Siapa itu martha christina tiahahu

Martha Christina Tiahahu dilahirkan sekitar tahun 1800 di Nusa Laut, Kepulauan Maluku. Pejuang Wanita ini tercatat sebagai Pahlawan Nasional semenjak 20 Mei 1969 karena keberaniannya melawan penjajah Belanda pada tahun 1816. Sosoknya menjadi kian menarik untuk dikupas mengingat pada saat bergabung dalam pertempuran di Maluku bersama dengan pasukan Thomas Matulessy (Pattimura), usianya masih sangat belia, yakni baru sekitar umur 16 atau 17 tahun.

Ia merupakan putri dari Kapitan Paulus Tiahahu (pemimpin perlawanan di Nusa Laut) dengan seorang keturunan kapitan besar Lolohowarlau dari negeri Titawasi yang bernama Sina. Dengan demikian, Martha Christina berdarah kapitan dari pihak ayah maupun ibunya. Maka tak mengherankan bila darah kapitan yang mengalir didalam tubuh belianya, melahirkan keberanian dalam setiap medan pertempuran, baik di Nusalaut maupun di Saparua ketika menghadapi Belanda. 

Berawal dari tembusan surat perintah Pattimura sampai ditangan para Kapitan Nusalaut yang isinya mengajak mereka ikut serta dalam perjuangan melawan Belanda, diam-diam Martha Christina mengikuti pembicaraan ayahnya dengan para Kapitan lainnya. Kemudian ketika melihat ayahnya bersiap untuk berangkat menghadiri pertemuan ke Saparua pada 14 Mei 1917, ia memohon kepada ayahnya untuk diperbolehkan turut ke Saparua. Ayahnya menolak permintaannya mengingat keadaannya yang sangat berbahaya bagi seorang gadis remaja. Sampai tiga kali Paulus Tiahahu melarang putrinya ikut, namun gadis belia itu tetap teguh pada pendiriannya, hingga sang ayah pada akhirnya meluluskan permintaannya. 

Dalam pertemuan di Saparua, Paulus Tiahahu ketika diberikan kesempatan untuk berbicara, ia mengemukakan tanggapan dan sikapnya terhadap penjajah Belanda serta permintaan sebagai berikut:

“Thomas, raja-raja dan orang kaya, saya berkeberatan terhadap tindakan pemerintah Belanda yang sewenang wenang terhadap rakyat, oleh karena itu saya akan turut serta dalam gerakan perlawanan terhadap Belanda. Hanya ada satu permintaan, yaitu ijinkan anak saya Martha Christina ikut mendampingi saya dalam medan pertempuran. Ia telah memohon dengan sangat agar diperkenankan memanggul senjata dan terus mendampingi saya” 

Thomas Matulessy mengizinkan Martha Christina untuk ikut serta dalam peperangan. Martha Christina pun bergabung dalam barisan pejuang. Dimana ayahnya berada, disitu pula terdapat Martha Christina yang memegang tombak dan parang. Rambutnya  yang hitam dan berombak ia biarkan terurai dengan semboyan bahwa rambutnya tidak akan diikat dengan rapih sebelum dicuci oleh darah-darah musuh yang dihadapinya.  

Dalam perlawanan terhadap Belanda, Thomas Matulessy mengangkat Paulus Tiahahu sebagai kapitan Nusalaut, dengan dibantu oleh pimpinan pejuang lainnya seperti Martha Christina, Kapitan Abubu, dan Hehanussa Raja Titawaai. Untuk memperkuat dan mempersiapkan strategi perjuangan di Nusalaut, Thomas Matulessy mengirim panglimanya yang terkenal, Anthone Rhebok. Pasukan ini melakukan penyerangan terhadap Benteng Beverwijk di Sila-Leinitu, dan berhasil merebut benteng. Dalam pertempuran tersebut Martha Christina bertempur dengan keberanian yang luar biasa, hingga seorang penulis Belanda melontarkan pujian dalam bukunya sebagai berikut:

