Sebutkan masalah-masalah yang dapat dijadikan opini dalam artikel

Saat kamu sedang bertengkar dengan sahabat atau adik kamu, pasti rasanya bete banget. Kalian jadi gak saling sapa dan saling nyuekin gara-gara kalian sama-sama gengsi untuk meminta maaf duluan. Nah, situasi seperti ini disebut sebagai masalah. Kenapa demikian? Karena suatu hal dapat dianggap sebagai masalah kalau mengacu ke situasi yang gak kita inginkan. Jadi, kalau kita menganggap sebuah situasi gak sesuai dengan yang kita anggap benar atau gak sesuai dengan keinginan kita, kita bisa menyebut situasi tersebut sebagai masalah.

Nah, suatu masalah bisa dianggap sebagai masalah saja kalau masalah tersebut tidak berdampak pada kehidupan masyarakat luas. Eh? Emangnya ada, ya, masalah yang berdampak pada kehidupan masyarakat luas? Ya, ada, dong! Masalah yang berdampak pada masyarakat luas itu dalam ilmu sosiologi disebut sebagai masalah sosial. Jadi, kalau ada suatu kondisi yang oleh masyarakat luas dianggap sulit dan kondisi tersebut menimbulkan hambatan atau membahayakan sebagian besar anggota masyarakat tersebut, kondisi itu disebut sebagai masalah sosial.

Hmmm… Kira-kira apa aja, ya, masalah yang bisa disebut sebagai masalah sosial? Terus apakah ada cara untuk menentukan suatu masalah adalah masalah sosial atau bukan? Bagaimana pendapat para ahli sosiologi mengenai masalah sosial? Penasaran, kan? Kalau gitu mending kita langsung bahas satu-persatu aja, yuk!

Karakteristik Masalah Sosial

Tadi, kan, udah disebutin kalau suatu masalah dapat disebut masalah sosial kalau masalah tersebut berdampak pada kehidupan masyarakat luas. Tapi apa ada kriteria lain yang bisa membantu kita menentukan kalau suatu masalah dapat disebut sebagai masalah sosial? Tentu ada, dong. Dalam ilmu sosiologi, suatu masalah bisa dikategorikan sebagai masalah sosial dengan melihat beberapa hal, yaitu:

1. Adanya perbedaan antara kenyataan dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat

Jadi, kalau ada perbedaan antara kenyataan dengan nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat yang menimbulkan suatu kondisi yang gak menyenangkan bagi masyarakat tersebut, maka masalah tersebut dapat dianggap sebagai masalah sosial. Contohnya, saat kita menyapa orang yang lebih tua, masyarakat Indonesia akan menggunakan sapaan seperti “Kak”, “Bu”, atau “Pak”. Nah, kalau kita memanggil orang yang lebih tua dari kita dengan hanya menyebutkan namanya, kita akan dicap gak sopan atau gak baik oleh masyarakat kita. Tapi beda halnya kalau kita melakukannya di negara-negara Barat. Ini terjadi karena nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia dan negara-negara Barat berbeda, Pahamifren.

2. Sumber yang menyebabkan masalah terjadi

Sumber masalah ini bisa terjadi karena adanya suatu kondisi sosial tertentu atau karena adanya suatu bencana yang berdampak pada masyarakat luas. Contohnya, saat pandemi COVID-19 berlangsung, banyak orang yang kehilangan pekerjaan, hingga akhirnya pemasukan orang-orang tersebut berkurang dan menimbulkan kemiskinan. Dalam kejadian tersebut, yang dianggap masalah sosial bukan pandemi COVID-19, ya, Pahamifren. Melainkan kemiskinan yang muncul karena pandemi tersebut.

3. Orang atau masyarakat yang menentukan

Jadi suatu kondisi bisa dikatakan sebagai masalah sosial kalau sudah ada pihak berwenang yang menentukan kalau suatu kondisi adalah sebuah masalah sosial. Pihak yang berwenang ini misalnya pemerintah, tokoh masyarakat, atau organisasi yang berpengaruh besar seperti WHO.

