Perbedaan asam lemak jenuh dan tak jenuh PDF

Lemak jenuh dan tak jenuh bisa ditemukan dalam berbagai jenis makanan yang Anda konsumsi. Meski keduanya tampak sama, namun tetap ada perbedaan lemak jenuh dan tak jenuh yang bisa memengaruhi kondisi tubuh seseorang.

Lemak adalah sumber dari asam lemak esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh. Nutrisi ini memiliki banyak fungsi, namun ada juga yang berisiko buruk bagi tubuh, seperti lemak jenuh dan lemak trans.

Fungsi lemak bagi tubuh

Dikutip dari NHS UK, lemak berfungsi membantu tubuh menyerap vitamin A, D, dan E. Jenis-jenis vitamin ini merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Ini berarti, vitamin tersebut hanya bisa diserap oleh tubuh jika ada lemak. 

Setiap lemak yang tidak terpakai oleh sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi, akan diubah menjadi lemak tubuh. Demikian juga dengan karbohidrat.

Semua jenis lemak adalah penghasil energi tinggi. 1 gram lemak, baik lemak jenuh dan tak jenuh, akan menghasilkan 9 kilokalori atau 37 kiloJoule energi. 

Jenis lemak yang paling sering ditemukan dalam makanan kita sehari-hari adalah lemak jenuh dan tak jenuh. Sebagian besar lemak dan minyak mengandung keduanya dalam proporsi yang berbeda-beda. 

Baca juga: Mengenal Jenis-jenis Lemak Beserta Sumber Makanannya

Perbedaan lemak jenuh dan tak jenuh

Perbedaan lemak jenuh dan tak jenuh sangat jelas terlihat, mulai dari struktur kimianya hingga manfaat dan risikonya bagi tubuh.

1. Lemak jenuh berasal dari hewan dan lemak tak jenuh berasal dari tumbuhan

Perbedaan lemak jenuh dan tak jenuh dapat dilihat dari sumbernya. Lemak jenuh adalah jenis lemak yang umumnya berasal dari hewan, seperti daging unggas, daging merah, dan produk susu. Sedangkan lemak tak jenuh adalah umumnya berasal dari tumbuhan, meski ada juga di antaranya mengandung lemak jenuh, seperti minyak sawit.

Berikut jenis-jenis makanan yang mengandung lemak jenuh:

  • Daging merah, seperti daging sapi, kambing, dan babi.
  • Beberapa minyak nabati, seperti minyak sawit dan minyak kelapa.
  • Produk-produk susu, seperti keju, susu, dan mentega.
  • Daging olahan, seperti sosis, bacon, kornet.
  • Camilan dalam kemasan, seperti biskuit, kukis, dan cokelat. 

American Heart Association merekomendasikan agar konsumsi lemak jenuh sehari-hari tidak melebihi 5 sampai 6 persen dari asupan total kalori per hari.

2. Struktur lemak jenuh lebih padat

Perbedaan asam lemak jenuh dan tak jenuh juga terlihat pada konsistensinya. Lemak tak jenuh umumnya berbentuk cair saat berada dalam suhu kamar. Perbedaan lemak jenuh dan tak jenuh adalah struktur kimianya yang memiliki satu atau lebih ikatan rantai ganda.

Lemak tak jenuh bisa dikategorikan lagi jadi dua jenis seperti berikut:

  • Lemak tak jenuh tunggal. Jenis lemak tak jenuh ini hanya mengandung satu ikatan rantai ganda dalam struktur kimianya. Lemak jenuh tunggal biasanya masih berbentuk cair dalam suhu ruang, contoh asam lemak tidak jenuh ini adalah minyak kanol, minyak zaitun asam palmitoleat, asam oleat, dan asam vaksenik.
  • Lemak tak jenuh ganda. Lemak ini mengandung dua atau lebih ikatan rantai ganda dalam struktur kimianya. Jenis lemak tak jenuh ganda berbentuk cair dalam suhu ruang, misalnya minyak bunga matahari dan minyak jagung. 

Sedangkan lemak jenuh tidak memiliki ikatan rantai ganda dalam struktur kimianya, dan jenis lemaknya jenuh dengan atom hidrogen. Karena struktur kimianya tersebut, lemak ini memiliki konsistensi yang padat bila berada dalam suhu ruang. 

3. Lemak tak jenuh disebut sebagai lemak baik 

Lemak tidak jenuh lebih dikenal sebagai lemak baik. Sedangkan lemak jenuh dikenal sebagai lemak jahat. Lemak tak jenuh disebut sebagai lemak baik karena dapat meningkatkan kadar lemak sehat (HDL) dalam darah. Sebaliknya, lemak jenuh disebut sebagai lemak jahat karena dapat meningkatkan kadar kolesterol (LDL) dalam darah.

Baca juga: Manfaat Omega 3, Lemak Tak Jenuh yang Serba Bisa

Kenapa lemak tak jenuh lebih baik dari lemak jenuh?

Banyak penelitian yang mengkaji tentang pengaruh dari lemak jenuh dan tak jenuh terhadap tubuh manusia. Studi observasi menyimpulkan bahwa orang-orang yang menderita penyakit jantung atau mereka yang berisiko tinggi terkena sakit jantung, memiliki kadar lemak jenuh yang lebih tinggi dalam darahnya.

Hubungan antara penyakit jantung dan kadar lemak jahat dalam darah tersebut memicu penelitian-penelitian lebih lanjut. Sejumlah riset ini kemudian menemukan bahwa lemak jenuh bisa meningkatkan kadar kolesterol jahat (low density lipoprotein/LDL) dalam darah. Kadar LDL yang terlalu banyak akan meningkatkan risiko penyakit jantung. 

Sementara lemak tak jenuh akan mengurangi kadar kolesterol jahat (LDL dalam darah, sehingga mencegah terjadinya penyumbatan pembuluh darah yang bisa memicu penyakit jantung dan stroke.

Bukti pertama dari manfaat lemak tak jenuh bagi kesehatan jantung ditemukan pada tahun 1960an dalam penelitian di Yunani dan daerah Mediterania.

Pesan dari SehatQ

Penduduk di daerah tersebut memiliki angka kejadian penyakit jantung yang rendah walau pola makannya mengandung lemak. Kenapa bisa?

