Sebagai negara maju Jepang memiliki angka pertumbuhan penduduk rendah jelaskan alasannya

Sebagai negara maju Jepang memiliki angka pertumbuhan penduduk rendah jelaskan alasannya

Sebagai negara maju Jepang memiliki angka pertumbuhan penduduk rendah jelaskan alasannya
Lihat Foto

Elizabeth Cosham

Shinjuku Tokyo

KOMPAS.com - Kurangnya keinginan bercinta orang-orang di Jepang ternyata menimbulkan masalah. Populasi penduduk di negara ini turun lebih dari 300.000 jiwa menjadi hanya 125,6 juta jiwa tahun 2016 lalu, dan diperkirakan akan makin menyusut di tahun-tahun yang akan datang.

Sebagai perbandingan, menurut Worldometer, populasi Indonesia bertambah lebih dari 3 juta jiwa di tahun yang sama, menjadi 263,5 juta.

Salah satu penyebab penurunan jumlah penduduk Jepang adalah sedikitnya imigrasi, atau orang yang berpindah ke negara itu. Namun faktor paling utama adalah jumlah kelahiran yang kecil, dan itu disebabkan keengganan warganya untuk bercinta.

Di negara Maria Ozawa, hampir separuh dari penduduknya yang berusia 18 hingga 34 tahun diketahui belum pernah berhubungan seksual. Menurut riset yang dilakukan BBC, 64 persen bahkan belum pernah memiliki pacar.

Alasannya beragam, termasuk kesibukan kerja, rendahnya rasa percaya diri, takut ditolak, terlalu asyik dengan hobby, dan karena mudahnya akses pornografi sehingga menggantikan keinginan  bercinta secara langsung.

Baca: 7 Manfaat Kesehatan yang Didapatkan dari Bercinta

Anak-anak muda yang disurvey juga mengatakan, bahwa ketika mereka meninggalkan rumah yang penuh aturan, maka alih-alih bercinta, mereka lebih memilih kebebasan bentuk lain, yakni minum-minum bersama teman-temannya.

“Seks adalah sesuatu yang tidak aku perlukan,” kata seorang perempuan dalam dokumentasi yang dibuat BBC. Sedangkan beberapa pria mengaku mereka memang tidak cukup berusaha untuk mendekati perempuan.

Kenyataan itu menjadi masalah di Jepang yang menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan penduduk paling rendah menurut CIA world fact book.

Data dari Kementerian Kesehatan Jepang menunjukkan angka kelahiran turun di bawah satu juta bayi untuk pertama kalinya tahun lalu.

Bila tidak ada tindakan khusus, maka diperkirakan pada tahun 2045 jumlah penduduk Jepang akan berkurang sebanyak 900.000 jiwa tiap tahun karena jumlah penduduk yang meninggal lebih banyak dari yang lahir.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita berikutnya

Saat ini pemerintah Jepang menggalakkan program agar muda-mudinya mau menikah serta membangun keluarga, namun masalahnya adalah minat orang-orang muda di Jepang untuk menikah semakin lama semakin menurun. Menurut beberapa penelitian, jumlah warga Jepang akan menurun sampai 30% hingga hanya memiliki 87 juta penduduk di tahun 2060 nanti.

Berdasarkan data pencatatan sipil Jepang per 1 Januari 2017, jumlah populasi orang Jepang yang tercatat adalah 123.583.658 jiwa. Jumlah tersebut turun sebesar 308.084 dari tahun sebelumnya dan merupakan penurunan populasi berturut-turut selama delapan tahun terakhir.

Data menarik lainnya adalah sebanyak 1,30 juta warga Jepang wafat sepanjang tahun 2016, sementara angka kelahiran warganya lebih rendah. Tahun ini, jumlah kelahiran turun 2,9 persen dari tahun sebelumnya yakni sebesar 981.202 kelahiran. Mencengangkan bahwa jumlah ini mencapai titik terendahnya sejak tahun 1974.

Sebenarnya ada banyak faktor kompleks yang ikut memengaruhi semakin berkurangnya jumlah penduduk di Jepang. Padahal dulu ketika awal pulau-pulau di Jepang didatangi pendatang, pertumbuhan penduduk melaju cukup tinggi sehingga Kota Kyoto dan Nara di masa lalu dikenal sebagai salah satu kota terpadat di dunia. 

Dari beberapa penelitian, inilah yang bisa disimpulkan sebagai penyebab menurunnya jumlah penduduk orang Jepang.

1. Perang.

Sebagai negara maju Jepang memiliki angka pertumbuhan penduduk rendah jelaskan alasannya

Jepang dikenal sebagai satu-satunya negara Asia yang berani menginvasi dan menjajah negara lain. Di masa Perang Dunia 2, Jepang menunjukkan nyalinya untuk menyerang negara-negara Asia-Pasifik berbekal tentara pemberani dan juga teknologi yang semakin canggih.