4. Perhatian masyarakat

Kalau kondisi suatu masalah sudah menjadi perhatian sebagian besar masyarakat, maka masalah tersebut dapat dikatakan sebagai masalah sosial. Contohnya, saat ada aliran keagamaan yang dianggap sesat dan menjadi perhatian masyarakat, maka masalah ini bisa dianggap sebagai masalah sosial.

5. Kondisinya menuntut pemecahan agar tidak menghambat atau membahayakan masyarakat

Contohnya, masalah berupa kemiskinan yang semakin meningkat membutuhkan pemecahan atau penanggulangan karena dapat meningkatkan kriminalitas dan masyarakat bergizi buruk.

Teori Masalah Sosial

Dalam ilmu sosiologi, ada tiga teori mengenai masalah sosial, yaitu teori fungsionalisme, teori konflik, dan teori interaksi simbolik. Teori fungsionalisme dicetuskan oleh Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis, yang dipengaruhi pemikiran Auguste Comte dan Herbert Spencer. Durkheim mengibaratkan masalah sosial seperti tubuh manusia; kalau ada satu bagian tubuh yang sakit atau rusak, maka penyakit tersebut akan memengaruhi bagian-bagian tubuh lainnya. Jadi, kalau ada satu unsur di masyarakat yang gak berjalan baik, hal tersebut akan berdampak ke kehidupan masyarakat lainnya dan dampak tersebut dapat menyebar luas hingga menimbulkan masalah sosial.

Lalu ada teori konflik yang dicetuskan oleh Karl Marx, filsuf asal Jerman. Marx menganggap permasalah sosial muncul karena adanya perbedaan kelas sosial. Oleh karena itu, dalam teori Marx ada istilah borjuis (pemilik modal atau orang kaya) dan proletar (kaum buruh). Marx berpandangan kalau kelas sosial yang berada di atas (borjuis) mengeksploitasi sumber daya yang ada, sehingga kelas yang berada di bawah (proletar) hanya kebagian jatah sumber daya yang sedikit atau bahkan gak cukup. Dari sanalah, menurut Marx, muncul konflik yang berujung pada masalah sosial.

Terakhir ada teori interaksi simbolik. Salah satu tokoh teori ini adalah Erving Goffman, sosiolog asal Kanada. Goffman mengatakan kalau permasalahan sosial terjadi karena memang kondisi tersebut sudah dicap bermasalah oleh masyarakat. Masyarakatlah yang memberikan label atau karakter yang buruk pada kondisi individu atau sebuah kelompok. Contohnya, seorang residivis akan senantiasa dicap sebagai kriminal oleh masyarakat.

Jenis Masalah Sosial

Beberapa jenis masalah sosial adalah sebagai berikut:

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketika individu atau sebuah kelompok gak sanggup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sulit mengakses pelayanan yang dibutuhkan. Bentuk sekaligus faktor penyebab kemiskinan itu ada tiga, yaitu:

  1. Natural. Kemiskinan ini disebabkan oleh faktor-faktor yang alami. Misalnya, karena individu tersebut cacat atau sakit, sehingga ia kesulitan memenuhi kebutuhannya dan termasuk kategori miskin.
  2. Kultural. Jenis kemiskinan ini berbahaya, nih, Pahamifren. Kemiskinan kultural ini disebabkan karena individu tersebut sudah merasa cukup sama hidupnya. Jadi dia males-malesan dan gak disiplin, gak ada usaha untuk membuat hidupnya jadi lebih baik. Dari sinilah seseorang bisa mengalami kemiskinan.
  3. Struktural. Individu atau suatu kelompok bisa jadi miskin karena sesuatu yang dibuat oleh manusia. Misalnya, kebijakan yang gak adil, distribusi barang ataupun makanan yang gak merata, dan korupsi

