Sikap hendaknya dicontoh dari sahabat abdurrahman bin auf adalah

Sikap hendaknya dicontoh dari sahabat abdurrahman bin auf adalah

1. Riwayat Hidup singkat Abdurrahman bin 'Auf
Salah seorang sahabat besar Nabi Saw. dan termasuk dalam sepuluh sahabat yang dijanjikan nabi Saw. akan masuk surga (Al-Asyrah Al- Mubasyarah = sepuluh yang digembirakan. Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah Saw memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah Saw menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah Swt dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Semenjak masuk Islam sampai wafatnya dalam umur 75 tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang bagi sebagai seorang mukmin yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi Saw. memasukkannya dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga. Umar bin Khatab mengangkatnya menjadi anggota kelompok musyawarah yang berjumlah enam orang yang sebagai calon khalifah yang dipilih menjadi penggantinya, seraya berkata “ Rasulullah wafat dalam keadaan rida kepada mereka! ”

Ketika Nabi Saw. memerintahkan para sahabatnya yang hijrah ke Habasyah (Ethiopia), Abdurrahman bin Auf ikut hijrah untuk kedua kalinya ke Habasyah dan kemudian ke Madinah. Ia ikut bertempur dalam perang Badr, Uhud, dan peperangan-peperangan yang lainnya. Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah Saw masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah Saw berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.

2. Teladan yang bisa diambil dari Abdurrahman bin 'Auf

Abdurrahman bin Auf memiliki watak yang dinamis, dan ini dampak menonjol ketika kaum muslimin hijrah ke Madinah. Telah menjadi kebiasaan Rasulullah Saw pada waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang sahabat, antara salah seorang Muhajirin warga Mekah dan yang lain dari Ansar penduduk Madinah. Orang-orang Ansar penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya orangorang Muhajirin. Kehidupan Abdur Rahman bin Auf di Madinah, baik semasa Rasulullah Saw maupun sesudah wafatnya, terus meningkat. Barang apa saja yang ia pegang dan ia jadikan modal perdagangan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya itu ditujukan untuk mencapai rida Allah SWT semata sebagai bekal di akherat kelak. Suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya kepada kelurganya Bani Zuhrah, istri Nabi Saw dan kaum fakir miskin. Pada hari lain, ia menyerahkan 500 ekor kuda untuk perlengkapan bala tentara Islam. Menjelang wafatnya ia mewasiatkan 50 ribu dinar untuk jalan Allah SWT dan 400 dinar untuk setiap orang yang ikut Perang Badr dan masih hidup. Selain pemurah dan dermawan, ia dikenal pula sebagai sahabat Nabi Saw yang banyak meriwayatkan hadis. Aburrahman bin Auf juga termasuk yang zuhud terhadap jabatan dan pangkat. Demikian profil singkat sahabat Nabi yang bernama Abdurrahman bin Auf. Dari sejarah singkat tersebut banyak hal yang perlu kita teladani, di antaranya sikap tolong menolong, dinamis dalam berusaha, dermawan, serta zuhud atau tidak gila dunia. Sebagai generasi muda Islam sanggupkah kita meneladaninya ?

KD.


1.6 Menghayati keutamaan sifat sahabat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Gifari
2.6 Meneladani keutamaan sifat Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar alGhifari
3.7 Menganalisis kisah keteladanan Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari
4.8 Menceritakan kisah keteladanan Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang meneladani sifat terpuji Abdurrahman bin Auf. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Ja’far bin Burqan berkata: “Telah sampai berita kepadaku bahwa Abdurrahman bin Auf membebaskan 30 ribu rumah.” (Adz-Dzahabi, Siyaru A’lam An-Nubala’, 1/92 dan Abu Nu’aim Al-Asbahani, Hilyat Al-Awliya’ wa Thabaqat Al-Ashfiya’, 1/99)

Dari hasil perhitungan minimal yang terdokumentasikan, infak Abdurrahman bin Auf saja bisa mencapai 141 Milyar. Ini belum termasuk sedekah yang tidak ketahuan dan tidak terdokumentasikan.

Selain itu, kita juga bisa menghitung jumlah seluruh kekayaan beliau dari total ganti hak waris untuk keempat istrinya. Diriwayatkan bahwa keempat istri Abdurrahman bin Auf mendapatkan ganti hak waris sebesar 80.000 dinar (Rp 85 milyar) per istri, sehingga total ganti waris untuk keempat istrinya adalah 8 dikali 340 Milyar, yakni 2,72 Trilyun.

