Jakarta, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau umat muslim menambahkan bacaan doa qunut nazillah di dalam setiap salat fardu. Selain itu, bacaan tersebut juga dianjurkan saat berdoa, dan zikir setelah salat fardu. DIkutip dari islam.nu.or.id, qunut secara bahasa mempunyai makna beragam, yaitu ketaatan, salat, berdiri lama, diam, dan berdoa. Makna terakhir inilah yang paling masyhur, sebagaimana dijelaskan oleh Az-Zujaj. Lalu, dari mana asal usul doa qunut nazilah yang dianjurkan oleh MUI tersebut? Imam An-Nawawi menghikayatkan bahwa makna qunut adalah berdoa. Doa yang baik maupun doa yang buruk. Sementara secara syar’i, qunut berarti nama suatu doa saat berdiri dalam salat pada tempat tertentu. Adapun nazillah bermakna musibah besar yang menimpa manusia seperti diserang musuh, kekeringan, pandemi (wabah penyakit yang berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi daerah geografis yang luas), bahaya besar yang menimpa kaum muslimin (atau sebagiannya) dan semisalnya. Dari ulasan di atas dapat dipahami bahwa pengertian qunut nazilah adalah doa yang diucapkan saat berdiri dalam salat pada tempat tertentu (saat i’tidal) karena musibah yang menimpa kaum muslimin atau sebagiannya. ilustrasi salat tarawih di rumah (IDN Times/Feny Maulia Agustin)Dalam catatan sejarah umat Islam, qunut nazilah pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pascatragedi Bir Ma’unah pada bulan Shafar ke-4 Hijriyah, di mana 70 sahabat pilihan Nabi yang merupakan para qurra` (ahli membaca Al-Qur`an, yakni ulama) dibantai dengan hanya menyisakan satu orang saja. Dalam riwayat lain Muhammad bin Uqab yang diutus oleh Nabi Muhammad SAW untuk berdakwah ke wilayah Najd dibantai di Bir Ma’unah. Kemudian di tengah kedukaan ini Nabi Muhammad SAW berdoa agar Allah memberikan balasan kepada para pelakunya, di antaranya Amir bin Thufai. Di waktu berikutnya, ketika Amir bin Thufail menuju Madinah untuk membunuh Nabi SAW, ia singgah di rumah seorang perempuan yang terkena penyakit menular. Lalu Amir pun tertular dan meninggal di tengah padang pasir. Doa itulah yang kemudian disebut dengan doa qunut nazilah dan terus diamalkan kaum muslimin hingga kini, terutama ketika sedang menghadapi bahaya atau malapetaka. Bacaan doa Qunut Nazilah (Dok.Iqra.Id)Allahummahdiini fiiman hadait. Wa’aafini fiiman ‘afait. Watawallanii fiiman tawallait. Wabaarik lii fiima a’thait. Waqinii syarrama qadlait. Fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik. Wainnahu laa yadzillu man waalait. Tabaarakta rabbana wata’aalait. Wastaghfiruka wa atuubu ilaik. Allahummadfa’ ‘annal ghalaa’a wal balaa’a wabaa’a wal fahsyaa’a wal munkara was suyuufal mukhtalifata wasy syadaa’ida wal mihana maadhahara minhaa wa maabaathana min balaadinaa haadhaaa khaassatan wa min buldaanil muslimiina aammatan. Innaka ‘alaa kulli syai’in qadiir. Wa shallallahu ‘ala sayyidina muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi wa shallam. Artinya: “Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk. Dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi. Aku mohon ampun kepada Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau.” “Ya Allah Tuhan kami. Hindarkanlah kami dari malapetaka, bala dan bencana, kekejian dan kemunkaran, sengketa yang beraneka, kekejaman dan peperangan, yang tampak dan tersembunyi dalam negara kami khususnya, dan dalam negara kaum muslimin umumnya. Sesungguhnya Engkau Ya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.” “Semoga Allah mencurahkan rahmat dan kesejahteraan atas junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.” Baca Juga: Akibat Virus Corona, Produksi Bir Corona Dihentikan