Kriminalitas

Jenis masalah sosial uang kedua adalah kriminalitas. Kamu masih inget gak kalau kriminalitas merupakan salah satu bentuk dari penyimpangan sosial? Soalnya para pelaku kriminal ini berperilaku gak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut masyarakat dan melanggar hukum yang berlaku. Kriminalitas biasanya identik dengan pencopetan, pembunuhan, atau penggunaan narkoba yang dilakukan oleh masyarakat menengah ke bawah. Tapi jangan salah, ya, kriminalitas juga dilakukan oleh masyarakat menengah ke atas, loh. Contohnya adalah korupsi, koruptor menyalahgunakan kekuasaan dan uang rakyat untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka sendiri, sehingga membuat kelompok lain jadi kesulitan. Inilah yang dikenal sebagai white collar crime.

Kesenjangan Sosial dan Ketidakadilan

Kesenjangan sosial merupakan salah satu akibat dari adanya stratifikasi sosial, yang membeda-bedakan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat kelas atas biasanya lebih mudah mendapatkan segala sesuatu, sedangkan kelas bawah kesulitan mendapatkan akses pelayanan ataupun memenuhi kebutuhan hidupnya. Nah, terakhir ada ketidakadilan. Ketidakadilan adalah suatu kondisi saat suatu kelompok atau individu diperlakukan berbeda dan dipinggirkan di masyarakat. Salah satu contoh ketidakadilan adalah isu yang sempat ramai di Amerika, “Black Lives Matter”. Padahal semestinya semua orang diperlakukan dengan cara yang sama, ya, Pahamifren.

Nah, sekarang kamu sudah paham mengenai materi pelajaran masalah sosial, kan? Kalau kamu masih ingin mendalami materi ini lebih dalam, kamu bisa mempelajarinya lebih lanjut di aplikasi Pahamify. Apalagi Pahamify masih ada promo diskon berlangganan paket belajar selama tiga dan enam bulan hingga 80%! Dengan berlangganan paket belajar Pahamify ini, kamu bisa mengakses berbagai fitur, seperti video pembelajaran, rangkuman, flashcard, quiz, kisi-kisi materi ulangan, video tips belajar, hingga info kampus. Dijamin belajar kamu jadi semakin seru dan mengasyikkan! Jadi, tunggu apalagi? Buruan unduh aplikasi Pahamify sekarang juga!

Penulis: Salman Hakim Darwadi

Abstrak—Di Indonesia banyak permasalahan sosial terjadi dari dulu sampai sekarang dan terus berulang. Banyak tindak yang diupayakan untuk mensolusikan permasalahan ini dari berbagai prakarsa yang ada. Akan tetapi solusi-solusi ini belum dapat mengatasi masalah sosial yang ada dengan bukti bahwa masalah-masalah ini terus berulang sampai sekarang. Paper ini bertujuan mengkaji permasalahan-permasalahan ini dari sudut pandang posdisipliner menggunakan pola berpikir lintas disipliner. Kajian ini harapannya dapat memberikan wawasan baru mengenai bagaimana memandang suatu permasalahan menggunakan pola pikir multi-inter-trans-cross disipliner untuk menghasilkan solusi baru dan terintegrasi.

Kata Kunci—postdisciplinary; transdisciplinary; multidisciplinary; interdisciplinary.

I. PENDAHULUAN

Posdisipliner (post-disciplinary) merupakan era sesudah era disipliner yang juga dapat dipahami sebagai penutup era disipliner. Era disipliner dipahami sebagai paradigma dalam memandang suatu masalah dari sisi disipliner yang berpegang pada suatu kebenaran mutlak, satu sudut pandang, dan dapat dirunut balik akar ilmunya/ontologinya. Seiring dengan perkembangan jaman, era disipliner dianggap kaku karena tidak memasukkan unsur prilaku manusia maupun aspek sosial lainnya. Posdisipliner menjadi jawaban bagaimana masyarakat mengubah pola pikir yang semula menggunakan ilmu pengetahuan pasti dalam menjawab masalah-masalah yang ada, termasuk masalah sosial, menjadi pola pikir kritis yang memasukkan pendapat-pendapat tentang kondisi sosial dan faktor pengaruh lainnya. Posdisipliner dapat dipahami sebagai pola berpikir lintas disipliner.

