Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah

Astronom merupakan ilmu pengetahuan alam yang meneliti mengenai benda langit seperti bintang, planet, komet,  sekaligus fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar angkasa.

Sejarah mencatat bahwa ilmu astronomi ternyata sudah dipelajari sejak zaman Babilonia, Mesir, hingga runtuhnya kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi. Selain itu, ternyata ilmu astronomi juga dipelajari dan dikembangkan oleh para ilmuwan Arab.

Sejauh ini, terdapat beberapa ilmuwan muslim yang dapat dikatakan sangat berpengaruh terhadap keilmuan astronomi yang saat ini dipelajari banyak orang. Berikut 5 ilmuwan muslim paling berpengaruh di bidang astronomi yang wajib kamu tahu. 

Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah
Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah
mvslim.com

Abū ʿAbd Allāh Muḥammad ibn Jābir ibn Sinān al-Raqqī al-Ḥarrānī aṣ-Ṣābiʾ al-Battānī atau biasa disebut Al-Battani merupakan ilmuwan astronomi ternama yang berasal dari Suriah. Dia dikenal sebagai orang yang berhasil memperkenalkan hubungan trigonometri. Tak heran jika ia saat ini dikenal sebagai Bapak Trigonometri.

Karya Al-Battani yang paling terkenal ialah Kitāb az-Zīj yang isinya banyak dijadikan referensi bagi para astronom ternama, termasuk Copernicus. Ada juga karyanya yang tak kalah terkenal, yaitu Maʻrifat Maṭāliʻi l-Burūj. Karya tersebut berkaitan dengan pengetahuan mengenai tanda-tanda zodiak.

Baca Juga: 5 Ilmuwan Perempuan Muslim Berpengaruh dalam Sejarah Sains Dunia

Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah
Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah
laduni.id

Abū al-ʿAbbās Aḥmad ibn Muḥammad ibn Kathīr al-Farghānī  atau biasa dikenal Al-Farghani merupakan seorang astronom termuka pada abad ke-9. Al–Farghani dikenal saat melakukan penelitian yang diinisiasi oleh seorang khalifah al-Ma’mun yang berada di Baghdad, Irak.

Pada waktu itu, Al–Farghani berusaha untuk mengetahui diameter bumi, jarak, dan juga diameter dari beberapa planet lainnya. Bukunya yang paling terkenal bagi para astronom saat ini ialah "Kitāb fī Jawāmiʿdan ʿIlm al-Nujūm" .

Al–Farghani menulis seluruh hasil pengamatan dan penelitiannya di dalam sebuah buku yang berjudul “Harakat as-Samawiyya wa Jawami Ilm an-Nujum” atau jika diartikan ke Bahasa Indonesia menjadi "Asas-asas Ilmu Bintang".

Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah
Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah
kidpaw.com

Abd al-Rahman al-Sufi atau biasa dikenal dengan Al-Sufi merupakan seseorang yang berkontribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi matahari, bulan, dan planet. Selain itu, dia juga memiliki sumbangsih yang besar yang terkait pergerakan matahari.

Karyanya yang paling terkenal ialah "Book of Fixed Stars" atau "Kitab al-Kawatib al-Thabit al-Musawwar" yang diciptakannya pada 964 masehi. Dalam buku itu, Al-Sufi menetapkan ciri-ciri bintang, memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya.

Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah
Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah
en.unesco.org

Ibn al-Haytham merupakan seorang ahli matematika, astronomi, dan fisika yang lahir di sekitar negara Iran. Ibn al-Haytham melakukan percobaan mengenai optik dan visual yang mana hasilnya menjadi prinsip dasar dalam pembuatan mikroskop dan teleskop.

Selain itu, ia juga kerap menulis hal-hal yang berkaitan dengan filosofi, teologi, hingga kedokteran. Di dalam penelitiannya banyak membahas tentang lingkaran cahaya yang terdapat di sekitar bulan dan matahari, termasuk bayangan dan gerhana. Kitab al-Manazir yang ditulis pada 1011 hingga 1021 merupakan salah satu karyanya yang paling terkenal hingga saat ini.

Baca Juga: 5 Ilmuwan Muslim di Bidang Kedokteran yang Karyanya Paling Berpengaruh

Baca Artikel Selengkapnya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Kajian mendalam ilmu astronomi dimulai di masa Umayyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa Nabi Muhammad SAW, ilmu falak belum mengalami perkembangan yang signifikan. Karena pada saat itu umat Islam disibukkan dengan upaya-upaya menyebarluaskan ajaran Islam ke seluruh pelosok dunia.

Sehingga aktifitas untuk mengkaji tentang astronomi sangat kurang sekali. Jika pun ada, itu hanyalah sebatas pengetahuan- pengetahuan langsung yang diberikan Allah SWT kepada Nabi SAW, dan belum ada kajian ilmiahnya yang berdasarkan ilmu pengetahuan.

