Sebutkan tokoh-tokoh yang terlibat aktif dalam sidang BPUPKI

Jakarta -

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI dibentuk pada 1 Maret 1945 dengan Ketua BPUPKI adalah Dr. Radjiman Wediodiningrat, 2 ketua muda, dan 60 anggota. Nah, apa peran anggota BPUPKI dalam perumusan dasar negara Pancasila , ya?

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa BPUPKI mengadakan dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Sidang pertama BPUPKI berlangsung tanggal 29 Mei-1 Juni 1945.

Sidang BPUPKI pertama membahas tentang rumusan dasar negara yang kelak kita kenal dengan sebutan Pancasila, seperti dikutip dari Buku Siswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) SMP/MTS Kelas 7 oleh Sri Nurhayati S.Pd. dan Iwan Muharji, S.Pd., M.Pd.

Nah, apa peran anggota BPUPKI dalam perumusan dasar negara Pancasila? Peran anggota BPUPKI dalam perumusan dasar negara yaitu memberikan usulan mengenai dasar negara Indonesia merdeka, memberi nama dasar negara, penyusunan kata,

Tiga anggota BPUPKI yang menjadi tokoh pengusul dalam perumusan dasar negara tersebut adalah Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Pada sidang pertama BPUPKI, Muhammad Yamin mengusulkan secara lisan tentang lima dasar negara Indonesia merdeka. Usulan Muhammad Yamin tentang dasar negara Indonesia yaitu:

1. Peri Kebangsaan

2. Peri Kemanusiaan

3. Peri Ketuhanan

4. Peri Kerakyatan

5. Kesejahteraan Rakyat


Rumusan dasar negara oleh Muhammad Yamin lalu disampaikan secara tertulis kepada ketua sidang BPUPKI. Usulan tersebut berbeda dengan rumusan yang disampaikan secara lisan. Usulan rumusan dasar negara Muhammad Yamin secara tertulis adalah sebagai berikut:


1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kebangsaan persatuan Indonesia

3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Tokoh pengusul rumusan dasar negara selanjutnya yaitu Soepomo. Usulan rumusan dasar negara Soepomo berdasar pada pemikiran bahwa negara yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik atau negara persatuan. Dengan begitu, usulan rumusan dasar negara Soepomo yaitu sebagai berikut:


1. Persatuan

2. Kekeluargaan

3. Keseimbangan lahir dan batin

4. Musyawarah

5. Keadilan rakyat


Tokoh pengusul rumusan dasar ketiga yaitu Sukarno. Usulan dasar negara Sukarno disampaikan lewat pidato dengan lima dasar sebagai berikut:

1. Kebangsaan Indonesia

2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan

3. Mufakat atau demokrasi

4. Kesejahteraan sosial

5. Ketuhanan yang berkebudayaan


Perumusan nama dasar negara ini salah satunya diawali dengan Sukarno yang semula hendak menamai dasar negara usulannya sebagai Panca Darma. Atas saran ahli bahasa yang juga temannya, Sukarno menggunakan istilah Pancasila sebagai nama rumusan dasar negara tersebut.

Sukarno juga mengusulkan kemungkinan peringkasan lima sila tersebut menjadi Tri Sila dengan usulan rumusan dasar negara sebagai berikut:


1. Sosio Nasionalisme, yaitu gabungan kebangsaan (nasionalisme) dan peri kemanusiaan (internasionalisme)

2. Sosio Demokrasi, yaitu gabungan dari mufakat (demokrasi) dan kesejahteraan sosial

3. Ketuhanan


Sukarno menyebut Tri Sila juga dapat diringkas menjadi Eka Sila dengan sila gotong royong.

Setelah pengusulan rumusan dasar negara, sembilan perumus dasar negara sekaligus anggota BPUPKI ditunjuk sebagai Panitia Sembilan. Panitia Sembilan bertugas untuk menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara.

Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan dasar negara yang disebut Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Rumusan dasar negara dalam Jakarta Charter sebagai berikut:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia


Rumusan dalam Jakarta Charter kelak diubah dengan perumusan kata seperti Pancasila yang kita kenal hari ini dan disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 18 Agustus 1945.

Gimana detikers, sudah tahu ya peran anggota BPUPKI dalam perumusan dasar negara.

Simak Video "Asal Usul Hari Lahir Pancasila yang Diperingati Hari Ini"



(pal/pal)

Sebutkan tokoh-tokoh yang terlibat aktif dalam sidang BPUPKI

Sebutkan tokoh-tokoh yang terlibat aktif dalam sidang BPUPKI
Lihat Foto

kemdikbud.go.id

Pidato Sukarno pada sidang BPUPKI

KOMPAS.com - Panitia Sembilan adalah sebuah kelompok kecil yang dibentuk pada 1 Juni 1945, diambil dari sebuah panitia kecil saat sidang pertama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Panitia Sembilan sendiri dibentuk setelah Soekarno memberikan rumusan Pancasila yang terdiri dari lima asas.

