Pendapat tentang revolusi industri 4.0 brainly

Pada dasarnya, teknologi-teknologi cerdas tersebut dapat membantu industri untuk bekerja lebih efisien dan efektif tanpa harus mengeluarkan budget yang berlebihan, berbeda ketika era terdahulu yang masih menggunakan tenaga kerja dan teknologi yang konvensional.

Pada dasarnya, perubahan seperti revolusi industri, dilakukan untuk memperbaiki ataupun meningkatkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Dalam industri 4.0 terdapat tiga kunci keuntungan, yaitu:

Dengan adanya revolusi industri 4.0, keuntungan yang paling terasa adalah optimasi produksi. Berkembangnya Artificial Intelligence membantu industri menjadi Smart Factory, dimana dalam proses produksi menggunakan alat-alat pintar. Selain mempercepat proses produksi, keberadaan alat-alat tersebut dapat meminimalkan pengeluaran.

Industri 4.0 mendorong kustomisasi untuk menciptakan market yang fleksibel, sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan target market dengan cepat dan lancar. Hal ini akan membantu menutupi celah antara perusahaan dengan calon pelanggan, karena komunikasi akan lebih mudah dilakukan sehingga mempercepat proses penjualan dan pemenuhan kebutuhan.

Tuntuan masyarakat untuk dapat mengikuti perkembangan zaman, akan mendorong kemajuan penelitian diberbagai macam bidang, salah satunya adalah IT atau Teknologi Informasi. Hal tersebut akan mendorong pendidikan untuk memastikan generasi selanjutnya dapat ikut berkompetisi dengan skill­ yang sesuai dengan zamannya.

Kemudahan dan keuntungan yang ada dari revolusi 4.0 tidak menutupi kekurangan-kekurangan yang ada. Ada berbagai tantangan yang harus siap dihadapi perusahaan, berikut adalah contohnya:

Keamanan adalah tantangan terbesar yang harus siap dihadapi industri 4.0. Penggunaan Cloud Computing memiliki resiko terjadinya pelanggaran keamaan atau security breaches dan kebocoran data atau data leaks. Security breaches dan data leaks bisa menyebabkan kerugian, bahkan merusak reputasi.

Adopsi industry 4.0 dapat menyebabkan banyaknya tenaga kerja manusia yang digantikan oleh mesin. Hal ini dapat memicu meningkatnya pengangguran. Maka dari itu diperlukan pendidikan yang dapat menompang generasi selanjutnya untuk dapat memenuhi skill yang dibutuhkan di industri 4.0.

Industri 4.0 sudah jelas adalah kemajuan yang sangat membantu industri untuk dapat mengoptimasi semua kebutuhan produksi sehingga mempermudah perekonomian untuk berkembang. Tidak hanya itu, calon kostumer juga akan merasakan banyakannya variasi sehingga mudah untuk mencari dan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya.

Revolusi industry 4.0 akan membawa banyak kemudahan, tetapi tetap akan ada tantangan-tantangan yang harus siap dihadapi. Selain dari tantangan-tantangan tersebut, secara garis besar industry 4.0 adalah sebuah kemajuan yang revolusioner.

Baca Juga : Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Startup dan Perbedaannya Dibandingkan Bisnis Online

Jakarta -

Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia merupakan seperangkat nilai yang menjadi pandangan hidup [way of life] bagi negara Indonesia. Kondisi itu meniscayakan bahwa fondasi bernegara dan praktik kehidupan berbangsa dan bernegara harus berlandaskan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.

Konsensus cerdas para pendiri negara tersebut berangkat dari sebuah paham kebangsaan yang terbentuk dari kesamaan nasib, sepenanggungan, dan sejarah serta adanya cita bersama untuk menjadi bangsa yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur dalam sebuah negara kesatuan.

Dalam definisi tertentu, Pancasila sebenarnya Indonesia itu sendiri. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan spirit/ruh kebangsaan; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab merupakan watak, karakter, dan kepribadian bangsa; Persatuan Indonesia merupakan ikatan kebangsaan; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan merupakan media/wadah dan alat kebangsaan; dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan tujuan kebangsaan.

Masih Relevan

1 Juni 2019 menjadi penanda bahwa Pancasila sudah berusia 74 tahun. Rentan waktu yang begitu panjang dan dinamika perkembangan masyarakat Indonesia yang signifikan menimbulkan beberapa pertanyaan baru di kalangan petinggi negara, akademisi, dan kita semua. Apakah Pancasila masih relevan dengan kondisi negara dewasa ini? Apakah Pancasila masih mampu menjawab setiap tantangan di era perkembangan teknologi, revolusi industri 4.0? Apakah Pancasila masih bisa menjadi bintang pemandu bagi rakyat Indonesia, khususnya generasi milenial?