Keterlibatan Jepang di Perang Dunia memicu kemarahan negara lain seperti Amerika Serikat, apalagi Jepang melakukan pemboman di Pearl Harbour. Serangan balasan dari Amerika Serikat berupa bom atom di Kota Hiroshima serta Nagasaki tak hanya membunuh ratusan ribu jiwa, namun juga menyisakan efek untuk generasi selanjutnya. Banyak bayi-bayi terlahir cacat atau malah meninggal karena efek radiasi bom atom beberapa tahun sesudahnya.

2. Bencana alam.

Sebagai negara maju Jepang memiliki angka pertumbuhan penduduk rendah jelaskan alasannya

Jepang memiliki kontur geografis yang rawan bencana. Negara ini merupakan jalur pertemuan gunung-gunung berapi dan juga gempa. Oleh sebab itu pemerintah Jepang mendesain bangunan-bangunannya supaya tahan gempa. Jika kamu berkunjung di rumah-rumah orang Jepang, pasti akan jarang menemukan perabot bergantung dan besar.

Ruang tamu tidak memakai kursi, melainkan tatami. Tsunami dan gempa telah cukup sering memakan korban jiwa yang tak sedikit. Menyadari bahaya tersebut, pelajaran menghadapi situasi di saat gempa adalah hal yang wajib diketahui penduduk Jepang sejak usia sekolah.

3. Robot penghibur pria.

Sebagai negara maju Jepang memiliki angka pertumbuhan penduduk rendah jelaskan alasannya

Jepang adalah negara dengan inovasi robot yang termasuk canggih di dunia. Berbagai teknologi robot untuk memudahkan pekerjaan manusia sudah diciptakan para ahli negeri ini, sampai ada robot yang khusus diciptakan untuk para pria Jepang. Robot itu disebut robot android atau humanoid yang sangat mirip manusia.

Pria Jepang yang tidak ingin berkeluarga dan enggan untuk berkomitmen dalam hubungan jangka panjang, namun tak ingin merasa kesepian akan membeli robot humanoid tersebut dan sudah cukup bahagia dengan adanya kawan yang mengisi kehidupan sehari-harinya. Kehadiran robot tersebut memancing pro kontra di tengah masyarakat Jepang.

4. Menurunnya minat untuk menikah.

Sebagai negara maju Jepang memiliki angka pertumbuhan penduduk rendah jelaskan alasannya

Banyak sekali alasan yang mendasari orang-orang muda usia produktif di Jepang untuk tidak menikah. Yang pertama adalah biaya hidup yang mahal. Di Jepang, untuk menyewa apartemen, biaya hidup, dan juga biaya pendidikan anak tidaklah murah sehingga banyak yang memilih untuk tetap single agar tidak mengalami pembengkakan biaya hidup. Selain itu dengan adanya kesadaran emansipasi untuk perempuan, banyak wanita karir di Jepang yang memilih untuk terus bekerja dan tidak menikah.

Sayangnya karena budaya hatarakibachi (workaholic) Jepang yang sangat kental membuat para ayah sering kali terlalu menuntut istri. Jika ada kegagalan dalam pendidikan, misal anak tidak mendapat nilai akademik terbaik di sekolah, maka ibu akan disalahkan. Banyak sekali kasus ibu rumah tangga bunuh diri karena merasa gagal dalam mengantarkan anak mendapat prestasi yang bagus. Perempuan Jepang pun semakin enggan untuk menikah, bahkan ada yang memilih untuk mencari pria asing sebagai suami.

5. Memilih untuk tidak memiliki keturunan.

Sebagai negara maju Jepang memiliki angka pertumbuhan penduduk rendah jelaskan alasannya

Banyak wanita Jepang memilih untuk memiliki keluarga kecil atau tidak memiliki anak sama sekali. Tingkat kesuburan yang saat ini sekitar 1,3 anak per perempuan, jauh di bawah batas cukup untuk pergantian generasi, yaitu 2,08 agar dapat mempertahankan populasi saat ini. Beberapa wanita memilih untuk menikah lebih telat di banding wanita generasi sebelumnya (mungkin di akhir 20-an) dan kemudian mereka juga menunda memiliki anak selama beberapa tahun. Lainnya memilih untuk tetap melajang, ingin karir dan gaji yang lebih tinggi daripada keluarga. Ini berarti ada sedikit anak yang dilahirkan.