Tokoh dalam Panitia Sembilan adalah sebagai berikut:

  • Ketua: Soekarno
  • Wakil Ketua: Moh. Hatta
  • Anggota: Alexander Andries Maramis
  • Anggota: Abikoesno Tjokrosoejoso
  • Anggota: Abdoel Kahar Moezakir
  • Anggota: Agus Salim
  • Anggota: Ahmad Subardjo
  • Anggota: Abdul Wahid Hasjim
  • Angggota: Moh. Yamin

Baca juga: Daftar Pemberontakan di Indonesia

Latar Belakang

Sebelum mengumumkan hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan.

Terbentuknya Panitia Sembilan ini karena rumusan dasar negara Indonesia belumlah juga terbentuk oleh BPUPKI. 

Panitia Sembilan sendiri terbentuk pada sidang kedua BPUPKI. 

Pada sidang pertama BPUPKI yang dimulai tanggal 29 Mei 1945, para anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan pendapat mengenai rumusan dasar negara.

Dari beberapa rumusan yang disampaikan oleh anggota BPUPKI, rumusan Soekarno dinamai Pancasila, rumusan yang paling diterima oleh semua anggota.

Dalam rumusan Pancasila tersebut dipaparkan lima asas, sebagai berikut:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan yang Maha Esa

Rumusan-rumusan tersebut kemudian digunakan sebagai acuan dasar negara. 

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah Jepang mengatakan kepada para pemimpin di negeri ini jika pembentukan BPUPKI merupakan salah satu wujud dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia.

Jepang berpendapat, kemerdekaan harus disiapkan secara saksama. Oleh karena itu, BPUPKI diharapkan bisa menjadi sarana memperoleh gambaran tentang bentuk negara, sistem pemerintahan, dan dasar hukum negara yang merdeka.

Mengenai PPKI, Jepang mengatakan, badan ini bertindak sebagai badan yang mempersiapkan penyerahan kekuasaan pemerintah dari tentara Jepang kepada badan tersebut. Badan ini juga wajib menyelesaikan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar dan Falsafah Negara Indonesia Merdeka yang sudah disiapkan oleh BPUPKI. Selain itu, bertugas pula memusyawarahkan dan menetapkan tata cara pelaksanaan pernyataan Kemerdekaan Indonesia.

Rencana awalnya, PPKI akan mengadakan rapat pertama pada tanggal 16 Agustus 1945. Surat-surat undangan sudah dikirim kepada para anggota terutama yang berada di luar Jawa. Namun, yang terjadi adalah di luar skenario. Jepang sudah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Rakyat Indonesia khususnya para pemuda Indonesia sudah tidak sabar menunggu. Mereka menghendaki Proklamasi Kemerdekaan segera diselenggarakan dan harus keluar dari bayang-bayang Jepang. PPKI masih mereka anggap sebagai bayang-bayang Jepang.

Sementara para tokoh bangsa Indonesia seperti Soekarno dan Hatta, masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua PPKI, merencanakan Proklamasi Kemerdekaan diselenggarakan setelah tanggal 16 Agustus, karena sudah terlanjur mengundang rapat. Selain itu kondisi Indonesia masih status quo dan vakum kekuasaan.

Menjelang sidang PPKI, berbagai peristiwa begitu cepat terjadi dan tak terduga seperti kesiagaan kaum muda mengantisipasi kontak senjata dengan Jepang, peristiwa Rangasdengklok, penyusunan naskah Proklamasi, hingga upacara Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sidang PPKI pun mundur dan terlaksana dengan lancar pada tanggal 18 Agustus 1945.

Apa yang sudah dihasilkan pada sidang BPUPKI akhirnya menjadi bahan penyelesaian tugas-tugas PPKI, sama seperti yang dirancang oleh Jepang. Perbedaannya, PPKI tidak menjadi badan penerima penyerahan kekuasaan, tetapi badan yang memperoleh mandat dari sebuah negara yang baru saja merdeka.

1 Maret 1945

Panglima Tentara (Saiko Syukikan) ke-16 Jepang di Jawa, Letnan Jenderal Kumakici Harada, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI ini merupakan salah satu wujud janji kemerdekaan bagi Indonesia yang pernah disampaikan oleh Jenderal Kuniaki Koiso pada September 1944.

29 April 1945

Bertepatan dengan HUT Kaisar Jepang, Tenno Haika, pengurus dan anggota BPUPKI diangkat. Jumlah keseluruhan anggota BPUPKI adalah 62 orang Indonesia ditambah 8 orang Jepang. Struktur BPUPKI terdiri atas dua bagian, yakni badan perundingan (persidangan) dan kantor tata usaha (sekretariat).

