Mengapa menyanyi dengan musik akan lebih menarik jika dibandingkan menyanyi tanpa iringan musik

Bernyanyi atau bersenandung adalah suatu tindakan vokal (aspek perbuatan Fisik) untuk menghasilkan hal musikal dengan menggunakan suara dan juga menambah pidato reguler, tentunya ditambah dengan menambahkan nada suara yang berkelanjutan dalam penggunaanya serta irama dan berbagai teknik vokal lainnya. Seseorang yang menyanyi disebut penyanyi atau vokalis (dalam jazz dan musik populer). Penyanyi menampilkan musik (arias, resital, dan masih banyak yang lain) yang dapat dinyanyikan dengan maupun tanpa iringan alat musik. Bernyanyi sering dilakukan dalam ansambel musisi, seperti paduan suara penyanyi atau sekelompok instrumentalis. Penyanyi dapat tampil sebagai Solois (Penyanyi Tunggal) atau diiringi oleh apa pun dari instrumen tunggal (seperti dalam lagu seni / yang bergenre musik jazz) sampai ke orkestra simfoni atau band besar. Ada beberapa jenis dalam mengapresiasi teknik bernyanyi yang tertuang dalam aliran gaya. Gaya nyanyi yang berbeda termasuk musik seni seperti opera dan gaya musik religius (misalnya yang bertema Penginjilan, atau Ketuhanan, atau Ibadah Shalat, dll). Gaya musik tradisional, musik dunia, jazz, blues, ghazal dan gaya musik populer seperti pop, rock, musik dansa elektronik dan latar suara dalam film (misalnya lagu-lagu yang diperdengarkan sebagai Musik Latar di film India).

Bernyanyi bisa secara formal maupun secara tidak formal (informal), dan tentu saja bisa diatur atau diimprovisasi. Aktivitas ini dapat dilakukan sebagai sekedar hobi, bentuk pengabdian agama, sebagai sumber kesenangan, kenyamanan atau bahkan ritual, sebagai bagian dari pendidikan musik atau sebagai profesi. Keunggulan dalam menyanyi membutuhkan waktu, dedikasi, intruksi khusus, dan pastinya latihan teratur. Jika latihan dilakukan secara teratur maka suara dapat menjadi lebih kuat dan jelas.[1]

  • Menurut "'Profesor Graham Welch, Direktur Penelitian Pendidikan, Universitas Surrey, Roehampton, Inggris:

"Bernyanyi mampu melepaskan endorfin ke dalam sistem Anda dan membuat Anda merasa bersemangat dan terangkat. Orang yang menyanyi lebih sehat daripada orang yang tidak. Bernyanyi memberi latihan paru-paru, Bernyanyi nada otot perut dan interkostal dan juga diafragma, dan akan merangsang Sirkulasi darah. Bernyanyi membuat kita bernapas lebih dalam daripada banyak bentuk olahraga berat, maka tubuh orang yang bernyanyi akan mengambil lebih banyak oksigen, sehingga bisa meningkatkan kapasitas aerobik dan mengalami pelepasan ketegangan otot juga".

  • Graham Welch, direktur pendidikan musik tingkat lanjut di Institut Roehampton, London. menyatakan:

“Bernyanyi melatih pita suara dan membuat mereka awet muda, bahkan di usia tua. Semakin sedikit usia Anda yang rusak, suara Anda akan semakin terasa, dan tampak lebih muda. ”Ia mengatakan bahwa ketika Anda menyanyikan lagu, dada Anda melebar dan punggung serta bahu Anda tegak, sehingga memperbaiki postur tubuh Anda. Bernyanyi mengangkat suasana hati dan membersihkan kehampaan hati dengan mengalihkan pikiran Anda dari segala macam tekanan dihari itu juga, serta melepaskan endorfin yang menghilangkan rasa sakit. Saat Anda bernyanyi bersama, profesor menambahkan, sirkulasi darah Anda juga meningkat, yang pada akhirnya akan dengan cepar mengoksigenasi sel-sel dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk menangkal infeksi kecil. Dan "ini memberikan beberapa latihan aerobik untuk orang tua atau cacat," kata Welch. Sebuah penelitian di Jerman baru-baru ini menunjukkan bahwa nyanyian kelompok amatir yang aktif dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam produksi protein yang dianggap sebagai garis pertahanan pertama melawan infeksi pernapasan (Gangguan bernafas), dan juga mengarah pada perubahan emosi positif. “Mengingat bahwa setiap manusia, pada prinsipnya, mampu mengembangkan keterampilan vokal yang cukup untuk berpartisipasi dalam paduan suara untuk seumur hidup, bernyanyi kelompok yang aktif mungkin merupakan jalan bebas risiko, ekonomis, mudah diakses, dan kuat untuk meningkatkan fisiologis dan psikologis kesejahteraan".[2]

Penyanyi profesional biasanya membangun karier mereka di sekitar satu genre musik tertentu, seperti musik klasik atau mungkin musik rock (rok), meskipun ada penyanyi dengan kesuksesan crossover (Musisi yang bernyanyi di bermacam-macam genre/lebih dari satu genre). Penyanyi profesional biasanya mengikuti pelatihan suara yang disediakan oleh guru suara atau pelatih vokal sepanjang karier mereka.[3][4]

Didalam Agama Islam (Muslim) bernyanyi termasuk suatu hal yang dilarang keras dan Berkebalikan dari Ajaran Agama Katolik dan juga Yahudi yang melakukan Aktivitas bernyanyi didalam Gereja sebagai bentuk Doa, meski dalam agama Islam ini jelas dilarang, namun begitu Bernyanyi tetap diperbolehkan terutama disaat-saat yang Khusus, misalnya: Parade, Hari Perayaan, Festival, Acara Pernikahan, Acara Bersyukuran.[5]

  1. ^ "Singing | music". Encyclopedia Britannica. 
  2. ^ "Singing is good for you! Singing is fun! | Twin City Harmonizers". twincityharmonizers.com. 
  3. ^ "DINAMIKA PEAK EXPERIENCE PADA PENYANYI PROFESIONAL". etd.repository.ugm.ac.id. 
  4. ^ "10 Penyanyi Profesional Ini Sering Nyanyi di Kondangan". suara.com. 
  5. ^ "Saatnya Meninggalkan Musik". 16 Jul 2009. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bernyanyi&oldid=20703340"

KEMAMPUAN BERNYANYI TANPA IRINGAN MUSIK STUDI KASUS SISWA SEKOLAH WATTONGLONGMITTRAP 198 SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Seni Musik oleh Nama : Purniawan Wibisono NIM : 2501414078 Program Studi : Pendidikan Seni Musik Jurusan : Sendratasik FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020

MOTO DAN PERSEMBAHAN Moto: Marry Anne Radmacher Memilihlah dengan tanpa penyesalan Persembahan: 1. Orang tuaku, Ibu Yatini dan Bapak Sugianto, dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberi kasih sayang, doa, restu, serta semangat. 2. Sahabat-sahabatku, Keluarga Besar Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand, Keluarga sendratasik yang telah membantu proses dalam penyusunan skripsi ini, baik bantuan secara langsung ataupun moral. 3. Teman-teman Pendidikan Seni Musik 2014. 4. Almamaterku. v

PRAKATA Alhamdulillah, ungkapan syukur peneliti sampaikan kepada Allah Yang Mahakuasa yang telah memberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kemampuan Siswa Menyanyikan Lagu Kebangsaan Tanpa Iringan Musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dengan baik. Ungkapan terimakasih disampaikan khusus kepada Bapak Dr. Udi Utomo, M.Si. dan Bapak Drs. Suharto, S.Pd, M.Hum yang selalu memberikan bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan skripsi. Peneliti juga menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak berikut ini. 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan studi di Universitas Negeri Semarang. 2. Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian. 3. Dr. Udi Utomo, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang sekaligus sebagai pembimbing I yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Dr. Suharto, S.Pd, M.Hum., pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk dengan sabar dan bijaksana serta memberikan motivasi sejak awal hingga akhir penelitian. 5. Drs. Syahrul Syah Sinaga, M.Hum., Dosen Wali yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan Sendratasik yang telah memberikan ilmunya kepada peneliti. vi

7. Mr. Chavalit Khongkhanaeramit Kepala Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand yang telah memberikan izin penelitian. 8. Mrs. Kornkanok Bilmun guru kelas di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand yang telah membantu peneliti dalam proses pengambilan data di tempat penelitian. 9. Dejavato dan VSA Thailand host program International Internship. 10. Teman-teman program International Internship dalam membantu proses penelitian. 11. Siswa Sekolah Wat Thung Lung Mittraphap 198 Hatyai, Thailand. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat. Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat. Semarang, Februari 2020 Peneliti Purniawan Wibisono NIM 2501414078 vii

