Undang-undang (UU) No. 33 Tahun 2014 Show Jaminan Produk Halal
KontakSekretariat Website JDIH BPK RI Ditama Binbangkum - BPK RI Jalan Gatot Subroto 31 Jakarta Pusat 10210Telp (021) 25549000 ext. 1521
Amanat UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dilaksanakan mulai tanggal 17 Oktober 2019, Jaminan Produk Halal akan mulai diselenggarakan oleh pemerintah melalui BPJPH Kementerian Agama. Hal ini sesuai dengan amanat UU 33 Tahun 2014 tentang JPH. Pemberlakukan kewajiban sertifikasi halal mulai 17 Oktober 2019 dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, kewajiban ini akan diberlakukan terlebih dahulu kepada produk makanan dan minuman, serta produk jasa yang terkait dengan keduanya. Prosesnya sertifikasi akan berlangsung dari 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024. Tahap kedua, kewajiban sertifikasi akan diberlakukan untuk selain produk makanan dan minuman.Tahap kedua ini dimulai 17 Oktober 2021 dalam rentang waktu yang berbeda. Ada yang 7 tahun, 10 tahun, ada juga 15 tahun. BPJPH adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. BPJPH Kementerian Agama dibentuk tahun 2017 dan akan menggarap Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Halal (PLSH). BPJPH sedang mengembangkan sistem informasi halal atau (SIHalal). Pengajuan sertifikasi halal dari berbagai daerah bisa dilakukan secara online dan terkoneksi dengan pelaku kepentingan lain. Permohonan sertifikat halal harus dilengkapi dengan dokumen: data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, proses pengolahan produk. Permohonan sertifikat halal juga disertai dengan dokumen sistem jaminan halal. Pelaku usaha selanjutnya memilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sesuai dengan pilihan yang sudah disediakan. LPH saat ini ada LPPOM-MUI, maka pilihan pelaku usaha otomatis adalah LPPOM MUI pusat dan propinsi. Tahap selanjutnya, BPJPH melakukan verifikasi dokumen hasil pemeriksaan LPH. Hasil verifikasi itu kemudian BPJPH sampaikan kepada MUI untuk dilakukan penetapan kehalalan produk. MUI menetapkan kehalalan produk dalam Sidang Fatwa Halal. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ada untuk menjamin kepastian hukum tentang penjaminan produk halal. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014. UU 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh Menkumham Amir Syamsudin, di Jakarta. UU 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295. Penjelasan Atas UU 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal diundangkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal didalamnya mengatur tentang:
Pertimbangan pengesahan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah:
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan Produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. Jaminan mengenai Produk Halal hendaknya dilakukan sesuai dengan asas pelindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektivitas dan efisiensi, serta profesionalitas. Oleh karena itu, jaminan penyelenggaraan Produk Halal bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk, serta meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual Produk Halal. Tujuan tersebut menjadi penting mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, obat-obatan, dan kosmetik berkembang sangat pesat. Hal itu berpengaruh secara nyata pada pergeseran pengolahan dan pemanfaatan bahan baku untuk makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, serta Produk lainnya dari yang semula bersifat sederhana dan alamiah menjadi pengolahan dan pemanfaatan bahan baku hasil rekayasa ilmu pengetahuan. Pengolahan produk dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan percampuran antara yang halal dan yang haram baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu, untuk mengetahui kehalalan dan kesucian suatu Produk, diperlukan suatu kajian khusus yang membutuhkan pengetahuan multidisiplin, seperti pengetahuan di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, dan pemahaman tentang syariat. Berkaitan dengan itu, dalam realitasnya banyak Produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya. Sementara itu, berbagai peraturan perundang-undangan yang memiliki keterkaitan dengan pengaturan Produk Halal belum memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi masyarakat muslim. Oleh karena itu, pengaturan mengenai JPH perlu diatur dalam satu undang-undang yang secara komprehensif mencakup Produk yang meliputi barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, dan produk rekayasa genetik serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Pokok-pokok pengaturan dalam Undang-Undang ini antara lain adalah sebagai berikut.
Berikut isi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (bukan format asli): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Penyelenggaraan JPH berasaskan:
Pasal 3Penyelenggaraan JPH bertujuan:
Pasal 4Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH berwenang:
Pasal 7Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BPJPH bekerja sama dengan:
Pasal 8Kerja sama BPJPH dengan kementerian dan/atau lembaga terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian dan/atau lembaga terkait. Pasal 9Kerja sama BPJPH dengan LPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan untuk pemeriksaan dan/atau pengujian Produk. Pasal 10
Pasal 11Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Auditor Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 bertugas:
Pasal 16Ketentuan lebih lanjut mengenai LPH diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pelaku Usaha berhak memperoleh:
Pasal 24Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal wajib:
Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib:
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) diterbitkan oleh BPJPH paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak keputusan kehalalan Produk diterima dari MUI. Pasal 36Penerbitan Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 wajib dipublikasikan oleh BPJPH. Bagian KeenamLabel HalalPasal 37BPJPH menetapkan bentuk Label Halal yang berlaku nasional. Pasal 38Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib mencantumkan Label Halal pada:
Pasal 39Pencantuman Label Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak. Pasal 40Ketentuan lebih lanjut mengenai Label Halal diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 41
Bagian KetujuhPembaruan Sertifikat HalalPasal 42
Pasal 43Setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan proses JPH wajib menjaga kerahasiaan formula yang tercantum dalam informasi yang diserahkan oleh Pelaku Usaha. Bagian KedelapanPembiayaanPasal 44
Pasal 45
BPJPH melakukan pengawasan terhadap JPH. Pasal 50Pengawasan JPH dilakukan terhadap:
Pasal 51
Pasal 52Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VIIIPERAN SERTA MASYARAKATPasal 53
Pasal 54BPJPH dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berperan serta dalam penyelenggaraan JPH. Pasal 55Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan diatur dalam Peraturan Menteri. BAB IXKETENTUAN PIDANAPasal 56Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 57Setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan proses JPH yang tidak menjaga kerahasiaan formula yang tercantum dalam informasi yang diserahkan Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). BAB XKETENTUAN PERALIHANPasal 58Sertifikat Halal yang telah ditetapkan oleh MUI sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu Sertifikat Halal tersebut berakhir. Pasal 59Sebelum BPJPH dibentuk, pengajuan permohonan atau perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan tata cara memperoleh Sertifikat Halal yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 60MUI tetap menjalankan tugasnya di bidang Sertifikasi Halal sampai dengan BPJPH dibentuk. Pasal 61LPH yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku diakui sebagai LPH dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 13 paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak BPJPH dibentuk. Pasal 62Auditor halal yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku diakui sebagai Auditor Halal dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 14 dan Pasal 15 paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangkan. Pasal 63Penyelia Halal perusahaan yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku diakui sebagai Penyelia Halal dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 28 paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. BAB XIKETENTUAN PENUTUPPasal 64BPJPH harus dibentuk paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 65Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 66Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai JPH dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 67
Pasal 68Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal |