Penerus perlawanan rakyat Maluku yang merupakan seorang pejuang perempuan adalah

Penerus perlawanan rakyat Maluku yang merupakan seorang pejuang perempuan adalah

Patung Christina Martha Tiahahu, Ambon. (Warsono/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Jika kita pernah main ke kawasan Blok M, Jakarta Selatan, kita mungkin pernah melihat atau bahkan mengunjungi Taman Martha Tiahahu. Tapi tahukah Anda siapa dia?

Martha Tiahahu adalah panglima peramng perempuan termuda di pasukan Kapitan Pattimura saat perang melawan Belanda. Perempuan bernama lengkap Martha Christina Tiahahu ini sudah jadi panglimang perang di usianya yang baru 17 tahun.

Martha Christina Tiahahu lahir pada tanggal 4 Januari 1800 di Desa Abubu, Nusa Laut, Maluku. Dia merupakan putri sulung dari Kapitan Paulus Tiahahu, salah satu pemimpin tentara rakyat Maluku.

Dengan rambut panjangnya yang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah), ia mendampingi ayahnya angkat senjata untuk mengusir penjajah di Pulau Nusa Laut maupun di Pulau Saparua. Berbekal semangat pantang menyerah dan kabaressi (artinya keberanian dalam bahasa Maluku), perempuan muda itu tegak berdiri di deretan laskar perlawanan terhadap Belanda yang dipimpin Kapitan Pattimura. Sang srikandi muda itu bertekad kuat untuk mengusir para penjajah Belanda dari tanah Maluku.

Di pasukan Pattimura, Martha Tiahahu ikut berperan dalam sejumlah peristiwa penting. Salah satunya dalam pertempuan merebut Benteng Duurstede dari Belanda pada 17 Mei 1817.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Martha Christina Tiahahu, Srikandi dari Tanah Maluku

Martha Tiahahu juga turut berperan dalam pertempuran melawan Belanda di Pulau Saparua. Tepatnya di Desa Ouw, Ullath. Di tengah keganasan pertempuran itu, Martha memberikan kobaran semangat kepada Pasukan Nusa Laut untuk menghancurkan musuh.

Pekikan semangat Martha telah membakar semangat kaum perempuan untuk turut mendampingi kaum laki-laki di medan pertempuran.

Pada pertempuran tersebut, Richemont, seorang pimpinan perang Belanda dapat dibunuh oleh pasukan Martha Tiahahu. Dari segala penjuru pasukan rakyat mengepung. Sorak sorai pasukan bercakalele. Teriakan yang menggigilkan memecah udara dan membuat rambut roma berdiri.

Penerus perlawanan rakyat Maluku yang merupakan seorang pejuang perempuan adalah

Martha Christina Tiahahu (Lutfi Fauziah)


Page 2

Penerus perlawanan rakyat Maluku yang merupakan seorang pejuang perempuan adalah

Patung Christina Martha Tiahahu, Ambon. (Warsono/National Geographic Indonesia)

Keikutsertaan Martha Tiahahu dan laskar perempuan lainnya dalam pertempuran di Maluku ini menunjukkan betapa gigihnya perempuan Malku dan betapa pentingnya peran perempuan dalam perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Selain itu, keikutsertaan Martha Tiahahu juga menunjukkan semangat rakyat Maluku untuk berjuang mengerahkan seluruh kemampuan dan tidak lagi memandang gender dan agama.

Baca Juga: Marie Thomas dan Anna Warouw, Si 'Kembar' Pelopor Dokter Perempuan di Indonesia

Dalam suatu Operasi Pembersihan pada bulan Desember 1817 Martha Christina Tiahahu beserta 39 orang lainnya tertangkap. Dia tidak dihukum mati karena usianya masih sangat belia, yakni hampir 18 tahun.

Martha kemudian dibawa dengan kapal Eversten ke Pulau Jawa untuk dipekerjakan secara paksa di perkebunan kopi. Perjalanan Martha ke Jawa di atas kapal Eversten diwarnai pemberontakan.

Selama di atas kapal itu pula, kondisi kesehatan Martha Christina Tiahahu semakin memburuk, ia menolak makan dan pengobatan. Akhirnya pada tanggal 2 Januari 1818, setelah kapal melewati Tanjung Alang, Martha Christina Tiahahu menghembuskan napasnya yang terakhir.

Jenazah Martha Christina Tiahahu dibuang di Laut Banda. Barulah sekitar 150 tahun kemudian, Martha Christina Tiahahu secara resmi diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969.

Baca Juga: Marie Thomas, Dokter Wanita Indonesia Pertama yang Kini Jarang Dikenal

Kiprah perjuangan Martha Christina Tiahahu tidak hanya diapresiasi dengan didirikannya Taman Martha Tiahahu di kawasan Blok M Jakarta. Di Maluku, pemerintah daerah setempat juga membuat sebuah Taman Monumen untuk didedikasikan bagi sang pejuang wanita Maluku itu.