ABSTRAK Wibisono, Purniawan. 2020. Kemampuan Siswa Menyanyikan Lagu Kebangsaan Tanpa Iringan Musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Skripsi. Program Studi Pendidikan Seni Musik. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. Udi Utomo, M.Si., Pembimbing II: Dr. Suharto, S.Pd, M.Hum. Keywords: Kemampuan, Bernyanyi, Lagu Kebangsaan, Iringan Musik Menyanyikan lagu tanpa menggunakan iringan musik secara bersama sulit dilakukan bagi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan kemampuan siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan studi dokumen. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data dan sumber. Data dianalisis dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki konstruksi musikal dan bahasa yang kurang tepat. Hal ini dibuktikan dengan berbagai kesalahn yang dilakukan oleh siswa secara berulang ketika menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai, baik dari segi ritmis, nilai nada, tempo, dinamika dan artikulasi. Saran pada studi kasus ini sebaiknya guru memberikan pembelajaran secara rinci mengenai bernyanyi lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dengan baik dan benar sesuai teori musik yang ada, sehingga siswa lebih paham dalam menyanyikan lagu tersebut. Perbaiki kesalahan yang dilakukan siswa ketika menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai secara berkala, sehingga tidak menjadi kesalahan berulang yang pada akhirnya menjadi sebuah kebenaran. Gunakan iringan musik, dirigen, dan pengambilan nada awal sebagai media untuk membantu mengingat nada dasar yang akan dimainkan, cepat lambatnya tempo serta dinamika yang harus diekspresikan. viii

DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v PRAKATA... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR BAGAN... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR FOTO... xiv DAFTAR PARTITUR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 6 1.3 Batasan Penelitian... 7 1.4 Rumusan Masalah... 7 1.5 Tujuan Penelitian... 7 1.6 Manfaat Penelitian... 7 1.6.1 Manfaat Teoritis... 8 1.6.2 Manfaat Praktis... 8 1.7 Sistematika Skripsi... 9 1.7.1 Bagian Awal... 9 1.7.2 Bagian Isi... 9 1.7.3 Bagian Akhir... 10 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA... 11 2.1 Tinjauan Pustaka... 11 ix

2.2 Landasan Teori... 18 2.2.1 Musik... 19 2.2.2 Lagu... 26 2.2.3 Lagu Phleng Chat Thai... 28 2.2.4 Kemampuan Bernyanyi... 29 2.3 Karakter Komposisi Vokal Untuk Anak-anak... 34 2.4 Kerangka Berpikir... 35 BAB 3 METODE PENELITIAN... 37 3.1 Pendekatan Penelitian... 37 3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian... 37 3.3 Teknik Pengumpulan Data... 38 3.3.1 Teknik Observasi... 38 3.3.2 Teknik Wawancara... 41 3.3.3 Studi Dokumentasi... 42 3.4 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data... 43 3.5 Teknik Analisis Data... 45 BAB 4 HASIL PENELITIAN... 49 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 49 4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Sekolah Wattonglongmittrap 198... 49 4.1.2 Sejarah Singkat Sekolah Wattonglongmittrap 198... 51 4.1.3 Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah Wattonglongmittrap 198... 54 4.1.4 Keadaan Sekolah Wattonglongmittrap 198... 56 4.1.5 Data Tenaga Pengajar, Data Tenaga Pendukung, dan Data Siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198... 57 4.1.6 Sarana dan Prasarana Sekolah Wattonglongmittrap 198... 59 4.1.7 Lagu Phleng Chat Thai... 68 4.2 Kemampuan Siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Menyanyikan Lagu Kebangsaan Tanpa Iringan Musik... 71 4.2.1 Ketepatan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Sesuai Melodi yang Ditetapkan... 71 4.2.2 Ketepatan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Sesuai Tempo yang Ditetapkan... 80 x

4.2.3 Ketepatan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Sesuai Dinamika yang Ditetapkan... 82 4.2.4 Pernapasan dan Frasering... 83 4.2.5 Artikulasi... 87 4.2.6 Sikap Badan... 88 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN... 90 5.1 Simpulan... 90 5.2 Saran... 90 DAFTAR PUSTAKA... 91 LAMPIRAN... 93 xi

DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Berpikir... 35 Bagan 3.1 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data... 44 Bagan 3.2 Triangulasi Sumber Pengumpulan Data... 45 xii

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Jumlah Ruang Sekolah Wattonglongmittrap 198... 56 Tabel 4.2 Pengajar Sekolah Wattonglongmittrap 198... 58 Tabel 4.3 Tenaga Administrasi dan Pendukung... 58 Tabel 4.4 Jumlah Siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198... 59 xiii

DAFTAR FOTO Gambar 4.1 Bangunan Sekolah Wattonglongmittrap 198... 51 Gambar 4.2 Distance Learning TV Sekolah Wattonglongmittrap 198...60 Gambar 4.3 Laptop Sekolah Wattonglongmittrap 198... 61 Gambar 4.4 Papan Tulis Sekolah Wattonglongmittrap 198... 62 Gambar 4.5 Aula Sekolah Wattonglongmittrap 198... 63 Gambar 4.6 Kipas Angin Sekolah Wattonglongmittrap 198... 66 Gambar 4.7 Air Conditioner Sekolah Wattonglongmittrap 198...67 Gambar 4.8 Matras Tidur Sekolah Wattonglongmittrap 198... 68 Gambar 4.9 Upacara Pengibaran Bendera... 89 xiv

DAFTAR PARTITUR Partitur 4.1 Partitur dan Lirik asli lagu Phleng Chat Thai... 69 Partitur 4.2 Partitur dan Lirik lagu Phleng Chat Thai dengan Sibellius... 72 xv

xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Sejarah Sekolah Wattonglongmittrap 198... 93 Lampiran 2. Partitur Lagu Phleng Chat Thai... 99 Lampiran 3. Intrumen Penelitian...100 Lampiran 4. Surat Balasan Penelitian...102 xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Musik adalah ungkapan pikiran dan perasaan manusia yang diwujudkan dalam bentuk bunyi. Jamalus (1988: 1) menyatakan bahwa musik adalah suatu hasil karya seni berupa bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan. Manusia sering kali menuangkan ide-idenya ke dalam karya musik, seperti menciptakan sebuah lagu. Iwan Fals julukan akrab Virgiawan Listanto menuangkan dalam Oemar Bakri, Joe Satriani mempopulerkan karya musik Always with Me, Always with You, dan Indonesia Raya oleh Wage Rudolf Supratman. Masing-masing karya musik mengungkapkan makna dengan ciri khas dan karakter yang sangat unik. Hal ini disebabkan karena pencipta karya musik yang mengungkapkan isi hati dan pikiran sesuai kehendaknya. Beberapa contoh karya musik di atas kerap kali orang-orang menyebutnya sebagai lagu pop, lagu rock, dan lagu kebangsaan. Perkembangan musik di berbagai negara saat ini mendorong terciptanya banyak lagu oleh para musisi. Namun dari banyaknya lagu yang ada di setiap negara, lagu kebangsaan tetap menempati kedudukan khusus bagi setiap masyarakatnya. Hal tersebut dikarenakan lagu kebangsaan merupakan suatu lagu yang diakui menjadi lagu resmi dan simbol suatu negara serta ditetapkan atas landasan hukum (brainly.co.id/tugas/22069302). Seperti halnya lagu kebangsaan 1

2 Indonesia Raya yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-24-2009-bendera-bahasalambang-negara-serta-lagi-kebangsaan?amp). Masing-masing negara memiliki lagu kebangsaan yang berbeda. Selain dikarenakan ide setiap penciptanya yang berbeda, hal ini juga dikarenakan perbedaan pada sejarah, kondisi wilayah, budaya dan ideologi masing-masing negara. Namun pada umumnya lagu kebangsaan digunakan untuk kegiatan-kegiatan resmi. Lagu kebangsaan dapat digunakan untuk berbagai hal selain upacara kenegaraan, dalam aktivitas olahraga antarnegara (pertandingan sepak bola pada Piala Dunia FIFA), lagu kebangsaan dari negara yang bermain diperdengarkan sebelum pertandingan dimulai. Selain itu, hal yang lazim kita temukan adalah lagu kebangsaan dinyanyikan pada upacara pengibaran bendera (https:id.m.wikipedia.org/wiki/lagu_kebangsaan). Negeri Gajah Putih adalah sebutan salah satu negara anggota ASEAN yang tidak pernah mengalami penjajahan, yakni Thailand. Thailand adalah negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat. Negara ini termasuk negara berkembang yang kaya sumber daya alamnya. Selain sumber daya alam, negara ini juga kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut antaranya bahasa tradisional dari tiap wilayah di Thailand, kuliner khas Thailand Thai Tea, Mango Sticky Rice, Tom Yum Goong, seni bela diri Thailand Mueang Thai, seni tari Thailand (Nora Dance, Ram Nora Son Ram Dance, Nora Klong Hong Dance, dan musik Thailand Mor Lam dan Luk Thung 2