Masalah-masalah sosial yang ada di Indonesia adalah beragam. Jika menggunakan cara berpikir disipliner, penanganannya akan lebih sederhana, namun belum tentu dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Oleh karena itu dalam paper ini akan dikaji mengenai bagaimana masalah social jika dibahas dalam konteks berbagai pola berpikir dalam pendekatan posdisipliner. Kajian ini dimaksudkan dalam upaya memperluas cara berpikir dalam melihat masalah sosial yang ada serta menjadi acuan untuk dapat menempatkan diri sesuai bidang keilmuan yang didalami untuk berkontribusi membantu penyelesaian masalah sosial yang ada. Pada paper ini beberapa masalah sosial yang meliputi permasalahan remaja, permasalahan sosial umum, dan permasalahan sosial berbasis teknologi. Masalah-masalah tersebut akan dibahas satu-persatu sebagai berikut: 1. Permasalahan remaja, yaitu tawuran 2. Permasalahan sosial umum, yaitu korupsi

3. Permasalahan cyber ethics, yaitu pornografi di internet

II. PENDEKATAN POSDISIPLINER

Posdisipliner (post-disciplinary) dapat diartikan berdasarkan kata pembentuknya yaitu post dan disciplinary. Post diartikan sesudah, setelah, atau mengatasi. Dengan demikian “posdisipliner dapat diartikan sebagai pendekatan setelah/sesudah disipliner atau pendekatan yang mengatasi pendekatan disipliner” (Yusuf, 2016). Posdisipliner memiliki beragam pemahaman menurut literatur yang berbeda. Pada literatur yang ditulis oleh Dr. Akhyar Yusuf (2016) disebutkan bahwa posdisipliner itu adalah suatu era berpikir lintas disipliner yang penerapannya dapat dibagi menjadi multidisipliner, interdisipliner, crossdisipliner, dan transdisipliner. Pada tulisan yang ditulis dari suatu artikel (Biology Researcher, 2015), posdisipliner dipandang secara sejajar dengan multi-inter-trans disipliner. Posdisipliner dipahami sebagai representasi struktur akademis (institutional structures of academia) yang berupaya membahas suatu topik bersama.

Multi-inter-trans-cross sebagai bagian dari pendekatan posdisipliner dapat diilustrasikan pada Gambar 1 dan dijelaskan sebagai berikut:

Sebutkan masalah-masalah yang dapat dijadikan opini dalam artikel

Gambar 1 Ilustrasi Lintas Disipliner

1. Multidisipliner

Multidisipliner dapat dipahami sebagai cara pembahasan masalah yang melibatkan beberapa keilmuan untuk mendiskusikan suatu topik yang sama. Adapun karakteristik dari multidisipliner ini adalah para ahli dari masing-masing keilmuan tidak saling memberikan umpan balik mengenai hasil pemikirannya kepada ahli dari bidang lainnya. Dengan kata lain, multidisipliner adalah pembahasan lintas disipliner tanpa adanya kolaborasi.

2. Interdisipliner

Interdisipliner adalah pembahasan masalah menggunakan beberapa keilmuan dengan integrasi keilmuan tersebut pada sisi yang saling beririsan. Pada interdisipliner, para ahli saling bertukar pendapat agar mendapatkan wawasan mengenai cara berpikir ahli dari keilmuan lainnya. Pendekatan interdisipliner (interdisciplinary approach) ialah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. (Sudikan, 2015).

