Mengapa penggunaan pestisida termasuk salah satu bahaya perkembangan pengetahuan biologi brainly

Mengapa penggunaan pestisida termasuk salah satu bahaya perkembangan pengetahuan biologi brainly

Ana Khoiriyah (171510701006)
Penulis adalah mahasiswa Program Studi Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember

Saat ini beberapa petani Indonesia sedang gencar-gencarnya menggunakan pestisida kimia. Sesuai dengan pengertianya, pestisida kimia merupakan bahan kimia sintetik yang digunakan oleh petani untuk mengendalikan OPT. Pestisida menjadi perisai andalan petani untuk mengendalikan OPT. Selain diaplikasikan di lahan , pestisida juga dapat digunakan di rumah seperti racun tikus, kutu, nyamuk, kecoa dan masih banyak lagi. Disamping efektif untuk mengendalikan OPT, pestisida juga dapat menjadi racun bagi organisme lain termasuk juga manusia. Oleh karena itu, budaya pertanian yang sehat harus dibangun mulai saat ini, seperti prosedur penggunaan, penyimpanan, hingga prosedur pembuanganya harus diperhatikan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 mengenai Sistem Pertanian Berkelanjutan yang berbunyi “Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan sebagai bagian dari pertanian pada hakikatnya adalah pengelolaan sumber daya alam hayati dalam memproduksi komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik dan berkesinambungan dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup”. Pada prinsipnya, Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan bertujuan agar manfaat pertanian dapat dinikmati dalam waktu yang lama atau jangka panjang. Beberapa hal yang mendukung untuk mewujudkan Sistem Pertanian Berkelanjutan adalah menjaga kelestarian lingkungan supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Masa Lalu Buram Petani

Bagi beberapa petani penggunaan pestisida dirasa menguntungkan, yaitu dapat mengendalikan OPT dengan cepat dan pengaplikasianya juga mudah. Selain itu, pestisida juga dapat menekan kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT pengganggu. Petani dan pestisida merupakan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Hasil produksi pertanian yang melimpah adalah harapan para petani, dan pestisida dijadikan sebagai bahan kimia yang dimanfaatkan sebagai pemberantas OPT. Petani yang mengendalikan OPT dengan penggunaan pestisida seolah-olah merawat padahal menyayat, karena bagi petani mereka sudah melakukan perawatan yang paling baik untuk tanamanya tetapi disisi lain justru menyayat lingkungan yang semakin lama semakin tercemar akibat penggunaan pestisida yang berlebihan.

Tingkat pengetahuan beberapa petani terhadap penggunaan pestisida yang menjadikan petani kurang bijaksana melakukan pengendalian OPT. Seperti pada studi kasus di Desa Curut Kabupaten Grobogan, penggunaan pestisida boleh dicampur tanpa memperhatikan komposisi serta jenis pestisida, hal ini sebanyak 54 petani menyatakan 61,1% meyatakan benar; 40,7% tidak perlu membaca label pada kemasan; 64,8% petani mencampur pestisida berdasarkan petunjuk sesama petani; 79,6% petani melakukan pencampuran di dekat sumber air; 85,2% penyemprotan pestisida sesuai dengan kebiasaan tanpa melihat arah angin; setelah melakukan penyemprotan 83,3% petani tidak membersihkan alat semprot dengan alasan alat masih digunakan untuk menyempot.

Dampak negatif penggunaan pestisida tidak menyurutkan sebagian petani untuk mengurangi penggunaan pestisida, hal ini tidak sepenuhnya salah petani hanya saja kurangnya informasi mengenai pertanian yang didapatkan oleh para petani sehingga petani kurang bijaksana dalam melakukan pengendalian. Menurut salah satu Filsuf, kerja seorang guru tidak ubah seperti kerja seorang petani yang senantiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di celah-celah tanamanya. Mirisnya, pernahkan kita berterimakasih kepada petani penanam benih? Keramahan yang putih, ketulusan yang tak pernah menagih.

Saat ini masyarakat banyak yang mulai kembali untuk melakukan pola hidup sehat seperti yang dilakukan nenek moyang dahulu. Keadaan masyarakat seperti ini dapat dikatakan sebagai “Back to Nature” yang mana masyarakat kembali melakukan pola hidup sehat dari alam dan mulai mengerti dampak dari pola hidup modern yang dianggap kurang sehat. Hal ini menjadikan petani harus lebih gencar dalam melakukan pengelolaan pertanian, seperti pertanian organik, karena pada pertanian organik hasil produksinya terbebas dari zat kimia baik itu berupa pestisida, hormon, maupun pupuk kimia. Budaya beberapa petani dalam menggunakan pestisida kimia dengan tidak bijaksana akan menghasilkan pangan yang dapat meninggalkan residu sehingga akan meracuni tubuh konsumen, bahkan sayuran yang dulu dianggap sebagai makanan yang menyehatkan sekarang juga diwaspadai karena penggunaan pestisida yang berlebihan.

Waktunya Petani Move On!

Peningkatan pengetahuan beberapa petani yang kurang dalam penggunaan pestisida sebaiknya dapat dimulai dari sekarang. Peningkatan pengetahuan untuk para petani dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan masyarakat. Petani akan menyadari bahwa penggunaan pestisida yang berlenihan akan menimbulkan bahaya yang mengancam lingkungan bahkan manusia. Jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang, paparan pestisida beresiko menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia.