3 (https://www.google.com/amp/s/sangpetualangsejati.wordpress.com/2014/12/15/1 9/amp/). Seni musik Thailand mengalami berbagai perkembangan, dari musik tradisional hingga musik modern. Hal ini terlihat dari jejak sejarah musik Thailand yang dipengaruhi karena datangnya kebudayaan dari negara lain. Menilik sejarah perkembangan musiknya, negara Thailand mempunyai lagu kebangsaan. Lirik lagu kebangsaan tersebut di tulis oleh Luang Saranupraphan dengan komposisi musik megah karangan Peter Feit (nama Thailand: Phra Chen-Duriyang), lagu tersebut berjudul Phleng Chat Thai atau dalam Bahasa Indonesia berarti Lagu Kebangsaan Thailand. Karya tersebut secara resmi mulai digunakan oleh pemerintah negara Thailand sejak 10 Desember 1939 (https://id.m.wikipedia.org/wiki/phleng_chat_thai). Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti laksanakan di wilayah Hatyai, Thailand, menemukan fakta bahwa negara Thailand memainkan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai di dua waktu, yaitu pukul 08.00 dan 18.00 waktu setempat. Lagu tersebut diputar melalui pengeras suara di kantor pemerintahan maupun tempat-tempat umum. Peneliti juga menemukan bahwa lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dinyanyikan semua sekolah saat upacara pengibaran bendera. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan pada beberapa sekolah di wilayah Hatyai. Upacara dilaksanakan setiap hari Senin sampai hari Jumat. Dengan mengadopsi ketetapan pemerintah yang memainkan lagu kebangsaan di dua waktu, sehingga upacara pengibaran bendera di sekolah dilaksanakan pada pagi hari sebelum kegiatan pembelajaran di mulai. Upacara dimulai sebelum pukul 08.00

4 untuk melakukan beberapa tata acara sebelum menyanyikan lagu kebangsaan. Tepat pada pukul 08.00 waktu setempat, seluruh peserta upacara dengan penuh khidmat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai menggunakan iringan musik. Dari beberapa sekolah yang peneliti observasi ada satu sekolah yang menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik, yaitu Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Hal lain yang menarik adalah tidak adanya seorang dirigen untuk memberikan aba-aba dan mengatur tempo maupun dinamika pada saat lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dinyanyikan. Menurut Jamalus (1988:46) kegiatan bernyanyi adalah merupakan kegiatan mengeluarkan suara secara beraturan dan berirama baik diiringi oleh iringan musik maupun tanpa iringan musik. Jika dilihat menggunakan teori tersebut hal yang perlu diingat adalah kemampuan bernyanyi setiap individu berbeda-beda, ada yang dapat bernyanyi dengan baik dan ada juga yang dapat bernyanyi dengan nada kurang tepat. Hal tersebut dikarenakan dalam bernyanyi seorang penyanyi perlu memperhatikan beberapa hal terkait dengan teknik bernyanyi, yaitu: pernapasan, artikulasi, frasering, vibrasi, resonansi, dan intonasi (Oktara, 2011:41). Seorang penyanyi mampu bernyanyi dengan baik walaupun tidak mengerti adanya teori tersebut yaitu dengan kebiasaan bernyanyi. Semakin sering seseorang menyanyikan sebuah lagu maka akan semakin baik pula kemampuan bernyanyi seseorang meskipun dalam bernyanyi menggunakan atau tidak menggunakan iringan musik. Benward dalam Herini (2010: 14) yang mengungkapkan kemampuan bernyanyi seseorang merupakan gabungan dari dua faktor, yaitu faktor kebiasaan dan faktor

5 pembawaan. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan pada teori lain yang dikatakan oleh Witherington dalam kutipan Djaali adalah an acquired way of acting which is persistent, uniform, and fairly automatic, kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan kebiasaan siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai maka dapat membentuk ingatan yang kuat pada lagu tersebut, sehingga siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand mampu menyanyikan lagu kebangsaan tersebut dengan ingatan yang kuat meskipun tanpa menggunakan iringan musik. Jika berbicara mengenai kebiasaan bernyanyi dan kemampuan bernyanyi, ada penelitian terdahulu yang membahas hal serupa. Maraliana (2013) menyatakan hasil penelitiannya bahwa kebiasaan menyanyikan lagu kebangsaan dapat menumbuhkan sikap nasionalisme yang tinggi pada siswa. Namun dalam penelitian tersebut tidak menjelaskan apakah siswa yang memiliki sikap nasionalisme tinggi juga mampu menyanyikan lagu kebangsaan dengan baik. Sementara penelitian Anita Florensi (tanpa tahun) yang diterbitkan oleh jurnal.untad.ac.id dengan judul Studi Pengetahuan Siswa dalam Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya di SDN Inpres 3 Tondo menyatakan hasil penelitiannya, bahwa siswa SDN Inpres 3 Tondo memiliki kemampuan bernyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dalam penelitian ini juga tidak dijelaskan secara rinci bagaimana kemampuan bernyanyi siswa dalam menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan atau tanpa menggunakan iringan musik. Meskipun kedua penelitian tersebut sama-sama

6 membahas siswa menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, namun fokus kedua penelitian tersebut berbeda dan tidak menjabarkan secara rinci bagaimana kemampuan bernyanyi siswa dalam menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan dan/atau tanpa menggunakan iringan musik. Dari dua penelitian terdahulu, konsep atau teori yang membahas mengenai kemampuan bernyanyi, dan fenomena yang terjadi di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dijadikan sebagai fakta yang menarik bahwa belum terdapat banyaknya penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan meneliti kebiasaan bernyanyi anak-anak, sehingga penelitian ini penting dilakukan untuk menambah referensi yang digunakan dalam pengembangan bakat anak-anak khususnya di bidang bernyanyi serta dapat menguraikan bagaimana kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik. 1.2 Identifikasi Masalah Menuntut kemampuan bermusik pada masing-masing siswa tentu berbedabeda, khususnya dalam hal bernyanyi. Hal ini disebebkan karena banyak faktor yang mempengaruhi bakat dan minat bermusik pada masing-masing siswa. Maka tak jarang hal ini menjadi sebuah masalah dalam pelaksanaan penelitian. Namun, kita harus mampu menemukan dan menentukan solusi dari setiap masalah yang timbul secara spontan. Teori yang telah dipelajari merupakan syarat wajib untuk menjadi seorang sarjana. Manfaat teori disini adalah mengarah supaya dapat digunakan untuk melihat masalah di lapangan dan diharapkan bisa memberikan solusi untuk permasalahan yang terjadi. Seperti pada tulisan ini, peneliti membahas

7 tentang kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik. 1.3 Batasan Penelitian Beberapa masalah yang terdapat dalam identifikasi masalah. Supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasi diteliti. Kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik merupakan fokus penelitian ini. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah dijelaskan, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang: Bagaimana kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik. 1.6 Manfaat Penelitian Suatu kegiatan tidaklah berarti tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Manfaat tersebut

8 dapat menjadi sumber belajar bagi diri sendiri atau orang lain agar selalu melakukan hal-hal yang baik. Peneliti berharap agar penelitian yang telah dilakukan ini memberikan manfaat bagi semua pihak, antaranya: 1.6.1 Manfaat Teoritis 1.6.1.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan literasi penelitian setopik dalam perkembangan ilmu pengetahuan secara luas, dari lingkup universitas, nasional hingga mancanegara, sehingga dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. 1.6.1.2 Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian-penelitian dengan topik yang sama dengan kajian-kajian kemampuan bernyanyi siswa tanpa menggunakan iringan musik. 1.6.1.3 Penelitian ini diharapkan berguna dalam menerapkan teori musik yang diperoleh dan dipelajari selama studi untuk kehidupan nyata. 1.6.2 Manfaat Praktis 1.6.2.1 Bagi Universitas Negeri Semarang, dapat menambah koleksi penelitian ilmiah tentang Kemampuan Siswa Menyanyikan Lagu Kebangsaan Tanpa Iringan Musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand berdasarkan kajian ilmiah yang relevan, menjadikan Universitas Negeri Semarang sebagai universitas yang berkualitas dengan menghasilkan mahasiswa yang mampu dan berkualitas dalam melakukan penelitian dengan baik di lingkup dalam negeri maupun kancah internasional. 1.6.2.2 Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi referensi pengalaman yang sangat luar biasa dan jawaban secara rinci pada penelitian Kemampuan Siswa