Baca Artikel Selengkapnya
Doa qunut memiliki hukum sunnah. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membaca doa qunut ketika melakukan shalat subuh kerap kali dilakukan oleh sebagian umat Muslim. Namun, tak jarang juga yang melewatinya. Mengutip buku Kupas Tuntas Qunut Subuh karya Galih Maulana, qunut memiliki banyak artian bahasa, diantaranya adalah berdiri, tunduk, taat, diam, dan doa. Namun berdasarkan istilah, qunut menurut ulama ahli syariat adalah nama untuk doa dalam sholat pada saat tertentu ketika berdiri. Pembahasan qunut memang menjadi topik di empat mahzab berbeda. Akan tetapi, menurut mayoritas ulama, baik dari kalangan sahabat, tabi’in, dan imam mujtahidin, qunut memiliki hukum sunnah. Hal tersebut juga disebutkan oleh Imam Nawawi (w 676 H) dalam al-Majmu; Mahzab kami (syafi’i) bahwasanya qunut itu dianjurkan (mustahab) baik ketika terjadi berncana (nazilah) ataupun ketika tidak ada bencana (qunut subuh). Inilah kebanyakan pendapat dari ulama salaf dan ulama setelah mereka atau banyak dari mereka. Termasuk yang berpendapat seperti ini adalah Abu bakar as-Shidiq, Umar bin Khatab, Utsman, Ali, Ibnu Abbas, al-Barra bin ‘Azib, berdasarkan periwayatan dari imam baihaqi (w 458 H) dengan sanad yang sahih. Namun demikian, di antara empat mahzab yang mengatakan tidak adanya qunut shubuh adalah mahzab Hanbali dan Hanafi. Pendapat tersebut juga tercantum dalam Hadist Anas bin Malik “Dari Anas bin Malik ra: Bahwasanya Rasulullah melakukan qunut selama satu bulan mendoakan keburukan pada beberapa orang-orang Arab kemudian meninggalkannya.” HR Bukhari dan Muslim, redaksi milik Muslim Namun demikian terkait perbedaan tersebut, utamanya jawaban atas hadits Anas juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Mahdi (seorang imam ahli hadist) bahwasanya: “Yang ditinggalkan oleh Nabi SAW adalah laknat”. hingga kemudian, tafsiran tersebut juga diperkuat oleh hadits Abu Hurairah yang berbunyi: “Kemudian Nabi meninggalkan doa atas mereka,” Mengutip buku yang sama, dikatakan, Rasulullah pernah melakukan qunut subuh. Selain itu, Rasulullah juga pernah disebut melakukan qunut subuh untuk mendoakan orang kafir dan meninggalkan doa keburukan setelah adanya larangan dari Allah. Makna tersebut adalah penjelasan dan maksud dari hadist Anas bin Malik yang mengatakan Rasulullah meninggalkan qunut. Galih melanjutkan, Rasulullah juga diriwayatkan melakukan qunut subuh hingga akhir hayatnya, terlebih ketika adanya qunut subuh merupakan mahzab jumhur ulama. Terkait qunut yang disunahkan dalam salat subuh, Mahzab Syafii juga menjelaskan, qunut subuh dilakukan setelah i’tidal dan ruku sebelum sujud pada rakaat kedua. imam Nawawi mengatakan: “Melakukan qunut shubuh setelah mengangkat kepala untuk i’tidal dari ruku pada rakaat kedua hukumnya sunnah menurut kami, tanpa adanya khilaf”. Imam Nawawi juga menjelaskan tata cara melakukan qunut subuh, yaitu mengangkat kedua tangan ketika membaca doa qunut adalah dianjurkan. Kedua, selesai membaca qunut, tak dianjurkan mengusap wajah. Sedangkan untuk pembacaan doa qunut, disebutkan boleh dengan membaca doa apa saja, baik doa warid dari Nabi atau bukan Warid dan Nabi alias doa redaksi bebas. Dan tak terpaku dengan satu redaksi. Terkait hal tersebut imam Nawawi menyatakan, “Pendapat yang shahih dan yang populer yang dipilih oleh mayoritas ulama syafi’iyyah adalah qunut subuh tidak terpaku pada satu redaksi, tetapi boleh membaca apa saja.” Hal itu juga ditegaskan oleh Imam al-Mawardi (w 450 H) dalam al-Hawi yang menyebutkan: “Dengan doa apa pun seseoang membaca qunut, baik doa yang matsur dari Nabi atau yang bukan maka qunutnya sah.” Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ... SEMUA HADITS TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS-MENERUS ADALAH LEMAH (2) Oleh HADITS-HADITS SHAHIH TENTANG QUNUT NAZILAH وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلاَةِ الْصُّبْحِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، مِنَ الرَّكْعَةِ اْلأَخِرَةِ يَدْعُوْ عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِيْ سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ. (وَكَانَ أَرْسَلَ يَدْعُوْهُمْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ فَقَتَلُوْهُمْ . قَالَ عِكْرِمَةُ : هَذَا مِفْتَاحُ الْقُنُوْتِ). اخرجه أبو داود رقم (1443) وابن الجارود رقم (106) وأحمد (1/ 301-302) والحاكم (1/325-326) والبيهقي (2/200) وقال الحاكم: صحيح على شرط البخاري ووافقه الذهبي . Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut selama satu bulan secara terus-menerus pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh di akhir setiap shalat, (yaitu) apabila ia mengucap Sami’Allahu liman hamidah di raka’at yang akhir, beliau mendo’akan kebinasaan atas kabilah Ri’lin, Dzakwan dan ‘Ushayyah yang ada pada perkampungan Bani Sulaim, dan orang-orang di belakang beliau mengucapkan amin. Hadits ini telah diriwayatkan oleh Abu Dawud[1], Ibnul Jarud[2], Ahmad[3], al-Hakim dan al-Baihaqi[4]. Dan Imam al-Hakim menambahkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus para da’i agar mereka (kabilah-kabilah itu) masuk Islam, tapi malah mereka membunuh para da’i itu. ‘Ikrimah berkata: Inilah pertama kali qunut diadakan. Lihat Irwaa-ul Ghalil II/163 Hadits Kedua عَنْ أنَسٍ قَالَ: قَنَتَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوْعِ يَدْعُو عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ خرجه البخاري رقم: (4089) والنسائي (2/203204) والطحاوي (1/245) وأحمد (3/115 و180 و217 و261 و3/191 و249) وهذا لفظه وسنده صحيح على شرط الشيخين وهو عند مسلم رقم: (677) دون قوله: بعد الركوع) Dari Anas, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut selama satu bulan setelah bangkit dari ruku’, yakni mendo’a kebinasaan untuk satu kabilah dari kabilah-kabilah Arab, kemudian beliau meninggal-kannya (tidak melakukannya lagi).” Diriwayatkan oleh Ahmad[5], Bukhari[6], Muslim[7], an-Nasaa-i[8], ath-Thahawi[9]. Dalam hadits Ibnu Abbas dan hadits Anas dan beberapa hadits yang lainnya menunjukkan bahwa pertama kali qunut dilakukan ialah ketika Bani Sulaim yang terdiri dari Kabilah Ri’lin, Hayyan, Dzakwan dan ‘Ushayyah meminta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mau mengajarkan mereka tentang Islam. Maka, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kepada mereka tujuh puluh orang qurra’ (para penghafal al-Qur’an), sesampainya mereka di sumur Ma’unah, mereka (para qurra’) itu dibunuh semuanya. Pada saat itu, tidak ada kesedihan yang lebih menyedihkan yang menimpa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selain kejadian itu. Maka kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut selama satu bulan, yang kemudian beliau tinggalkan. Di antaranya adalah hadits Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah di bawah ini: وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِي الرَّكْعَةِ اْلأَخِرَةِ مِنَ الْفَجْرِ يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ الْعَنْ فُلاَنًا وَفُلاَنًا وَفُلاَنًا بَعْدَمَا يَقُوْلُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَالَكَ الْحَمْدُ . فَأَنْـزَلَ اللَّهُ: لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ di raka’at yang terakhir ketika