Badan perundingan terdiri atas seorang ketua (kaico), dua orang ketua muda (fuku kaico), dan 60 anggota (iin).

KRT Radjiman Wediodiningrat terpilih sebagai ketua. Ketua Muda Pertama dijabat oleh Ichibangase Yosio (shucokan Cirebon). Ketua Muda Kedua dijabat RP Soeroso (fuku shucokan Magelang). Sedangkan Kepala Sekretariat dijabat oleh Toyohito Masuda dan Abdoel Gafar Pringgodigdo.

Sebutkan tokoh-tokoh yang terlibat aktif dalam sidang BPUPKI
Ketua BPUPKI, dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat. Foto: IPPHOS

28 Mei 1945

BPUPKI  memulai sidang pertama di Gedung Tyuuoo Sangi-In (sekarang Gedung Pancasila) Jalan Pejambon 6 Jakarta. Acara tersebut diisi dengan pengibaran bendera Hinomaru dan Sang Saka Merah Putih.

29 Mei 1945

Rangkaian sidang BPUPKI yang berlangsung hingga 1 Juni 1945 dikenal dengan rapat mencari Dasar Negara Indonesia. Rangkaian sidang pertama ini dimulai dengan membahas dan merumuskan Undang-Undang Dasar (UUD) dan persoalan mendasar tentang Negara Indonesia Merdeka.

Muhammad Yamin mengemukakan lima “Azas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang terdiri dari peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ke-Tuhan-an, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.

31 Mei 1945

Soepomo dalam siang BPUPKI mengajukan dasar-dasar untuk Indonesia merdeka adalah persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.

1 Juni 1945

Soekarno mengusulkan tentang dasar negara dengan nama Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Rumusan lima dasar bagi negara Indonesia merdeka menurut Soekarno adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ke-Tuhan-an yang Maha Esa. Pidato Soekarno ini kemudian dikenal dengan lahirnya Pancasila.

Dalam sidang tersebut dibentuk Panitia Delapan di bawah pimpinan Soekarno. Panitia kecil ini beranggotakan Mohammad Hatta, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Muhammad Yamin, dan AA Maramis. Tugas Panitia Delapan ini adalah menampung dan mengidentifikasi rumusan dasar negara pada sidang BPUPKI.

Hingga akhir sidang pertama BPUPKI, belum diperoleh kesepakatan utuh tentang rumusan dasar negara.

22 Juni 1945

Panitia kecil mengadakan pertemuan di gedung Kantor Besar Jawa Hokokai, Lapangan Banteng. Pertemuan yang dimulai pada pukul 10.00 itu dihadiri juga oleh sejumlah anggota BPUPKI yang lain sehingga terdapat total 38 peserta rapat.

Dalam rapat tersebut, panitia kecil menampung 40 usulan dari anggota BPUPKI yang dapat dikelompokkan menjadi 32 hal. Selanjutnya, 32 hal tersebut disarikan kembali menjadi 9 golongan. Usulan terbanyak, yakni dari 26 orang mengusulkan agar Indonesia merdeka segera dilaksanakan.

Rapat tersebut menyepakati pembentukan panitia kecil lain yang bertugas menyusun rumusan dasar negara. Panitia penyusun dasar negara tersebut beranggotakan sembilan orang, yakni Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Soebardjo, AA Maramis, Abdulkahar Muzakkir, Wachid Hasjim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso.

Panitia Sembilan kemudian mengadakan pertemuan di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta hingga pukul 20.00. Pertemuan tersebut menghasilkan rumusan pembukaan UUD yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Rumusan pembukaan UUD tersebut kemudian disetujui panitia kecil.

10 Juli 1945

BPUPKI kembali bersidang dimulai pada pukul 10.00. Sidang ini juga menghasilkan keputusan tentang bentuk negara republik bagi Indonesia merdeka. Keputusan tentang bentuk negara ini dihasilkan dengan cara voting—atau setem sesuai istilah Radjiman—oleh 64 anggota. Sejumlah 55 suara memilih bentuk negara republik, 6 suara memilih bentuk kerajaan, dan 2 suara memilih bentuk lain, dan 1 suara belangko.

11 Juli 1945

Sidang yang dibuka pada pukul 10.50 dan berakhir pada pukul 16.40 ini mengangkat topik mengenai wilayah negara. Dari 66 anggota belum ada kesepakatan tentang batas-batas Negara Indonesia. Muncul tiga pendapat sidang terkait batas-batas wilayah Indonesia merdeka. Pertama, Indonesia adalah Hindia Belanda dahulu. Kedua, Hindia Belanda dahulu ditambah Borneo Utara, Papua, dan Timor semuanya. Ketiga, Hindia Belanda dahulu, ditambah Malaka, Borneo Utara, Papua, Timor dan kepulauan sekelilingnya.

