Penjelasan yang tepat terkait dengan agama dan kebudayaan Hindu adalah

Jakarta -

Proses masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara didukung oleh beragam teori. Sejumlah teori mengusung latar belakang perdagangan ke nusantara, sebagian lainnya mengemukakan latar peperangan di India sebagai faktor pendorong. Apa saja teori masuknya Hindu-Buddha ke nusantara? nusantara detik.com/tag/nusantara

Penduduk India merintis perdagangan dengan bangsa-bangsa lain di Asia sejak sebelum Masehi. Perdagangan saat itu menggunakan celah sempit di antara Pegunungan Himalaya, yang disebut celah Kaibar. Celah Kaibar juga digunakan pedagang luar India untuk keluar masuk wilayah tersebut.

Perdagangan tersebut diyakini berperan dalam perkembangan peradaban Hindu-Buddha di India, seperti Sungai Indus, Sungai Brahmaputra, hingga ke nusantara, seperti dikutip dari Kehidupan Masyarakat pada Masa Praaksara, Masa Hindu Budha, dan Masa Islam oleh Tri Worosetyaningsih.

Teori Brahmana menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke nusantara dibawa oleh golongan Brahmana yang diundang para penguasa di nusantara. Teori ini dikemukakan olehs orientalis J.C. Van Leur.

Teori ini menegaskan kembali bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Hal ini didukung oleh beberapa prasasti di Indonesia menggunakan bahasa Sansekerta.

Bahasa dalam kitab suci Weda dan upacara keagamaan merupakan bahasa yang dikuasai oleh golongan Brahmana. Golongan kasta Brahmana juga memahami ajaran Hindu secara utuh. Di sisi lain, teori Brahmana tidak menepis kontak penguasa di nusantara dan di India terjadi berkat hubungan dagang.

Teori Ksatria

Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia dibawa orang-orang India dari kasta Ksatria. Teori yang dikemukakan Prof. Dr. J.L. Moens ini berargumen bahwa sekitar abad 4-6 M kerap terjadi peperangan sehingga kasta Ksatria, yang terdiri dari kaum bangsawan dan prajurit mengalami kekalahan.

Kekalahan sebagian kasta Ksatria dalam peperangan, menurut teori Ksatria, mendorong orang Ksatria melarikan diri dan mencari daerah baru hingga ke nusantara.

Teori Waisya

Teori Waisya menyatakan bahwa golongan Waisya yang punya peran besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Orientalis Prof. Dr. N.J. Krom, pengusung teori Waisya berpendapat, golongan yang terdiri dari pedagang, petani, dan pemilik tanah tersebut sudah mengenal agama Hindu-Buddha.

Kedatangan golongan Waisya ke Indonesia, kata Krom, juga memperkenalkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha pada rakyat Indonesia di samping berdagang. Golongan ini diyakini menetap sementara waktu dan tidak jarang juga menetap permanen di nusantara, lalu menikah dengan penduduk setempat.

Teori Arus Balik

Teori Arus Balik dikemukakan oleh peneliti iF.D.K. Bosch. Teori ini menyatakan bahwa golongan Brahmana semula menyebar ke penjuru dunia melalui jalur yang digunakan pedagang. Di beberapa tempat, golongan Brahmana berupaya menjalin hubungan dengan warga lokal dan memperkenalkan ajaran agamanya.

Pada perkembangan selanjutnya, orang-orang dari nusantara sendiri yang datang ke India untuk mempelajari Hindu-Buddha. Orang-orang nusantara ini lalu kembali ke tanah air untuk menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.

Nah, itu dia empat teori masuknya Hindu-Buddha ke nusantara. Teori mana yang kamu yakini?

Simak Video "Melihat Situs Lingga Yoni yang Nyaris Terlupakan-Minim Akses Jalan"



(twu/pal)


Page 2

Jakarta -

Proses masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara didukung oleh beragam teori. Sejumlah teori mengusung latar belakang perdagangan ke nusantara, sebagian lainnya mengemukakan latar peperangan di India sebagai faktor pendorong. Apa saja teori masuknya Hindu-Buddha ke nusantara? nusantara detik.com/tag/nusantara

Penduduk India merintis perdagangan dengan bangsa-bangsa lain di Asia sejak sebelum Masehi. Perdagangan saat itu menggunakan celah sempit di antara Pegunungan Himalaya, yang disebut celah Kaibar. Celah Kaibar juga digunakan pedagang luar India untuk keluar masuk wilayah tersebut.