9 Menyanyikan Lagu Kebangsaan Tanpa Iringan Musik yang mengambil setting di Thailand, khususnya di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai. 1.6.2.3 Bagi Masyarakat Indonesia dan Thailand, dapat memberikan pemahaman mendalam dan meningkatkan kesadaran nasionalisme melalui menyanyikan lagu kebangsaan yang baik dan benar. 1.7 Sistematika Skripsi Sistematika skripsi merupakan kerangka awal penyusunan penelitian, sehingga penulis dapat menyusun skripsi tahap demi tahap sesuai dengan kerangka yang telah dipersiapkan. Adapun susunan sistematika penulisan skripsi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.7.1 Bagian Awal Skripsi: Pada bagian ini berisi: halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, sari, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar/foto, dan daftar lampiran. 1.7.2 Bagian Isi Skripsi: Bagian isi atau tubuh berisi 5 bab yang terdiri dari pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, hasil dan pembahasan, serta simpulan dan saran. Bagian dari bab-bab tersebut diuraikan sebagai berikut: Bab I: Pada bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II: Pada bab ini berisi kajian teori, kerangka berpikir dan hipotesis: (1) kajian teori berisi pengertian musik dan unsur-unsur musik, pengertian lagu,

10 kemampuan bernyanyi; (2) kerangka berpikir berisi bagan dan deskripsi atau keterangan yang menerangkan isi bagan; Bab III: Pada bab ini berisi tentang pendekatan penelitian, lokasi, waktu, sasaran penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data (wawancara, observasi, dan studi dokumen), teknik analisis data dan teknik pemeriksaan keabsahan data. 1.7.3 Bagian akhir Pada bagian ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan uraian tentang sejumlah pustaka yang memuat hasil penelitian dalam lingkup topik penelitian yang relevan. Sesuai dengan arti tersebut, tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan dengan penelitian. Tidak harus selalu identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi, tetapi bisa saja yang memiliki hubungan seiring dan berkaitan (collateral). Fungsi peninjauan kembali pustaka yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian. Leedy (1997) menyatakan bahwa semakin banyak seorang peneliti mengetahui, mengenal, dan memahami tentang penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (yang berkaitan erat dengan topik penelitiannya), semakin dapat dipertanggungjawabkan cara meneliti permasalahan yang dihadapi. Steven Demorest dkk (2017) dalam artikelnya yang berjudul The Effect of Focused Instruction on Young Children s Singing Accuracy menyatakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh instruksi bernyanyi setiap hari pada akurasi bernyanyi anak-anak muda dan apakah akurasi berbeda di empat tugas bernyanyi. Dalam desain pretest-posttest lebih dari tujuh bulan peneliti membandingkan akurasi bernyanyi TK di sekolah yang menerima instruksi menyanyi setiap hari dari spesialis musik ke sekolah kontrol yang tidak menerima instruksi musik kurikuler. Semua anak menyelesaikan empat tugas menyanyi pada 11

12 awal dan akhir penelitian: mencocokkan nada tunggal, interval yang cocok, mencocokkan pola pendek, dan menyanyikan lagu yang akrab dari ingatan. Kami menemukan bahwa kedua kelompok menunjukkan peningkatan pada tugas pencocokan pitch dari pretest ke posttest, tetapi kelompok eksperimen menunjukkan peningkatan yang lebih signifikan. Kinerja pada tugas lagu yang akrab tidak membaik untuk kedua grup. Siswa mencapai skor akurasi tertinggi saat interval yang cocok. Instruksi menyanyi yang teratur tampaknya mempercepat perkembangan nyanyian yang akurat untuk anak-anak kecil, tetapi peningkatannya hanya terlihat pada tugas-tugas yang cocok di lapangan. Ada kemungkinan bahwa pengembangan keterampilan menyanyi mulai dari pencocokan nada ke tugas yang lebih sulit menyanyikan lagu dari ingatan. Jika demikian, ini memiliki implikasi untuk bagaimana kita menyusun instruksi bernyanyi di kelas awal (https://cpb-us- e1.wpmucdn.com/sites.northwestern.edu/dist/0/283/files/2018/10/demorest- Nichols-and-Pfordresher-2018-1p4qcu8.pdf). Walaupun sama-sama meneliti mengenai akurasi bernyanyi, namun ada beberapa aspek yang belum diteliti pada penelitian tersebut. Pada penelitian tersebut menjelaskan dan membandingkan akurasi nada saat bernyanyi TK di sekolah yang menerima instruksi menyanyi setiap hari dari spesialis musik ke sekolah kontrol yang tidak menerima instruksi musik kurikuler, sedangkan pada penelitian ini adalah aspek intonasi murni dari bakat atau kemampuan siswa yang tidak mendapatkan pelatihan secara khusus terlebih dahulu. Penelitian tersebut tidak menjelaskan aspek lain seperti teknik bernyanyi pada aspek frasering, artikulasi, dinamika dan sikap badan. Sehingga penelitian kemampuan bernyanyi 12

13 siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik dapat dinyatakan tidak tumpang-tindih dengan penelitian Steven Demorest dkk. Bryan E. Nichols (2017) dalam jurnal General Music Today (https://journals.sagepub.com/action/dosearch?filteroption=thisjournal&series Key=gmtb&AllField=Bryan+E.+Nichols) mengatakan Nyanyian yang tidak akurat di kalangan siswa menghadirkan masalah yang pendidik musik memiliki minat dalam mengidentifikasi dan meningkatkan. Untuk melakukannya, guru perlu mengevaluasi siswa dengan benar, apakah menggunakan tes dan pengukuran mereka sendiri atau orang lain untuk menyanyi siswa. Yang penting, evaluasi ini harus memasukkan tugas atau serangkaian tugas yang paling mewakili kemampuan siswa berdasarkan tujuan penilaian. Penilaian akurasi bernyanyi adalah bidang yang menantang dalam penilaian musik, mengingat banyak faktor yang terlibat dalam menguji keterampilan ini, tetapi guru dapat merancang penilaian kelas yang bermanfaat yang membahas standar konten seperti yang ada di sekolah dan negara bagian setempat. Meskipun berbagai tugas bernyanyi telah terbukti bermanfaat dalam penilaian bernyanyi, lebih dari satu jenis tugas mungkin diperlukan untuk penilaian sumatif, yang kadang-kadang berisiko tinggi (nilai, hasil departemen, dll.). Selain itu, kinerja akurasi bernyanyi mungkin berbeda ketika siswa bernyanyi sendiri versus bersama dengan suara lain, jadi guru harus memilih dengan hati-hati apakah harus menguji siswa sendiri atau dalam kelompok. Dengan saran-saran ini, guru musik dapat lebih 13

14 percaya diri menerapkan penilaian bernyanyi untuk meningkatkan pertumbuhan siswa dan untuk tujuan pelaporan. Walaupun sama-sama meneliti mengenai akurasi bernyanyi, namun ada beberapa aspek yang belum diteliti pada penelitian tersebut. Pada penelitian tersebut menjelaskan tahapan demi tahapan untuk melakukan penilaian mengenai akurasi nada saat bernyanyi, sedangkan pada penelitian ini adalah aspek intonasi murni dari bakat atau kemampuan siswa yang tidak mendapatkan pelatihan secara khusus terlebih dahulu. Penelitian tersebut tidak menjelaskan aspek lain seperti teknik bernyanyi pada aspek frasering, artikulasi, dinamika dan sikap badan. Sehingga penelitian kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik dapat dinyatakan tidak tumpang-tindih dengan penelitian Bryan E. Nichols. Sulasmono (2013) dalam jurnal Harmonia yang berjudul Peningkatan Kemampuan Vokal Melalui Metode Solfegio meneliti mengenai peningkatan kemampuan vokal setelah diberikan metode solfegio pada peserta didik kelas VIII A di SMP Negeri 2 Kayen Kabupaten Pati Tahun 2009/2010 dan untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar vokal setelah diberikan metode solfegio peserta didik kelas VIII A di SMP Negeri 2 Kayen Kabupaten Pati Tahun 2009/2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 peserta didik mencapai kriteria baik jumlahnya 33 peserta didik (82,5 %). Penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode solfegio di kelas VIII A SMP 2 Kayen Kabupaten pati dapat meningkatkan kemampuan vokal peserta didik. Berdasarkan analisa data keadaan dipengaruhi

