Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly
Di masa kini, peninggalan Majapahit banyak dijumpai di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto yang memiliki 16 Desa. Di Era Ekonomi Kreatif yang dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia, sektor industri pariwisata berbasis budaya perlu digalakkan. Banyak potensi wisata di desa-desa di Kawasan Trowulan yang dapat dikembangkan menjadi ikon desa-desa wisata berbasis sejarah, religi, kuliner dan keindahan alam dan layak jual di tingkat internasional.

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly
Pusat Tatakelola dan Dayasaing-Universitas Airlangga memiliki Program Pengembangan Desa Wisata di Kecamatan Trowulan. Untuk tahun 2019, dari 16 desa di Kecamatan Trowulan dipilih Desa Bejijong sebagai Pilot Project Desa Wisata Berbasis Budaya Majapahit. Masyarakat Desa Bejijong dipandang paling siap untuk dikembangkan sebagai Desa Winata. Desa Bejijong juga telah memiliki tangible assets (aset bendawi) berupa Candi Brahu, Patung Budha Tidur, Rumah-rumah bergaya Majapahit, Kerajinan Batu dan Logam yang berpeluang untuk dikembangkan menjadi bagian dari ekonomi kreatif pariwisata desa. Wayang majapahit adalah salah satu kesenian budaya yang dikembangkan oleh Pusat Tatakelola dan Dayasaing, karena Wayang adalah satu puncak seni budaya bangsa indonesia yang paling menonjol diantara banyak karya budaya lainnya. Wayang Majapahit merupakan wayang “baru” yang di kembangkan dari cerita-cerita sejarah Kerajaan Majapahit. Wayang Majapahit kurang dikembangkan dari cerita-cerita sejarah Kerajaan Majapahit. Wayang Majapahit kurang dikembangkan dalam dunia wayang selama ini. Wayang Majapahit yang akan dikembangkan adalah wayang dengan cerita asli yang digali dari bumi indonesia sendiri.

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly
Pusat Tatakelola dan Dayasaing-Universitas Airlangga menyelenggarakan acara Pagelaran wayang Majapahit dengan tujuan :

  1. Mengembangkan seni budaya wayang sebagai ikon baru wayang yang berbasis seni budaya asli Indonesia.
  2. Bertartisipasi membangun karakter bangsa Indonesia dengan menanamkan nilai-nilai kepahlawanan, integritas, etos kerja, semangat pantang menyerah, semangat berbagi, gotong royong, toleransi, dan nilai-nilai kebangsaan lainnya melalui media seni budaya wayang Majapahit.
  3. Melestarikan seni budaya wayang yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia yang bersifat oral dan tak benda.
  4. Memunculkan dan mengembangkan cerita-cerita wayang Majapahit yang digali dari sejarah di bumi Indonesia sebagai alternatif cerita wayang impor dari India (Ramayan dan Mahabarata) maupun cerita-cerita asing modern (Sinchan, Doraemon, dan lainnya).

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly
Acara ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 03 Agustus 2019 di Candi Brahu, Desa Bejijong, Kabupaten Mojokerto-Jawa Timur. Para tokoh-tokoh penyelanggara acara diantaranya Prof. Dr. Bambang Tjahjadi, MBA., Ak. CMA (Ketua Panitia), Djoko Dewantoro, M.Si., Ak., CMA., CA (Wakil Ketua), Dr. Noorlailie Soewarno, SE., MBA., Ak. CMA., CA (Sekretaris), Drs. Agus Widodo Mardijuwono, M.Si., Ak., CMA., CA (Bendahara) dengan dibantu tim dari Pusat Tatakelola dan Dayasaing-Universitas Airlangga. Pagelaran Wayang Majapahit mendatangkan Dalang berprestasi yang sudah menghasilkan beberapa karya naskah serta petunjukkan wayang kulit dan wayang golek. Dalang tersebut yaitu Dr. Bagong Pujiono, S.Sn., M.Sn. Selain berbrofesi sebagai seniman dalang, beliau juga sebagai Dosen  di Jurusan Pedalangan ISI Surakarta. Karya yang dihasilkan lainnya yaitu Karya tulis dalam bentuk penelitian, publikasi dan makalah.

