Qs saba ayat 10-11 menjelaskan tentang mukjizat yang dimiliki nabi

{وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ (10) أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (11) }

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), "Hai gunung-gunung dan burung­-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud, " dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.

Allah Swt. menceritakan tentang nikmat yang telah Dia karuniakan kepada hamba dan rasul-Nya Daud a.s., yaitu Dia telah memberinya keutamaan yang jelas, menghimpunkan baginya antara kenabian dan kerajaan yang kokoh, dan bala tentara yang berperalatan lengkap serta banyak bilangan­nya, Allah juga telah memberinya suara yang indah apabila ia bertasbih, maka ikut bertasbih pula bersamanya gunung-gunung yang terpancang dengan kokohnya lagi tinggi-tinggi itu, dan semua burung yang terbang terhenti karenanya, lalu menjawab tasbihnya dengan berbagai bahasa.

Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. mendengar suara Abu Musa Al-Asy'ari r.a. di malam hari sedang membaca Al-Qur'an. Maka beliau berhenti dan mendengarkan bacaannya, kemudian bersabda:

" لَقَدْ أُوتِيَ هَذَا مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ"

Sesungguhnya orang ini benar-benar telah dianugrahi sebagian dari suara merdunya keluarga Daud.

Abu Usman An-Nahdi mengatakan bahwa ia belum pernah mendengar suara alat musik apa pun (di masanya) yang lebih indah dan lebih merdu daripada suara Abu Musa Al-Asy'ari r a.

bertasbihlah berulang-ulang. (Saba: 10)

Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang artinya ialah bertasbihlah.

Abu Maisarah menduga bahwa awwibi berasal dari bahasa Habsyah yang artinya bertasbihlah, tetapi kebenarannya masih diragukan, karena ta-wib menurut istilah bahasa Arab artinya menjawab, yakni gunung-gunung dan burung-burung diperintahkan untuk menjawab tasbihnya Nabi Daud menurut caranya masing-masing.

Abul Qasim alias Abdur Rahman Ibnu Ishaq Az-Zujaji mengatakan di dalam kitabnya yang berjudul Al-Jumal, Bab "Nida", sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud. (Saba: 10) Yakni berjalanlah bersamanya di siang hari sepenuhnya, karena makna التَّأْوِيبُ ialah berjalan di siang hari seluruhnya, sedangkan kebalikannya ialah الْإِسْآدُ yang artinya berjalan di malam hari seluruhnya.

Demikianlah teks pendapat Abul Qasim. Tetapi pendapatnya ini aneh sekali, kami tidak menemukannya pada yang lain, sekalipun bila ditinjau dari segi lugah (bahasa) ada alasan yang mendukungnya. Akan tetapi, jauh dari makna yang dimaksud oleh ayat ini. Pendapat yang benar adalah makna yang pertama tadi, yaitu bertasbihlah bersama Daud. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

{وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ}

dan kami telah melunakkan besi untuknya. (Saba: 10)

Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Al-A'masy, dan lain-lainnya mengatakan bahwa untuk melunakkan besi bagi Nabi Daud tidak perlu memasukkannya ke dalam tungku api, dan tidak perlu palu untuk membentuknya, tetapi Daud dapat memintalnya dengan tangannya seperti halnya memintal kapas untuk menjadi benang. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:

{أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ}

buatlah baju besi yang besar-besar. (Saba: 11)

Yaitu baju-baju besi yang dianyam lagi besar-besar.

Qatadah mengatakan bahwa Daud adalah orang yang mula-mula membuat baju besi dengan dianyam. Dan sesungguhnya sebelum itu baju besi-hanya berupa lempengan-lempengan.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sama'ah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Damrah, dari Ibnu Syauzab yang mengatakan bahwa Daud a.s. setiap hari dapat membuat sebuah baju besi, lalu ia menjualnya dengan harga enam ribu dirham; dua ribu untuk dirinya dan keluarganya, sedangkan yang empat ribu dia belikan makanan pokok untuk memberi makan kaum Bani Israil.

{وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ}

dan ukurlah anyamannya. (Saba: 11)

Ini merupakan petunjuk dari Allah Swt. kepada Daud dalam mengajarinya cara membuat baju besi.

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan ukurlah anyamannya. (Saba: 11) Janganlah kamu menjadikan pakunya kecil karena akan membuatnya longgar pada lingkaran. Jangan pula kamu menjadikannya besar karena mengalami keausan, tetapi pakailah paku yang berukuran sedang.

Al-Hakam ibnu Uyaynah mengatakan, bahwa janganlah engkau memakai paku yang besar karena akan aus, jangan pula memakai paku kecil karena longgar. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan as-sard ialah lingkaran besi. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa bila dikatakan baju besi yang dianyam, istilah Arabnya ialah dar'un masrudah.

