Selain sebagai pelindung pakaian adat merupakan tanda adanya kekentalan yang ada di Indonesia

Selain sebagai pelindung pakaian adat merupakan tanda adanya kekentalan yang ada di Indonesia

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

BAB III DASAR TEORI Bab ini akan membahas uraian dasar teori yang akan digunakan penulis dalam melakukan perancangan dan pembuatan program yang dapat dipergunakan sebagai pembanding atau acuan di dalam pembahasan masalah. 3.1. Pakaian Adat Indonesia Menurut Cerdas Interaktif (2015), pakaian adat mencirikan setiap daerah dan memiliki model, warna, hiasan, dan motif yang berbeda-beda pula. Biasanya perbedaan itu muncul karena adanya percampuran budaya asli dengan budaya pendatang misalnya budaya India, Arab dan Cina. Pada mulanya, pakaian berguna untuk menutupi atau melindungi bagian tubuh yang rentan terhadap lingkungan sekitar. Namun seiring berjalannya waktu, pakaian pun dijadikan sebagai kelengkapan untuk mengetahui status sosial, budaya, dan kondisi wilayah tertentu sehingga muncullah pakaian adat Indonesia yang beragam untuk setiap daerah. Pakaian adat Indonesia memiliki fungsi yang beragam. Tidak hanya berfungsi sebagai pelindung atau sekedar identitas dari sebuah daerah di Indonesia saja. Pakaian adat Inonesia memiliki fungsi yang beragam, misalnya sebagai perlengkapan dalam pernikahan, upacara adat, dan sebagainya tetapi lebih menunjukkan unsur kekentalan budaya masing-masing. Indonesia memiliki 34 provinsi, akan tetapi bukan berarti pakaian adat Indonesia hanya terdiri dari 34 25

jenis saja. Pakaian adat Indonesia di setiap provinsinya bisa lebih dari satu jenis dikarenakan kegunaan dalam proses adat di suatu daerah di provinsi tersebut. Pada gambar 3.1 terlihat contoh pakaian adat. Gambar 3.1 Contoh pakaian adat Indonesia (As-salim, 2014) 3.2. Augmented Reality Augmented Reality (AR) adalah suatu teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata (Mariyantoni, et al., 2014). Sedangkan menurut Sari, et al. (2014) Augmented Reality (AR) adalah sebuah teknologi yang pada awal dikembangkannya memiliki lingkup utama di Visual Augmentation, 26

penambahan objek digital dalam. Secara sederhana Augmented Reality bisa didefinisikan sebagai lingkungan nyata yang ditambahkan objek virtual. Penggabungan objek nyata dan virtual ini dimungkinkan dengan teknologi display yang sesuai serta interaktivitas dimungkinkan melalui perangkat-perangkat input tertentu. Augmented Reality (AR) merupakan kebalikan dari Virtual Reality (VR), tidak seperti VR yang sepenuhnya menggantikan lingkungan nyata, AR sekedar menambahkan atau melengkapi lingkungan nyata (Indrawaty, et al., 2014). Sistem AR memiliki tiga komponen utama, yaitu: a. Tracking system menentukan posisi dan orientasi objek-objek dalam dunia nyata. b. Graphic system menggunakan informasi yang disediakan tracking system untuk menggambarkan gambar-gambar virtual pada tempat yang sesuai, sebagai contoh melalui objek-objek nyata. c. Tampilan sistem menggabungkan dunia nyata dengan gambar virtual dan mengirimkan hasilnya ke pengguna (Kusnadi & Oktavianuddin, 2014). Ada beberapa generasi image dari Augmented Reality display yang berhubungan dengan pengamatan pengguna, terhadap perangkat Augmented Reality yang digunakan. a. Pertama, Retinal Display generasi ini memungkinkan retina dari pengguna berhubungan langsung dengan perangkat Augmented Reality. Yang artinya perangkat tersebut terpasang di depan mata pengguna atau pengamat. b. Kedua, Head Mounted Display generasi optic ini hampir sama dengan generasi sebelumnya retinal 27

