Lihat Foto KOMPAS.com - Cultuurstelsel adalah sistem tanam paksa yang diberlakukan Belanda di Indonesia pada tahun 1830. Yang mengusulkan pelaksanaan culturstelsel di Indonesia yaitu Johannes van den Bosch yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tujuan utama adanya kebijakan tanam paksa di bawah gubernur van den Bosch yaitu menyelamatkan Belanda dari krisis ekonomi. Sebab saat itu kas pemerintah Belanda kosong. Cultuurstelsel mewajibkan setiap desa menyisihkan tanahnya sebesar 20 persen untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya kopi, tebu, teh, dan tarum (nila). Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah mendapat berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870. Baca juga: Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari 1904 Hingga 1949 Latar BelakangCultuurstelsel muncul karena kebijakan sewa tanah yang diterapkan pada era Raffles tidaklah berjalan seperti yang seharusnya. Bukannya mendapat keuntungan besar, sistem ini justru membawa kerugian dengan menurunnya pendapatan dari hasil pertanian. Hal tersebut kemudian menjadi dasar van den Bosch mencetuskan sistem tanam paksa sejak dirinya menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1830. Selain itu, kebijakan ini juga dikeluarkan sebagai upaya untuk mengatasi krisis keuangan yang dialami Hindia Belanda. Latar belakang penerapan kebijakan tanam paksa oleh kolonial Belanda adalah menutupi kerugian dalam perang di Eropa dan perlawanan rakyat Indonesia.
Pada dasarnya, Cultuurstelsel bertujuan untuk mengembalikan kondisi keuangan Belanda selepas krisis usai perang Jawa. Baca juga: Indonesia di Bawah Penjajahan Perancis Aturan
Baca juga: Sejarah Bhinneka Tunggal Ika KritikMenurut catatan dari seorang inspektur Tanam Paksa, yaitu L. Vitalis, ia menyebutkan bahwa pada 1835, di Priangan, mayat para petani bersebaran karena keletihan dan kelaparan. Berawal dari situ, serangan dari orang-orang non pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir tahun 1840. Masalah tersebut kemudian diangkat ke permukaan dan menjadi konflik bahwa pemerintah Belanda telah melakukan eksploitasi berlebih terhadap bumiputra Jawa. Kritik Kaum LiberalDari masalah yang muncul, para kaum Liberal kemudian berusaha untuk menghapuskan sistem tanam paksa. Upaya tersebut pun berhasil dilakukan pada 1870 dengan diberlakukannya UU Agraria atau Agrarische Wet. Selain bertujuan untuk menghapuskan Cultuurstelsel, kaum Liberal juga memiliki tujuan lain, yaitu kebebasan di bidang ekonomi. Kaum Liberal berpendapat bahwa seharusnya pemerintah tidak ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertugas sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, dan menegakkan hukum. Munculnya sistem tanam paksa dan UU Agraria ini justru menimbulkan kritik dari para kaum humanis Belanda.
Kritik tersebut disampaikan oleh Eduard Douwes Dekker, seorang asisten residen di Lebak, Banten. Douwes Dekker menceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat cultuurstelsel dalam bukunya bertajuk Max Havelaar (1980). Namun, di dalam buku tersebut ia menggunakan nama samaran, yaitu Multatuli. Selain Douwes Dekker, terdapat tokoh lain juga, seperti van Deventer, ia menulis buku berjudul Een Eereschuld yang membocorkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia Belanda. Dalam buku tersebut, Deventer menghimbau agar pemerintah Belanda memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran dari van Deventer ini kemudian berkembang menjadi Politik Etis. Baca juga: Fungsi Bhinneka Tunggal Ika DampakBidang Pertanian:
Referensi:
Lihat Foto KOMPAS.com - Pemerintah kolonial Belanda secara resmi berkuasa di Indonesia pada tahun 1816-1942. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan beberapa kebijakan dalam rangka melakukan eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia. Pada periode ini, banyak terjadi perubahan sosial, ekonomi, politik dan budaya di Indonesia. Berikut merupakan kumpulan soal UAS Sejarah Indonesia kelas 11 beserta pembahasannya: Soal 1: Sebutkan latar belakang penerapan sistem tanam paksa di Indonesia! Jawaban: Sistem Tanam Paksa berlaku pada tahun 1830 hingga 1870. Sistem ini dicetuskan oleh Johannes Van den Bosch pada tahun 1829. Latar belakang penerapan sistem tanam paksa di Indonesia, yaitu:
Baca juga: Cultuurstelsel, Sistem Tanam Paksa yang Sengsarakan Rakyat Pribumi Soal 2: Sebutkan penyimpangan-penyimpangan selama pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia! Jawaban: Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, praktik pelaksanaan sistem Tanam Paksa di Indonesia banyak mengalami penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat residen dan kaum priayi. Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan sistem tanam paksa yang terjadi adalah:
Tanah petani yang ditanami tanaman komoditas ekspor lebih dari 1/5 bagian. Hal tersebut terjadi karena pejabat residen dan kaum priayi menginginkan bonus dari hasil panen yang tertera dalam sistem cultuur procenten. Tanah yang telah ditanami tanaman wajib tetap ditariki pajak oleh pejabat residen Waktu tanam dari tanaman wajib melebihi ketentuan yang seharusnya kurang dari 66 hari Petani bertanggung jawab atas kerugian gagal panen Sisa kelebihan panen dari jumlah pajak tidak dikembalikan kepada petani Soal 3: Jelaskan dampak diterapkannya UU Agraria (Agrarische Wet) dan UU Gula (Suiker Wet) di Indonesia! Jawaban: Dalam buku Kapitalisme Bumiputra: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran (2008) karya Wasino, UU Agraria dan UU Gula mulai berlaku di Indonesia pada tahun 1870. Penerapan UU Agraria dan UU Gula berdasarkan protes kaum liberalis Belanda terhadap sistem Tanam Paksa. Beberapa dampak penerapan UU Agraria dan UU Gula di Indonesia, yaitu:
Baca juga: Perlawanan terhadap Kolonialisme Melalui Karya Sastra Soal 4: Sebutkan kebijakan pemerintah kolonial Belanda pada masa Deandels! Jawaban: Pemerintahan Deandels di Indonesia berlangsung pada tahun 1808-1811. Berikut merupakan kebijakan pemerintah kolonial Belanda pada masa Deandels :
|