Masa keemasan Setelah Islam menyebar sampai di luar Makkah dan Madinah, mulailah para sahabat mengkaji khazanah ilmu falak. Namun, sebagaimana dijelaskan Dr Mu hammad Bashil Al- Thoiy dalam bukunya yang bertajuk Al-Falak wa al-Taqwim, kajian tentang ilmu falak secara mendalam baru dimulai pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, yaitu tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Khalid bin Yazid bin Muawiyah.

Khalifah Khalid dikenal sebagai pemimpin yang cinta akan ilmu pengetahuan. Karenanya semasa ia memerintah, terjadi perubahanperubahan mendasar, terutama pada perkembangan keilmuan untuk mengkaji ilmu pengetahuan (sains).

Hal ini terbukti dengan banyaknya penerjemahan buku-buku yang berkenaan dengan astronomi, kedokteran, fisika, dan disiplin ilmu yang lainnya. Akan tetapi kajian terhadap ilmu falak mengalami perkembangan pesat di masa kekhalifahan Abbasiyah.

Khalifah kedua Dinasti Abbasiyah, Abu Ja’far al-Mansur (712-775 M), menempatkan kajian ilmu falak setelah ilmu tauhid, fikih, dan kedokteran. Semasa berkuasa, ia memerintahkan Muhammad al- Fazari dan Umar bin Farhan at- Thabari untuk menerjemahkan berbagai buku tentang ilmu falak.

Kemudian al-Mansur juga memerintahkan kepada Ibrahim bin Yahya an-Naqqas untuk menerjemah kan karya Ptolemeus yang mengulas tentang sistem perbintangan. Dari sini kemudian mulai bermunculan para pakar Islam yang menggeluti bidang astronomi.

Pada masa Khalifah al-Mansur ini dana negara yang dikeluarkannya untuk membiayai pengembang an astronomi tidaklah sedikit. Sehingga tidak mengherankan jika hasil-hasil yang dicapai sangatlah memuaskan. Faktor ini pula yang mendorong kajian ilmu falak tetap berlanjut serta mengalami fase kemajuan di masa-masa selanjutnya.

Kajian tentang astronomi Islam mencapai masa kejayaan dan keemasan di masa Khalifah Harun al-Rasyid dan anaknya al- Ma’mun. Pada masa pemerintahan al-Rasyid dan al-Ma’mun, Islam mencapai puncak prestasi dalam bidang peradaban.

Saat berkuasa, antara tahun 813 hingga 833 M, Khalifah al-Ma’mun memerintahkan penerjemahan berbagai buku tentang astronomi yang berbahasa Persia, India, dan Yunani ke dalam bahasa Arab. Di masa al- Ma’mun ini juga muncul para ahli astronomi yang terkenal, seperti Habasyi al-Hasib al-Marwazi dan Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak al-Kindi.

Selanjutnya di Abad seterusnya pengembangan ilmu falak di tubuh Islam masih tetap berlanjut. Astronomi bukan hanya berkembang di Asia Barat, Eropa Selatan, dan Afrika Utara yang berada dalam wilayah kekuasaan Muslim di Abad Pertengahan, tetapi juga di Asia Tengah dan Asia Timur. Astronomastronom yang terkenal di wilayah ini adalah al-Kharaki, al-Qazwini, dan Zakaria bin Muhammad bin Mahmud Abu Yahya (1200-1282).

Zaman kegemilangan astronomi di tanah Islam ini berakhir dalam kurun abad ke-12. Buku-buku hasil karya ilmuwan Muslim sedikit demi sedikit telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, terutamanya di Toledo, Spanyol. Hasil terjemahan tersebut kemudian disebarluaskan di seluruh kawasan benua Eropa. Melalui terjemahan tersebutlah tokoh-tokoh intelektual Eropa, di penghujung zaman pertengahan, mengkaji semula teori Ptolemeus dan mempelajari perkembangan astronomi hasil sumbangan dunia Islam.

Sebutkan tokoh-tokoh ahli di bidang ilmu falak pada masa daulah abbasiyah

sumber : Mozaik Republika

Tokohdan SejarahPerkembangan Ilmu Falak Pada Masa Kejayaan Islam

Perkembangan Ilmu Falak Pada Masa Kejayaan Islam

        Pada abad III H, yaitu pada kejayaan Daulah Abbasiyah, perkembangan ilmu falak mengalami kemajuan yang sangat berarti, yang ditandai dengan proses penerjemahan karya-karya di bidang astronomi ke dalam bahasa Arab. Pada tahun 773 M, ada seorang pengembara India yang menyerahkan sebuah buku data Astronomi yang berjudul Sindhin (sidhanta)kepada kerajaan islam di Bagdad. Kemudian oleh kholifah Abu Ja’far al-Manshur (719-775 M) memerintahkan Muhammad Ibnu Ibrahim al-Farizi ( 796 M ) untuk menerjemahkan buku-buku tersebut ke dalam bahasa Arab. Atas usaha inilah al-Fazari dikenal sebagai ahli falak pertama di dunia islam.