display. Pengguna atau pengamat memasang perangkat Augmented Reality dengan kepala mereka, namun tidak bersentuhan langsung dengan mata pengguna. c. Ketiga, Hand-held Display, generasi ini perangkat Augmented Reality benar-benar terlepas dari kepala pengguna atau pengamat. Perangkat tersebut berada di genggaman tangan pengguna. Dengan pergerakan menggunakan tangan, penglihatan pengguna tetap akan melakukan pengamatan. Generasi ini banyak digunakan dalam perangkat ponsel atau perangkat bergerak, perangakat ini menggunakan lensa dan layar sebagai penghubung pengguna dan objek yang diamati. d. Terakhir yang keempat, generasi ini perangkat Augmented Reality benar-benar telah terlepas dari tubu pengguna dan mengintegrasikanya kedalam lingkungan nyata (Kurniawan, 2012). Ada 2 buah metode Augmented Reality untuk menggabungkan objek nyata dan objek virtual yaitu: a. Augmented Reality dengan marker Merupakan metode Augmented Reality yang membutuhkan sebuah marker (gambar khusus) yang akan diproses dan dikenali oleh sistem sebagai alas atau permukaan yang akan memproyeksikan objek virtual hasil Augmented Reality di atas permukaan marker tersebut. b. Markerless Augmented Reality Dengan metode ini pengguna tidak perlu lagi menggunakan sebuah marker untuk menampilkan elemenelemen digital. Seperti yang saat ini dikembangkan oleh perusahaan Niantic yang bekerja sama dengan Nintendo, membuat sebuah aplikasi permainan yang 28

menggunakan teknologi Augmented Reality tanpa menggunakan marker. (Dinata, 2015). Pada gambar 3.2 terdapat berbagai macam jenis penggunaan teknologi Augmented Reality. Gambar 3.2 Jenis utama Augmented Reality (augment.com, 2016) 3.3. Vuforia Vuforia adalah Augmented Reality Software Development Kit (SDK) untuk perangkat telepon genggam yang memungkinkan pembuatan aplikasi Augmented Reality. Dulunya lebih dikenal dengan QCAR (Qualcomm Company Augmentend Reality). Ini menggunakan teknologi Computer Vision untuk mengenali dan melacak gambar planar (Target Image) 2D dan objek 3D sederhana seperti kotak, secara real-time. SDK Vuforia mendukung berbagai jenis target 2D dan 3D termasuk tanpa target gambar 'markerless', 3D Multi target konfigurasi, dan bentuk 29

Marker Frame. Vuforia menyediakan Application Programming Interfaces (API) di C++, Java, Objective-C. Vuforia SDK mendukung pembangunan untuk IOS dan Android menggunakan Vuforia karena itu kompatibel dengan berbagai perangkat telepon genggam termasuk iphone, ipad, dan telepon genggam Android serta tablet yang menjalankan Android sistem operasi versi 2.2 atau yang lebih besar dan prosesor ARMv6 atau 7 dengan FPU (Floating Point Unit) kemampuan pengolahan. (qualcom.eu, 2015). Arsitektur library QCAR SDK dapat dilihat pada gambar 3.3. Gambar 3.3 Arsitektur Library QCAR SDK (Dinata, 2015) Dalam pengembangan aplikasi menggunakan Vuforia Qualcomm ini terdiri dari 2 komponen diantaranya adalah: a. Target Manager System Mengijinkan pengembang melakukan unggah gambar yang sudah diregistrasi oleh marker dan kemudian melakukan pengunduhan target gambar yang akan dimunculkan. 30

b. QCAR SDK Vuforia Mengijinkan pengembang untuk melakukan koneksi antara aplikasi yang sudah dibuat dengan library static i.e libqcar.a pada IOS atau libqcar.so pada Android. Pembangunan aplikasi dengan qualcomm Augmented Reality platform yang terdiri dari SDK QCAR dan Target System Management yang dikembangkan pada portal QdevNet. User mengunggah gambar masukan untuk target yang ingin dilacak dan kemudian mengunduh sumber daya target, yang dibundel dengan app. SDK QCAR menyediakan sebuah objek yang terbagi libqcar.so yang harus dikaitkan dengan aplikasi. (Dinata, 2015). Berikut diagram aliran data Vuforia dapat dilihat pada gambar 3.4. Gambar 3.4 Diagram Aliran Data Vuforia (Dinata, 2015) 31

3.4. Marker Proses pembuatan aplikasi Augmented Reality diperlukan sebuah marker sebagai penanda untuk menampilkan suatu objek. Dalam pembuatan marker diperlukan sebuah file gambar dengan ekstensi JPG yang nantinya akan diunggah ke situs resmi Vuforia. Marker yang telah diunggah akan dinilai kualitasnya oleh sistem, semakin banyak rating dengan tanda bintang maka kualitas marker akan semakin baik. Marker yang digunakan harus cenderung memiliki warna kontras untuk mendapatkan rating terbaik, marker yang buruk akan sulit di deteksi device atau bahkan tidak bekerja. Setelah semua marker berhasil diunggah, maka seluruh marker tersebut akan diubah menjadi sebuah library marker yang nantinya kembali harus diunduh agar dapat digunakan untuk proses pengkodean pada aplikasi Unity (Sari, et al., 2014). 3.5. Unity Unity merupakan sebuah aplikasi yang terintegrasi untuk membuat bentuk objek dua dimensi (2D) maupun objek tiga dimensi (3D) pada video games atau untuk konteks interaktif lain seperti Visualisasi Arsitektur atau animasi 2D dan 3D real-time. Lingkungan dari pengembangan Unity berjalan pada Microsoft Windows dan Mac Os X, serta aplikasi yang dibuat oleh Unity dapat berjalan pada Windows, Mac, Xbox 360, Playstation 3, Wii, ipad, iphone dan tidak ketinggalan pada platform Android. Unity juga dapat membuat game berbasis browser yang menggunakan Unity web player plugin, yang dapat bekerja pada Mac dan Windows, tapi tidak pada Linux. 32

Web player yang dihasilkan juga digunakan untuk pengembangan pada widgets Mac. Adapun fitur-fitur yang dimiliki oleh Unity antara lain sebagai berikut. a. Integrated development environment (IDE) atau lingkungan pengembangan terpadu. b. Penyebaran hasil aplikasi pada banyak platform. c. Engine grafis menggunakan Direct3D (Windows), OpenGL (Mac, Windows), OpenGL ES (ios), dan proprietary API (Wii) (Sari, et al., 2014). 3.6. Android Android adalah sistem operasi yang berbasis Linux untuk telepon seluler seperti telepon pintar dan komputer tablet yang bersifat open source. (Wahyutama, et al., 2013). Awalnya, Google Inc. membeli Android Inc., pendatang baru yang membuat peranti lunak untuk ponsel. Kemudian untuk mengembangkan Android, dibentuklah Open Handset Alliance, konsorsium dari 34 perusahaan peranti keras, peranti lunak, dan telekomunikasi, termasuk Google, HTC, Intel, Motorola, Qualcomm, TMobile, dan Nvidia (Kusnadi & Oktavianuddin, 2014). Saat ini disediakan Android SDK (Software Development Kit) sebagai alat bantu dan API (Application Programming Interface) diperlukan untuk mulai mengembangkan aplikasi pada platform Android menggunakan bahasa pemrograman Java (Saputra, 2014). Sistem operasi yang mendasari Android dilisensikan dibawah GNU, General Public Licence versi 2(GPLv2), yang sering dikenal dengan istilah copyleft lisensi dimana setiap perbaikan pihak ketiga harus terus jatuh dibawah terms (Perdana, et al., 2012). Basuki, et al., 33

(2014) mengungkapkan bahwa perangkat berbasis Android OS dapat menjalankan software untuk menerapkan Augmented Reality system yang mampu mengidentifikasi pola citra satwa dan melakukan tracking terhadap citra secara real time. Terdapat beberapa versi pada Android, mulai dari versi 1.5 (CupCake), versi 1.6 (Donut), versi 2.1 (Eclair), versi 2.2 (Froyo), versi 2.3 (GingerBread), versi 3.0 (HoneyComb), versi 4,0(Ice Cream Sandwich), versi 4.3 (JellyBean), hingga versi yang terbaru yaitu versi 4.4 (KitKat). (Dinata, 2015). Android memiliki arsitektur seperti pada gambar 3.5. Gambar 3.5 Arsitektur Android (Dinata, 2015) Telah dijelaskan berbagai teori yang melandasi penulis dalam membangun aplikasi yang nantinya akan dibuat. Bab selanjutnya akan menganalisis perancangan sistem yang dibangun. 34