Pengetahuan petani terhadap penyimpanan pestisida jauh dari jangkauan anak-anak sudah benar 100% dan sebagian besar petani sudah mengetahui dalam menggunakan alat pelindung diri ketika mengaplikasikan pestisida di lahan, tetapi pengetahuan yang baik belum tentu praktiknya baik, tetapi pada kenyataanya di lapang beberapa petani tidak menggunakan alat pelindung diri untuk keselamatan dirinya. Dalam metode yang tepat seperti pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan petani, selain itu juga perlu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pada pencemaran udara dengan menggalakan peran partisipasi dan dukungan secara penuh dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), praktisi serta pengguna. Para petani harus berperan aktif untuk belajar bersama hingga menemukan sendiri permasalahan yang dihadapi serta dapat memecahkan hingga menyelesaikan masalahnya.

Hidup ­­­Petani ku!

Kendati pestisida efektif untuk mengendalikan hama, ada bahaya di balik penggunaan zat kimia ini pada manusia. Masalah kesehatan yang disebabkan oleh paparan pestisida bisa berupa gangguan reproduksi hingga penyakit kanker.

Selain digunakan di sawah atau ladang untuk membasmi hama pertanian, pestisida juga ada di sejumlah produk rumah tangga, seperti racun yang digunakan untuk membasmi tikus, kecoa, nyamuk, atau kutu hewan peliharaan.

Anda bisa terpapar pestisida melalui tiga cara, yakni kontak pestisida langsung ke kulit atau jika menghirup udara dan mengosumsi makanan yang tercemar zat ini.

Pestisida yang masuk ke tubuh dapat merusak sel dan mengganggu fungsi organ. Jika terjadi secara terus-menerus, paparan pestisida berisiko menimbulkan beberapa masalah kesehatan bagi manusia, seperti:

Pestisida dapat meneyebabkan gangguan reproduksi, baik pada pria maupun wanita. Pada pria, pestisida dapat menyebabkan gangguan hormon yang kemudian bisa mengakibatkan penurunan produksi sperma.

Sementara itu, wanita yang sering terpapar pestisida berisiko mengalami gangguan kesuburan dan melahirkan secara prematur.

Pestisida mengandung bahan kimia yang dapat merusak sistem saraf. Oleh karena itu, ibu hamil disarankan untuk menghindari paparan pestisida, terutama pada trimester pertama kehamilan.

Pasalnya, pada 3 bulan pertama kehamilan, sistem saraf janin sedang berkembang pesat. Bila ibu hamil terpapar pestisida pada masa ini, risiko terjadinya komplikasi kehamilan, cacat pada janin, dan keguguran bisa meningkat.

Penelitian menunjukkan bahwa pestisida diduga mampu meningkatkan risiko seseorang menderita penyakit Parkinson, terutama bila paparannya tinggi dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini disebabkan oleh racun di dalam pestisida yang dapat merusak saraf tubuh.

Ini juga merupakan bahaya pestisida lainnya. Bahan kimia pada pestisida diduga dapat meningkatkan produksi hormon testosteron yang dapat menyebabkan pubertas dini pada anak laki-laki.

Telah banyak penelitian yang mengaitkan paparan pestisida dalam jangka panjang dengan kemunculan kanker, seperti kanker ginjal, kulit, otak, limfoma, payudara, prostat, hati, paru-paru, dan leukimia. Para pekerja pertanian adalah yang paling rentan terhadap risiko ini.

Untuk menghindari bahaya pestisida terhadap kesehatan, Anda bisa melakukan beberapa cara, seperti:

Bila Anda masih memiliki pertanyaan terkait bahaya pestisida dan bagaimana cara terbaik untuk menghindarinya, atau bila Anda merasa mengalami gangguan kesehatan setelah sebelumnya terpapar pestisida, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter.

Selama ini, kita mengetahui bahwa pestisida sangat berguna dalam membantu petani merawat pertaniannya. Pestisida dapat mencegah lahan pertanian dari serangan hama. Hal ini berarti jika para petani menggunakan pestisida, hasil pertaniannya akan meningkat dan akan membuat hidup para petani menjadi semakin sejahtera. Pada umumnya pestisida digunakan di hampir setiap lahan pertanian. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.

PERATURAN PEMERINTAH NO. 7 TAHUN 1973

     Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa:

Tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin penggunaannya.

Hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan.

Pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu.

Tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang dimaksud dalam surat Keputusan Menteri Pertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.

  Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

Memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil   pertanian.

Memberantas gulma.

Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan.

Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk.

Memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan.

Memberantas atau mencegah hama air.

Memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga.

Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target  termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya.

Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.

Kecelakaan  akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan.  Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi  luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja  dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.

Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan  dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang  waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), danteratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).

Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat  masuk ke dalam  jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi  pestisida sintesis.

Selain  keracunan langsung,  dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi  akibat sisa racun (residu)  pestisida  yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut.  Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen.

Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan  dalam jaringan tubuh  bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat  tubuh sekaligus cacat mental.

Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena residu pestisida yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an  masih diterima pasar luar negeri. Tetapi  kurun waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ditolak konsumen luar negeri,  dengan alasan kandungan residu pestisida yang  tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang batas.

 Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian.  Namun pada kenyatannya,  belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000 dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu bersaing dan tersisih serta terpuruk di pasar global.

Sumber :

1 http://www.ayocintabumi.110mb.com/alternatif.html

2.http://biotis.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=82:apa-itu-pastisida&catid=14:berita

3. http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/dampak-negatif-penggunaan-pestisida/