Ternyata, pola makan mereka lebih banyak mengonsumsi lemak tak jenuh yang membantu dalam menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah, mengurangi peradangan, dan membangun membran sel yang lebih kuat dalam tubuh. 

Harap diingat bahwa mengonsumsi terlalu banyak lemak jenuh dan tak jenuh tetap saja akan menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kondisi ini kemudian meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes.

Meski begitu, lemak jenuh dan tidak jenuh boleh sama sekali dihilangkan dari menu sehari-hari. Untuk amannya, Anda lebih baik mengonsumsi jenis lemak tak jenuh yang sudah terbukti memiliki manfaat bagi kesehatan. Di samping itu, hindari makan makanan yang tinggi lemak jenuh secara berlebihan untuk menurunkan risikonya.

Jika ingin berkonsultasi secara langsung seputar lemak jenuh dan tidak jenuh, Anda bisa  chat dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ.
Download aplikasinya sekarang di Google Play dan Apple Store.

152

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

Indonesian Journal of Human Nutrition

P-ISSN 2442-6636

E-ISSN 2355-3987

www.ijhn.ub.ac.id

Artikel Hasil Penelitian

Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh Keripik Labu Kuning Metode

Vacuum Frying dengan Menggunakan Minyak Berulang

Saturated and Unsaturated Fat Difference of Pumpkin Chips Processed

using Vacuum Frying

Titis Sari Kusuma 1*), Adelya Desi Kurniawati 1, Rizal Fakih Firmansyah 1, Elly

Septiana 1

1*) Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,

Email : , Tlp : 08123357197

* Alamat korespondensi:

.

Diterima: Mei 2021 Direview: Agustus 2021 Dimuat: November 2021

_________________________________________________________________________

ABSTRACT

People nowadays tend to consume fast foods containing high calory, low fiber, high saturated fat,

and cholesterol, which lead to metabolic syndromes, such as dyslipidemia. Pumpkin contains less

cholesterol and has been processed into chips through the Vacuum Frying method, allowing a

preserved quality outcome and reducing the damage of cooking oil due to hydrolysis. This research

aimed to investigate the difference of saturated and unsaturated fat content in pumpkin chips,

produced through the Vacuum Frying method and reused oil in the 1st, 5th, and 10th frying process.

This research was carried out based on the Quasi-Experimental methodology with three groups

and two replications. The analysis of saturated fatty acids was undertaken by performing GC-FID,

while unsaturated fatty acids were analyzed using gas chromatography. Data were processed using

SPSS Version 21.0 implementing the Shapiro Wilk test followed by the Kruskal Wallis test. The

findings show no difference in saturated fatty acid levels (p>0.05) and no decrease in the levels of

palmitoleic acid (p=0.565), alpha-linolenic acid (p=0.156), and gamma-linolenic acid (p=0.276)

in pumpkin chips. The absence of changes in saturated and unsaturated fatty acid levels allows

pumpkin chips to become an alternative snack for people with dyslipidemia.

Keywords: pumpkin chips, saturated fatty acids, unsaturated fatty acids, Vacuum Frying.

ABSTRAK

Masyarakat saat ini cenderung untuk mengonsumsi fast food yang mengandung tinggi kalori,

rendah serat, tinggi lemak jenuh dan kolesterol yang dapat memicu terjadinya sindrom metabolik

salah satunya dislipidemia. Labu kuning memiliki kadar kolesterol rendah dan pengolahan menjadi

keripik dengan metode Vacuum Frying bertujuan untuk mempertahankan kualitas bahan pangan

dan mengurangi kerusakan pada minyak goreng akibat hidrolisis. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui perbedaan kadar asam lemak jenuh dan tak jenuh keripik labu kuning metode

Vacuum Frying dengan penggunaan minyak berulang pada kelipatan penggorengan ke 1, ke 5 dan

ke 10. Metode penelitian ini bersifat Quasi Eksperimental dengan 3 kelompok dan 2 kali replikasi.

Titis Sari Kusuma, dkk. Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh153

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

Pengujian kadar asam lemak jenuh menggunakan metode GC FID dan asam lemak tak jenuh

dengan metode kromatografi gas. Data dianalisa menggunakan SPSS Versi 21.0 dengan uji shapiro

wilk dilanjutkan uji kruskal wallis. Hasil penelitian ini adalah tidak ada perbedaan kadar asam

lemak jenuh (p>0,05), tidak ada penurunan kadar asam palmitoleat (p=0,565) , asam alpha

linolenat (p=0,156 ) dan asam gamma linolenat (p=0,276) pada keripik labu kuning. Karena tidak

ada perubahan kadar asam lemak jenuh dan tak jenuh, maka keripik labu kuning dapat dijadikan

alternatif snack bagi penderita dislipidemia.

Kata kunci: Asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh, keripik labu kuning, Vacuum Frying.

_______________________________________________________________________________

PENDAHULUAN

Masyarakat sekarang ini

cenderung untuk mengonsumsi cemilan

berlebih, instan dan fast food. Faktanya

makanan tersebut memiliki kandungan

kalori yang tingi, rendah serat dan tinggi

lemak terutama kandungan lemak jenuh

dan kolesterol. Hal ini dapat

menimbulkan ketidakseimbangan asupan

gizi yang berdampak pada masalah

kesehatan seperti sindrom metabolik.

Prevalensi kejadian sindroma metabolik

yang masih tinggi angkanya yaitu

dislipidemia (35,9% gangguan kolesterol

total, 15,9% LDL tinggi, 11,9%

trigliserida tinggi dan 22,9% HDL

rendah)[1]. Ada beberapa cara yang

diperlukan untuk menurunkan risiko

sindrom metabolik seperti mengonsumsi

asam lemak tak jenuh tunggal yang dapat

menurunkan hipertrigliseridemia yang

dapat memperbaiki keadaan sindrom

metabolik, mengonsumsi asam lemak tak

jenuh ganda yang dapat meningkatkan

HDL dan meningkatkan elastisitas

pembuluh darah serta meningkatkan

ketersediaan makanan rendah kolesterol

[2]. Labu kuning (cucurbita moschata)

termasuk komoditas tanaman lokal yang

banyak dijumpai di Indonesia, kandungan

betakarotennya yang tinggi sebesar 1569

mcg/100 g memberikan manfaat sebagai

sumber antioksidan untuk mencegah dan

menangani stress oksidatif yang timbul

karena produksi ROS yang berlebih serta

kandungan kolesterolnya yang rendah

[3,4]. Labu kuning berperan penting

untuk mencegah penyakit tidak menular

seperti aterosklerosis, jantung koroner,

diabetes mellitus, mencegah kanker dan

tekanan darah tinggi [5].