shalat Shubuh, ia membaca: “Allahummal ‘an fulanan wa fulanan wa fulanan (Ya Allah laknatlah si fulan dan si fulan dan si fulan) sesudah ia membaca Sami’allaahu liman hamidahu. Kemudian Allah menurunkan ayat (yang artinya): ‘Sama sekali soal (mereka) itu bukan menjadi urusanmu, apakah Allah akan menyiksa mereka atau akan mengampuni mereka. Maka sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang zhalim.’” [Ali ‘Imraan/3: 128] Hadits shahih riwayat Ahmad (II/147) عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ ِلأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ، فَرُبَّمَا قَالَ: إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ اَللَّهُمَّ اَنْجِ الْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. اَللَّهُمَّ اشْدُدُ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ، وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِيْنَ كَسِنِيْ يُوْسُفَ قَالَ: يَجْهَرُ بِذَلِكَ، وَكَانَ يَقُوْلُ فِيْ بَعْضِ صَلاَتِهِ فِي صَلاَةِ الْفَجْرِ: اَللَّهُمَّ الْعَنْ فُلاَنًا وَفُلاَنًا. ِلأَحْيَاءٍ مِنَ الْعَرْبِ حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ : لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌهُ Dari Abu Hurairah, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila hendak mendo’akan kecelakaan atas seseorang atau mendo’akan kebaikan untuk seseorang, beliau mengerjakan qunut sesudah ruku’, dan kemungkinan apabila ia membaca: Sami’allahu liman hamidah, (lalu) beliau membaca, ‘Allahumma… dan seterusnya (yang artinya: Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam dan ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang tertindas dari orang-orang Mukmin. Ya Allah, keraskanlah siksa-Mu atas (kaum) Mudhar, Ya Allah, jadikanlah atas mereka musim kemarau seperti musim kemarau (yang terjadi pada zaman) Yusuf.’” Abu Hurairah berkata, “Nabi keraskan bacaannya itu dan ia membaca dalam akhir shalatnya dalam shalat Shubuh: Allahummal ‘an fulanan… dan seterusnya (Ya Allah, laknatlah si fulan dan si fulan) yaitu (dua orang) dari dua kabilah bangsa Arab, sehingga Allah menurunkan ayat: ‘Sama sekali urusan mereka itu bukan menjadi urusanmu… (dan seterusnya).’” Hadits shahih riwayat Ahmad ii/255 dan al-Bukhari No 4560 Di dalam hadits shahih riwayat Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya no. 1004 disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut pada shalat Shubuh dan Maghrib. Lafazhnya adalah sebagai berikut: عَنْ اَنَسٍ قَالَ: كَانَ الْقُنُوْتُ فِي الْمَغْرِبِ وَالْفَجْرِ. Dari Anas, ia berkata, “Qunut itu ada dalam shalat Maghrib dan Shubuh.” Dan dalam hadits yang shahih pula disebutkan bahwa Abu Hurairah pernah qunut pada shalat Zhuhur dan ‘Isya sesudah mengucapkan Sami’allahu liman hamidahu (setelah bangkit dari ruku’ (di saat sedang i’tidal).), ia berdo’a untuk kebaikan/kemenangan kaum Mukminin dan melaknat orang-orang kafir. Kemudian Abu Hurairah berkata: “Shalatku ini menyerupai shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lafazh haditsnya secara lengkap adalah sebagai berikut: وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : َلأُقَرِّبَنَّ بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ مِنْ صَلاَةِ الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ اْلأَخِرَةِ وَصَلاَةِ الصُّبْحِ بَعْدَ مَا يَقُوْلُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. فَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ. Dan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Sungguh aku akan mendekatkan kamu dengan shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, Abu Hurairah kemudian qunut dalam raka’at yang akhir dari shalat Zuhur, ‘Isya dan shalat Shubuh, sesudah ia membaca: ‘Sami’allahu liman hamidah.’ Lalu ia mendo’akan kebaikan untuk orang-orang Mukmin dan melaknat orang-orang kafir.” Hadits shahih riwayat Ahmad (II/255), al-Bukhari (no. 797) dan Muslim (no.676 (296), ad-Daraquthni (II/37 atau II/165) cet. Darul Ma’rifah. Memang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut pada shalat Shubuh, begitu juga Abu Hurairah, akan tetapi ingat, bahwa hal itu bukan semata-mata dilakukan pada shalat Shubuh saja! Sebab apabila dibatasi pada shalat Shubuh saja!. Sebab apabila dibatasi pada shalat Shubuh saja maka hal ini akan bertentangan dengan riwayat yang sangat banyak sekali yang menyebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut pada lima waktu shalat yang wajib[10]. Menurut hadits yang keenam bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak qunut melainkan apabila beliau hendak mendo’akan kebaikan atau mendo’akan kebinasaan atas suatu kaum[11]. Maka apabila beliau qunut itu menunjukkan ada musibah yang menimpa ummat Islam dan dilakukan selama satu bulan. _______ وَعَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ. Dari Baraa’ bin ‘Azib, “Sesungguhnya Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut dalam shalat Shubuh dan Maghrib.” Hadits shahih riwayat Ahmad IV/285, Muslim no.678 (306), Abu Dawud no.1441, at-Tirmidzi no.401, an-Nasaa-i II/202, ad-Dara-quthni II/36, al-Baihaqi II/198, ath-Thahawi II/242, Abu Dawud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya no.737, lafazh ini milik Muslim. Baca Juga Dampak Negatif Dari Shaf Yang Tidak Lurus MAKNA QUNUT
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُوْلُ الْقُنُوْتِ. “Seutama-utama shalat yaitu yang lama berdirinya” HSR. Ahmad (III/302, 391), Muslim (no. 756), at-Tirmidzi (no. 387), dari Shahabat Jabir, Ibnu Majah (no. 1421) dan al-Baihaqi (III/8)
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ “Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?…” [Az-Zumar/39 : 9] Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ “Dan (ingatlah) Maryam binti ‘Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabb-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang ta’at.” [At-Tahrim/66 : 12]
وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ “Dan kepunyaan-Nya lah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.” [Ar- Rum/30 : 26]
MAKNA NAZILAH Jadi, qunut Nazilah yaitu qunut untuk mendo’akan kebaikan (kemenangan) bagi kaum Muslimin dan mendo’akan kecelakaan (kebinasaan) bagi kaum Kafir atau Musyrik yang menjadi musuh Islam. Qunut Nazilah ini hukumnya sunnat dan adanya di lima waktu shalat wajib; Shubuh, Zhuhur, ‘Ashar, Magh-rib dan Isya’. Tempatnya doa qunut ialah waktu berdiri sesudah ruku’ di raka’at yang akhir. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut sebelum ruku’ maksudnya: Lama berdiri dalam membaca ayat, sebagaimana disebutkan dalam hadits: أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُوْلُ الْقُنُوْتِ ” Seutama-utama shalat yaitu yang lama berdirinya.” Lihat Zaadul Ma’aad (I/235) BEBERAPA MASALAH PENTING BERKENAAN DENGAN QUNUT اَللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ (وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ) تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. “ Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan (dari penyakit dan apa yang tidak disukai) sebagaimana orang yang pernah Engkau lindungi, sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berikanlah berkah terhadap apa-apa yang telah Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan apa