15 adanya respon yang baik dari peserta didik terhadap latihan intonasi, ritme serta harmoni. Penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode solfegio di kelas VIII A SMP 2 Kayen Kabupaten Pati, peningkatan aktivitas belajar pada kegiatan visual activities, listening activities, oral activities serta motor activities pemberian latihan-latihan dengan metode solfegio memberikan stimulus yang menyenangkan terhadap aktivitas belajar sehingga terjadi perubahan pengalaman belajar. Walaupun sama-sama meneliti mengenai kemampuan vokal, namun ada beberapa aspek yang belum diteliti pada penelitian tersebut. Aspek intonasi pada penelitian tersebut merupakan penilaian setelah mendapatkan pelatihan khusus melalui metode solfegio sedangkan pada penelitian ini adalah aspek intonasi murni dari bakat atau kemampuan siswa yang tidak mendapatkan pelatihan secara khusus terlebih dahulu. Penelitian tersebut tidak menjelaskan aspek lain seperti teknik bernyanyi pada aspek frasering, artikulasi, dinamika dan sikap badan. Sehingga penelitian kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik dapat dinyatakan tidak tumpang-tindih dengan penelitian Putut Sulasmono. Rio Zuharmen (2013) dalam jurnal UNP (ejournal.unp.ac.id) yang berjudul Pembelajaran Vokal di SMA Pertiwi 1 Padang menyatakan pembelajaran Vokal di SMA Pertiwi 1 Padang kurang sesuai dengan pedoman tuntutan kurikulum yang sebenarnya. Namun setelah mendapatkan pengarahan pembelajaran praktik vokal yang dimulai dari bagaimana cara bernyanyi yang baik, teknik-teknik apa saja yang baik digunakan dalam bernyanyi telah menunjukkan hasil yang baik. Selain itu

16 siswa dapat menampilkan lagu Indonesia Pusaka secara perorangan dan kelompok dengan baik dan benar. Walaupun sama-sama meneliti mengenai kemempuan bernyanyi pada siswa, namun penelitian tersebut tidak secara rinci menjelaskan aspek-aspek pada teknik bernyanyi. Penelitian tersebut mendeskripsikan proses perkembangan kemampuan bernyanyi siswa setelah mendapat arahan dari guru pada pembelajaran vokal, sedangkan pada penelitian ini meneliti kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik. Jadi fokus dan hasil penelitian sangat berbeda dengan topik penelitian yang diteliti oleh Rio Zuharmen. Kurnianingsih (2013) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Vokal di Purwacaraka Musik Studio Semarang mengatakan hasil penelitian pembelajaran vokal di PCMS dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi sebelum proses pembelajaran dimulai pendidik mempersiapkan sumber belajar seperti partitur vokal, fisik murid dan tempat belajar pun sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian murid berlatih pernafasan dan solmisasi secara acak. Tahap pelaksanaan yaitu setelah murid melakukan latihan pernafasan, kemudian murid diajarkan pemanasan vokal agar bisa mengucapkan artikulasi dengan benar (A-I-U-E-O) mulut harus sesuai dengan huruf yang dibacanya, setelah itu diajarkan vocalizing dengan menggunakan solmisasi (do re mi fa sol la si do) sesuai urutan atau secara acak. Setelah itu murid diberikan materi latihan vokal sesuai dengan tingkatannya (great), pada saat itu pula murid juga diajarkan cara mengungkapkan teknik-teknik vokal dalam lagu

17 tersebut. Kemudian tahap akhir yaitu evaluasi dari materi yang telah diajarkan para murid di tes satu per satu dalam vokalnya menggunakan materi yang diajarkan seperti: phrasering, vibrato dan penjiwaan lagu. Walaupun topik penelitian ini sama-sama meneliti mengenai vokal, namun fokus yang diteliti berbeda dengan penelitian ini. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana ekspresi musikal dalam pembelajaran vokal di Purwacaraka Musik Studio (PCMS), sedangkan penelitian ini membahas mengenai kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik. Jadi, fokus dan hasil penelitian sangat berbeda dan tidak terjadinya tumpang-tindih dengan topik penelitian yang diteliti oleh Widhi Kurnianingsih. Sumaryanto (2000) dalam jurnal Harmonia yang berjudul Kemampuan Musikal (Musical Ability) dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Musik membahas pengaruh kemampuan musikal terhadap prestasi belajar musik. Hal ini dikarenakan Pendidikan kesenian di sekolah bertujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan siswa agar berkreasi dan menghargai kerajinan tangan dan kesenian, termasuk pengajaran seni musik. Pencapaian prestasi belajar musik siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kemampuan musikal (musical ability). Kemampuan musikal adalah kemampuan bawaan yang melekat (inherent) pada seseorang dalam musik tanpa memperhatikan pengaruh lingkungan. Kemampuan musikal (sebagai potensi yang dapat dikembangkan), jika ditambah dengan pengaruh lingkungan melalui latihan yang terarah dan teratur, dapat

18 mengembangkan bakat musik siswa. Dengan berkembangnya bakat musik, maka berkembang pula prestasi belajar musik mereka. Walaupun sama-sama meneliti mengenai kemampuan musikal pada siswa, namun fokus dan objek yang diteliti berbeda dengan penelitian ini. Penelitian tersebut menjelaskan mengenai pengaruh kemampuan musikal terhadap prestasi belajar musik, sedangkan penelitian ini mengenai kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik. Jadi, fokus dan objek penelitian sangat berbeda dengan topik penelitian yang diteliti oleh Totok Sumaryanto. Keterangan dari beberapa kajian pustaka maupun jurnal dengan topik yang sama beserta hasil penelitian di atas menunjukkan, bahwa topik penelitian mengenai kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik masih orisinal. Secara rinci objek dan fokus penelitian dijelaskan dan dijabarkan dengan arah yang berbeda, serta tidak terjadinya tumpang-tindih dengan hasil penelitian terdahulu. 2.2 Landasan Teori Landasan teori merupakan uraian tentang konsep dan teori sesuai dengan permasalahan penelitian ini. Dalam setiap penelitian selalu menggunakan teori yang sesuai dengan permasalahan penelitian. Menurut Neuman (2003) dalam Sugiyono (2013: 83) researchers use theory differently in various types of research, but some type of theory is present in most social research. Kerlinger, F.

19 N. & Lee (dalam Fandanu R, 2017: 18) mengemukakan bahwa theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variabels, with purpose of explaining and predicting the phenomena. Sitirahayu Haditono (dalam Sugiyono, 2013: 41), menyatakan bahwa suatu teori memperoleh arti penting, bila teori tersebut lebih banyak dapat menggambarkan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada. Teori adalah alur logika atau penalaran yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) (Sugiyono, 2015: 85). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa teori merupakan landasan atau dasar yang dijadikan pijakan untuk berpikir berupa seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Dalam landasan teori pada penelitian ini dijelaskan mengenai pengertian musik, pengertian lagu, dan kemampuan bernyanyi, serta teori-teori yang melandasi hal-hal tersebut. Selanjutnya kajian-kajian teori yang telah disebutkan dan diuraikan secara rinci sebagai berikut: 2.2.1 Musik Musik adalah satu cabang seni yang media ekspresinya menggunakan bunyi. Dalam sejarah dan perkembangan musik ada berbagai jenis bunyi, seperti klakson maupun mesin sepeda motor dan mobil, handphone, radio, televisi, tape

20 recorder, dan sebagainya. Namun tidak semua jenis bunyi tersebut dapat dianggap sebagai musik. Untuk dapat dianggap sebagai musik sebuah bunyi harus memiliki syarat-syarat. Syarat-syarat tersebut merupakan suatu sistem yang saling terkait dengan berbagai komponen seperti melodi, harmoni, ritme, timbre (warna suara), tempo, dinamika, dan bentuk musik. Hal ini didukung oleh Jamalus (1988: 1) yang berpendapat bahwa musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Suhastjarja dalam skripsi Frans Jimmy (2017), seorang dosen senior Fakultas Kesenian, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta mengemukakan pendapatnya bahwa musik adalah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi-bunyi yang mengandung ritme dan harmoni serta mempunyai suatu bentuk dalam ruang waktu yang dikenal individu dalam lingkungan hidupnya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati. Musik adalah seni yang mendasarkan pada pengorganisasian bunyi menurut waktu. Hal yang membedakan musik dari jenis bunyi lain yaitu adanya elemen utama yang melekat pada bunyi yang bersifat musikal (Kamien, 1996: 2). Elemen yang dimaksud adalah unsur-unsur dan struktur musik yang mempunyai peranan penting dan saling terkait antara satu dan lainnya. Pada dasarnya unsur musik dapat dikelompokkan menjadi unsur-unsur pokok dan unsur-unsur ekspresi. Unsur-unsur pokok meliputi irama, melodi, harmoni. Sedangkan unsur-unsur