Penerus perlawanan rakyat Maluku yang merupakan seorang pejuang perempuan adalah

Imaji lanskap Teluk Ambon diambil dari bukit kecil tempat patung Christina Martha Tiahahu, Ambon. (Zika Zakiya)

Dikutip dari laman resmi Indonesia Kaya, monumen itu berada di wilayah Karang Panjang, bagian Kota Ambon yang berbukit-bukit. Hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit saja dari pusat Kota Ambon untuk sampai ke tempat ini dengan kendaraan bermotor. Letak Monumen ini tepat bersebelahan dengan Kantor DPRD Provinsi Maluku.

Karena berada di daerah ketinggian, dari Taman Monumen ini kita dapat melihat pemandangan Kota Ambon beserta lautan lepas yang menjadi latarnya. Biasanya waktu yang tepat untuk menikmati pemandangan ini adalah ketika malam hari, saat lampu-lampu kota sudah menyala dengan begitu indah.

Bagian utama Taman Monumen ini adalah sebuah patung Martha Christina Tiahahu yang cukup besar dan menghadap ke pusat Kota Ambon serta laut lepas. Konon, sangat sulit untuk membuat patung berdiri dengan seimbang. Patung baru dapat berdiri dengan seimbang setelah dihadapkan ke Laut Banda, tempat jenazah Martha Christina Tiahahu disemayamkan di kedalaman laut.

Penerus perlawanan rakyat Maluku yang merupakan seorang pejuang perempuan adalah

Penerus perlawanan rakyat Maluku yang merupakan seorang pejuang perempuan adalah
Lihat Foto

tribunnewswiki.com

Kapitan Pattimura

KOMPAS.com - Kedudukan Belanda di Maluku membawa banyak masalah dan kesengsaraan bagi rakyat Maluku.

Tindakan monopoli perdagangan rempah-rempah yangdilakukan Belanda melalui pelayaran Hongi di Maluku.

Kesengasaraan rakyat Maluku timbul ketika ada kebijakan penyerahan wajin berupa ikan asin, kopi dan hasil laut lainnya kepada Belanda.

Sikap tersebut membakar amarah Thomas Matulessy atau sering disebut Kapitan Pattimura untuk melawan Belanda.

Dalam buku Mengenal Pahlawan Indonesia (2010) oleh Arya Ajisaka, Pattimura yang memiliki nama asli Thomas Matulessy adalah anak dari pasangan Frans Matulessy dan ibunya Fransina Silahoi.

Baca juga: Biografi Mohammad Hatta, Wakil Presiden Indonesia Pertama

Pattimura lahir pada 8 Juni 1783 di Saparua, Maluku, lahir sebagai anak keturunan bangsawan dari Raja Sahulau. Sebuah kerajaan yang berada di Teluk Seram Selatan.

Pattimura memiliki seorang adik laki-laki bernama Yohanis. Pada 1810, kepulauan Maluku diambil alih Belanda oleh Inggris. Pattimura kemudian menerima pelatihan militer dari pasukan Inggris dan mencapai pangkat mayor.

Perjuangan melawan Belanda

Setelah penandatanganan Perjanjian Inggris-Belanda pada 13 Aguistus 1814, kepulauan Maluku kembali di bawah kekuasaan Belanda.

Seluruh rakyat Saparua melakukan perlawanan kepada Belanda untuk mempertahankan daerahnya. Perlawanan tersebut terjadi pada 14 Mei 1817.

Kebanyakan rakyat Maluku memilih Thomas Matulessy sebagai Kapitan Pattimura untuk memimpin pemberontakan tersebut. Sejak saat itu Thomas Matulessy dikenal sebagai Kapitan Pattimura.

Baca juga: Biografi W.R Supratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya

Di bawah pimpinannya, Benteng Duustede berhasil direbut dari tangan Belanda dan semua tentaranya tewas, termasuk Residen Van den Berg.

Berdasarkan buku Kumpulan Pahlawan Indonesia (2012) oleh Mirnawati, Belanda membalas peristiwa itu dengan membawa senjata modern.

Pada tanggal 11 November, Pattimura ditangkap Belanda dan Benteng Duustede kembali dikuasai Belanda.

Dihukum mati

Pada saat dibawa ke Ambon, Belanda membujuk Pattimura untuk bekerja sama, namun dirinya menolak. Hal tersebut menimbulkan kemarahan Belanda dan memutuskan untuk menghukum mati Pattimura.

Sehari sebelum hukuman mati, Belanda masih terus membujuk Pattimura untuk mau bekerja sama dengan Belanda. Namun, tetap ditolak oleh Pattimura.

Baca juga: Biografi Sisingamangaraja XII, Pahlawan dari Sumatera Utara

Akhirnya Pattimura tewa pada 16 Desember 1817 karena hukuman gantung di Benteng Victoria, Ambon.

Keberanian dan keteguhan Pattimura membangkitkan semangat dan menjadi teladan generasi penerus. Pattimura rela mengorbankan nyawanya demi bangsa Indonesia.

Pada tanggal 6 November 1973, berdasarkan SK Presiden No 087/1973 Kapitan Pattimura resmi dinobatkan sebagai Pahlawan Indoensia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.