Kondisi negara Indonesia sudah sangat jauh berubah dari semenjak awal kemerdekaan. Perkembangan dan perubahan adalah hal yang tidak bisa dihindari sebagai prasyarat untuk mencapai kemajuan dan tujuan kemerdekaan. Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendatangkan manfaat sekaligus dan dampak buruk bagi masyarakat. Kemudahan, kecepatan, dan efektivitas merupakan gambaran umum dampak kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang tidak dikendalikan dan dikontrol akan menghasilkan masalah baru yang dapat menghambat atau merusak suatu negara. Generasi milenial adalah generasi yang sangat familier dengan teknologi karena generasi ini lahir ke dunia di mana segala aspek fisik [manusia dan tempat] mempunyai ekuivalen digital. Di Indonesia populasi generasi milenial mencapai 90 juta jiwa. Itu menandakan kelompok milenial mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan dan kemajuan Indonesia. Ditambah dengan jumlah aktivitas warga negara di dunia maya didominasi oleh anak muda milenial. Generasi milenial menjadi penyokong utama peredaran informasi di dunia virtual.

Pada waktu yang sama ancaman bangsa terus terus berkembang di setiap bidang. Bidang ideologi [ancaman ekstremisme, paham radikal], bidang politik [permasalahan pemilu, pejabat negara yang terjerat korupsi], bidang ekonomi [kesenjangan yang masih tinggi], bidang sosial budaya [pengangguran, kekerasan dalam rumah tangga], bidang pertahanan dan keamanan [terorisme, konflik SARA, ilegal fishing]. Revolusi industri 4.0 juga membawa disruption and bridging generations. Terdapat gap antargenerasi dalam sebuah pola komunikasi sehingga terjadilah disrupsi atau perubahan mendasar terhadap suatu realitas.

Fakta sosiologis di atas seolah menciptakan sebuah ilusi bahwa Pancasila telah gagal menjawab setiap tantangan zaman. Kegagalan mendiagnosis permasalahan yang ada menyebabkan lahirnya ide penyelesaian yang tidak solutif dan memperburuk keadaan. Apabila kita melihat secara komprehensif dan merasakan suasana kebatinan setiap masalah yang ada maka sebenarnya yang terjadi adalah terdapatnya upaya untuk menggantikan atau melunturkan Pancasila sebagai jati diri bangsa dan pegangan dalam kehidupan bernegara. Sehingga internalisasi Pancasila dengan metode yang tepat adalah solusi di tengah krisis nasionalisme yang terjadi saat ini.

Menjawab Problematika
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia merupakan sebuah sistem nilai kebaikan universal yang bisa diterapkan dalam konteks apapun baik pada masa hari ini, besok, dan masa yang akan datang. Itu artinya Pancasila dengan basis filosofinya yang mendalam sebenarnya mampu untuk menjawab setiap problematika yang ada.

Terdapat dua syarat agar Pancasila dapat beroperasi secara optimal dalam masyarakat. Pertama, Pancasila harus terpahami dan terinternalisasi pada setiap individu. Kedua, mampu menggunakan Pancasila sebagai alat penyelesaian masalah.


Pancasila sebagai nilai universal masih sangat relevan dengan generasi hari ini. Pancasila hanya perlu terinternalisasi dengan baik ke setiap generasi yang ada khususnya generasi milenial yang akan menjadi salah satu tokoh pergerakan kemajuan negara yang kita cintai ini.

Nilai-nilai ketuhanan, Indonesia adalah negara religius yang menjadikan nilai-nilai religiusitas sebagai sumber etika dan spiritualitas dalam bersikap tindak termasuk sikap tindak dalam dunia virtual. Menghargai perbedaan agama dan kepercayaan dalam bermedia sosial akan menghantarkan kesedepaan dalam kehidupan beragama. Tidak melontarkan konten penghinaan atau menyudutkan agama dan kepercayaan tertentu membuat kehidupan beragama menjadi tentram dan damai.

Nila-nilai kemanusiaan, memahami dan menghargai hak dan kewajiban setiap orang dalam berselancar di dunia maya adalah salah satu ciri netizen yang humanis. Tidak menyebarkan konten hoax dan provokasi karena hal tersebut merupakan tindakan yang tidak beradab.