Jakarta -

Jepang mengalami penurunan jumlah penduduk, di mana hal itu dapat dilihat dari Buku Tahunan Demografis PBB, seperti dikutip dari sebuah laporan Japan Times Mei 2021 lalu. Data pemerintah Jepang di bulan Mei juga menunjukkan bahwa perkiraan populasi anak-anak Jepang telah menyentuh titik terendah setelah melandai selama 40 tahun berturut-turut.

Pada laporan tersebut, Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang menyebutkan bahwa jumlah anak usia 14 tahun atau lebih muda telah mencapai 14.93 juta pada April 2021. Jumlah ini 190 ribu lebih sedikit daripada tahun sebelumnya dan merupakan angka terendah di antara data pembandingnya sejak 1950.

Rasio anak-anak dalam populasi keseluruhan juga berada di titik terendah, 11.9 %, setelah 47 tahun mengalami penurunan. Berdasarkan Buku Tahunan Demografis PBB, Jepang adalah yang terendah di antara 33 negara dengan populasi lebih dari 40 juta. Negara ini ada di bawah Korea Selatan dan Italia.

Mengapa Jepang Mengalami Penurunan Populasi

Penyusutan jumlah penduduk Jepang telah lama ditimpakan kesalahannya pada para pemuda di Jepang. Namun, pada sebuah tulisan yang diterbitkan oleh the Atlantic, ada alasan lebih sederhana dari hal ini, yakni sedikitnya peluang kerja yang bagus pada kaum muda Jepang, khususnya laki-laki.

Di negara itu, laki-laki masih dianggap sebagai pencari nafkah dan penyokong keluarga, sehingga kurangnya peluang pekerjaan yang bagus menciptakan golongan pria tidak menikah dan tidak punya anak. Terlebih, calon pasangan mereka juga tahu bahwa mereka tidak mampu.

Seorang Profesor Antropologi Kultural di Duke University, Anne Allison, seperti dikutip dari The Atlantic, mengatakan bahwa orang-orang akan mengatakan bahwa alasan utama orang-orang ini adalah ketidakstabilan ekonomi.

Peluang ekonomi yang tidak stabil ini berakar dari tren yang lebih besar dan bersifat global, yaitu munculnya lapangan kerja yang tidak tetap.

Sejak bertahun-tahun pasca perang, Jepang punya tradisi "pekerjaan tetap". Namun, menurut seorang profesor di Temple University Jepang, Jeff Kingston, pada 2017 ada 40 persen tenaga kerja Jepang di sektor pekerjaan tidak tetap. Artinya, mereka melakukan pekerjaan tidak tetap dan part time yang menghasilkan upah rendah dan tanpa tunjangan.

Menurut Kingston, peningkatan pekerja tidak tetap di Jepang dimulai pada 1990-an ketika pemerintah di sana merevisi undang-undang perburuhan yang memungkinkan penggunaan pekerja sementara lebih luas serta pekerja kontrak yang dipekerjakan perusahaan perantara. Hal ini diperparah dengan tren global yang memberi tekanan lebih besar pada perusahaan untuk memangkas biaya sehingga mereka semakin mengandalkan pekerja sementara.

Dalam sebuah budaya yang menekankan laki-laki sebagai pencari nafkah seperti ini, fenomena tersebut menghasilkan implikasi yang serius soal pernikahan dan memiliki keturunan. Ryosuke Nishida, profesor di Tokyo Institute of Technology, berpendapat bahwa, bahkan ketika ada pasangan yang ingin menikah dan keduanya punya pekerjaan tidak tetap, orang tua mereka akan cenderung tidak mengizinkan.

"Jepang memiliki pemahaman bahwa laki-laki seharusnya memiliki pekerjaan tetap," ujar Nishida. Ia juga menambahkan bahwa ketika seseorang lulus dan tidak menemukan pekerjaan tetap, orang akan melihatnya sebagai sebuah kegagalan.

Di samping itu, pandemi COVID-19 juga disebut mempercepat penurunan populasi di Jepang, menurut sebuah laporan oleh Nippon pada Mei 2021 lalu. Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang merilis statistik angka kehamilan pada akhir 2020.

Data hingga akhir Oktober 2020 tersebut menunjukkan bahwa setelah awal pandemi, angka kehamilan di Jepang menurun dibanding tahun sebelumnya.

Sejumlah faktor terkait COVID-19 dicatat ikut berperan. Pertama, adalah memburuknya perekonomian Jepang.

Kedua, orang-orang menghindari kunjungan yang tidak penting untuk ke dokter karena khawatir tertular COVID-19. Ketiga, turunnya kegiatan kencan dan pernikahan disebabkan seruan pemerintah Jepang untuk mengurangi interaksi tatap muka.

Simak Video "Ilmuwan Jepang Kembangkan 'Kulit Manusia' pada Jari Robot"


[Gambas:Video 20detik]
(nah/pal)