        Kegiatan penerjemahan karya-karya astronomi terus berkelanjutan, termasuk karya-karya dari bangsa Yunani, dan sebagian besar karya bangsa Yunani yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu falak di kalangan umat islam adalah the sphere in the movement ( al-kurrah al-Mutaharrikah ), karya Antolycus,Ascentions of the signs ( mathali’ al-Buruj ) karya Aratus, Introduction of Astronomy ( al Madhkhal ila Ilmi Falak ) karya Hipparchus, dan Almagesty karya Ptolomeus.         Kitab-kitab itu bukan hanya sekedar diterjemahkan akan tetapi di tindak lanjuti lebih dalam lagi dengan berbagai penelitian-penelitian yang baru serta berkelanjutan sehingga memperoleh teori-teori yang baru. Dari sini juga muncul tokoh falak di kalangan umat islam yang cukup berpengaruh, yaitu Abu Ja’far bin Musa al-Khawarizmi (780-847 M) sebagai ketua observatorium al-Makmun, dengan mempelajari karya al-Fazari (sidhanta), dia behasil sebagai orang pertama yang mengolah sistem penomoran india menjadi dasar operasiaonl Ilmu Hisab (perhitungan).

        Disamping penemuan tersebut, dia juga mengelurkan teori-teori yang monumental antara lain: penemuan angka 0 (nol) India, maka terciptalah pecahan desimal sebagai kunci terpenting dalam        perkembangan ilmu Hisab, penyusunan pertama tabel Trigonometri Daftar Logaritma yang masih berkembang sampai sekarang, penemuan kemiringan zodiak ( ekliptika ) sebeasar 23,5 derajat atas ekuator.


        Sehingga pada masa itu al-Khawarizmi menjadi tokoh yang terkenal dan penting sebagai pelopor pengembangan astronomi. Memang pada masa Khalifah al-Makmun, ilmu falak mengalami perkembangan yang sangat pesat , yaitu sejak al-Makmun mendirikan observatorium di Sinyar dan Junde Shahfur Bagdad, dengan meninggalkan teori yang digunakan oleh yunani kuno dan membuat teori sendiri dalam menghitung kulminasi matahari, juga menghasilkan data-data yang berpedoman pada buku shindhind yang disebut “Tabel of Makmun” dan oleh orang Eropa dikenal dengan “Astronomos” atau “ Astronomy”.

Tokoh Muslim dalam Perkembangan Ilmu Falak pada Masa Kejayaan Islam

        Berikut ini, kami akan paparkan tokoh-tokoh beserta sumbangsihnya dalam perkembangan ilmu falak pada masa kejayaan islam, sebagaimana yang kami kutib dari referensi () kami:

a.     Abu Ma’sar al-Falaky (788-885 M) merupakan seorang ahli falak dari Balkh (Khurasan) yang di Eropa dikenal dengan nama Albu Masar. Beliaulah yang menemukan adanya pasang naik dan pasang surut air laut sebagai akibat dari posisi bulan terhadap bumi. Karya-karya beliau antara lain al-Madkhal Kabiir, al-Kabir, Ahkam al-Sinni wa al-Kawakib, Itsbat al-Ulum, dan Haiat al-Falak.

b.     Ibn Jabir al-Battani (858-929 M) yang di dunia barat dikenal dengan nama Albatenius. Beliau melakukan perhitungan jalan bintang, garis edar dan gerhana, membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin, menetapkan garis kemiringan perjalanan matahari, panjangnya tahun sideris dan tropis, musim-musim serta lintasan matahari semu dan sebenarnya, adanya bulan mati,serta fungsi sinus, tangen, dan cotangen. Di antara karya-karya al-Battani adalah membuat perbaikan serta tambahan terhadap buku syntasis karya Ptolomeus, dalam judul barunya  Tabril al-Maghesty, di samping bukunya sendiri yang berjudul Tamhid al-Musthafa li Ma’na al-Mamar.

c.     Abu Raihan al-Biruni (388-440 H / 973-1048 M.) berasal dari Paris, ia sangat termashur namanya dalam sejarah pertumbuhan ilmu Falak, sehingga beliau diberi gelar al-Ustadz fi al-‘Ulum (maha guru), karena selain ahli perbintangan, juga menjadi bintang cendekiawan dalam zaman keemasan Islam (Golden Era of Islam) karena juga menguasai berbagai bidang ilmu seperti filsafat, matematika, geografi, dan fisika.  Beliau telah menemukan teori tentang rotasi bumi dan mampu menentukan garis bujur dan garis lintang untuk setiap daerah (kota) di permukaan bumi dengan akurasi yang sangat teliti. Karyanya antara lain “Al-Atsar Baqiyyat min Al-Qurun al-Khaliyat”  yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Cronology of Ancient Nations dan kitab  Al-Qanun al-Mas’udy fi al-Haiat wa al-Nujumi (sebuah ensiklopedi astronomi yang dipersembahkan kepada Sultan Mas’ud Mahmud) yang ditulis pada tahun421 H/1030 M. Menurut Prof. Ahmad Baiquni, al-Biruni adalah orang yang pertama menolak teori Ptolomeus, dan menganggap teori Geosentris tidak masuk akal, karena langit yang begitu besar dan luas dengan bintang-bintangnya dinyatakan mengelilingi bumi sebagai pusat tata surya. Oleh karena itu, al-Biruni dipandang sebagai peletak dasar teori heliosentris.

d.    Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Katsir al-Farghani seorang ahli falak yang berasal dari Farghana, Transoxania, sebuah kota yang terletak di tepi sungai Sardaria, Uzbekistan. Di kalangan ilmuwan Barat ia dikenal dengan nama Alfarganus. Karya-karya besarnya seperti Jamawi al-ilm al-Nujum wa Harakat al-Samawiyyat, Ushul ‘Ilm al-Nujum, Al-Madkhal ila ‘ilm Haiat al-Falak, dan Fushul al-Tsalatsin, masih tersimpan di Oxford, Paris, Kairo dan perpustakaan Princeton University. Karya-karya tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Yohanes Hispalamsis dari Seville dan Gerard dari Cremona dengan nama “Compendium” yang dipakai pegangan dalam mempelajari ilmu perbintangan oleh Astronom-astronom Barat, seperti Regiomontanus.

e.     Maslamah Abul Qasim al-Majriti, jasa terbesar beliau ialah merubah tahun Persi dengan tahun Hijriyah  di Andalusia, dengan meletakkan bintang-bintang sesuai awal tahun hijriyah.

f.       Ali bin Yunus dengan karyanya “Zaij al-Kabir al-Hakimi” yang berisi antara lain tentang Astronomis matahari, bulan dan komet.

g.      Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965-1039) seorang pakar falak dari Bashrah, yang terkenal dengan bukunya “Kitab al-Manadhir” dan tahun 1572 M diterjemahkan dengan nama “Optics” yang merupakan temuan baru tentang refraksi (sinar bias).

h.    Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin al-Hasan Nasiruddin at-Tusi  berasal dari Marogho (Asia Kecil), telah membangun observatorium di Maragha atas perintah Raja Hulaghu Khan. Dengan observatoriumnya, ia telah berhasil membuat tabel-tabel data astronomis benda-benda langit dengan nama Jadwal al-Kaniyan serta membuat Astrologi guna menentukan kedudukan tiap-tiap bintang di langit, terutama mengenai lintasan, ukuran dan jarak planet Merkurius, terbit dan terbenam, ukuran dan jarak matahari dan bulan, dan kenaikkan bintang-bintang. Karya-karya beliau antara lain al-Mutawassit baina al-Handasah wa al-Hai’ah (kumpulan karya terjemahan dari Yunani tentang Geometri dan Astronomi), at-Tadzkir fil ilm al-hai’ah dan Zubdah al-Hai’ah (Intisari Astronomi).

i.       Muhammad Turghay Ulughbeik (797-853 H./ 1394-1449 M) lahir di Salatin, Iskandaria, dan pada tahun 823 H./1420 M berhasil membangun  observatorium di Samarkand. Karya dan temuan yang monumental berupa Jadwal Ulughbeik (zij sulthani), yaitu tabel Astronomi tentang matahari dan bulan. Tabel yang berupa data astronomi ini banyak dijadikan rujukan pada perkembangan ilmu hisab selanjutnya, termasuk kitab klasik yang berkembang di Indonesia Sullam al-Nayyirani juga menggunakan tabel dari UlughBeik. Pada tahun 1650 M Jadwal Ulughbeik diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh J. Greaves dan Thyde, dan oleh Saddilet disalin dalam bahasa Perancis.

          Beberapa tokoh yang kami kemukakan di atas telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu falak pada masa kejayaan Islam. Perkembangan ilmu falak di tubuh Islam masih tetap berlanjut hingga kini. Dan sudah mengalami perkembangan sesuai dengan ilmu pengetahuan, Al-Qur’an dan Sunnah.

SELANJUTNYA>>>