Menurut bacaan tersebut bagaimana sifat atau ciri perkawinan kristiani

Pendidikan Agama Katolik Budi Pekerti 119 b. Setelah membaca cerita di atas, cobalah masing-masing merumuskan satu pertanyaan untuk menggali berbagai hal yang dapat diungkap dari cerita itu. c. Carilah satu teman sebagai teman berdialog, dan lakukan dialog mengenai pertanyaan kalian itu dengan teman tersebut. d. Perkuatlah hasil dialog kalian dengan melakukan wawancara pada guru yang sudah menikah atau dapat juga dengan melakukan browsing internet. e. Bagikanlah hasilnya pada teman yang lain secara lisan.

2. Memahami Ajaran Gereja tentang Makna Perkawinan

Dalam Gereja Katolik dasar perkawinan adalah cinta, di antara dua orang laki-laki dan perempuan yang mengikat janji dalam sebuah perkawinan. Gereja Katolik memandang dan memahami bahwa hidup berkeluarga itu sungguh suci dan bernilai luhur, karena keluarga merupakan persekutuan hidup dan kasih suami istri yang mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta, dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya, dan dibangun oleh janji pernikahan atau persetujuan pribadi yang tidak dapat ditarik kembali. tetapi mereka saat ini ingin sama-sama saling mengenal lebih dalam sehingga ketika nantinya mereka memutuskan untuk menikah, mereka menikah karena cinta bukan karena usia ataupun karena harta. Akhirnya orang tua Ani menyerahkan semua itu kepada Ani. Setelah beberapa bulan mereka saling mengenal lebih dalam, akhirnya mereka berani memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka dalam jenjang perkawinan. Karena keduanya dari keluarga Katolik, maka mereka berusaha mengurus persiapan perkawinan mereka di Gereja. Akhirnya mereka menerima Sakramen Perkawinan di Gereja dan menjadi suami istri yang sah. Ya perkawinan mereka terjadi karena cinta bukan karena usia ataupun karena harta. Oleh Atrik 120 Kelas IX SMP a. Buatlah kelasmu menjadi 3 kelompok dan masing-masing kelompok membaca dan mendalami satu bacaan berikut ini. Pertanyaan pendalaman: 1 Apa makna persatuan laki-laki dan perempuan dalam perkawinan menurut bacaan di atas? 2 Apa tujuan diciptakannya Adam dan Hawa menurut bacaan di atas? 3 Apa tujuan dari perkawinan menurut bacaan di atas? Bacaan dan pertanyaan untuk kelompok I Kej 2: 18-25 7XKDQOODKEHU¿UPDQ³7LGDNEDLNNDODXPDQXVLDLWXVHRUDQJ diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu untuk seterusnya. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki”. Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu. Pendidikan Agama Katolik Budi Pekerti 121 Pertanyaan pendalaman: 1 Apa makna perkawinan menurut bacaan Kitab Suci di atas? 2 Bagaimana ciri sifat perkawinan yang baik menurut bacaan di atas? 3 Apa tujuan dari perkawinan? Bacaan dan pertanyaan pendalaman untuk kelompok II Mrk 10: 1-9 Dari situ Yesus berangkat ke daerah Sungai Yudea dan ke daerah seberang Sungai Yordan dan di situ pun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula. Maka datanglah orang-orang farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?” Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Bacaan dan pertanyaan pendalaman untuk kelompok III Ef 5: 22-33 Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya 122 Kelas IX SMP Pertanyaan pendalaman: 1 Jelaskan makna perkawinan sebagai sakramen menurut bacaan di atas 2 Bagaimana hendaknya suami istri bersikap agar perkawinan tetap utuh dan saling setia satu sama lain? 3 Apa tujuan dari perkawinan? b. Setelah selesai, sampaikanlah hasil kelompok kepada teman- teman yang lain dengan melakukan presentasi di depan kelas. Mintalah tanggapan dari kelompok lain terhadap hasil kelompokmu itu.

3. Refleksi

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perceraian Agama Katolik (2) yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 1 Maret 2011.

Perkawinan Katolik

Kami turut prihatin atas kondisi rumah tangga yang Anda alami. Akan tetapi patut diperhatikan, sebenarnya dalam ajaran agama Katolik tidak dikenal adanya perceraian.