Akan tetapi, beliau tidak seperti hartawan yang banyak kita temui saat ini, ada beberapa sifat Abdurrahman bin Auf yang perlu kita teladani, di antaranya: 1. Tidak silau kekuasaan Kita tahu bahwa banyak hartawan saat ini yang ingin menjadikan dirinya pemegang tampuk kepemimpinan pemerintahan, berdalih ingin mengabdi pada masyarakat, padahal ada yang justru menyalahgunakan kekuasaannya hanya untuk menambah kekayaan yang dimiliki. Akan tetapi Abdurrahman bin Auf berbeda. Sebelum Umar bin Khattab akan meninggal dunia, Umar meminta 6 orang di antara Sahabat Rasulullah agar mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang baru. Pada waktu itu, semua jari telunjuk menuju kepada Abdurahman bin Auf. Bahkan sebagian sahabat telah menegaskan bahwa dialah orang yang lebih berhak menjadi khalifah di antara enam orang itu. Namun, ia menjawab, “Demi Allah, seandainya diambilkan pisau lalu diletakkan ke atas leherku, kemudian kalian memasukkannya sampai tembus, itu lebih aku sukai daripada menerima jabatan tersebut.”

Jelas sekali bahwa beliau bukanlah orang yang silau dengan kekuasaan.

2. Sederhana dan berbaur dengan orang kecil Banyak hartawan saat ini yang ingin menampakkan kekayaan dirinya melalui apa yang dipakainya dan juga enggan berbaur dengan orang kecil. Misalnya, menggunakan perhiasan mahal di sekujur tubuh, pakaian-pakaian bermerek, kendaraan limited edition, serta menjaga jarak dari orang kecil di sekitarnya seperti pembantu rumahnya, sopirnya, atau satpam.

Berbeda dengan Abdurrahman bin Auf yang amat bersahaja dengan penampilannya dan bahkan tak sungkan berbaur dengan pelayan-pelayannya sendiri, sehingga orang yang melihatnya tidak akan bisa membedakan mana tuan dan mana pelayannya.

3. Tidak menganggap dirinya lebih baik dari yang lain Banyak orang yang berlomba-lomba terlihat paling baik, paling dermawan, paling hebat, paling banyak kekuasaannya, dan bangga jika mendapat sanjungan seperti itu, namun tidak demikian sikap yang ditunjukkan oleh Abdurrahman bin Auf, ia justru senantiasa menganggap dirinya belum apa-apa dibandingkan orang lain, dan amat banyak mengingat kehidupan akhirat. Suatu hari Abdurrahman bin Auf diberi makanan, padahal dia sedang berpuasa. Ia mengatakan, “Mush`ab bin Umair telah terbunuh, padahal dia lebih baik dariku. Akan tetapi ketika dia meninggal tidak ada kafan yang menutupinya selain burdah (apabila kain itu ditutupkan di kepala, kakinya menjadi terlihat dan apabila kakinya ditutup dengan kain itu, kepalanya menjadi terlihat).

Demikian pula dengan Hamzah, dia juga terbunuh, padahal dia lebih baik dariku. Ketika meninggal, tidak ada kafan yang menutupinya selain burdah. Aku khawatir balasan kebaikan-kebaikanku diberikan di dunia ini. Kemudian dia menangis lalu meninggalkan makanan tersebut.”

4. Tidak tergoda dengan tawaran duniawi yang menggiurkan Banyak hartawan yang meskipun sudah memiliki segalanya namun merasa belum puas dan akan mengambil setiap kesempatan yang mendatangkan keuntungan baginya. Abdurrahman bin Auf tidak demikian, ia memperlihatkan sikap yang luar biasa sekalipun ditawarkan kenikmatan duniawi yang besar. Saat hijrah ke Madinah, setiap sahabat dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan penduduk asli Madinah. Abdurahman bin Auf pun dipersaudarakan dengan seorang kaya di madinah bernama Sa’ad Bin Rabi Al Anshari. Melihat Abdurahman bin Auf yang tidak berbekal apa-apa, Sa’ad Bin Rabi Al Anshari serta merta berkata; “Saudaraku, aku seorang terkaya di Madinah. Ambillah separuh hartaku yang kau suka, aku juga memiliki dua istri, pilih yang kau suka, dan nikahilah!” Abdurrahman bin Auf menjawab, “Semoga Allah melimpahkan berkahNya padamu juga pada keluarga dan hartamu. Saya hanya bermohon agar ditunjukkan arah pasar.”

Sahabat, demikianlah beberapa sikap yang perlu kita pelajari dari seorang hartawan yang telah dijamin masuk syurga oleh Allah. Semoga kita dipermudah untuk meneladaninya. (SH)

Baca Juga: Mencari Umar Selanjutnya

Sikap hendaknya dicontoh dari sahabat abdurrahman bin auf adalah