Sebagai dalilnya ialah ucapan seorang penyair yang mengatakan:

وَعَليهما مَسْرُودَتَان قَضَاهُما ... دَاودُ أَوْ صنعَ السَّوابغ تُبّعُ ...

Keduanya memakai baju besi yang dianyam, sebagaimana baju besi buatan Nabi Daud atau baju besi yang biasa dipakai oleh Tubba' (buatan negeri Yaman).

Al-Hafiz Ibnu Asakir mengatakan dalam biografi Daud a.s. melalui jalur Ishaq ibnu Bisyr yang di dalamnya terdapat kisah dari Abul Yas, dari Wahb ibnu Munabbih, yang kesimpulannya seperti berikut:

Bahwa Daud a.s. keluar dengan menyamar, lalu ia menanyakan tentang dirinya kepada kafilah-kafilah yang datang. Maka tidaklah ia menanyai seseorang, melainkah orang tersebut memujinya dalam hal ibadah dan sepak terjangnya.

Wahb ibnu Munabbih melanjutkan, bahwa pada akhirnya Allah mengutus malaikat dalam rupa seorang lelaki. Kemudian lelaki itu dijumpai oleh Daud a.s., lalu Daud menanyakan kepadanya dengan pertanyaan yang biasa ia kemukakan kepada orang lain. Maka malaikat itu menjawab, "Dia adalah seorang yang paling baik buat dirinya sendiri dan buat orang lain, hanya saja di dalam dirinya terdapat suatu pekerti yang seandainya pekerti itu tidak ada pada dirinya, tentulah dia adalah seorang yang kamil." Daud bertanya, "Pekerti apakah itu?" Malaikat menjawab, "Dia makan dan menafkahi anak-anaknya dari harta kaum muslim.' yakni baitul mal.

Maka pada saat itu juga Nabi Daud a.s. menghadapkan diri kepada Tuhannya seraya berdoa, semoga Dia mengajarkan kepadanya suatu pekerjaan yang dilakukan tangannya sendiri sehingga menjadi orang yang berkecukupan dan dapat membiayai anak-anak dan keluarganya. Lalu Allah melunakkan besi baginya dan mengajarkan kepadanya cara membuat baju besi. lalu Daud dikenal sebagai pembuat baju besi; dia adalah orang yang mula-mula membuat baju besi.

Allah Swt. telah berfirman: buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya (Saba: 11) Yang dimaksud dengan sard ialah pakunya lingkaran besi yang dipakai sebagai anyaman baju besi.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Daud bekerja sebagai pembuat baju besi. Apabila telah selesai, maka ia jual; sepertiga dari hasil penjualan itu dia sedekahkan, sepertiganya lagi ia belikan keperluan hidup untuk mencukupi keluarga dan anak-anaknya, sedangkan yang sepertiganya lagi ia pegang untuk ia sedekahkan setiap harinya, hingga selesai dari membuat baju besi lainnya.

Wahb ibnu Munabbih melanjutkan bahwa sesungguhnya Allah telah memberi sesuatu kepada Daud yang belum pernah Dia berikan kepada orang lain, yaitu berupa suara yang bagus. Disebutkan bahwa sesungguh­nya apabila Daud membaca kitab Zabur, maka semua hewan liar berkumpul kepadanya, sehingga Daud dapat memegang lehernya, sedangkan hewan liar itu tidak lari darinya (jinak). Dan tidaklah setan membuat seruling dan alat musik tiup lainnya, melainkan berdasarkan nada suara yang dikeluarkan oleh Daud a.s. Dan Nabi Daud a.s. adalah seorang yang tekun dan pekerja keras. Dan tersebutlah bahwa apabila ia membuka kitab Zabur untuk dibacanya, maka suaranya seakan-akan seperti suara buluh perindu. Disebutkan bahwa Daud telah dianugerahi tujuh puluh suara buluh perindu di tenggorokannya.

dan kerjakanlah amalan yang saleh. (Saba: 11) Artinya, gunakanlah nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadamu untuk mengerjakan amal saleh.

{إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ}

Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan. (Saba: 11)

Yakni mengawasi kalian dan melihat semua amal perbuatan dan ucapan kalian, tiada sesuatu pun darinya yang samar bagi Allah Swt.


Page 2

وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا (1) وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا (2) وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا (3) فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا (4) فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا (5) يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ (6) تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ (7) قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ (8) أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ (9) يَقُولُونَ أَإِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ (10) أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً (11) قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ (12) فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ (13) فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ (14)

Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut nyawa dengan lemah lembut, dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu sangat takut, pandangannya tunduk. (Orang-orang kafir) berkata, 'Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan semula. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?” Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.” Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi.

Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Masruq, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, dan Abud Dulia serta As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1) Yakni para malaikat saat mencabut arwah Bani Adam. Maka di antara mereka ada yang mencabut rohnya dengan sulit, akhirnya ia'mencabutnya dengan paksa; dan di antara mereka ada yang mencabutnya dengan mudah seakan-akan melolos sesuatu yang mudah, dan inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 2)Demikianlah menurut Ibnu Abbas.

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna an-nazi'at, bahwa yang dimaksud adalah arwah orang-orang kafir yang dicabut dengan paksa, kemudian dibenamkan di dalam neraka; demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1)Bahwa makna yang dimaksud ialah kematian.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan —juga Qatadah— sehubungan dengan makna firman-Nya.: Demi (malaikat-malaikat) yo«g mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 1-2) Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang.

Ata ibnu Abu Rabah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "An-Nazi'at" dan "an-nasyitat" bahwa makna yang dimaksud ialah busur yang dipakai dalam peperangan. Tetapi pendapat yang sahih adalah yang pertama dan dikatakan oleh kebanyakan ulama.

Adapun mengenai firman-Nya:

{وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا}

dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. (An-Nazi'at: 3)

Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah para malaikat.

Telah diriwayatkan pula dari Ali, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh hal yang semisal.

Dan telah diriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. (An-Nazi'at: 3) Yakni maut alias kematian, Qatadah mengatakan bintang-bintang, Ata ibnu Abu Rabah mengatakan perahu (kapal-kapal laut).

{فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا}

dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang. (An-Nazi'at: 4)

Telah diriwayatkan dari Ali, Masruq, Mujahid, dan Abu Saleh serta Al-Hasan Al-Basri, bahwa makna yang dimaksud ialah para malaikat; Al-Hasan mengatakan bahwa para malaikat lebih dahulu beriman dan membenarkan Allah Swt.

Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah kematian; Qatadah mengatakan bintang-bintang, sedangkan Ata mengatakan kuda yang dipakai untuk berjihad di jalan Allah Swt.

{فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا}

dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan dunia. (An-Nazi'at: 5)

Mujahid, Ata, Abu Saleh, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi ibnu Anas, dan As-Saddi mengatakan para malaikat. Al-Hasan menambahkan, yaitu para malaikat yang mengatur urusan dunia dari langit, yakni dengan perintah dari Tuhannya, dan mereka tidak membuat-buatnya dalam urusan ini.

Tetapi sikap Ibnu Jarir tidak memutuskan dengan salah satu dari pendapat-pendapat yang telah disebutkan di atas, melainkan hanya dia meriwayatkan sehubungan dengan makna mudabbirati amran, bahwa makna yang dimaksud adalah para malaikat. Kemudian ia tidak menguatkan pendapat ini dan tidak pula menyanggahnya.

{يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ}

(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. (An-Nazi'at: 6-7)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya adalah tiupan sangkakala, yaitu tiupan yang pertama dan tiupan yang kedua. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Telah diriwayatkan dari Mujahid bahwa adapun tiupan yang pertama disebutkan oleh firman-Nya: (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam. (An-Nazi'at: 6) Maka semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Pada hari bumi dan gunung-gunung berguncangan. (Al-Muzzammil: 14)

Sedangkan tiupan yang kedua dinamakan radifah, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (Al-Haqqah: 14)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ، تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ، جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ جَعَلْتُ صَلَاتَيْ كُلَّهَا عَلَيْكَ؟ قَالَ: "إِذًا يَكْفِيكَ اللَّهُ مَا أهَمَّك مِنْ دُنْيَاكَ وَآخِرَتَكَ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari AbutTufail ibnu Ubay Ka'b, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiupan pertama yang mengguncangkan dilakukan, lalu diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya. Maka seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku jadikan semua salawatku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kalau begitu, Allah akan menghindarkanmu dari semua kesusahan dunia dan akhiratmu.

Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Sufyan As-Sauri berikut dengan sanad yang sama.

Lafaz Imam Turmuzi dan Ibnu Abu Hatim menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila telah berlalu dua pertiga malam, beliau berdiri, lalu bersabda:

" يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ"

Hai manusia, ingallah kepada Allah, tiupan pertama yang mengguncangkan (akan) datang yang diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya.

{قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ}

Hati manusia pada waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 8)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa wajifah artinya takut. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah.

pandangannya tunduk. (An-Nazi'at: 9)

Yakni pandangan mata orang-orang yang mengalaminya tunduk. Sesungguhnya kata kerja di sini dikaitkan dengan pandangan mata, mengingat ia menunjukkan gejala kejiwaan yang dialami oleh pelakunya.

Makna yang dimaksud ialah mereka tampak hina dan rendah karena menyaksikan huru-hara yang mengerikan lagi sangat menakutkan di hari (kiamat) itu.

{يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ}

(Orang-orang kafir) berkata, "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula?” (An-Nazi'at: 10)

Yaitu orang-orang musyrik Quraisy dan orang-orang yang sependapat dengan mereka yang mengingkari adanya hari berbangkit dan tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan kembali sesudah mereka dimasukkan ke dalam Liang kuburnya. Demikianlah menurut Mujahid. Mereka tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan kembali, padahal tubuh mereka telah hancur dan tulang belulang mereka sudah berantakan. Karena itulah mereka mengatakan, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:

{أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً}

Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? (An-Nazi'at: 11)

Qiraat lain ada yang membacanya "نَاخِرَةً".

Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sudah lapuk. Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah tulang yang lapuk dan rapuh serta angin dapat masuk ke dalam rongga-rongganya.

{قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ}

Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.” (An-Nazi'at: 12)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, As-Saddi, dan Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan al-hafirah ialah kehidupan sesudah mati. Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-hafirah ialah neraka, dan betapa banyaknya nama neraka itu; neraka disebut pula dengan nama Jahim, Saqar, Jahanam, Hawiyah, Hafirah, Laza, dan Hutamah.

Adapun mengenai ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. (An-Nazi'at: 12) Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa orang-orang musyrik Quraisy mengatakan, "Sesungguhnya jika Allah menghidupkan kami kembali sesudah kami mati, berarti kami benar-benar merugi."

Maka Allah Swt. berfirman:

{فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}

Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14)

Yakni sesungguhnya kebangkitan itu hanyalah merupakan suatu perintah dari Allah yang tidak perlu ada pengulangan atau pengukuhan. Maka begitu Allah memerintahkannya, dengan serta merta semua manusia hidup kembali dan berdiri serta melihat. Allah tinggal memerintahkan kepada Malaikat Israfil untuk meniup sangkakala, maka ditiuplah olehnya tiupan berbangkit (untuk menghidupkan semua makhluk), lalu dengan tiba-tiba seketika itu juga semua orang yang terdahulu dan yang terkemudian hidup kembali berdiri di hadapan Allah Swt. seraya melihat. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:

يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا

yaitu pada hari Dia memanggil kalian, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52)

وَما أَمْرُنا إِلَّا واحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ

Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50)

وَما أَمْرُ السَّاعَةِ إِلَّا كَلَمْحِ الْبَصَرِ أَوْ هُوَ أَقْرَبُ

Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). (An-Nahl: 77)

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja. (An-Nazi'at: 13) Yakni sekali teriakan.

Ibrahim At-Taimi mengatakan bahwa Allah Swt. sangat murka terhadap makhluk-Nya saat Dia menghidupkan mereka kembali. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah teriakan kemurkaan. Abu Malik dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna zajratun wahidah ialah tiupan yang terakhir.

{فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}

maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa as-sahirah artinya bumi seluruhnya. Hal yang sama dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair, Qatadah, dan Abu Saleh. Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa as-sahirah artinya permukaan bumi.

Mujahid mengatakan bahwa pada mulanya mereka berada di perut bumi lalu dikeluarkan di pemiukaannya. Mujahid mengatakan pula bahwa as-sahirah artinya tempat yang datar lagi rata. As-Sauri mengatakan, as-sahirah artinya negeri Syam. Usman ibnu Abul Atikah mengatakan bahwa as-sahirah artinya tanah Baitul Maqdis, Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa as-sahirah adalah sebuah gunung yang berada di sebelah Baitul Maqdis. Qatadah mengatakan bahwa as-sahirah artinya Jahanam. Semua pendapat tersebut garib, tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa as-sahirah artinya permukaan bumi.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Husain, telah menceritakan kepada kami Hirzu ibnul Mubarak seorang syekh yang saleh, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi sehubungan dengan firman-Nya: maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Bahwa yang dimaksud adalah bumi yang berwarna putih tanahnya seperti adonan roti yang bersih.

Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Yang dimaksud dengan bumi di sini adalah seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:

يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّماواتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْواحِدِ الْقَهَّارِ

(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semua (di padang mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. (Ibrahim: 48)

وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْجِبالِ فَقُلْ يَنْسِفُها رَبِّي نَسْفاً فَيَذَرُها قَاعًا صَفْصَفاً لَا تَرى فِيها عِوَجاً وَلا أَمْتاً

Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.” (Thaha: 105-107)

وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بارِزَةً

Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi:47)

Bumi yang tadinya menjadi tempat gunung-gunung ditampakkan menjadi tanah yang datar. Bumi tersebut bukanlah seperti bumi kita sekarang, melainkan bumi lain yang belum pernah dikerjakan suatu dosa pun di atas permukaannya dan belum pernah dialirkan setetes darah pun padanya.