21 ekspresinya meliputi tempo, dinamika dan timbre atau warna nada (Jamalus, 1988: 7). 2.2.1.1 Unsur-unsur Pokok 2.2.1.1.1 Irama Ritme atau irama adalah istilah terjemahan dari Bahasa Yunani Rhytmos, Bahasa Belanda Rhythme dan Rhtym dalam Bahasa Inggris. Pengertian irama adalah gerak yang teratur mengalir, karena aksen secara tetap, keindahannya lebih terasa oleh adanya jalinan perbedaan nilai dari satuan-satuan bunyinya. Pengertian irama secara sederhana adalah perulangan bunyi-bunyian menurut pola tertentu dalam sebuah lagu. Pengulangan bunyi-bunyian ini juga menimbulkan keindahan dan membuat sebuah lagu menjadi enak didengar. Irama juga dapat disebut sebagai gerakan berturut secara teratur. Irama keluar dari perasaan seseorang sehubungan dengan yang dia rasakan. Irama atau ritme merupakan pola ketukan yang menentukan karakter sebuah pergerakan musikal baik sebagian atau menyeluruh, irama juga menjelaskan jenis musik tertentu. Irama adalah urutan rangkaian gerak yang menjadi unsur dalam sebuah musik (Jamalus, 1988: 7). Irama dalam musik terbentuk oleh bunyi dan diam, dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang pendeknya, membentuk pola irama, bergerak menurut pulsa dalam ayunan irama. Irama dapat dirasakan dan didengar (Soeharto, 1975: 51). Menurut (Jamalus, 1988: 56) irama berhubungan dengan panjang pendeknya not dan berat ringannya tekanan atau aksen pada not. Namun demikian, oleh teraturnya gerak maka irama tetap dapat dirasakan meskipun melodi diam. Dan keteraturan gerak ini menyebabkan lagu lebih indah didengar dan

22 dirasakan. Ritme harus dibedakan dengan matra. Secara sederhana matra adalah pengelompokan ketukan-ketukan dasar yang tetap dari suatu lagu. Dalam musik popular ritme disebut dengan beat suatu kata dari Bahasa Inggris yang berarti ketukan dalam Bahasa Indonesia. Jenis-jenis matra membentuk jenis-jenis birama seperti 2/4, 3/4, 4/4, 6/4, 3/8, 6/8, 9/8, dan 12/8. Ritme dalam sebuah lagu bisa sangat bervariasi tergantung dari tanda sukat (Time Signature). Dari pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa irama adalah urutan rangkaian gerak dalam sebuah musik yang membentuk pola irama dan bergerak teratur sehingga menyebabkan lagu enak didengar dan dirasakan. 2.2.1.1.2 Melodi Melodi adalah rangkaian dari beberapa nada atau sejumlah nada yang berbunyi atau dibunyikan secara berurutan (Soeharto, 1992: 1). Lebih lanjut Miller (penerjemah Bramantya, tanpa tahun: 37) mengatakan bahwa melodi adalah suatu rangkaian nada-nada, serta nada-nada dari melodi membentuk suatu ide musikal yang komplit. Melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu pikiran dan perasaan (Jamalus, 1988: 16). Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa melodi merupakan rangkaian nada-nada yang teratur, disusun secara ritmis untuk mengungkapkan suatu pikiran dan perasaan. Dalam pengertian yang singkat, Ratner (1977: 29) mengatakan bahwa melodi adalah garis dari nadanada. Melodi dapat naik dan turun, serta melodi juga dapat tetap di tempatnya untuk waktu singkat dan lama dalam satu nada, serta melodi juga mempunyai wilayah nada yang luas dan sempit.

23 2.2.1.1.3 Harmoni Harmoni Harmoni atau paduan nada ialah bunyi gabungan dua nada atau lebih, yang berbeda tinggi rendahnya dan dibunyikan secara serentak. Dasar dari paduan nada tersebut ialah trinada (Jamalus, 1988: 30). Paduan nada tersebut merupakan gabungan tiga nada yang terdiri atas satuan nada dasar akor, nada terts dan nada kwintnya. Lebih lanjut Kodijat (1986: 32) mengatakan harmoni adalah selaras, sepadan, bunyi serentak menurut harmoni, yaitu pengetahuan tentang hubungan nada-nada dalam akord, serta hubungan antara masing-masing akord. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa harmoni adalah paduan nada-nada yang apabila dibunyikan secara bersama-sama dapat menghasilkan keselarasan bunyi. Miller (penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 48) mengatakan, bahwa harmoni adalah elemen musikal yang di dasarkan atas penggabungan secara simultan dari nada-nada, sebagaimana dibedakan oleh rangkaian nada-nada dari melodi. Melodi merupakan sebuah konsep horizontal, sedangkan harmoni adalah konsep vertikal. 2.2.1.2 Unsur-unsur Ekspresi Unsur-unsur ekspresi dalam musik meliputi tempo yaitu tingkat kecepatan musik, dinamika atau tingkat volume keras lembutnya suara dan warna nada yang bergantung pada bahan, sumber serta teknik memproduksi suaranya. Ekspresi dalam musik adalah ungkapan pemikiran dan perasaan yang mencakup semua suasana dari tempo, dinamika, dan warna nada dari unsur-unsur pokok musik, dalam penyampaian yang diwujudkan oleh seniman musik atau penyanyi kepada pendengarnya (Jamalus, 1988: 38).

24 2.2.1.2.1 Tempo Tempo adalah kecepatan lagu yang dituliskan berupa kata-kata dan berlaku untuk seluruh lagu dan istilah itu ditulis pada awal tulisan lagu (Soeharto, 1975: 57). Sementara Miller (penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 24) mengatakan, bahwa tempo adalah sebuah istilah dari Bahasa Itali yang secara harafiah berarti waktu, di dalam musik menunjukkan pada kecepatan. Fungsi dari tempo ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam menyanyikan lagu yang ada (Soeharto, 1992: 56). Macam-macam tanda tempo menurut Miller (penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 24) yaitu: Presto Allegro Vivace Moderato Andante Adagio Lento Largo : Sangat Cepat : Cepat : Hidup : Sedang : Agak Lambat : Lebih Lambat dari Andante : Lambat : Sangat Lambat 2.2.1.2.2 Dinamika Dinamika adalah kekuatan bunyi, dan tanda dinamika adalah tanda pernyataan kuat dan lemahnya penyajian bunyi (Soeharto, 1992: 30). Dinamika memainkan peranan yang besar dalam menciptakan ketegangan (tensi) musik. Selain indahnya melodi, dinamika berperan menciptakan roh atau jiwa pada musik dengan grafik suara dari lirih bahkan menuju nyaring. Pada umumnya semakin

25 keras suatu musik, maka semakin kuat ketegangan yang dihasilkan dan sebaliknya, semakin lembut musiknya maka semakin lemah ketegangannya (Miller, penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 81). Macam-macam dinamika menurut Miller (penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 80) yaitu: Pianissimo (pp) Piano (p) Mezzo Piano (mp) Mezzo Forte (mf) Forte (f) Fortissimo (ff) : Sangat Lembut : Lembut : Agak Lembut : Agak Keras : Keras : Sangat Keras Tidak seperti tempo yang dapat dibatasi atau ditentukan dengan pasti atau tepat dengan menggunakan metronome, dinamika merupakan nilai-nilai yang relatif tidak ada tingkatan mutlak untuk standar lirihnya piano dan standar kerasnya forte. 2.2.1.2.3 Warna Nada Manusia memiliki warna nada/suara yang berbeda-beda berdasarkan warna suara. Suara manusia dibedakan menjadi suara orang dewasa dan suara anak-anak. Warna nada merupakan kualitas tertentu yang membedakan berbagai bunyi dan nada. Warna nada adalah ciri khas bunyi yang terdengar bermacam-macam, dihasilkan oleh bahan sumber bunyi yang berbeda-beda, dan dihasilkan menggunakan teknik produksi nada yang bermacam-macam pula (Jamalus, 1988: 40).