3. Transdisipliner

Transdisipliner adalah pembahasan masalah menggunakan beberapa keilmuan dengan tujuan akhir menghasilkan suatu solusi bersama atau pengetahuan baru yang mengintegrasikan semua keilmuan tersebut.

4. Crossdisipliner

Crossdisipliner berupaya menjelaskan suatu masalah/fenomena menggunakan perspektif disiplin ilmu lain yang berbeda (Yusuf, 2016).

III. PEMBAHASAN MASALAH SOSIAL DENGAN PENDEKATAN POSDISIPLINER

Pembahasan setiap permasalahan menggunakan pendekatan posdisipliner adalah sebagai berikut:

A. Tawuran

Tawuran merupakan peristiwa perkelahian antar kelompok. Seringkali peristiwa ini melibatkan remaja yang juga anak sekolah. Kelompok mereperesentasikan daerah dimana para remaja ini tinggal atau sekolah. Permasalahan tawuran dapat diamati menggunakan pendekatan posdisipliner dari bidang keilmuan psikologi, pendidikan, dan sosiologi. Bidang sosiologi sebagai sumber kajian kebutuhan berkelompok dan rasa kepemilikan terhadap kelompok. Bidang psikologi sebagai sumber kajian pengelolaan emosi remaja sesuai psikologi pertumbuhannya. Selain kajian pengelolaan emosi, bidang psikologi dapat digunakan untuk mengkaji efek ospek dari senior terhadap junior dalam menurunkan nilai-nilai permusuhan. Hal yang dimaksud dengan nilai permusuhan ini adalah ‘musuh kakak kelas’ maka menjadi musuh para juniornya juga. Di bidang pendidikan, fokus kajian dapat dikenakan terhadap pengelolaan proses pembelajaran yang juga disertai nilai-nilai softskill, termasuk tentang bagaimana bereaksi terhadap masalah sosial yang ada. Respon atau tanggapan berupa kegiatan produktif sehingga remaja fokus pada kegiatan yang bermanfaat saja.

Pola pikir posdisipliner yang dapat digunakan untuk membahas masalah tawuran adalah multidisipliner dan interdisipliner. Pola pikir multidisipliner membahas penyebab tawuran dari tiap bidang ilmu (psikologi, pendidikan, dan sosiologi) dan solusi mandiri atas setiap penyebab masalah tersebut. Contoh: penyebab tawuran dari sudut pandang sosiologi adalah tingginya rasa kepemilikan terhadap kelompok. Ada kalanya beberapa remaja yang terlibat tawuran tidak mengetahui pasti penyebab permusuhan melainkan hanya bentuk solidaritas saja. Salah satu solusi atas masalah ini adalah dengan mengarahkan bentuk kebutuhan berkelompok dan rasa cinta serta kepemilikan terhadap kelompok dalam lingkup yang lebih besar dan positif. Contohnya adalah kecintaan terhadap sekolah yang dapat diwujudkan dalam bentuk kompetisi mengikuti lomba- lomba. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan berkelompok dapat tersalurkan bersamaan dengan kebutuhan untuk menjadi yang lebih baik dari kelompok lain.

Pola pikir posdisipliner lainnya adalah interdisipliner dimana permasalahan tawuran disolusikan menggunakan lintas disipliner yang serumpun untuk saling memberikan feedback keilmuan masing-masing dan menghasilkan solusi terintegrasi. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah sebagai solusi tawuran dari sudut pandang ini adalah membuat kebijakan mengenai keterlibatan siswa dalam ospek dan tawuran. Kebijakan ini dapat didasarkan atas keilmuan psikologi pertumbuhan dimana siswa pada umur remaja memang memiliki kecenderungan untuk mengeksplorasi sisi di luar aturan. Dasar pemikiran ini dapat dijadikan dasar untuk membuat kebijakan ospek dimana nilai-nilai yang perlu diturunkan dari senior kepada junior adalah nilai akademis dan kontribusi, bukan nilai permusuhan dan senioritas. Cara penyampaian ospek yang notabene masuk ranah keilmuan pendidikan dapat mengadopsi cara komunikasi yang baik dengan dasar keilmuan psikologi untuk memaksimalkan keberterimaan nilai-nilai baik melalui kegiatan ospek, dan bukannya nilai-nilai senioritas yang dapat menuju pada tawuran dalam jangka panjang.

