Perjuangan ki hajar dewantara yang patut kita teladani adalah

Jakarta -

Ki Hajar Dewantara atau sering dikenal dengan bapak Pendidikan Nasional adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia. Penasaran dengan kisah perjuangannya?Lewat perjuangannya di bidang politik dan pendidikan inilah, kemudian pemerintah Republik Indonesia menghormatinya dengan berbagai jabatan dalam pemerintahan RI. Seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1950 dan mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1959.Berikut 5 Fakta Sejarah Perjuangan Ki Hajar Dewantara yang dikutip dari berbagai sumber:

1. Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Dia lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, putra dari Gusti Pangeran Haryo Soerjaningrat, atau cucu Sri Paku Alam III. Dari genealoginya, Ki Hajar Dewantara adalah keluarga bangsawan Pakualaman. Sebagai bangsawan Jawa, Ki Hajar Dewantara mengenyam pendidikan Europeesche Lagere School (ELS), yakni Sekolah Rendah untuk Anak-anak Eropa. Kemudian setelah lulus, Ki Hajar Dewantara mendapat kesempatan masuk STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen), biasa disebut Sekolah Dokter Jawa. Namun karena kondisi kesehatannya tidak mengizinkan, sehingga Ki Hajar Dewantara tidak tamat dari sekolah ini.

2. Menjadi Jurnalis

Sesudah meninggalkan STOVIA, Ki Hajar Dewantara belajar sebagai analis pada laboratorium Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas. Setelah satu tahun beliau keluar karena dicabut kesempatan belajarnya secara cuma-cuma. Kemudan menjadi pembantu apotiker di Apotik Rathkamp, Malioboro Yogyakarta (1911), sambil menjadi jurnalis (wartawan) pada Surat Kabar "Sedyotomo"(Bahasa Jawa), dan "Midden Java" (Bahasa Belanda) di Yogyakarta dan "De Express" di Bandung.Karena tulis-tulisan itu, Ki Hajar Dewantara dan bersama 2 temannya yakni, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Dr. E.F.E. Douwes Dekker, ditangkap dan ditahan dalam penjara. Kemudian pada 18 Agustus 1913 keluarlah Keputusan Pemerintah Hindia Belanda N0. 2a, Ki Hajar Dewantara dibuang ke Bangka, dr. Cipto Mangunkusumo ke Banda Neira, dan Dr. E.F.E. Douwes Dekker ke Timor Kupang. Namun atas kesepakatan mereka bertiga meminta supaya dibuang ke Belanda, dan permintaan mereka dikabulkan.Saat menjalani pengasingannya di Belanda, Ki Hadjar Dewantara kemudian mulai bercita-bercita untuk memajukan kaumnya yaitu kaum pribumi. ia berhasil mendapatkan ijazah pendidikan yang dikenal dengan nama Europeesche Akte, atau ijazah pendidikan yang bergengsi di Belanda. Ijazah inilah yang membantu Beliau untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang akan ia buat di Indonesia. Di Belanda pula ia memperoleh pengaruh dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

3. Organisasi Yang Diikuti Ki Hajar Dewantara

Berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong Ki Hadjaruntuk bergabung di dalamnya. Di Budi Utomo ia berperan sebagai propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia.

Pada tahun 1912 Ki Hajar Dewantara diajak oleh Douwes Dekker ke Bandung untuk bersama-sama mengasuh

Suratkabar Harian "De Express". Douwess Dekker kemudian mengajak untuk mendirikan organisasi yang bernama Indische Partij yang terkenal. Yakni partai politik pertama yang berani mencantumkan tujuan ke arah "Indonesia Merdeka".Selanjutnya pada Juli 1913 Ki Hajar Dewantara bersama dr. Cipto Mangunkusumo di Bandung, mendirikan "Comite Tot Herdenking van Nederlandsch Honderdjarige Vrijheid", dalam bahasa Indonesia disingkat Komite Bumi Putera, yaitu Panitia untuk memperingati 100 tahun Kemerdekaan Belanda. Komite tersebut bertujuan untuk memprotes akan adanya peringatan 100 tahun Kemerdekaan Belanda, dari penjajahan Perancis yang akan diadakan pada 15 Nopember 1913.