Untuk itu, mengenai cara mengurus surat perceraian yang Anda tanyakan, Romo Giovanni Mahendra Christi, MSF menegaskan bahwa dalam Kitab Hukum Kanonik yang mengikat bagi umat Katolik, tidak dikenal adanya perceraian.

Romo Giovanni juga menjelaskan, bagi Anda yang telah melangsungkan pernikahan sah secara Katolik dan kemudian memutuskan untuk berpisah dengan kesepakatan bersama pasangannya, dalam kacamata Gereja Katolik tidak ada perpisahan. Atau dengan kata lain, persatuan pernikahan tetaplah ada.

Dalam Injil Matius 19:6 TB pun ditegaskan sebagai berikut:

Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.

Lebih lanjut, Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici) Edisi Resmi Bahasa Indonesia yang kami kutip dari laman Gereja Katolik Keuskupan Surabaya menyatakan:

Kan. 1055 - § 1. Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.

Kan. 1141 - Perkawinan ratum dan consummatum tidak dapat diputus oleh kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apapun, selain oleh kematian.

Keuskupan Agung Jakarta melalui Hukum Gereja Mengenai Pernikahan Katolik juga turut menegaskan bahwa perkawinan Katolik itu pada dasarnya berciri satu untuk selamanya dan tak terceraikan, bersifat monogam dan indissolubile.

Monogam berarti satu laki-laki dengan satu perempuan, sedangkan indissolubile berarti setelah terjadi perkawinan antara orang-orang yang dibaptis (ratum) secara sah dan disempurnakan dengan persetubuhan, maka perkawinan menjadi tak terceraikan, kecuali oleh kematian.

Dikutip dari Perkawinan Katolik Hakekat dan Tujuannya oleh Paroki Blok B Gereja Santo Yohanes, hakikat perkawinan adapah consortium totius vitae, artinya senasib-sepenanggungan dalam seluruh aspek hidup. Gagasan ini dinyatakan pada waktu mempelai memberikan janji, yaitu mau setia dalam suka dan duka. Ungkapan ini sangat sederhana, namun begitu kaya dan tidak selalu mudah untuk mewujudkannya.

Sementara itu, dalam hukum positif Indonesia, arti perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) yaitu:

ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Perselingkuhan tanpa Persetubuhan, Dapatkah Dipidana?, ikatan lahir terkait hubungan biologis, yaitu ikatan badaniah. Artinya suami dan istri hanya dapat melakukan hubungan biologis di antara mereka berdua saja.

Kemudian, ikatan batin adalah suatu ikatan yang datang dari lubuk hati seseorang, lubuk hati yang suci sesuai dengan ajaran agama masing-masing, baik suami dan istri bertekad membentuk mahligai rumah tangga, dalam keadaan suka maupun duka.

Selain itu, dikenal pula ikatan hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban secara hukum melekat pada suami dan istri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di sisi lain, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Jadi suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil.[1] Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.[2]

Oleh karena itu, kami meluruskan pertanyaan Anda terkait surat perceraian dalam agama Katolik, bahwa menurut Kitab Hukum Kanonik tidak ada perceraian.

Kemudian Romo Giovanni mencontohkan, dalam hal Anda telah berpindah agama, dan misalnya hendak menikah kembali dengan umat Katolik, hal ini tidak bisa dilakukan. Namun perlu digarisbawahi, meskipun Anda telah berpindah agama, baptis yang telah Anda lakukan tetap berlaku seumur hidup. Sebab meterai baptis tidak akan pernah hilang sampai mati.

Hak Asuh

Selanjutnya, menjawab pertanyaan kedua mengenai hak asuh, Anda dapat merujuk Pasal 41 UU Perkawinan yang berbunyi:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

  1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;

  2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

  3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Namun, sekali lagi, yang perlu Anda garisbawahi adalah bahwasanya putusnya perkawinan di sini dilakukan berdasarkan ketentuan hukum sipil menurut peraturan perundang-undangan, dan bukan merupakan surat perceraian dalam agama Katolik sebagaimana Anda tanyakan.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Terima kasih.

Dasar Hukum:

Referensi:

Catatan:

Kami telah melakukan wawancara dengan Romo Giovanni Mahendra Christi, MSF via telepon pada Kamis, 4 Februari 2021 pukul 15.59 WIB.

[1] Angka 4 huruf a Penjelasan Umum UU Perkawinan

[2] Pasal 33 UU Perkawinan