B. Korupsi

Permasalahan korupsi pada dasarnya merupakan masalah lintas disipliner yang melibatkan kesalahan-kesalahan kecil yang kemudian terakumulasi dalam bentuk tindakan yang lebih besar. Kesalahan-kesalahan ini dapat dikaji pada bidangbidang ilmu tertentu guna mencari akar penyebab dan solusinya. Pada paper ini, pendekatan posdisipliner yang digunakan untuk membahas topik ini adalah pola pikir transdisipliner. Pola pikir ini bertujuan menghasilkan suatu pengetahuan baru yang menggabungkan beberapa ilmu. Permasalahan berupa kesalahan-kesalahan kecil yang dapat memicu tindakan korupsi di masa yang akan datang adalah ketidakjujuran atas nama kecilnya dampak (keilmuan softskill), pewajaran akan sesuatu yang salah namun sudah menjadi kebiasaan turun temurun dalam suatu lingkungan (keilmuan sosiologi), tenggang rasa dan empati yang diwujudkan dalam dunia nyata (pendidikan pancasila dan kewarganegaraan), longgarnya hukum akan korupsi berskala kecil (keilmuan hukum), dampak korupsi bagi perekonomian negara (keilmuan ekonomi), dan pembiasaan tindak menyontek ketika ujian demi mendapatkan nilai tinggi (sistem pendidikan nasional). Tiap-tiap bidang keilmuan ini memiliki masalah masing-masing dimana solusinya tidak dapat dilakukan secara mandiri dari satu keilmuan saja. Permasalahan korupsi merupakan akumulasi banyak permasalahan sehingga solusi yang dihasilkan juga harus lintas disipliner dan terintegrasi.

Solusi menggunakan pendekatan transdisipliner untuk mengurangi tindak korupsi baik dalam jangka waktu dekat maupun panjang adalah melalui sistem pendidikan yang menghargai kejujuran, bakat anak, dan tidak hanya satu sistem penilian mutlak saja. Selain itu sistem pendidikan juga dapat menggunakan pendekatan ekplorasi dan penalaran sehingga pemahaman dan keberhasilan siswa tidak hanya terhadap nilai yang diperoleh namun juga berdasarkan kemampuannya memahami suatu bidang studi tertentu. Keilmuan softskill yang membawa nilai-nilai kejujuran dapat diintegrasikan dengan sistem pendidikan nasional. Pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, siswa dapat diberikan wawasan mengenai dampak korupsi dalam memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sistem pendidikan ini dimaksudkan agar siswa yang dalam hal ini merupakan generasi penerus bangsa memiliki wawasan luas akan negaranya dan merasa dihargai atas segala capaiannya yang diperoleh secara jujur. Kebiasaan tidak jujur sewaktu kecil dapat mematikan hati nurani sehingga ketika dewasa tidak mampu lagi membedakan apa yang benar, dan apa yang salah. Hal ini yang memicu tindak pewajaran akan sikap tidak jujur yang kemudian menjadi kebiasaan dalam suatu lingkungan/organisasi. Ketidakmampuan untuk mengatakan yang salah itu salah, dan berani menegakkannya menghasilkan efek yang sama dengan melakukan sendiri tindakan yang salah tersebut (tidak jujur). Mengenai permasalahan hukum yang tidak tegas terhadap pelaku korupsi merupakan masalah hilir tindak korupsi jika sistem pendidikan gagal menjaga para generasi penerus ini. Melalui pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan tawuran melalui pola pikir transdisipliner dapat diselesaikan menggunakan suatu sistem pendidikan terintegrasi yang merangkul nilai kejujuran dan kemampuan membela hal yang benar dan bertindak atas hal yang salah. Sistem pendidikan ini kemudian ditutup dengan sistem hukum yang tegas serta pemberitaan media yang positif sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi siswa dan remaja para penerus generasi bangsa.