4. Bentuk Perjuangan Ki Hajar Dewantara

Di bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa, pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik, agar mencintai bangsa dan Tanah Airnya, serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.Prasarana Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan Nasional dan penyelenggaraan/pembinaan perguruan nasional, diterima oleh Kongres Perkumpulan Partai-partai Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI) di Surabaya. Dalam kongres yang berlangsung 31 Agustus 1928 tersebut, Beliau mengemukakan perlunya pengajaran nasional sebelum bangsa Indonesia mempunyai pemerintahan nasional sendiri.Di bidang pers, bagi Ki Hadjar Dewantara majalah atau surat kabar merupakan wahana yang sangat penting bagi suatu lembaga untuk menyebarkan cita-citanya kepada masyarakat. Oleh karena itu, beliau menerbitkan brosur dan majalah "Wasita" (tahun 1928-1931), selanjutnya menerbitkan majalah "Pusara" (1931). Di samping kedua majalah tersebut, Ki Hadjar Dewantara juga menerbitkan Majalah "Keluarga" dan "Keluarga Putera" (1936).Sedangkan di bidang kesenian, Ki Hadjar Dewantara mengarang buku methode/notasi nyanyian daerah Jawa "Sari Swara", diterbitkan tahun 1930 oleh JB. Wolters. Dari buku tersebut, Ki Hadjar Dewantara menerima royalty, untuk membeli mobil Sedan Chevrolet. Sebelumnya, beliau pada tahun 1926 menciptakan lagu/gendhing Asmaradana "Wasita Rini" diperuntukan bagi para anggota Wanita Tamansiswa.

5. Quotes Ki Hajar Dewantara

Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya, sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia hingga kini. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi "ing ngarso sung tulodo", "ing madyo mangun karso", "tut wuri handayani" yang artinya "di depan memberi contoh", "di tengah memberi semangat", "di belakang memberi dorongan."Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Taman siswa.Berkat jasa dan Keteguhan hatinya, untuk memperjuangkan nasionalisme Indonesia lewat pendidikan, Ki Hajar Dewantara kemudian mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada. Meski perjuangannya belum selesai untuk mendidik putra bangsa, jelas Ki Hajar Dewantara memelopori lahirnya pendidikan di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.

(nwy/nwy)

-fakta tokoh-

Perjuangan ki hajar dewantara yang patut kita teladani adalah

Faktatokoh.com-Ki Hajar Dewantara yang memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, telahditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden pertama Republik Indonesia, I.R Soekarno. Dan sampai sekarang, tanggal kelahiran beliau (2 Mei 1889) kerap kita peringati sebagai hari pendidikan Nasional, untuk menghormati perjuangannya dalam bidang pendidikan. Sosok ini juga terkenal dengan ketiga ajarannya, diantaranya adalah :

   "Ing ngarso sung tulodo – Di depan memberikan teladan"


   "Ing madyo mangun karso – Di tengah menciptakan ide"
   "Tut wuri handayani – Di belakang memberikan dorongan atau semangat".

Semboyan tersebut tidak hanya menjadi acuan para guru atau pengajar (khususnya di Indonesia) dalam menjalankan proses pendidikan, tetapi juga bisa diterapkan oleh para pelajar. Selain semboyan dari Ki Hajar Dewantara yang sangat menginspirasi, ada beberapa hal yang bisa kita teladani dari sosok bapak pendidikan Nasional ini. Diantaranya,


Ulet dan pantang menyerah

Ki Hajar Dewantara pernah menjadi seorang wartawan di beberapa perusahaan suratkabar, dan ia adalah seorang wartawan yang ulet. Beliau juga merupakan seorang penulis yang handal, karena tulisannya dinilai sangat komunikatif, tajam dan bersifat patriotik sehingga dapat membangkitkan semangat antikolonial bagi para pembacanya. Pada tanggal 25 Desember 1912, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan juga dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara membangun sebuah partai politik yang memiliki tujuan mencapai Indonesia yang merdeka. Nama partai tersebut adalah Indsche Partij. Tapi, partai tersebut di tentang, ketika mereka berusaha untuk memperoleh status badan hukum. Partai tersebut dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menentang pemerintah Belanda. Namun, Ki Hajar Dewantara  tidak menyerah. Ia membentuk sebuah Komite Bumipoetra pada bulan November 1913, dengan tujuan untuk mengkritik pemerintah Belanda. Sampai akhirnya, salah satu karyanya yang berjudul “Seandainya aku seorang Belanda” membuat Ki Hajar Dewantara mendapat hukuman pengasingan. Tapi dari masa penghukuman itulah, Ki Hajar Dewantara mendapatkan pelajaran baru, yang tidak ia dapatkan di Indonesia. Tetap berpikir positif dalam keadaan sulit sekalipun.