Setelah melalui perdebatan, akhirnya sebuah komisi ditentukan oleh Wakil Ketua Suroso yang terdiri tiga orang, yaitu Otto Iskandardinata, Abikusno, dan Latuharhary. Tugasnya mengatur pemungutan suara dengan surat. Hasilnya, ada 66 suara yang sah. Keputusan terbanyak, yakni 39 suara, memilih batas wilayah negara adalah Hindia Belanda dulu, ditambah Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.

Rapat kecil panitia perancang UUD menyetujui isi pembukaan (preambule) UUD dan membentuk panitia kecil perancang UUD yang terdiri atas Soepomo, Wongsonegoro, Subardjo, Maramis, Singgih, Salim, dan Sukiman. Soepomo diangkat menjadi ketua. Kewajiban panitia adalah merancang UUD dengan memperhatikan pendapat dari rapat besar dan kecil. Hasil kerja panitia Supomo dilaporkan dalam rapat kecil tanggal 13 Juli 1945.

14 Juli 1945

Rapat BPUPKI membahas hasil Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yakni pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, serta batang tubuh undang-undang dasar. Sidang ini menerima pembukaan UUD dengan suara bulat dengan sedikit perubahan kata-kata.

15 Juli 1945

Sidang pembahasan rancangan UUD. Mengingat banyaknya pendapat saat membahas rancangan UUD, sidang yang dibuka pada pukul 10.20 ini baru ditutup pada pukul 23.25. Hingga akhir sidang, tidak dihasilkan suatu keputusan dan menunggu sidang selanjutnya.

16 Juli 1945

Sidang BPUPKI yang dimulai pukul 10.30 sepakat menerima rancangan UUD yang diusulkan oleh panitia perancang UUD.

7 Agustus 1945

BPUPKI dianggap bubar dan diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Linkai. Anggota PPKI berjumlah 21 orang dari berbagai pulau, yakni 12 dari Jawa, tiga dari Sumatera, dua dari Sulawesi, satu dari Kalimantan, satu dari Sunda Kecil (Nusa Tenggara), satu dari Maluku, dan satu dari golongan China. Selain 21 orang tersebut, terdapat enam anggota tambahan atas usul Soekarno. Soekarno ditunjuk menjadi ketua PPKI dengan wakil Mohammad Hatta, dan Mr. Ahmad Soebardjo menjadi penasihat khusus.

18 Agustus 1945

PPKI mulai bersidang di bekas gedung Volksraad, Pejambon, Jakarta Pusat. Sidang ini mengesahkan pembukaan (gabungan pernyataan Indonesia Merdeka dan pembukaan), batang tubuh, serta aturan peralihan Undang-Undang Dasar. Dasar negara Indonesia, yakni Pancasila, masuk dalam pembukaan UUD yang disahkan. Selain itu, ditetapkan Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden. Diusulkan pula pembentukan Komite Nasional untuk membantu presiden.

19 Agustus 1945

Sidang PPKI membahas prioritas program, susunan daerah, dan pembentukan departemen. Diputuskan terbentuknya kabinet presidensial dengan 12 kementerian, dibaginya wilayah RI menjadi 8 provinsi (Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Selawesi, dan Kalimantan) yang masing-masing dikepalai seorang gubernur. Diputuskan pula pembubaran Heiho, Peta di Jawa dan Bali, serta pembubaran Laskar Rakyat di Sumatera. Sebagai gantinya segera dibentuk Tentara Kebangsaan Indonesia oleh Presiden. Selanjutnya, Soekarno menunjuk Abdul Kadir, Kasman, dan Otto Iskandardinata untuk menyiapkan pembahasan tentang tentara kebangsaan dan kepolisian. Abdul Kadir menjadi ketua panitia kecil tersebut.

Pada malam hari, tanggal 19 Agustus 1945, rapat PPKI dilanjutkan di Jalan Gambir Selatan Nomor 10 untuk membicarakan pembentukan Komite Nasional. Disepakati bahwa anggota Komite Nasional berjumlah 60 orang dan rapat pertama akan dilaksanakan pada 29 Agustus 1945 di Gedung Komidi, Jalan Pos, Pasar Baru, Jakarta.

22 Agustus 1945

Rapat PPKI menghasilkan tiga keputusan, yakni pembentukan Komite Nasional, Partai Nasional, dan Badan Keamanan Nasional. Komite Nasional di pusat dan daerah akan dipimpin oleh seorang ketua dan dan beberapa anggota.

29 Agustus 1945

PPKI dibubarkan dalam rapat pertama Komite Nasional. Komite Nasional yang disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) betugas untuk membantu presiden.

Baca juga: Napak Tilas Kemerdekaan Melalui Pidato Presiden