Perdagangan tersebut diyakini berperan dalam perkembangan peradaban Hindu-Buddha di India, seperti Sungai Indus, Sungai Brahmaputra, hingga ke nusantara, seperti dikutip dari Kehidupan Masyarakat pada Masa Praaksara, Masa Hindu Budha, dan Masa Islam oleh Tri Worosetyaningsih.

Teori Brahmana menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke nusantara dibawa oleh golongan Brahmana yang diundang para penguasa di nusantara. Teori ini dikemukakan olehs orientalis J.C. Van Leur.

Teori ini menegaskan kembali bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Hal ini didukung oleh beberapa prasasti di Indonesia menggunakan bahasa Sansekerta.

Bahasa dalam kitab suci Weda dan upacara keagamaan merupakan bahasa yang dikuasai oleh golongan Brahmana. Golongan kasta Brahmana juga memahami ajaran Hindu secara utuh. Di sisi lain, teori Brahmana tidak menepis kontak penguasa di nusantara dan di India terjadi berkat hubungan dagang.

Teori Ksatria

Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia dibawa orang-orang India dari kasta Ksatria. Teori yang dikemukakan Prof. Dr. J.L. Moens ini berargumen bahwa sekitar abad 4-6 M kerap terjadi peperangan sehingga kasta Ksatria, yang terdiri dari kaum bangsawan dan prajurit mengalami kekalahan.

Kekalahan sebagian kasta Ksatria dalam peperangan, menurut teori Ksatria, mendorong orang Ksatria melarikan diri dan mencari daerah baru hingga ke nusantara.

Teori Waisya

Teori Waisya menyatakan bahwa golongan Waisya yang punya peran besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Orientalis Prof. Dr. N.J. Krom, pengusung teori Waisya berpendapat, golongan yang terdiri dari pedagang, petani, dan pemilik tanah tersebut sudah mengenal agama Hindu-Buddha.

Kedatangan golongan Waisya ke Indonesia, kata Krom, juga memperkenalkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha pada rakyat Indonesia di samping berdagang. Golongan ini diyakini menetap sementara waktu dan tidak jarang juga menetap permanen di nusantara, lalu menikah dengan penduduk setempat.

Teori Arus Balik

Teori Arus Balik dikemukakan oleh peneliti iF.D.K. Bosch. Teori ini menyatakan bahwa golongan Brahmana semula menyebar ke penjuru dunia melalui jalur yang digunakan pedagang. Di beberapa tempat, golongan Brahmana berupaya menjalin hubungan dengan warga lokal dan memperkenalkan ajaran agamanya.

Pada perkembangan selanjutnya, orang-orang dari nusantara sendiri yang datang ke India untuk mempelajari Hindu-Buddha. Orang-orang nusantara ini lalu kembali ke tanah air untuk menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.

Nah, itu dia empat teori masuknya Hindu-Buddha ke nusantara. Teori mana yang kamu yakini?

Simak Video "Melihat Situs Lingga Yoni yang Nyaris Terlupakan-Minim Akses Jalan"


[Gambas:Video 20detik]
(twu/pal)

Indonesia ditakdirkan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai bangsa yang plural dan berbhineka. Indonesia memiliki ribuan pulau, suku, bahasa, budaya, dan juga beragam agama.

Keragaman ini, selain menampilkan wajah yang indah, namun jika tidak dipelihara dan dijaga dengan baik, bisa menimbulkan potensi konflik yang  berbahaya dan mengancam keutuhan bangsa. Di sinilah pentingnya sikap moderat.

Sikap moderat adalah suatu pandangan atau sikap yang senantiasa menghindari tindakan atau perbuatan ekstrim baik kiri maupun kanan, dan cenderung mengambil jalan tengah. Pertanyaannya, apakah Agama Hindu juga mengajarkan praktek agama yang mengarah tindakan ekstrim kiri atau ekstrim kanan? Selanjutnya, apakah Veda bisa memberi tempat bagi Hindu Nusantara? 

