Selain membuka arus perdagangan barang dan jasa mea juga membuka arus titik-titik profesional


TERNATE (3/6) - Materi kuliah umum Kepala Badan PPSDM Kesehatan Usman Soemantri di Poltekkes Kemenkes Ternate pada tanggal 3 Juni 2016 salah satunya tentang “Sampai dimana kesiapan tenaga kesehatan Indonesia menghadapi MEA”  seperti yang beliau katakana bahwa lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 lalu ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.

Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan MEA ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.

Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada 2015. Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. "Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya." “Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser. "Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.

Kementerian Kesehatan mengantisipasi derasnya arus tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia saat diberlakukannya MEA 2015 dengan menyusun regulasi domestik. Regulasi domestik terkait tenaga kerja asing tersebut akan berisi tentang syarat kemampuan bahasa Indonesia yang baik, harus lolos kualifikasi dan uji kompetensi, serta diprioritaskan pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tenaga medis asing itu bisa masuk ke dalam empat sektor, yakni pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, panti sosial di bidang kesehatan dan penelitian di bidang kesehatan. Tenaga medis asing tersebut harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran untuk dokter atau perawat yang dikeluarkan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia. Sementara pihak rumah sakit, harus mendapatkan izin dari kolegium kedokteran jika hendak menggunakan TKA. Apabila tenaga medis yang dibutuhkan oleh sebuah rumah sakit masih bisa ditangani oleh tenaga lokal maka permintaan itu tidak akan dipenuhi.

Tenaga kerja asing yang masuk harus diseleksi dulu oleh kolegium untuk mendapatkan STR. Kolegiumlah yang menentukan apakah sebuah rumah sakit bisa menggunakan jasa tenaga medis asing itu.

Pada saat ini, pemerintah sedang menata dan menyusun strategi pembangunan di bidang kesehatan serta melakukan penguatan regulasi secara bersaing, demi pengembangan tenaga kesehatan agar memilik daya saing ditingkat lebih tinggi," tegasnya.

“Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan, dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga kesehatan menjadi hal yang sangat penting,” katanya.

 Salah satu strateginya, adalah pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan. Utamanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan, sesuai kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam  peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya kesehatan, pemerintah telah berupaya melalui tugas belajar diberbagai jenjang pendidikan. Seperti diklat, fungsional tenaga kesehatan, diklat manajemen tenaga kesehatan, worshop dan beberapa bimbingan teknis untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan.

Berita ini disiarkan oleh Bagian Hukormas, Sekretariat Badan PPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor telepon : 021-7245517-72797302, faks: 021-7398852 atau alamat e-mail : ,

Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN ini tentu menjadi sebuah peluang dan tantangan bagi Indonesia dan Masyarakat Indonesia pada khususnya. Hal ini tidak mudah mengingat Indonesia harus bersaing keras dengan negara anggota ASEAN lainnya. Indonesia bisa dikatakan masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yang berupa aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal dapat berakibat positif atau negatif bagi perekonomian Indonesia.

Dari sisi pemerintah harus dilakukan strategi dan langkah-langkah agar Indonesia siap dan dapat memanfaatkan momentum MEA. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA masih menjadi pertanyaan karena MEA sudah berlangsung pada awal Januari 2016. Faktanya, dari segi kesiapan, Indonesia banyak menghadapi masalah dari segi kualitas terutama barang, jasa dan tenaga kerja. Perdagangan bebas di era MEA diharapkan berjalan baik dan tanpa banyak kendala. Indonesia berkepentingan di MEA karena beberapa komoditas berbasis alam diprediksi melimpah pada tahun 2015-2020.

Sejalan dengan diberlakukannya MEA 2015, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan memiliki basis produksi tunggal. Hal ini mengakibatkan arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil dapat leluasa atau bebas bergerak di negara ASEAN. Sebuah pertanyaan besar apakah masyarakat Indonesia siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN? Erwin Aksa menegaskan pentingnya belajar dari kegagalan Indonesia ketika berdagang dengan China. Kesalahan terbesar Indonesia adalah Indonesia tidak pernah belajar dari sejarah. Enam tahun sebelum perdagangan bebas dengan China diberlakukan, Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik dan bahkan tampak santai menghadapinya dan Indonesia hanya ikut arus dan mengalir begitu saja. Sedangkan China telah bekerja keras membangun daya saingnya sehingga ketika memasuki perdagangan bebas, otot-otot bisnisnya sudah kuat. Dan Indonesia terkaget-kaget dalam menghadapinya karena ternyata daerah Glodok, Kemayoran, Tanah Abang, Cipulir diserbu produk-produk China. Kala itu Indonesia hanya mengandalkan ekspor sumber daya alam. Padahal sebelum perdagangan bebas dimulai Indonesia telah mengekspor sumber daya alam karena menjadi kebutuhan dasar industri disana. Dalam hal daya saing Indonesia saat ini masih kalah dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Dan Indonesia harus mempercepat meningkatkan daya saing tanpa mengulur-ulur waktu, karena negara lain juga cepat berbenah.