26 Dari penjabaran unsur-unsur musik yang meliputi unsur pokok dan unsur ekspresi tersebut, dapatlah dikatakan bahwa semua unsur musik tersebut saling terkait satu dengan yang lain, dan mempunyai peranan penting dalam membentuk sebuah lagu atau komposisi. 2.2.2 Lagu Adhani dalam Puji (2012: 3) menyatakan bahwa lagu adalah salah satu jenis wacana. Lagu merupakan wacana lisan bila dilihat berdasarkan medianya, tetapi juga termasuk wacana tulis bila berdasarkan teks lagunya. Wacana lagu dapat dikategorikan sebagai wacana puisi bila dilihat dari segi genre sastra dan termasuk rekreatif. Dalam pengertian sehari-hari, musik dan lagu cenderung digunakan untuk maksud yang sama. Kedua istilah tersebut sungguh tidak bisa dipisahkan. Secara etimologi bahwa lagu dan musik sebenarnya memiliki perbedaan arti. Lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan berbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan oleh panjang-pendeknya nilai nada dan tinggi-rendahnya nada-nada tersebut. Menurut Ensiklopedia Indonesia sebuah lagu terdiri dari beberapa unsur, yaitu: melodi, lirik, aransemen, dan notasi (Sanjaya, 2015:2). Melodi adalah suatu deretan nada yang, karena kekhususan dalam penyusunan menurut jarak dan tinggi nada, memperoleh suatu watak tersendiri dan menurut kaidah musik yang berlaku membulat jadi suatu kesatuan organik. Lirik adalah syair atau kata-kata yang disuarakan mengiringi melodi. Aransemen adalah penataan terhadap melodi. Selanjutnya, notasi adalah penulisan melodi dalam bentuk not balok atau not angka.

27 Adapun pengertian lagu dan musik di atas yang berbeda, namun dalam kepustakaan hak cipta tidak membedakannya. Kepustakaan hukum internasional, istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan lagu atau musik adalah musical work. Konvensi Bern menyebutkan salah satu work yang dilindungi adalah komposisi musik (music competitions) dengan atau tanpa kata-kata (with or without words). Tidak ada uraian yang tegas dalam Konvensi Bern tentang musical work. Namun, dari ketentuan yang ada dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis ciptaan musik yang dilindungi hak cipta, yaitu musik dengan kata-kata dan musik tanpa kata-kata. Musik dengan kata-kata berarti adalah lagu yang unsurnya terdiri dari melodi, lirik, aransemen, dan notasi, sedangkan musik tanpa kata-kata adalah musik yang hanya terdiri dari unsur melodi, aransemen, dan notasi. Dalam Undang-undang Hak Cipta (penjelasan Pasal 12 huruf d) terdapat rumusan pengertian lagu atau musik sebagai berikut: Lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta. Dari penjelasannya perbedaan lagu dan musik di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa lagu dan musik dianggap sama pengertiannya, lagu atau musik bisa dengan teks, bisa juga tanpa teks, lagu atau musik merupakan satu karya cipta yang utuh, jadi unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi, bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri. Bainbridge, D. membuat pengertian yang sederhana tentang musical work dengan mengatakan:

28 A musical work is one consisting of music, exclusive of any words or action intended to be sung, spoken or performed with music, (dari pengertian ini tampak ada tiga unsur karya musik, yaitu musik, syair, dan penampilan musik). Suatu pengertian yang lebih luas disampaikan oleh David A. Weinstein (dalam Sinaga, P., 2011: 17) dengan mengatakan: Musical works are generally deemed to be those which consist of combination of varying melody, harmony, rhythm, and timbre regardless of the material objects in which they are embodied. They can be manifested in terms of notation (musical notes on a staff with or without accompanying words) as found on sheet music and lead sheets. Or they can be manifested in other visually perceptible forms like player piano rolls, for instance. Further, they may expressed in formats you cannot see (e.g., sounds) when they are embodied in phonograph records, cassette tapes, or disk. Some musical works are expressed solely in terms of notation (e.g., a symphonic score) while others are expressed in terms of words integrally associated with notation (e.g., an opera or popular song). The fact that words compose part of musical work will not make any difference insofar as classification is conserned. The combination is still treated as a musical work. This one exception to the classification of works comprised of words as literary. However, when words are created independent of musical notation with no intention at the time of creation to combine them with music (e.g, poetry), and subsequently they are so combined, the words will be classified as a literary work. Dari pengertian ini jelas sekali bahwa musik memiliki unsur yang sangat kompleks, yakni melody, harmony, rhythm, and timbre regardless, words (lyric) notation. Di samping itu, musik juga memiliki dimensi yang begitu luas bukan hanya untuk dinyanyikan atau ditampilkan, melainkan juga disajikan dalam bentuk sheet music dan direkam dalam bentuk kaset dan disk. 2.2.3 Lagu Phleng Chat Thai

29 Phleng Chat Thai merupakan lagu kebangsaan Thailand. Lirik lagu Phleng Chat Thai di tulis oleh Luang Saranupraphan dengan komposisi musik megah karangan Peter Feit atau yang sering disebut Phra Chen-Duriyang dalam bahasa Thailand. Lagu kebangsaan Phleng Chat Thai menggunakan sukat 4/4 yang terdiri dari enambelas birama dengan nada dasar Do=C. Lagu kebangsaan Phleng Chat Thai bersifat semangat dan patriotik. Hal ini tertera secara jelas dari makna liriknya yang menceritakan perjuangan bangsa Thailand dalam menegakkan kebenaran dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa Thailand dari penjajah. Kemudian setelah diresmikannya karya tersebut, lagu Phleng Chat Thai mulai digunakan oleh pemerintah negara Thailand sejak 10 Desember 1939 untuk lagu kebangsaan negara Thailand. Lagu kebangsaan Thailand di mainkan dalam dua waktu, yaitu dimainkan pada pukul 08.00 dan pukul 18.00 waktu setempat. Lagu tersebut hampir setiap hari diputar melalui pengeras suara di kantor pemerintahan maupun tempat umum, khususnya diputar di sekolah-sekolah pada saat upacara pengibaran dan penurunan bendera (https://id.m.wikipedia.org/wiki/phleng_chat_thai). Tujuan seringnya pemutaran lagu kebangsaan tersebut tak lain untuk menumbuh kembangkan rasa nasionalisme seluruh masyarakat Thailand baik secara dini untuk anak-anak maupun orang dewasa. 2.2.4 Kemampuan Bernyanyi Kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan melakukan sesuatu (Departemen Pendidikan Nasional 2003: 707). Sedangkan bernyanyi merupakan seni mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui nada dan kata-kata (Jamalus

30 1981: 95). Kemampuan bernyanyi dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui nada dan melodi yang diungkapkan dalam kata-kata. Kemampuan bernyanyi tiap individu pastinya berbeda-beda. Ada yang dapat bernyanyi dengan tepat, ada juga individu dapat bernyanyi namun dengan intonasi dan teknik pernapasan kurang yang tepat. Benward dalam Herini (2010: 14) mengungkapkan bahwa kemampuan bernyanyi seseorang merupakan gabungan dari dua faktor, yaitu faktor kebiasaan dan faktor pembawaan. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi satu sama lain. Kebiasaan bernyanyi bukan jaminan seorang individu dapat bernyanyi dengan baik, agar kemampuan bernyanyi dapat terjaga dengan baik dibutuhkan pemahaman teknik bernyanyi dengan disertai latihan secara rutin dan berulang serta didampingi oleh pelatih atau instruktur yang telah teruji secara profesional. 2.2.4.1 Teknik Bernyanyi Dalam Oktara (2011: 41) Teknik bernyanyi adalah cara mengolah suara dengan baik dan benar dengan melatih alat-alat suara agar berfungsi dengan baik sehingga suara yang dikeluarkan akan terdengar lebih jelas. Keluarnya suara secara jelas maka menciptakan karakter suara yang indah, merdu, serta nyaring. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan teknik bernyanyi, antara lain: 2.2.4.1.1 Teknik Pernapasan Pernapasan merupakan unsur terpenting dalam seni vokal (bernyanyi), hal ini dikarenakan suara terbentuk dari udara (napas) yang dihirup sehingga tanpa napas maka seseorang tidak bisa bersuara. Udara yang digunakan saat bernyanyi lebih banyak daripada pada saat bernafas sehari-hari. Oleh karena itu, usahakan