C. Pornografi di Internet

Pornografi merupakan salah satu bentuk pelanggaran cyber ethics yang marak terjadi tanpa kita sadari. Target konsumen dari pornografi di internet tidak lagi orang dewasa melainkan juga anak-anak. Pendekatan posdisipliner yang dapat digunakan untuk membahas mengenai solusi masalah pornografi adalah crossdisipliner dan interdisipliner. Pembahasan crossdisipliner untuk mendiskusikan masalah pornografi adalah memandang pornografi – yang dianggap sebagai hal negatif dan membawa dampak negatif dari hampir semua bidang ilmu (agama, sosiologi, psikologi, dan pendidikan – melalui sudut pandang bisnis. Pornografi merupakan komoditas bagi pelaku pasar tertentu. Oleh karena itu, pornografi tidak hanya disebarkan secara diam-diam, melainkan dipasarkan secara global melalui berbagai media. Seringkali kita temui berbagai iklan yang mengandung konten pornografi sudah tanpa malu disajikan sebagai konten selayaknya konten biasa. Melalui pemahaman seperti ini, kita sebagai akademisi maupun orang tua dapat memahami bahwa untuk menghindari pornografi tidak bisa menggunakan cara biasa saja. Sesuatu yang menjadi komoditas bisnis tidak dengan mudah dapat dimatikan. Cara yang lebih komprehensif dibutuhkan dalam mengatasi dan melawan permasalahan pornografi. Pada paper ini, solusi yang dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mengatasi permasalah ini adalah membekali diri kita dan anak-anak kita bagaimana menghalau pornografi. Cara ini ditawarkan sebagai jawaban bahwa tindak pornografi tidak dengan mudah dapat dimatikan.

Salah satu pendekatan yang bisa dicoba adalah membekali para target pasar pornografi agar mampu menolak konten negatif pornografi maupun mengantisipasi efek buruk akibat pornografi tersebut.

IV. KESIMPULAN

Berbagai permasalahan sosial di masyarakat tetap ada dan sulit diatasi karena solusi yang ditawarkan seringkali terpisah antar suatu disiplin dan disiplin lainnya. Hal yang perlu dilakukan adalah membahas permasalahan ini menggunakan pendekatan posdisipliner agar solusi yang dihasilkan dapat menjangkau sudut pandang yang lebih luas. Solusi atas permasalahan sosial umumnya tidak dapat dilakukan di hilir dan jangka pendek saja, melainkan harus melalui proses panjang melalui sistem pendidikan yang baik.

REFERENCES :

Biology Researcher.(2015). Multi- Inter- Trans- Postdisciplinary. Retrieved from Typology of Biology: https://thecomplexself.wordpress.com/2016/06/30/m ulti-inter-trans-post-disciplinary/

Jensenius, A. R.(2012). Disciplinarities: intra, cross, multi,inter,trans. Retrieved from Alexander Refsum Jensenius Website:
http://www.arj.no/2012/03/12/disciplinarities-2/

Sudikan, S. Y. (2015). PENDEKATAN INTERDISIPLINER, MULTIDISIPLINER,DAN TRANSDISIPLINER DALAM STUDI SASTRA.

Yusuf, A. (2016). Realitas Virtual dan Pendekatan Posdisipliner dalam Dunia Ilmiah. FIB Universitas Indonesia. Depok: Lecture Notes Filsafat Ilmu, Metodologi, dan Etika.