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly

Pagelaran wayang ini diiringi oleh pengrawit dan sinden dari Mahasiswa-Mahasiswi Institut Seni Indonesia-Surakarta. Kegiatan Pagelaran Wayang Majapahit untuk tahun ini membawa tema atau lakon yaitu Babad Majapahit. Acara dihadiri lebih dari 100 orang, baik tamu undangan maupun masyarakat sekitar yang menyaksikan Acara tersebut. .

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly

Acara dibuka dengan laporan Ketua Panitia yaitu Ketua Pusat Tatakelola dan Dayasaing Universitas Airlangga Prof. Dr. Bambang Tjahjadi, SE., MBA., CMA., CA. Dilanjutkan dengan pidato dari Dekan Fakultas Seni Pertujukan ISI Surakarta Dr. Sugeng Nugroho, S.Kar., M.Sn., kemudian oleh Direktur SDM Universitas Airlangga Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum yang mewakili Rektor Universitas Airlangga.

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly
Pagelaran wayang dimulai dengan penyerahan gunungan oleh Direktur SDM Universitas Airlangga Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum kepada dalang Dr. Bagong Pujiono, S.Sn., M.Sn.

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly
Berlanjut dengan tarian penyambutan tamu yaitu Bedoyo Majapahit dari sekelompok anggota dari Sanggar Bagaskara yang berasal dari Desa Bejijong. Pagelaran Wayang ini juga di ramaikan dengan warga Desa Bejijong yang memamerkan koleksinya, beberapa tenan disediakan untuk Pameran Wayang, Keris dan Kain Batik.

PTD Universitas Airlangga menyelenggarakan acara Pagelaran Wayang Majapahit bekerjasama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (BPCB) dan Institut Seni Indonesia – Surakarta, pihak sponsor-sponsor diantaranya PT Pertamina, PT Pegadaian, PT Pupuk Indonesia, PT PJB, HLB Hadiono Sugiarto Adi dan Rekan, PT Pelabuhan Indonesia II, PT Pelabuhan Indonesia III, PLN Distributor Jatim, PT Petrosida Gresik, Bank Jatim, Bank BPR (Bank UMKM Jawa Timur), media partner RRI Surabaya serta masyarakat Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto yang telah mendukung acara tersebut.

Wayang beber adalah seni pertunjukan wayang yang penyajiannya diwujudkan dalam bentangan (Jawa: bèbèran, han.: ꦧꦺꦧꦺꦂꦫꦤ꧀​) lembaran kertas atau kain bergambar dengan stilisasi wayang (kulit) disertai narasi oleh seorang dalang. Pertunjukan wayang beber muncul dan berkembang di Jawa bagian Wengker (sekarang Ponorogo dan Pacitan) pada masa pra-Islam karena Ponorogo masa itu sudah dapat membuat Daluwang atau kertas Ponoragan, tetapi terus berlanjut hingga masa kerajaan-kerajaan Islam (seperti Kesultanan Mataram). Cerita yang ditampilkan diambil dari Mahabharata maupun Ramayana.[1] Setelah Islam menjadi agama utama di Jawa, cerita-cerita Panji lebih banyak yang ditampilkan[2].

Pertunjukan wayang pada masa kerajaan majapahit berasal dari cerita brainly

Wayang beber menampilkan adegan pertempuran. Koleksi Istana Mangkunagaran.

 

Gulungan wayang beber.