Labu kuning dapat dinikmati

secara langsung setelah dikukus atau

diolah menjadi panganan lainnya seperti

kolak, kroket dan donat. Namun olahan

labu kuning tersebut umumnya memiliki

kandungan lemak dan gula yang tinggi.

Selain itu karena sifatnya yang basah,

olahan seperti itu memiliki masa simpan

yang relatif singkat. Sehingga dipilih

olahan keripik karena bersifat kering,

memiliki kandungan gizi yang stabil

tanpa mengubah rasa dan aroma.

Olahan keripik memerlukan

minyak goreng sebagai media panas,

dimana salah satu komponen

penyusunnya yaitu asam lemak jenuh.

Asam lemak jenuh akan mudah

mengalami kerusakan ketika dilakukan

metode penggorengan secara

konvensional dan deep fat frying, yaitu

pada suhu penggorengan 160°C-180°C

[6,7]. Vacuum Frying merupakan metode

menggoreng pada bahan pangan peka

panas seperti, sayuran dan buah-buahan

yang bertujuan untuk menghasilkan

olahan keripik namun karakteristik bahan

pangan seperti, aroma, rasa dan nilai

gizinya relatif dapat dipertahankan [8,9].

Berdasarkan hal tersebut, peneliti

ingin mengetahui lebih lanjut mengenai

perbedaan kadar asam lemak jenuh dan

tak jenuh pada keripik labu kuning

menggunakan metode penggorengan

Vacuum Frying dengan penggunaan

minyak berulang sebagai alternatif snack

154 Indonesian Journal of Human Nutrition, November 2021, Vol. 8 No.2, hlm. 152164

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

sehat bagi penderita sindrom metabolik

terutama dislipidemia.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian bersifat

Quasi Eksperimental. Penelitian

sebelumnya mengenai kadar asam lemak

jenuh pada penggorengan keripik pisang

kepok metode vaccum frying yang

dilakukan penggorengan sebanyak 5

(lima) kali telah menunjukkan kadar

asam lemak jenuh [18]. Hal tersebut

menjadikan dasar bagi peneliti untuk

membuat rancangan penelitian

penggorengan keripik labu kuning

metode Vacuum Frying dengan

penggunaan minyak berulang pada

kelipatan penggorengan ke 5 (lima).

Minyak goreng yang digunakan adalah

Minyak Sawit Merk Rose Brand. Sampel

penelitian ini pada tingkat penggorengan

ke 1, ke 5 dan ke 10 sehingga total

sampel penelitian sebanyak 6 (enam)

sampel. Keterangan perlakuan dan

replikasi terdapat pada tabel 1.

Tabel 1. Rancangan Penelitian

Sumber Data

Data didapatkan dari hasil

pengujian kadar asam lemak jenuh dan

asam lemak tak jenuh. Penelitian diawali

dengan pembuatan keripik labu kuning

dilakukan di Laboratorium

Penyelenggaraan Makan Jurusan Gizi

Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya Malang. Dilanjutkan dengan

uji kadar asam lemak jenuh dan kadar

asam lemak tak jenuh pada keripik labu

kuning di Laboratorium SIG PT.

Saraswanti Indo Genetech Bogor.

Sasaran Penelitian

Populasi penelitian ini adalah

semua labu kuning yang dibeli di Pasar

Gadang, Kota Malang. Sampel dalam

penelitian ini adalah labu kuning jenis

bokor yang sudah disortasi sesuai dengan

kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria

inklusi yaitu umur buah labu kuning 3

sampai 5 bulan (kategori masak), daging

buah labu kuning berwarna oranye, kulit

tidak cacat (tidak ada luka fisik bekas

potongan/sayatan selama masa panen)

dan daging buah labu kuning tidak terlalu

lembek. Kriteria eksklusi yang digunakan

adalah umur buah labu kuning kurang

dari 3 bulan (kategori mentah), daging

buah tidak berwarna oranye, kulit cacat,

daging buah labu kuning terlalu lembek

atau keras.

Pengembangan Instrumen dan Teknik

Pengumpulan Data

Alat yang digunakan dalam

pemuatan keripik labu kuning adalah

adalah timbangan bahan makanan,

baskom, talenan, pisau, sendok, serokan,

mesin vacuum frying dengan kapasitas 1

kg, lemari pendingin (freezer), spiner,

slicer, vortex, labu erlenmeyer, tabung

reaksi. Alat yang digunakan untuk

pengujian asam lemak jenuh meliputi :

timbangan analitik, pisau, labu soxhlet,

oven, termometer, penangas air, gelas

ukur, vortex, pipet tetes dan peralatan

kromatografi gas GC-MS. Adapun untuk

pengujian asam lemak tak jenuh adalah

timbangan analitik, pisau, labu ukur,

oven, thermometer, penangas air, gelas

ukur, vortex, pipet tetes dan peralatan

kromatografi gas.

Bahan yang digunakan dalam

penelitian pembuatan keripik labu kuning

adalah buah labu kuning yang telah

disortasi dan dipilih daging buah yang

sesuai spesifikasi minyak goreng merk

rosebrand, Natrium Metabisulfit

(Na2S2O5) 1000 ppm dan. NaHSO3 0,1%.

Teknik Analisis Data

Titis Sari Kusuma, dkk. Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh… 155

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

Data penelitian ini dianalisis

menggunakan SPSS 21.0. Data dilakukan

uji normalitas data menggunakan uji

Shapiro Wilk menunjukkan sebagian data

tidak terdistribusi normal (p-value <

0,05) dan uji homogenitas data

menggunakan Homogenitas Welch

menunjukkan data tidak homogen (p

value > 0,05) sehingga uji statistik

dilanjutkan dengan uji non parametrik

Kruskal Wallis. Langkah-langkah

penelitian utama terdapat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Utama

HASIL PENELITIAN

Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai

Sedang (C8-C13)

Hasil uji kadar asam lemak jenuh

rantai sedang menggunakan metode GD-

FID dan analisa data menggunakan uji

normalitas data Shapiro Wilk

menunjukkan data terdistribusi normal

dan uji beda menggunakan Kruskal

Wallis meliputi: asam kaprat, asam

kaprilat dan asam laurat dapat dilihat

pada tabel 2.

Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai

Panjang (C14-C20)

Hasil uji kadar asam lemak jenuh

rantai panjang menggunakan metode GD-

FID dan analisa data menggunakan uji

normalitas data Shapiro Wilk

menunjukkan sebagian data terdistribusi

normal dan uji beda menggunakan

Kruskal Wallis meliputi: asam mirisat,

asam pentadekanoat, asam palmiat, asam

heptadekanoat, asam stearat dan asam

arachidat dapat dilihat pada tabel 3.

Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai

Sangat Panjang ( > C20)

156 Indonesian Journal of Human Nutrition, November 2021, Vol. 8 No.2, hlm. 152164

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

Hasil uji kadar asam lemak jenuh

rantai sangat panjang meliputi: asam

behenat, asam trikosanoat dan asam

lignoserat menggunakan metode GC-FID

dan analisa data menggunakan uji

normalitas data Shapiro Wilk

menunjukkan sebagian data terdistribusi

normal dan uji beda menggunakan

Kruskal Wallis dapat dilihat pada tabel 4.

Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal

(MUFA)

Hasil uji kadar asam lemak tak

jenuh tunggal metode Kromatografi Gas

dan analisis data dengan menggunakan

uji beda Kruskal Wallis. Berdasarkan

Analisa perbedaan asam lemak tak jenuh

tunggal keripik labu kuning metode

Vacuum Frying dengan penggunaan

minyak berulang hanya ditemukan kadar

asam palmitoleat yang terdistribusi

normal. Hasil analisa secara uji statistik

perbedaan adar asam pamitoleat pada

keripik labu kuning metode Vacuum

Frying dengan minyak berulang tidakk

ada perbedaan signifikan (p > 0,05) pada

kadar asam palmitoleat pada setiap

penggorengan seperti pada Tabel 5.

Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Ganda

(PUFA) Asam Lemak Omega 3

Hasil uji kadar asam lemak tak

jenuh ganda Omega-3 metode

Kromatografi Gas dan analisa data

dengan menggunakan uji beda Kruskal

Wallis. Berdasarkan analisa perbedaan

asam lemak tak jenuh ganda Omega-3

keripik labu kuning metode Vacuum

Frying dengan penggunaan minyak

berulang hanya ditemukan kadar asam

alfa linolenat yang terdistribusi normal.

Hasil analisa secara uji statistik

perbedaan kadar asam alfa linolenat pada

keripik labu kuning metode Vacuum

Frying dengan minyak berulang tidak ada

perbedaan signifikan (p > 0,05) pada

kadar asam alfa linolenat pada setiap

penggorengan seperti pada tabel 6.

Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Ganda

(PUFA) Omega 6

Hasil uji kadar asam lemak tak

jenuh ganda Omega-6 metode

Kromatografi Gas dan analisis data

dengan menggunakan uji beda Kruskal

Wallis.Berdasarkan analisa perbedaan

asam lemak tak jenuh ganda Omega-6

keripik labu kuning metode Vacuum

Frying dengan penggunaan minyak

berulang hanya ditemukan kadar asam

gamma linolenat yang terdistribusi

normal. Hasil analisa secara uji statistik

perbedaan kadar asam gamma linolenat

pada keripik labu kuning metode Vacuum

Frying dengan minyak berulang tidak ada

perbedaan signifikan (p > 0,05) pada

kadar asam gamma linolenat pada setiap

penggorengan seperti pada tabel 7.

Tabel 2. Hasil dan Analisa Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai Sedang Keripik Labu

Kuning Dalam 100 gram Bahan

Uji Kruskal

Wallis

p-value

Titis Sari Kusuma, dkk. Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh… 157

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

Tabel 3. Hasil dan Analisa Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai Panjang Keripik Labu

Kuning Dalam 100 gram Bahan

Uji Kruskal

Wallis

p-value

Tabel 4. Hasil dan Analisa Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai Sangat Panjang

Keripik Labu Kuning Dalam 100 gram Bahan

Uji

Kruskal

Wallis

p-value

Keterangan : P1 = Penggorengan 1, P5 = Penggorengan 5, P10 = Penggorengan

Keterangan : P1 = Penggorengan 1, P5 = Penggorengan 5, P10 = Penggorengan

Keterangan : P1 = Penggorengan 1, P5 = Penggorengan 5, P10 = Penggorengan

158 Indonesian Journal of Human Nutrition, November 2021, Vol. 8 No.2, hlm. 152164

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal Keripik Labu

Kuning dalam 100 gram Bahan

Jenis Asam

Lemak Tak

Jenuh

Uji Kruskal

Wallis

p-value

Keterangan : P1 = Penggorengan 1, P5 = Penggorengan 5, P10 = Penggorengan 10

Tabel 6 Hasil Analisis Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Ganda Keripik Labu

Kuning dalam 100 gram Bahan

Jenis Asam

Lemak Tak Jenuh

Uji Kruskal

Wallis

p-value

Asam α Linolenat

(C 18:3ω3)

Keterangan : P1 = Penggorengan 1, P5 = Penggorengan 5, P10 = Penggorengan 10

Tabel 7 Hasil Analisis Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Ganda Keripik Labu

Kuning dalam 100 gram Bahan

Jenis Asam Lemak Tak

Jenuh

Uji Kruskal

Wallis

p-value

Asam γ Linolenat

(C 18:3ω6)

Keterangan : P1 = Penggorengan 1, P5 = Penggorengan 5, P10 = Penggorengan 10

PEMBAHASAN

Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai

Sedang (C8-C13)

Berdasarkan tabel 2 diatas

menunjukkan tidak adanya perbedaan

ketiga asam lemak jenuh rantai sedang

yaitu asam kaprilat, asam kaprat dan

asam laurat pada keripik labu kuning

dengan penggorengan metode Vacuum

Frying, baik pada penggorengan ke 1, ke

5 dan ke 10 (p > 0,05). Hal ini sependapat

dengan Herlina dkk., 2017 bahwa suhu

penggorengan pada kondisi vakum dapat

dikendalikan antara suhu 80 °C hingga 90

°C sehingga titik didih minyak dapat

diturunkan. Penurunan titik didih minyak

menyebabkan kerusakan warna, aroma,

rasa dan nutrisi pada bahan pangan akibat

panas dapat dihindari [10].