“Benteng Beverwijk bukan saja merupakan peringatan kepada Kompeni atas berdirinya kembali kekuasaan Belanda dalam tahun 1817, tetapi juga atas keberanian, sifat tidak takut mati dan kesetiaan dari seorang gadis pahlawan ialah Christina Martha Triago” 

Gadis belia ini bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga menggelorakan semangat kepada kaum wanita untuk ikut ambil bagian mendampingi kaum pria dalam setiap medan pertempuran. Belanda pun agak kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang. Dalam pertempuran di Ulat dan Ouw, dengan semangat membara ia turun ke medan perang. Bahkan ketika senjata api kehabisan mesiu, ia menggunakan batu untuk menggempur musuh. Andaikata pada waktu itu tidak dikendalikan oleh ayahnya, Paulus Tiahahu, maka mungkin karena kenekatannya ia telah menemui ajalnya dalam pertempuran sengit tersebut. Singkatnya, pertempuran di Ulat dan Ouw merupakan pertempuran yang luar biasa, Mayor Mayer sang pemimpin pasukan musuh tewas dalam pertempuran tersebut. Andaikata pimpinan kemudian tidak segera diambil alih oleh Kapten Vermeulen Krieger, maka pasti pasukan Belanda dapat dikalahkan. 

Belanda kemudian melakukan serangan bertubi-tubi, dengan menghujani Ulat dan Ouw dengan peluru-peluru, hingga pasukan rakyat kehabisan peluru, dan hanya dapat bertahan dengan kelewang-kelewang terhunus. Pasukan rakyat akhirnya terpaksa mundur dan jatuhlah kubu pertahanan yang terakhir di Lease. Pemimpin pasukan rakyat seperti Pattimura, Lucas Latumahina, Anthone Rhebok, Thomas Pattiwael, Said Perintah, Paulus Tiahahu, Martha Christina Tiahahu, Raja Hehanusa, Raja Ulat, dan Patih Ouw ditangkap. 

Pada saat itu diputuskan vonis hukuman mati dan ada yang dibuang ke Jawa untuk dipekerjakan di kebun kopi. Hanya Martha Cristina yang dibebaskan dari hukuman karena umurnya masih terlalu muda.  Paulus Tiahahahu dijatuhi hukuman mati, dan oleh Belanda seluruh rakyat Nusalaut dikerahkan ke lapangan yang terletak di benteng Beverwijk untuk menyaksikan eksekusi tersebut agar rakyat tidak akan berani lagi untuk menentang Belanda. 

Setelah membebaskan Martha Christina, Belanda menyadari bahwa Martha Christina sebagai keturunan Kapitan yang besar pengaruhnya terhadap penduduk, sehingga berpotensi membahayakan kedudukan Belanda. Kemudian Belanda kembali menangkap pahlawan wanita tersebut dan membuangnya untuk kerja paksa di kebun kopi bersama dengan tawanan lainnya, seperti Pattiwael (Raja Tiouw), J. Sahetappy (Guru sekolah di Saparua yang selama perang Pattimura bertindak sebagai Pendeta), Pattigoela (orang kaya dari Wakkal), dan Hehanusa (Raja Titawasi). Dalam perjalan menuju Jawa, Martha Christina mogok makan hingga jatuh sakit dan meninggal dunia pada tanggal 2 Januari 1918. Jenazah sang Mutiara Nusalaut itu kemudian dibuang ke Laut Banda. 

Martha Christina Tiahahu sebagai pahlawan apa?

TEMPO.CO, Jakarta - Martha Christina Tiahahu merupakan salah satu pejuang wanita yang turut serta berjuang melawan tentara kolonial belanda asal Maluku.

Apa peran dalam peristiwa Christina Martha Tiahahu?

Setelah tokoh-tokoh sentral ditangkap, perlawanan rakyat Maluku akhirnya padam. Dengan demikian, pada saat Perang Saparua Pattimura berperan sebagai pemimpin perlawanan dan Christina Martha Tiahahu berperan sebagai panglima perempuan di barisan Pattimura.