Catatan asing pertama mengenai pertunjukan ini dilaporkan oleh Ma Huan dan Fei Xin dalam kitab Ying-Yai-Sheng-Lan.[3] Kitab tersebut menceritakan kunjungan Cheng Ho ke Jawa pada sekitar tahun 1413-1415 (masa kerajaan Majapahit dipimpin oleh Wikramawardhana, anak Hayam Wuruk). Mereka menyaksikan orang-orang berkerumun mendengarkan seseorang bercerita mengenai gambar-gambar yang ditampilkan pada lembaran kertas yang sebagian tergulung. Pencerita memegang sebilah kayu yang dipakai untuk menunjuk gambar-gambar yang terdapat pada lembaran tersebut. Praktik semacam itu masih sama seperti pertunjukan wayang beber pada masa-masa kemudian. Namun demikian, menurut penuturan dari kalangan pujangga Jawa, wayang beber diawali dari masa Kerajaan Pajajaran.[3]

Gambar-gambar adegan pewayangan dilukiskan pada lembaran kain atau deluwang, setiap lembar berisi beberapa adegan (disebut (pe)jagong) sesuai dengan urutan cerita. Gambar-gambar ini dimainkan dengan cara "dibeber", yaitu membuka gulungan sesuai adegan satu per satu. Dalang bercerita mengenai hal-hal terkait dengan adegan yang ditampilkan, termasuk dialog.

Konon oleh Walisanga, di antaranya adalah Sunan Kalijaga yang merupakan keturunan bangsawan Wengker, wayang beber ini dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamen yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam tidak menganjurkan bentuk gambar makhluk hidup (manusia, hewan) maupun patung serta menambahkan Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal sekarang.

 

Pertunjukan wayang beber Gunungkidul (l.k. 1902) di rumah dokter Wahidin di Yogyakarta (Sumber: Tropenmuseum)

Ada dua koleksi wayang beber pusaka yang dikoleksi secara partikelir oleh keturunan dalang. Keduanya membawakan cerita Panji. Yang pertama adalah salah satu wayang beber tertua yang dipelihara di Dukuh Karangtalun, Desa Gedompol, Donorojo, Pacitan. Wayang ini dibuat di atas daluang yang besar buatan Ponorogo[4][5] dan dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat leluhur yang harus dipelihara. Cerita yang diangkat adalah "Jaka Kembang Kuning", terdiri dari enam gulungan dengan masing-masing gulungan berisi empat adegan (pejagong). Cerita ini menurut R.M. Sayid merupakan kiasan dari peristiwa terusirnya Sultan Mataram, Amangkurat I, dari Keraton Mataram di Plered karena Pemberontakan Trunajaya.[6]

Selain di Pacitan, koleksi kedua dipelihara di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.[7] Cerita yang diangkat adalah Remeng Mangunjaya.[3]

Menurut Kitab Sastro Mirudo, wayang beber dibuat pada tahun 1283, dengan Condro Sengkolo Gunaning Bujonggo Nembah Ing Dewo (1283), Kemudian dilanjutkan oleh Putra Prabu Bhre Wijaya, Raden Sungging Prabangkara, dalam pembuatan wayang beber.[butuh rujukan]

  1. ^ "Kisah Wayang Beber, Wayang Tertua di Indonesia". Indonesia.go.id. 8 April 2019. Diakses tanggal 26 Maret 2020. 
  2. ^ Maharsi, Indiria (2013). "Wayang Beber yang Tidak Pernah Lagi Digeber". Adiluhung (2): 34–37. 
  3. ^ a b c Maharsi, Indiria (2013). "Wayang Beber yang Tidak Pernah Lagi Digeber". Adiluhung (2): 34–37. 
  4. ^ "Kisah Wayang Beber, Wayang Tertua di Indonesia". Indonesia.go.id. 8 April 2019. Diakses tanggal 26 Maret 2020. 
  5. ^ "Wayang Beber Donorojo". pacitanisti.wordpress.com. Diakses tanggal 26 Maret 2020. 
  6. ^ Maharsi, Indiria (2018). Wayang Beber. Yogyakarta: Dwi - Quantum.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  7. ^ Uji Agung Santosa/BBJ (Selasa, 27 Maret 2012). "Wayang Beber di Bentara Budaya Jakarta". Kontan.co.id. Diakses tanggal 20 May 2012.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)

  •   Media terkait Wayang beber di Wikimedia Commons

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Wayang_beber&oldid=21300908"