyadari kekurangan yang dimilikinya. Hal itu dapat merusak pergaulan dengan sesama. Selain itu takabur dapat menghalangi seseorang masuk surga.

Sebab takabur akan menghalangi seseorang dengan sifat orang-orang mukmin. Dia tidak sanggup tawadhu, tidak meninggalkan dengki, iri, dan benci serta tidak mampu menahan amarah dan menerima nasihat, tidak mau menghentikan penghinaan dan pelecehan terhadap orang lain.

Tidak ada makhluk yang hina melainkan memang dia akan mencari-cari kehinaan itu. Di antara keburukan takabur adalah perasaan tidak mau mencari ilmu, tidak perlu menerima kebenaran dan tidak perlu tunduk kepada kebenaran.

Bisa saja pengetahuan didapatkan orang yang sombong. Tapi dia tetap tidak mau tunduk kepada kebenaran.

Hal ini sesuai Firman Allah Surat An Naml ayat 14:

وَجَحَدُوْا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَآ اَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَّعُلُوًّاۗ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِيْنَ ࣖ - ١٤

"Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan."

Sudahkah sahabat hikmah meninggalkan sikap takabur?

Simak Video "Silaturahmi Senior Golkar Usai Peresmian Masjid Baru di Markas Partai"


[Gambas:Video 20detik]
(nwy/erd)