yang Engkau telah takdirkan, sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan hukum, dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami Yang Mahatinggi.” Sebenarnya lafazh do’a ini adalah lafazh do’a untuk qunut witir, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma. Abu Dawud (no. 1425), at-Tirmidzi (no. 464), Ibnu Majah (no. 1178), an-Nasa-i (III/248), Ahmad (I/199, 200) dan al-Baihaqi (II/209, 497-498) Sedang do’a yang ada di dalam kurung menurut ri-wayat al-Baihaqi. Hadits ini diriwayatkan dari Shahabat Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku baca dalam shalat witir…” Lihat Shahiih at-Tirmidzi (I/144), Shahih Ibni Majah (I/194), Irwaa-ul Ghalil, oleh Syaikh al-Albani (II/172) dan Shahiih Kitaab al-Adzkaar (I/176-177, no. 155/125). Hadits shahih. Lihat kepada kitab saya yang berjudul: “Do’a dan Wirid Mengobati Guna-guna dan Sihir Menu-rut al-Qur’an dan as-Sunnah” hal. 193-194, cet. IV Do’a qunut Witir dilakukan sebelum ruku’ pada raka’at terakhir dari shalat Witir, dengan dasar hadits Ubay bin Ka’ab: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut dalam shalat witir sebelum ruku’[4] Hukum qunut Witir ini adalah sunnah, disyari’atkan melakukan qunut Witir sepanjang tahun sebelum ruku’, sebagaimana hadits Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma, dan riwayat ini shahih dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum, bahkan diriwayatkan dari Jumhur Shahabat, sebagaimana yang diri-wayatkan dari Ibrahim, dari ‘Alqamah: “Sesungguhnya Ibnu Mas’ud dan para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (melakukan) qunut dalam shalat witir sebelum ruku’.”[5] Dari Ibrahim an Nakha’i, ia berkata: ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tidak pernah qunut Shubuh sepanjang tahun dan ia qunut Witir setiap malam se-belum ruku’[6] Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah berkata: “Ini adalah atsar yang kami pegang.” QUNUT PADA PERTENGAHAN RAMADHAN SAMPAI AKHIR RAMADHAN Dari ‘Amr bin Hasan, bahwasanya ‘Umar radhiyallahu anhu menyuruh Ubay radiyallahu ‘anhu mengimami shalat (Tarawih) pada bulan Ramadhan, dan beliau menyuruh Ubay radhiyallahu ‘anhu untuk melakukan qunut pada pertengahan Ramadhan yang dimulai pada malam 16 Ramadhan.[8] Ma’mar berkata: “Sesungguhnya aku melaksanakan qunut Witir sepanjang tahun, kecuali pada awal Ramadhan sampai dengan pertengahan (aku tidak qunut), demikian juga dilakukan oleh al-Hasan al-Bashri, ia menyebutkan dari Qatadah dan lain-lain[9] Demikian juga dari Ibnu Sirin[10] Syaikh al-Albani berkata: “Boleh juga do’a qunut sesudah ruku’ dan ditambah dengan (do’a) melaknat orang-orang kafir, lalu shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendo’akan kebaikan untuk kaum Musli-min pada pertengahan bulan Ramadhan, karena terdapat dalil dari para Shahabat radhiyallahu ‘anhum di zaman ‘Umar radhiyallahu ‘anhu. Terdapat keterangan di akhir hadits tentang Tarawihnya para Shahabat radhiyallahu ‘anhum, Abdurrahman bin ‘Abdul Qari berkata: ‘Mereka (para Shahabat) melaknat orang-orang kafir pada (shalat Witir) mulai pertengahan Ramadhan اللَّهُمَّ قَاتِلِ الْكَفَرَةَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَلاَ يُؤْمِنُوْنَ بِوَعْدِكَ، وَخَالِفْ بَيْنَ كَلِمَتِهِمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمْ الرُّعْبَ، وَأَلْقِ عَلَيْهِمْ رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ إِلَهَ الْحَقِّ. “Ya Allah, perangilah orang-orang kafir yang mencegah manusia dari jalan-Mu, yang mendustakan Rasul-Rasul-Mu dan tidak beriman kepada janji-Mu. (Ya Allah) perselisihkanlah, hancurkanlah