Berbeda dengan penggorengan

menggunakan metode deep fat frying,

dimana suhu penggorengan berkisar

Titis Sari Kusuma, dkk. Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh… 159

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

175°C-195°C selama 5-10 menit

mengakibatkan penurunan asam lemak

jenuh rantai sedang yaitu asam kaprilat

menurun dari 0,02% menjadi 0,00% dan

asam laurat menurun dari 0,17% menjadi

0,14% setelah dilakukan penggorengan

[11]. Ketika dilakukan pemanasan atau

penggorengan deep fat frying, asam

lemak jenuh rantai pendek dan sedang

(total Catom < 14) akan bersifat volatil

atau mudah menguap. Hal ini disebabkan

asam lemak jenuh rantai pendek atau

sedang tersebut mengalami hidrolisis

sehingga uap air dari hasil produk

penggorengan akan mengakibatkan

gliserida melepaskan asam lemak bebas.

Selain itu, sifat volatil dari minyak/lemak

pada saat proses penggorengan akan

mengakibatkan peningkatan

pembentukan asap (smoke development)

[12].

Rata-rata total asam lemak jenuh

rantai sedang pada keripik labu kuning

dengan metode Vacuum Frying pada

penggorengan ke 1, ke 5 dan ke 10

didapat sebesar 0,094% sedangkan kadar

asam lemak jenuh pada daging labu

kuning segar sebesar 0,001% dan pada

minyak goreng kelapa sawit sebesar 0,2%

[13,14]. Hal tersebut menunjukkan kadar

asam lemak jenuh rantai sedang pada

keripik labu kuning sebagian besar

diperoleh pada minyak goreng kelapa

sawit.

Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai

Panjang (C14-C20)

Berdasarkan Tabel 3 diatas

menunjukkan tidak adanya perbedaan

asam lemak jenuh rantai sedang yaitu

asam miristat, asam pentadekanoat, asam

palmitat, asam heptadekanoat, asam

stearat dan aam arachidat pada keripik

labu kuning metode Vacuum Frying, baik

pada penggorengan ke 1, ke 5 dan ke 10

(p > 0,05). Tidak adanya perbedaan kadar

asam lemak jenuh rantai panjang

menunjukkan penurunan titik didih

minyak goreng pada kondisi vakum lebih

rendah daripada titik didih asam lemak

jenuh rantai panjang. Berikut masing-

masing titik didih asam lemak jenuh

rantai panjang: asam miristat (250,5°C),

asam pentadekanoat (339,1°C), asam

palmitat (215°C) dan asam stearat

(383°C) [15]. Menurut Anwariyah

dkk.(2018), penggorengan metode

Vacuum Frying menurunkan titik didih

minyak antara suhu penggorengan 70°C-

85°C sehingga dapat menurunkan laju

kerusakan minyak goreng dan

menghasilkan produk olahan bahan

pangan yang berkualitas.

Lain halnya, ketika minyak

dilakukan proses pemanasan atau

penggorengan pada temperatur yang

tinggi (160°C-200°C) menyebabkan

minyak mudah mengalami hidrolisis

[10,16]. Hidrolisis merupakan reaksi

pelepasan asam lemak bebas akibat

adanya air pada bahan pangan yang

digoreng dan penggunaan suhu tinggi

pada saat penggorengan. Pembentukan

asam lemak bebas menyebabkan

minyak/lemak mudah mengalami

penurunan titik asap. Selain itu,

pembentukan asam lemak bebas

menyebabkan minyak/lemak lebih mudah

mengalami oksidasi atau dengan kata lain

minyak/lemak mudah mengalami

ketengikan (ketengikan hidrolitik) [17].

Hasil penelitian keripik labu

kuning dengan metode Vacuum Frying

pada penggorengan ke 1, ke 5 dan ke 10

diperoleh rata-rata total asam lemak

jenuh rantai panjang sebesar 20,3874%

sedangkan kadar asam lemak jenuh pada

daging labu kuning segar sebesar 0,046%

dan pada minyak goreng kelapa sawit

sebesar 50,0% [13,14]. Kadar asam

lemak jenuh rantai panjang pada keripik

labu kuning sebagian besar diperoleh

pada minyak goreng kelapa sawit.

Kadar Asam Lemak Jenuh Rantai

Sangat Panjang ( > C20)

Berdasarkan tabel 4 diatas

menunjukkan tidak adanya perbedaan

160 Indonesian Journal of Human Nutrition, November 2021, Vol. 8 No.2, hlm. 152164

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

asam lemak jenuh rantai sedang yaitu

asam behenat, asam trikosanoat dan asam

lignoserat pada keripik labu kuning

metode Vacuum Frying, baik pada

penggorengan ke 1, ke 5 dan ke 10 (p >

0,05). Hal ini sejalan dengan pendapat

Lastriyanto dkk., 2016, bahwa

penggorengan menggunakan Vacuum

Frying memungkinkan untuk

menggoreng bahan pangan peka panas,

seperti sayuran dan buah-buahan. Selain

itu, penggorengan pada suhu rendah

meminimalkan kerusakan minyak goreng

akibat proses pemanasan [8].

Panjang pendeknya rantai asam

lemak mempengaruhi tinggi rendahnya

titik asap (smoke point) dan titik nyala

(fire point), oleh karenanya asam lemak

jenuh rantai sangat panjang memiliki titik

asap dan titik nyala lebih tinggi apabila

dibandingkan dengan asam lemak dengan

rantai pendek [13]. Titik asap dan titik

nyala merupakan kriteria mutu minyak

yang digunakan sebagai media untuk

menggoreng [18]. Penurunan titik asap

menunjukkan minyak akan mengeluarkan

asap ketika dilakukan pemanasan pada

suhu yang lebih rendah [17].