Salah satu cara untuk merebut pasar ASEAN yaitu lebih dulu dengan merebut pasar domestik yaitu misalnya memperketat penerapan SNI dan membuka kesempatan bagi produk lokal untuk berkembang. Selain itu mewujudkan iklim usaha yang kondusif karena masih ada kebijakan pemerintah yang kurang mendukung sektor usaha seperti misalnya proses doing business yang masih makan waktu berhari-hari dan melewati berbagai birokrasi yang berbelit. Kemudian mempercepat pembangunan infrastruktur. Jika dilihat infrastruktur di Indonesia masih jauh ketinggalan dibanding dengan beberapa negara tetangga. Dan kondisi infrastruktur ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Pemerintah juga harus bersiap meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan bahasa asing. Sebab pasar MEA bukan hanya berkaitan dengan dunia usaha namun juga berkenaan dengan persaingan tenaga kerja lintas negara ASEAN. Human Development Index di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura dan Thailand. Selain itu tenaga kerja asal Filipina dikenal mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan bahasa asing (Inggris) yang lebih baik daripada tenaga kerja Indonesia.

Peluang Indonesia dalam menghadapi MEA yaitu dapat memperluas pangsa pasar Indonesia dimana Indonesia dapat menjajakan barang produksi dalam negeri untuk dieskpor keluar Indonesia terutama ke negara-negara anggota MEA. Selain itu, mendorong kerjasama Iptek dimana kerjasama ini dapat menghasilkan transfer teknologi dari negara-negara anggota MEA. Dan yang terakhir memperluas lapangan pekerjaan yang mana Indonesia dengan penduduk terbesar dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya berpeluang untuk mengirimkan tenaga kerjanya dengan mempersiapkan peningkatan kualitas dan keterampilan (hard skill dan soft skill). SDM yang berkualitas akan mampu bersaing dan kuat menghadapi tantangan. Adapun tantangan yang tentunya harus dihadapi masyarakat Indonesia antara lain:

Terganggunya industri dalam negeri. Kerjasama MEA 2015 ini tentunya menghilangkan nilai-nilai kebijakan perdagangan internasional seperti kebijakan proteksi, sehingga industri-industri dalam negeri yang sedang tumbuh tidak dapat terlindungi dari persaingan barang-barang import.

Pasar dibanjiri barang-barang impor. Dimana saat ini barang-barang import negara lain sudah membanjiri pasar Indonesia serta menutupi barang produksi asli Indonesia. Hal ini diakibatkan dari penghapusan tarif di dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN sehingga negara-negara dapat menjual produknya lebih murah.

Daya saing sumber daya manusia. Hardskill dan softskill tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan minimal memenuhi ketentuan standar yang telah disepakati. Untuk itu, Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik didalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk membendung tenaga kerja terampil dari luar sehingga indonesia tidak menjadi budak di negeri sendiri.

Laju inflasi. Laju inflasi indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya. Tingkat kemakmuran Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dan juga stabilitas makro menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia.

Upaya-upaya tentunya akan terus dilakukan dalam menghadapi MEA. Bagaimana masyarakat Indonesia dalam merespon persaingan regional harus dilakukan koordinasi antar lembaga sehingga faktor penghambat dapat dieliminir. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia harus didukung oleh dunia usaha, lembaga pendidikan formal dan informal serta seluruh lapisan masyarakat agar bisa menyiapkan diri dalam menghadapi MEA.

Tidak bisa dipungkiri banyak masyarakat Indonesia yang belum mengerti apa itu MEA dan bagaimana alurnya. Hal ini tentu menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah. Tidak hanya pada pemerintahan yang menjabat sekarang yakni pemerintahan presiden Jokowi, namun hal ini merupakan tanggung jawab bersama. Untuk melihat hal ini pemerintah harusnya melakukan sosialisasi tentang MEA kepada aparat dan publiknya jangan sampai masyarakat dibuat terkejut akan pemberlakuan MEA. Apakah pelaku usaha asal Indonesia siap berkompetisi di negerinya sendiri dengan pelaku usaha luar negeri? Jangan sampai pelaku usaha dalam negeri kalah saing dalam mengeksploitasi pasar negerinya sendiri. Melihat kenyataan yang ada, bahwa MEA sudah berjalan dan Indonesia belum terlihat bagaimana pemberlakuan MEA dalam hukum nasional dan penerapannya juga belum terlihat. MEA hanya bisa dirasakan bagi segelintir daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara-negara ASEAN. Selain itu, pusat ekonomi dan industri yang semuanya berpusat di pulau Jawa membuat daerah seperti di Kalimantan, Papua, Sumatera, Sulawesi belum terkena dampak dari Masyarakat Ekonomi ASEAN ini.

Maka dari itu sangat diperlukan adanya sosialisasi intensif dan merata mengenai apa itu MEA. SDM di Indonesia perlu memiliki mental yang kuat ketika harus berhadapan dengan pekerja asing yang bebas masuk di Indonesia. Jika pemerintah siap dengan segala konsekuensi yang ada dan mampu berbenah, maka hal ini akan menular ke masyarakatnya yang siap menghadapi persaingan regional di ASEAN. Sebab pasar MEA bukan hanya berkaitan dengan dunia usaha,namun juga berkenaan dengan persaingan tenaga kerja lintas negara ASEAN.

Penulis: Sumiati, pemerhati ekonomi