Ketika karya tulisnya yang berjudul “Seandainya aku seorang Belanda” menyulut kemarahan pemerintah Kolonial Belanda,

Para pendiri komite Bumi Putra ini pun diasingkan ke Bangka. Namun, dalam masa pengasingan tersebut, Ki Hajar Dewantara tetap aktif dalam kegiatan organisasi pelajar dan mahasiswa Indonesia. Bersentuhan dengan budaya Barat pada masa pengasingan tersebut, tak membuat Ki Hajar Dewantara melupakan Negerinya sendiri. Beliau mengambil hal-hal positif dari Bangsa lain, untuk memperkaya kebudayaan Negeri. Ki Hajar Dewantara pun mempelajari ilmu pendidikan disana sampai akhirnya, Beliau mendapatkan ijazah pendidikan bergengsi Europeesche Akta, untuk mewujudkan cita-citanya memajukan pendidikan di Indonesia.

Gemar membaca

Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh nasional yang terkenal dengan kegemarannya dalam membaca. Dengan membaca, seseorang tidak hanya mendapatkan pengetahuan baru, memperbanyak kosakata, memperbaiki memori otak dan meningkatkan kemampuan berpikir analitis, tetapi juga dapat mengurangi stress seseorang, stimulasi mental, dan juga dapat memberikan ketenangan. Jadi, kegemaran membaca seorang Ki Hajar Dewantara itulah yang membuat pemikiran beliau semakin maju kedepan.

Rendah hati

Seperti yang kita ketahui, nama asli dari Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi. Namanya menunjukkan bahwa Beliau adalah seorang bangsawan, dan memang, Ki Hajar Dewantara besar di lingkungan keraton Yogyakarta. Alasan Beliau mengganti namanya di usia 40 tahun adalah, karena Ki Hajar Dewantara ingin menjadi lebih dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Mencintai Negara.

Rasa cintanya pada Negara, membuat rasa kepedulian tumbuh dalam diri Ki Hajar Dewantara. Hal itu terbukti dari perjuangannya yang tidak terhenti, ketika pemerintah Belanda menolak partai Indische Partij (partai yang bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka) untuk mendapatkan status badan hukum.  Beliau kembali ke Indonesia setelah berakhirnya masa penghukuman dan mendirikan Taman Siswa. Taman Siswa didirikan karena adanya ketidakpuasan terhadap system Pendidikan yang ada di masa itu. Waktu itu, Pemerintah Belanda hanya memberikan kesempatan kepada anak bangsawan, konglomerat dan kalangan raja saja untuk bersekolah. Tetapi, berdirinya Taman Siswa memberikan harapan yang baru untuk rakyat kelas menengah dan kebawah. Karena disinilah, mereka dapat mengikuti kegiatan belajar Taman Siswa yang berfokus untuk mengajarkan rasa kebangsaan dan rasa cinta tanah air.

Sosok Teladan Dari Ki Hajar Dewantara

Sekolah ini dianggap menjadi ancaman, karena dianggap menanamkan benih-benih perlawanan terhadap Pemerintah Belanda. Sampai akhirnya, di buatlah sebuah peraturan mengenai Ordonansi Sekolah Liar tahun 1932. Namun, tuntutan Ki Hajar Dewantara berhasil membuat peraturan itu dicabut. Itulah 5 hal yang bisa kita teladani dari sosok Ki Hajar Dewantara. Sebagai generasi penerus Bangsa, sudah seharusnya sikap-sikap tersebut tertanam dalam diri kita, agar kita dapat mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka.

Demikianlah tulisan tentang 5+ Hal Yang Bisa di Contoh Oleh Generasi Milenial Dari Sosok Ki Hajar Dewantara, senoga denagan adanya tulisan ini dapat menjadi inspirasi dan teladan bagi segenap pembaca. Adapun penulis artikel ini adalah Clarissa Elizabeth. Terima kasih.

-FaktaTokoh-