Perbedaan Prosesmetabolisme Asam

Lemak Jenuh Rantai Pendek, Rantai

Sedang, Rantai Panjang dan Rantai

Sangat Panjang

Asam lemak jenuh dengan rantai

pendek (C3-C7) dan rantai sedang (C8-

C13) dilakukan langsung oleh vena porta

dan dibawa ke hati untuk segera

dioksidasi [19]. Namun, asam lemak

jenuh rantai sedang lebih

direkomendasikan untuk kesehatan

dikarenakan tidak mudah mengalami

hidrolisis dibandingkan asam lemak

jenuh rantai pendek dan lebih cepat

diserap oleh tubuh [19,20].

Berbeda untuk asam lemak jenuh

berantai panjang (> C14) tidak dapat

langsung segera diserap oleh dinding

usus, namun terlebih dahulu dihidrolisa

menjadi asam-asam lemak berukuran

kecil. Selanjutnya, dilakukan proses

emulsi dengan bantuan cairan empedu

dan proses enzimatik oleh enzim yang

berasal dari kelenjar penkreas, kemudian

dapat diserap oleh dinding usus halus

diubah kembali menjadi bentuk

trigliserida [19,21]. Oleh karenanya,

perlu adanya pembatasan konsumsi asam

lemak jenuh rantai panjang (> C14).

Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal

(MUFA)

Berdasarkan analisa perbedaan

asam lemak tak jenuh tunggal keripik

labu kuning metode Vacuum Frying

dengan minyak berulang hanya

ditemukan kadar asam palmitoleat yang

terdistribusi normal. Hasil analisa secara

uji statistik perbedaan kadar asam

palmitoleat pada keripik labu kuning

metode Vacuum Frying dengan minyak

berulang tidak ada perbedaan signifikan

pada kadar asam palmitoleat dari masing-

masing kelompok penggorengan seperti

yang ditampilkan pada Tabel 5.1.

Pada penggorengan kondisi

vacuum tidak terjadi kerusakan akibat

reaksi kimia oksidasi dikarenakan

minimnya kontak dengan oksigen.

Kerusakan lemak akibat oksidasi dapat

berlangsung bila terjadi kontak antara

sejumlah oksigen dengan minyak atau

lemak [22].

Oksigen, cahaya dan suhu tinggi

dapat mengurai asam-asam lemak. Ikatan

rangkap yang terdapat pada asam lemak

tak jenuh dapat terputus dan oksigen akan

menjadi bagian dari molekul [23]. Karena

selama penggorengan vakum, kontak

dengan udara, terutama oksigen dapat

dihindari, maka oksigen tidak dapat

menjadi bagian dari molekul tersebut

sehingga kerusakan asam lemak tak jenuh

dapat diminimalisir.

Berbeda pada penggorengan

konvensional dimana minyak kontak

langsung dengan udara pada suhu tinggi

sehingga mempercepat reaksi oksidasi.

Hal ini sesuai dengan penelitian Sartika,

Titis Sari Kusuma, dkk. Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh… 161

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

2009 yang menyebutkan bahwa

umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada

asam lemak tak jenuh yang terkena suhu

tinggi lebih dari 100°C [24].

Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Ganda

(PUFA) Asam Lemak Omega 3

Berdasarkan analisa perbedaan

asam lemak tak jenuh ganda keripik labu

kuning metode Vacuum Frying dengan

minyak berulang hanya ditemukan kadar

asam α linolenat (ALA / Alfa Linolenat

Acid) yang termasuk ke dalam jenis asam

lemak omega 3 dan terdistribusi normal.

Hasil analisa secara uji statistik

perbedaan kadar asam alpha linolenat

pada keripik labu kuning metode Vacuum

Frying dengan minyak berulang tidak ada

perbedaan signifikan pada kadar asam

alpha linolenat dari masing-masing

kelompok penggorengan seperti yang

ditampilkan pada Tabel 5.2.

Hasil uji menunjukkan bahwa

tidak terjadi kerusakan akibat reaksi

kimia oksidasi bahan pangan karena

proses penggorengan dilakukan dalam

kondisi vacuum (hampa udara).

Penggorengan dengan metode tekanan

menghasilkan asam lemak tak jenuh lebih

tinggi dibandingkan dengan

penggorengan konvensional. Proses

oksidasi dapat dihambat dengan suhu

penggorengan yang rendah.

Titik didih minyak akan rendah

sehingga tidak ada perubahan pada asam

lemak tak jenuh dan kandungan gizinya,

penggorengan Vacuum Frying dapat

mempertahankan warna sayur dan buah

agar tetap menarik dan mengurangi

kehilangan vitaminnya [25].

Perlakuan sebelum labu kuning

diolah menjadi keripik dengan metode

Vacuum Frying juga dapat

mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi,

sebelum digoreng keripik dibekukan.

Proses ini memiliki beberapa keuntungan,

diantaranya dapat mempertahankan

stabilitas produk (menghindari perubahan

aroma, warna dan unsur organoleptik

lain), dapat mempertahankan stabilitas

struktur bahan (pengkerutan dan

perubahan bentuk setelah pengeringan

sangat kecil), dapat menghambat aktivitas

mikroba serta mencegah terjadinya

reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzim

yang dapat merusak kandungan gizi

bahan pangan [26].

Selain itu dengan temperatur yang

rendah dapat mengurangi degradasi

kandungan mineral pada bahan yang

mempunyai sensitifitas panas tinggi,

kandungan air dari produk akhir dapat

dikendalikan selama proses berlangsung

sehingga produk kering mempunyai

penampilan yang bagus [27].

Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Ganda

(PUFA) Asam Lemak Omega 6

Berdasarkan analisa perbedaan

asam lemak tak jenuh tunggal keripik

labu kuning metode Vacuum Frying

dengan minyak berulang hanya

ditemukan kadar asam gamma linolenat

(GLA / Gamma Linolenat Acid) yang

termasuk ke dalam jenis asam lemak

omega 6 merupakan desaturasi pertama

dari asam linoleat (18:2ω6) dan

terdistribusi normal. Hasil analisa secara

uji statistik perbedaan kadar asam gamma

linolenat pada keripik labu kuning

metode Vacuum Frying dengan minyak

berulang tidak ada perbedaan signifikan

(p > 0,05) pada kadar asam gamma

linolenat dari masing-masing kelompok

penggorengan seperti yang ditampilkan

pada Tabel 5.3.