Nilai-nilai persatuan, forum-forum dunia maya juga dapat dijadikan media untuk memperkuat semangat nasionalisme. Memprioritaskan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan golongan atau pribadi saat diskusi di forum-forum dunia maya. Selalu menjunjung tinggi bhinneka tunggal ika dalam setiap perbedaan di dalam forum online.

Nilai-nilai musyawarah dalam hikmat kebijaksanaan, berlaku santun terhadap setiap pandangan politik setiap orang dalam dunia maya. Ikut serta menjalankan setiap keputusan yang dihasilkan melalui diskusi online. Menyelesaikan setiap perdebatan di grup online dengan mengedepankan musyawarah.

Nilai-nilai keadilan sosial, setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mengakses informasi dan berkumpul dalam kelompok-kelompok dunia maya dengan tetap menghargai hak asasi manusia setiap orang.

Oleh karena itu, di tengah krisis nasionalisme yang sedang melanda negeri ini, Pancasila adalah cahaya penuntun untuk mengenal kembali jati diri bangsa dan perekat untuk mempersatukan perbedaan. Semoga Tuhan yang Maha Esa merahmati dan mencerahkan hati dan pikiran kita semua.

Mardiyanto, S.H Ketua Umum Human Illumination DKI Jakarta, mahasiswa Magister Hukum Universitas Pancasila, penggiat diskusi Pancasila

[mmu/mmu]

Lambang Garuda Pancasila di Istana Merdeka, Jakarta. ANTARA/Bayu Prasetyo

Jakarta [ANTARA] - Era 4.0 atau juga dikenal dengan era disruptive yang memberi peluang bisnis berkembang cepat dengan memanfaatkan teknologi. Teknologi digunakan untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Misalnya, membeli barang, cukup dengan menggunakan aplikasi di telepon genggam untuk bertransaksi. Barang datang kemudian. Tidak hanya barang, tetapi juga berbagai layanan lainnya. Masyarakat juga diperkenalkan dengan kecerdasan tiruan yang membuat mesin makin pintar. Pada era ini, pola komunikasi juga berubah. Semua orang bisa menyampaikan aspirasinya, berkomunikasi dengan orang yang tak dikenalnya, mengomentari orang lain nan jauh di sana. Era yang memungkinkan teknologi informasi komunikasi dan digitalisasi membuat dunianya sendiri, dunia maya. Dunia yang mampu membuat kerumunan orang berkomunikasi, mampu menjadikan mereka yang jauh menjadi dekat, bahkan sebaliknya menjauhkan mereka yang dekat. Teknologi telah membuat dunia makin "sempit". Informasi di belahan dunia lain hanya dalam tempo detik dapat disebarluaskan. Era yang ditandai dengan banjir informasi.

Baca juga: Menyiapkan guru pada era Revolusi Industri 4.0

Baca juga: Menristek desak virtual reality dikembangkan hadapi era 4.0

Banjir informasi yang terjadi pada era 4.0 ini menjadi tantangan setiap negara. Negara-negara yang tidak memiliki ideologi yang kuat rentan untuk tenggelam. Suriah menjadi bukti nyata kegagalan sebauh negara pada era banjir informasi saat ini. Menyadari situasi tersebut, menjadi tugas penting bagi Indonesia untuk menggemakan kembali Pancasila, demikain dikatakan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah. Menurut dia, pada era teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat saat ini, Indonesia tengah diserbu oleh ideologi-ideologi transnasional. “Boleh dikatakan bangsa Indonesia telah mengalami darurat ideologi transnasional,” katanya di Bali usai menjadi pembicara kunci rapat koordinasi dan sinkronisasi materi dan metode melalui dialektika pembinaan ideologi Pancasila untuk masa depan bangsa bagi ASN. Serbuan ideologi tidak hanya liberalisme Barat yang membawa gaya hidup hedonisme, LGBT, dan narkoba, tetapi juga ideologi berbasis ekstremisme agama yang telah menyerbu dari berbagai penjuru lewat globalisasi berbasis teknologi. Berdasarkan sejumlah survei, penetrasi ideologi asing sudah mengkhawatirkan. Survei Alvara menunjukkan 19,4 persen ASN terpapar radikalisme. Selain itu, pernyataan Ryamizard Ryacudu [ketika itu masih menjadi Menteri Pertahanan] ada sekitar 3 persen TNI aktif yang terpapar radikalisme, survei BNPT yang menyatakan tujuh kampus negeri terpapar radikalisme. Begitu pula, isu LGBT yang terus kencang didengungkan.