Hindu Nusantara adalah Hindu yang dilaksanakan dalam kemasan budaya nusantara tanpa menghilangkan esensi maupun keyakinan dasarnya yaitu Panca Sradha dan nilai nilai universal yang dikandungnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa ajaran Agama Hindu bukanlah sekumpulan pengetahuan yang bersifat akidah-akidah dogmatik/doktrin yang kaku, apabila melihat atau menilai segala sesuatu maka ukurannya berkisar hitam putih, benar dan salah. Hindu bukanlah seperti itu, ajarannya lebih sebagai kaidah-kaidah yang kaya akan nilai-nilai spiritual dan bersifat universal, seperti satyam (kebenaran/kejujuran), dharma (kebajikan), santhi (kedamaian), prema (cinta kasih) dan ahimsa (tanpa kekerasan).

Di samping itu, Hindu juga melihat bahwa keanekaragaman itu adalah anugerah yang berasal dari Sang Pencipta. Berbeda karena pilihan merupakan kemerdekaan hakiki setiap orang. Konsep Hindu sangat menjunjung tinggi dan memberi penghormatan terhadap kemerdekaan/kebebasan itu.

Hal ini ada dalam Wahyu Tuhan sebagaimana tertulis dalam Rg.Veda I.80.1: "Arcan anu svarajyam” (Selalulah memberi penghormatan kepada kemerdekaan). Sangat jelas bahwa Hindu memberi tempat yang sangat terhormat bagi semua kearifan lokal (local genius) dengan segala bentuk dan wujud keanekaragamannya.

Manusia tidak bisa membatasi kebebasan dan kemerdekaan seseorang dalam mengekspresikan bhakti maupun cinta kasihnya kepada Sang Pencipta. Tuhan itu Maha Adil. Tuhan memberi kesempatan yang sama kepada semua manusia untuk memperoleh kemuliaan dan kesempurnaan walaupun dengan cara dan jalan yang berbeda-beda.

Moderasi beragama berarti memberi ruang-ruang bagi segala bentuk perbedaan dalam upaya manusia untuk berbhakti, menyembah, memuliakan dan melayani sebagai wujud ibadah dengan tujuan  mendekati Sang Pemilik Kehidupan. Dengan demikian, moderasi beragama juga berarti mengajak semua orang agar memiliki dan mempraktikkan toleransi demi terwujudnya kerukunan beragama.

Hindu Nusantara yang pada hakikatnya bahwa praktik-praktik ritual Agama Hindu bisa dilaksanakan dengan budaya yang ada di Indonesia seperti Jawa, Bali Sunda, Batak, Dayak dan lainnya. Tentu hal ini sejalan dengan nilai-nilai universal yang dikandungnya. Dengan demikian maka akan menimbulkan penguatan budaya oleh agama dan pengayaan agama oleh budaya.

Terkait dengan hal ini, mari kita baca  Bhagawadgita Bab IV, 11, yaitu: Ye yatha mam prapadyante. Tams tathai va bhajamy aham. Mama vartama nuvartante. Manusyah partha savasah

(Dengan jalan manapun orang-orang mendekati-KU dan dengan jalan itu juga Aku memenuhi keinginan mereka. Melalui banyak jalan manusia mengikuti jalanKU, OH Partha)

Dengan demikian, jelas sekali bahwa ajaran Agama Hindu yang memiliki karakter universal bisa memberi banyak pilihan untuk memperoleh waranugraha atau cinta kasihNYA kepada siapapun yang mendekati Tuhan dengan penyerahan dirinya melalui jalan bhakti menurut cara-caranya sendiri.

Dari gambaran dan uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa Hindu Nusantara adalah sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia dan sekaligus menempatkan budaya nasional pada tempat yang terhormat.

Hindu Nusantara dapat memperkuat budaya dengan nilai-nilai adiluhung yang dimilikinya dan Budaya memperkaya agama itu sendiri. Hindu Nusantara adalah wujud dari moderasi beragama yang bisa menerima keanekaragaman dan meminimalkan benih benih potensi konflik.

Demikian dan semoga bermanfaat. Om Santhi, Shanthi, Shanti OM.

Ida Ketut Ananta, Ketua Harian PHDI Kota Tangsel