Hal ini sejalan dengan penelitian

Crosa et al, 2014 menunjukkan bahwa

penggorengan dengan metode Vacuum

Frying membuat pengurangan yang jelas

dari laju oksidasi. Sehingga tidak terjadi

perubahan yang signifikan pada asam

lemak tak jenuh yang digoreng dengan

metode Vacuum Frying, selain ini

penelitian yang dilakukan oleh Carta et

al, 2017, juga menyebutkan

penggorengan dengan metode Vacuum

Frying dapat menghambat proses reaksi

162 Indonesian Journal of Human Nutrition, November 2021, Vol. 8 No.2, hlm. 152164

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

kimia karena menggunakan suhu

penggorengan yang rendah.

Penggorengan dengan metode Vacuum

Frying dapat menghambat proses

terjadinya oksidasi. Kecepatan oksidasi

dari asam lemak akan bertambah dengan

kenaikan suhu dan berkurang dengan

penurunan suhu dalam penggorengan

[22]. Penggorengan dengan suhu

diatas 200ºC dapat meningkatkan

isomerisasi atau perubahan struktur

senyawa hidrokarbon tanpa disertai

perubahan rumus molekul, dari PUFA

[28]. Isomerisasi ini dapat mengubah

ikatan rangkap cis menjadi trans

menggunakan sejumlah energi. Dan

ketika jumlah ikatan rangkap cis

meningkat, energi aktivasi isomerisasi

berkurang. Sehingga asam lemak tak

jenuh mudah teroksidasi, hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Husain dkk, 2016, yang berjudul

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan

Terhadap Komposisi asam Lemak,

Angka Peroksida dan Angka TBA Fillet

Ikan Kakap (Lutjanus sp) menyebutkan

bahwa PUFA lebih cepat teroksidasi pada

suhu tinggi daripada MUFA [29].

Reaksi Oksidasi lipida/minyak

secara natural mudah terjadi, sebab lemak

fillet ikan kakap kaya PUFA (6 ikatan

rangkap), sedangkan lemak yang

mengandung banyak ikatan rangkap

mudah mengalami reaksi oksidasi lipida.

Akan tetapi pada suhu rendah kerusakan

PUFA dapat diminimalisir.

Perbedaan Asam Lemak Tak Jenuh

Tunggal (MUFA) dan Asam Lemak Tak

Jenuh Ganda (PUFA) dalam

Penurunan Kadar Kolesterol

Asam Lemak tak jenuh tunggal

merupakan jenis asam lemak yang

mempunyai satu ikatan rangkap pada

rantai atom karbon. Secara umum, lemak

tak jenuh tunggal berpengaruh baik untuk

kadar kolesterol dalam darah, terutama

bila digunakan sebagai pengganti asam

lemak jenuh. Asam lemak tak jenuh

tunggal contohnya palmitoleat lebih

efektif menurunkan kadar kolesterol

darah, daripada asam lemak tak jenuh

jamak, MUFA memiliki sifat lebih stabil

dan lebih baik perannya dibandingkan

PUFA. PUFA dapat menurunkan

kolesterol LDL, tetapi juga menurunkan

HDL. Sebaliknya MUFA dapat

menurunkan LDL dan meningkatkan

HDL [30]. Penelitian yang dilakukan oleh

Wood, menyatakan bahwa MUFA dapat

menurunkan LDL dan meningkatkan

HDL secara lebih besar daripada Omega-

3 dan Omega-6.

PUFA dan MUFA keduanya

sama-sama berperan dalam penurunan

kadar kolestrol total tetapi MUFA selain

menurunkan kolesterol total juga terbukti

dapat menurunkan LDL dan

meningkatkan HDL lebih besar

dibandingkan dengan PUFA. Penurunan

rasio LDL/HDL akan menghambat

terjadinya atherosklerosis.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian kadar

asam lemak jenuh pada keripik labu

kuning metode Vacuum Frying pada

penggorengan ke 1, ke 5 dan ke 10 yang

dianalisis mengggunakan uji statistik

Kruskal Wallis adalah menunjukkan tidak

ada perbedaan kadar asam lemak jenuh

rantai sedang, seperti:asam kaprilat, asam

kaprat dan asam laurat, tidak ada

perbedaan kadar asam lemak jenuh rantai

panjang, yaitu asam miristat, asam

pentadekanoat, asam palmiat, asam

heptadeknaoat, asam stearat dan asam

arachidat dan tidak ada perbedaan kadar

asam lemak jenuh rantai panjang, yaitu

asam behenat, asam trikosanoat dan asam

lignoserat.

Adapun hasil pengujian asam

lemak tak jenuh didapatkan hasil tidak

terdapat perbedaan kadar asam

palmitoleat keripik labu kuning metode

Vacuum Frying dengan penggunaan

minyak berulang, tidak terdapat

Titis Sari Kusuma, dkk. Perbedaan Lemak Jenuh dan Tak Jenuh… 163

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

perbedaan kadar asam alpha linolenat

keripik labu kuning metode Vacuum

Frying dengan penggunaan minyak

berulang, tidak terdapat perbedaan kadar

asam gamma linolenat keripik labu

kuning metode Vacuum Frying dengan

penggunaan minyak berulang dan asam

lemak tak jenuh keripik labu kuning dari

penggorengan ke-1, ke-5 dan ke-10

cenderung stabil karena penggorengan

hampa dapat mempertahankan nilai gizi

termasuk kandungan asam lemak tak

jenuh.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada BPPM

FKUB yang telah membiayai penelitian

ini sehingga dapat dipublikasikan.

Ucapan terimakasih juga dihaturkan

kepada Ibu Ely Safitri, AMd Laboran

Laboratorium Penyelenggaraan Makanan

yang telah membantu proses penelitian

ini hingga selesai.

DAFTAR RUJUKAN

1. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta

: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia : 2013. Available from :

https//www.depkes.go.id diakses pada

tanggal 05/05/2019.