Baca juga: BKKBN : LGBT musuh utama pembangunan

Bahkan, selama 13 tahun usai reformasi 1998 atau sampai dengan 2011, negara Indonesia abai terhadap pengarusutamaan Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara seperti kehilangan pijakan pascareformasi 1998. Negara tidak lagi menjadikan bahan ajar Pancasila untuk masyarakatnya. Akibatnya, menurut dia, satu generasi terlupa untuk ditanamkan nilai-nilai Pancasila.. Pancasila kembali diperbincangkan saat Taufik Kiemas yang kala itu sebagai Ketua MPR RI mencetuskan ide empat pilar bernegara pada tahun 2012. Semasa Orde Baru, Pancasila diajarkan secara dogmatis, dan negara adalah penafsir tunggal. Orde Baru menilai Orde Lama telah melakukan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, semangat yang dibawa Orde Baru adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Baca juga: Perubahan tantangan bela negara pada era milenial

Baca juga: Pancasila sebagai perekat keberagaman Indonesia

Orde Baru menciptakan seperangkat regulasi untuk mendoktrinkan Pancasila. Pada tahun 1978, Ketetapan MPR tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila [P4] atau dikenal pula sebutan eka prasetya pancakarsa. Sebagai tafsir atas Pancasila. Negara menyebarluaskan P4 melalui mata ajar di sekolah dan juga penataran P4. Untuk melaksanakan P4, dibentuklah Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila [BP7]. Badan ini dibentuk mulai dari pusat hingga kabupaten/kota. Reformasi 1998 menandai era baru politik di Indonesia. Negara tidak lagi menjadi tafsir tunggal Pancasila. Di sisi lain, pengajaran Pendidikan Moral Pancasila digantikan dengan kewarganegaraan. BP7 dibubarkan melalui Tap MPR No XVIII/MPR/1998, dan tidak dibentuk lembaga negara yang menangani khusus dalam pengajaran Pancasila. Pancasila dimunculkan kembali saat Ketua MPR RI 2009—2014 Taufik Kiemas mencetuskan ide empat pilar bernegara pada tahun 2012, kemudian berganti menjadi empat pilar MPR. Empat pilar berisi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Setelah itu, disusul dengan pembentukan Unit Kerja Presiden [UKP] Pembinaan Ideologi Pancasila [PIP] melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2017. Pada tahun 2018, UKP PIP direvitalisasi menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila [BPIP].

Baca juga: Golkar gelar pendidikan politik mengejawantahkan ideologi Pancasila

Baca juga: Mendagri: ormas tak sesuai Pancasila perlu diluruskan

Era Kolaborasi Plt. Ketua BPIP Hariyono mengatakan bahwa era baru yang ditandai dengan masyarakat yang melek teknologi saat ini adalah eranya kolaborasi. Pemerintah tidak bisa melakukan penagrusutamaan Pancasila sendirian. Seluruh komponen masyarakat juga harus turut serta dalam melaksanakan penanaman nilai-nilai Pancasila. Keluarga juga menjadi inti terpenting dalam upaya menanamkan nilai-nilai Pancasila. Pada era saat ini, keluarga tetap masih memiliki pengaruh terhadap individu. Sementara itu, dengan pola komunikasi yang berubah pada era 4.0 ini, peneliti dari Pusat Studi Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara Indah Pangestu Amaritasari mengusulkan influencer [orang yang berpengaruh] di media sosial dapat dilibatkan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dan memperkuat wawasan kebangsaan kepada generasi milenial.

Baca juga: Peneliti: Penanaman Pancasila dapat libatkan Influencer

Baca juga: Tito: Ideologi hanya bisa di lawan dengan ideologi

Hal ini karena generasi ini familier dengan digitalisasai, penggunaan internet dan dipengaruhi oleh media-media sosial, kata wanita yang juga aktif di Yayasan Pingo Indonesia. Indah menyampaikan bahwa dalam hal penguatan wawasan kebangsaan, penanaman nilai-nilai Pancasila, peran pemerintah sangat penting, apalagi untuk melawan penyebaran paham ekstremisme. Tentunya dukungan masyarakat juga sangat vital dalam berkolaborasi membangun strategi dan melaksanakannya bersama dalam mengantisipasi ideologi ekstremisme berbasis kekerasan yang mungkin mengarah pada terorisme.Editor: D.Dj. Kliwantoro

COPYRIGHT © ANTARA 2019

Video yang berhubungan