persatuan mereka, timpakanlah rasa takut dalam hati mereka, timpakanlah kehinaan dan siksa-Mu atas mereka. (Ya Allah) Ilah Yang Haq.” Kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mendo’akan kebaikan bagi kaum Musli-min, kemudian memohon ampun bagi kaum Mukminin. Setelah itu membaca: اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ وَنَرْجُوْ رَحْمَتَكَ رَبَّنَا وَنَخَافُ عَذَابَكَ الْجِدَّ إِنَّ عَذَابَكَ لِمَنْ عَادَيْتَ مُلْحِقٌ. “Ya Allah, hanya kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami melakukan shalat dan sujud, kepadamu kami berusaha dan bersegera, kami mengharapkan rahmat-Mu, kami takut siksaan-Mu. Sesungguhnya siksaan-Mu akan menimpa orang-orang yang memusuhi-Mu.” Kemudian takbir, lalu melakukan sujud[11] اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ… Kemudian membaca: اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكَافِرِيْنَ مُلْحِقٌ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ، وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ، وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَخْضَعُ لَكَ، وَنَخْلَعُ مَنْ يَكْفُرُكَ. “Ya Allah, kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami melakukan shalat dan sujud, kepada-Mu kami berusaha dan bersegera (melakukan ibadah). Kami mengharapkan rahmat-Mu, kami takut kepada siksaan-Mu. Sesungguh-nya siksaan-Mu akan menimpa pada orang-orang kafir. Ya Allah, kami minta pertolongan dan memohon ampun kepada-Mu, kami memuji kebaikan-Mu, kami tidak ingkar kepada-Mu, kami beriman kepada–Mu, kami tunduk kepada-Mu dan meninggalkan orang-orang yang kufur kepada-Mu.”[12] Do’a di akhir shalat witir[13] اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَأَعُوذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari ancaman-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagai-mana yang Engkau sanjungkan pada Diri-Mu sendiri“[14] سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ. “Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci. (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat suara dan memanjangkannya pada ucapan yang ketiga.)”[15] _______ [3] Semua makna ini telah dikenal dalam bahasa Arab, sebagaimana tertera dalam kitab-kitab kamus Bahasa Arab, seperti Lisanul ‘Arab XI/313-314, Mu’jamul Wasith hal.761 dan yang lainnya [4] HR. Abu Dawud no. 1427, Ibnu Majah no. 1182, sanad hadits ini shahih [lihat Irwaa-ul ghaliil I/167 hadits no.426 dan Shahih Sunan Abi Dawud no. 1266] [5] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (II/302 atau II/202 no. 12), di-katakan oleh al-Hafizh dalam ad-Diraayah: “Sanadnya hasan.” Syaikh al-Albani berkata: “Sanadnya jayyid, menurut syarat Muslim.” (Irwaa-ul ghaliil II/166). [6] HR. Ibnu Abi Syaibah II/305-306 atau II/205 cet. Darul Fikr. [7] Mukhtashar Qiyamul Lail hal. 125, lihat juga at-Tarjih Fii Masaa-ilith Thaharah Wash Shalah oleh DR.Muhammad bin Umar Bazmul hal. 362-385, cet. Daarul Hijrah th. 1423 H/2003 M. [8] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah II/205 no.10. [9] Mushannaf ‘Abdirrazzaq III/120 dengan sanad yang shahih [10] Mushannaf ‘Abdirrazzaq III/120 dengan sanad yang shahih. [11] HR. Ibnu Khuzaiimah II/155-156 no.1100 sanadnya shahih. [12] HR. Al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra’ sanadnya menurut pendapat al-Baihaqi shahih (II/211). Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil II/170 berkata: “Sanadnya shahih dan mauquf pada Umar radhiyallahu ‘anhu.” Lihat Shahih Kitab al-Adzkar I/179. [13] Ali bin Abi Thalib berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mem-baca di akhir witirnya: |