2. Utami YM, Dani Rosdiana, Yanti

Emalia. Gambaran Asupan Gizi pada

Penderita Sindrom Metabolik di RW 04

Kelurahan Sidomulyo Barat Kecamatan

Tampan Kota Pekanbaru. Tidak

Dipublikasikan. Riau : Universitas Riau ;

2014.

3. Wahyuni, D. Tepung Labu Kuning

(Cucurbita Moschata) Menurunkan Kadar

Glukosa Darah Tikus Model Sindroma

Metabolik. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2017;

2(1): 11-16.

4. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Tabel Komposisi Pangan

Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia: 2018.

Available from:

www//https.kemenkes.go.id diakses pada

tanggal 10/05/2019.

5. Lestari Dwi. Aktivitas Antioksidan dan

Kandungan β-Karoten Dodol Labu

Kuning dengan Penambahan Bunga

Kecombrang Sebagai Pengawet Alami.

Tidak dipublikasikan. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta;

2015.

6. Taufik M, Seftiono, H. Karakteristik

Fisik dan Kimia Minyak Goreng Kelapa

Sawit Hasil Proses penggorengan Dengan

Metode Deep-Fat Frying. Jurnal

Teknologi. 2018; 10(2): 123-130.

7. Yustinah, Hatini. Adsobsi Minyak

Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif

dari Serabut Kelapa. Jurnal

Pengembangan Teknologi Kimia untuk

Pengolahan Sumber Daya Alam

Indonesia. 2011; 1-5.

8. Lastriyanto A, Sumardi RY, Melati RM.

Karakteristik Kimia Keripik Manalagi

Hasil Penggorengan Vakum dengan

Menggunakan Minyak Berulang. JKPTB.

2016; 4(1): 157-172.

9. Tumbel N, Manurung S. Pengaruh Suhu

dan Waktu Penggorengan Terhadap Mutu

Keripik Nanas Menggunakan Penggoreng

Vakum. JPTI. 2017; 9(1): 9-22.

10. Herlina H, Astriyaningsih E,Windarti

WS, Nurhayati N. Tingkat Kerusakan

Minyak Kelapa Selama Penggorengan

Vakum Berulang Pada Pembuatan Ripe

Banana Chips (RBC). Jurnal

Agroteknologi. 2017; 11(1): 186-193.

11. Taufik M, Seftiono, H. Karakteristik

Fisik dan Kimia Minyak Goreng Kelapa

Sawit Hasil Proses penggorengan Dengan

Metode Deep-Fat Frying. Jurnal

Teknologi. 2018; 10(2): 123-130.

12. Budijanto S, Sitanggang AB. Kajian

Keamanan Pangan dan Kesehatan

Minyak Goreng. Jurnal Pangan. 2010; 19

(4): 361-372.

13. Chow CK, et al. Fatty Acids in Foods and

Their Health Implications. Third Edition.

New York: Penerbit CRC Press; 2008.

14. Sibuea, P. Minyak Kelapa Sawit,

Teknologi dan Manfaatnya untuk Pangan

164 Indonesian Journal of Human Nutrition, November 2021, Vol. 8 No.2, hlm. 152164

DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.6

Nutrasetikal. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2014.

15. Kementerian Perindustrian Republik

Indonesia. Gambaran Sekilas Industry

Minyak Kelapa Sawit. Jakarta :

Kementerian Perindustrian Republik

Indonesia: 2007. Available from:

www//https.kemenperin.go.id.diakses

pada tanggal 10/01/2020.

16. Kalapathy dan Proctor dalam Sopianti

DS, Herlina, Saputra HT. Penetapan

Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak

Goreng. Jurnal Katalisator Kopertis

Wilayah X. 2017; 2(2): 100-105.

17. Estiasih E, Harijono. Kimia dan Fisik

Pangan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara;

2016.

18. Ketaren. Minyak dan Lemak. Jakarta :

Penerbit UI Press; 2005.

19. Almatsier S. Penuntun Diet Edisi

Baru:Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto

Mangunkusumo dan Assosiasi Dietesien

Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama; 2010.

20. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi

Edisi Terbaru. Bogor: Penerbit M-Brio

Press; 2008.

21. Tuminah. Tinjauan Pustaka Efek

Perbedaan Sumber dan Stuktur Kimia

Asam Lemak Jenuh Terhadap Kesehatan.

Buletin Penelitian Kesehatan; 2010.

22. Ketaren S. Pengantar Teknologi Minyak

dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press;

2005.

23. Mamuaja CF. Lipida. Manado: Unsrat

Press; 2017.

24. Sartika RAD. 2009. Pengaruh Suhu dan

Lama Proses Menggoreng (Deep Frying)

Terhadap Pembentukan Asam Lemak

Trans. Depok: Makara, Sains. 2009; 13

(1): 23-28.

25. Widaningrum N, Setyawan DA,

Setyabudi. Pengaruh Cara Pembumbuan

dan Suhu Penggorengan Vakum

Terhadap Sifat Kimia dan Sensori

Keripik Buncis (Phaseolus radiatus)

Muda. J. Pascapanen. 2008; 5(2): 45-54.

26. Nofrianti R. Metode Freeze Drying Bikin

Keripik Makin Crunchy. Jurnal Aplikasi

Teknologi Pangan. 2013; 2(1).

27. Fernando LV. Analisa Proses

Pengeringan Beku Vakum Aloe Vera

dengan Pemanfaatan Panas Buang

Kondenser. Tidak dipublikasikan. Depok:

Skripsi: Universitas Indonesia; 2009

28. Chen Y, Ying Yang, Shaoping Nie, Xie

Yang, Yuting Wang, Meiyan Yang, et al.

The Analysis of Trans Fatty Acid Profiles

in Deep Frying Palm Oil and Chickeen

Fillets with an Improved Gas

Chromatography Method. Food Control.

2014; 44:191-197.

29. Husain R, Suparmo, Eni H, Chusnul H.

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan

Terhadap Komposisi Asam Lemak,

Angka Peroksidan dan Angka TBA Fillet

Ikan Kakap (Lutjanus sp). Dalam AIP

Conference Procedings Volume 1755.

Yogyakarta; 2016.

30. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.

Jakarta: PT Gramedia; 2006.