31 mengisi paru-paru sebanyak mungkin saat menyanyi. Orang yang memiliki pernapasan yang buruk tidak mungkin bisa bersuara dengan baik. Sebaliknya orang yang bisa menguasai atau mengatur pernapasannya dengan baik maka sanggup menguasai dan mengatur suaranya. Ada beberapa macam pernapasan dalam teknik vokal. Menurut Jamalus (dalam Herini 2010: 16) macam-macam pernapasan tersebut terdiri atas: 1) pernapasan dada, 2) pernapasan perut, dan 3) pernapasan diafragma. Kemudian di jelaskan secara rinci sebagai berikut: 1) Pernapasan dada Pernapasan dada merupakan pernapasan yang menggunakan dada untuk menampung oksigen dengan cara mengembang dan mengempiskan paru-paru. Rongga dada berkembang pada waktu menarik napas, terjadi ketegangan pada dada, bahu, dan leher. Pernapasan dada hanya cocok digunakan untuk bernyanyi pada nada-nada rendah, sehingga kurang efektif untuk digunakan bernyanyi pada nada tinggi dan panjang. 2) Pernapasan perut Perut sekitar pusar berkembang pada waktu menghirup napas. Teknik ini sangat baik untuk digunakan namun kurang mendukung untuk suara-suara tinggi dan bervolume besar. Hal ini menjelaskan untuk menyanyi dengan menggunakan pernapasan perut, akibatnya udara cepat keluar dan cepat habis serta penyanyi akan cepat kelelahan. 3) Pernapasan diafragma Bagian sekat rongga badan berkembang pada waktu menghirup napas sehingga menjamin kelancaran kerja alat-alat pernapasan, alat-alat suara, dan alat-

32 alat pengucapan. Udara yang dihirup kemudian akan diakumulasi di antara dada dan perut lalu dikeluarkan secara perlahan, sehingga mudah diatur pemakaiannya, memiliki power, dan stabilitas vokal yang baik. Pernapasan diafragma adalah pernapasan yang paling efektif untuk digunakan bernyanyi. 2.2.4.1.2 Sikap Badan Dalam pengertian ini, sikap badan adalah sikap ketika latihan menyanyi maupun ketika sedang menyanyi. Menurut Pranadjaja (dalam Herini 2010: 14) sikap badan yang benar sangat penting karena berpengaruh terhadap sirkulasi pernapasan yang merupakan unsur terpenting dalam bernyanyi dan langsung berakibat pada pembentukan suara. Oleh sebab itu sikap badan ketika sedang bernyanyi sangat diperhatikan dan dilatih untuk menghindari terganggunya pernapasan dan membantu dalam pengeluaran suara yang bebas dan lepas. Sikap bernyanyi tersebut adalah: 1) Sikap berdiri Sikap berdiri sangat baik, tepat, dan bermanfaat untuk bernyanyi. Manfaat dari sikap berdiri tersebut adalah jika sikap berdiri tegak dan rileks tidak akan membuat penyanyi lelah seperti yang terjadi pada sikap berdiri yang salah, jika sikap berdiri benar membuat penyanyi tampak lebih mantap dan bersemangat, jika sikap bernyanyi benar akan membuat penyanyi lebih percaya diri, dan jika sikap berdiri dilakukan dengan benar maka akan berguna bagi kesehatan penyanyi karena bagian-bagian tubuh akan berfungsi dengan baik. 2) Sikap duduk

33 Dalam sikap duduk sekalipun harus diperhatikan untuk bernyanyi adalah sikap duduk yang tegak, punggung lurus, dan dalam keadaan yang tidak tegang (rileks). Sikap duduk yang baik membantu tubuh secara mudah untuk bernapas, karena bernapas dengan baik adalah salah satu hal wajib dan penting yang harus dimiliki oleh seorang penyanyi. 2.2.4.1.3 Frasering Teknik vokal yang baik juga dipengaruhi oleh pemenggalan kalimat pada syair lagu. Pemenggalan kalimat yang baik dan benar sehingga kalimat lagu pada dapat memberikan, menjelaskan tema dan menyampaikan pesan dari sebuah lagu kepada pendengar pada saat bernyanyi. Dalam hal ini dikenal dengan istilah frasering, yaitu kaidah pemenggalan kalimat yang baik dan benar sehingga memudakan seseorang untuk bernyanyi (Oktara 2011: 42). 2.2.4.1.4 Intonasi Berbicara masalah teknik vokal, tidak dapat lepas dari intonasi (ketepatan nada). Hal ini mudah dipahami karena mempelajari teknik vokal pada intinya adalah untuk menyanyi. Salah satu syarat utama menyanyi yang benar adalah kemampuan menjangkau nada. Intonasi merupakan teknik vokal untuk menjangkau tinggi rendahnya nada, kemudian dapat menyanyikan melodi lagu dengan tepat (Oktara 2011: 42). 2.2.4.1.5 Artikulasi Lirik dalam nyanyian suatu karya musik terdapat suatu pesan yang akan disampaikan. Agar pesan dan kata-kata tersebut dapat dimengerti, maka saat bernyanyi harus memperhatikan artikulasi atau cara pelafalan kata demi kata

34 dengan baik dan jelas sehingga memberikan pengertian yang jelas kepada pendengar (Oktara 2011: 42). 2.3 Karakter Vokal Untuk Anak-anak Usia (tahun) Vocal Range Tessitura 6-7 c 1 -c 2 d 1 -d 2 7-8 b 1 -d 2 d 1 -b 2 8-9 eb 1 -eb 2 d 1 -c 2 9-10 a 1 -e 2 d 1 -d 2 10-11 ab 1 -f 2 d 1 -d 2 11-12 g 1 -g 2 d 1 -d 2 Tabel 2.1 Tabel karakter vocal pada anak sesuai rentan usia Kenneth H. Phillips dalam bukunya membedakan istilah vokal menjadi dua, yakni rentang vokal (vocal range) dan tessitura. Rentang vokal merupakan jarak nada terendah dengan nada tertinggi yang (seharusnya) dapat dinyanyikan oleh penyanyi atau vokalis. Sementara tessitura mendeskripsikan nada-nada optimal, atau wilayah suara yang nyaman digunakan untuk bernyanyi. Seperti yang telah disebutkan di atas, baik rentang vokal maupun tessitura anak-anak terus mengalami perubahan seiring pertambahan usia. Tidak seperti pada orang tua yang cenderung mengalami penurunan rentang vokal maupun tessitura pada proses perubahan warna suaranya, pada anak-anak justru terjadi perluasan jangkauan nada. Selain itu perubahan warna suara pada anak jauh terjadi lebih cepat, dari masa setelah melewati fase balita hingga sebelum anak tersebut menginjak remaja. Adapun rentang vokal dan tessitura dari masing-masing kategori usia akan ditampilkan melalui tabel berikut.

35 2.4 Kerangka Berpikir LAGU KEBANGSAAN BERNYANYI TEKNIK BERNYANYI UNSUR MUSIK Intonasi Tempo Dinamika Pernapasan dan Frasering Artikulasi Sikap Badan KEMAMPUAN BERNYANYI Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan melakukan sesuatu (Departemen Pendidikan Nasional 2003: 707). Sedangkan bernyanyi merupakan seni mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui nada dan kata-kata (Jamalus 1981: 95). Kemampuan bernyanyi merupakan kesanggupan seseorang dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui nada dan melodi yang diungkapkan dalam kata-kata. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan bernyanyi dalam penelitian ini dapat diketahui setelah siswa menerima pengalaman-pengalaman bernyanyi yang meliputi pengetahuan teknik bernyanyi dan unsur musik yang didapat melalui pembelajaran lesan secara langsung dari guru kepada murid kemudian diukur melalui ketepatan dalam menjangkau nada (intonasi), ketetapan tempo, ekspresi yang diungkapkan melalui dinamika, frasering

36 yang disesuaikan dengan pernapasan, artikulasi, dan sikap badan. Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah Kemampuan Siswa Menyanyikan Lagu Kebangsaan Tanpa Iringan Musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang tidak mengadakan perhitungan (Moleong, 2009: 3). Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik. Cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Bog dan Taylor dalam Moleong (2009: 3) mendeskripsikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Moleong (2009: 11) mengatakan deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan serta menguraikan keadaan dan fenomena. Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai pada saat upacara pengibaran bendera tanpa menggunakan iringan musik. 3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian Peneliti memilih Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand sebagai lokasi penelitian. Sekolah Wattonglongmittrap 198 merupakan 37

38 lembaga pendidikan yang terletak di Distrik Phatong, Hatyai, Thailand. Objek pada penelitian ini meliputi kemampuan siswa menyanyikan lagu kebangsaan tanpa iringan musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Sedangkan subjek penelitiannya dipilih secara purposive sample dengan tujuan agar analisis data lebih rinci pada siswa kelas 3 sampai kelas 6 Sekolah Dasar Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. 3.3 Teknik pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untuk mendapatkan data yang diinginkan. Secara umum ada 3 teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Sugiyono (2012: 309) mengatakan, dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. 3.3.1 Teknik observasi Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2012: 203), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan. Bogdan dan Taylor dalam Sumaryanto (2014: 39) mengklasifikasikan observasi melalui cara berperan serta (aktif) dan tidak berperan serta (pasif). Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi pasif, yaitu peneliti datang ke tempat observasi tapi tidak ikut terlibat di dalamnya. Dalam observasi pasif, pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan.

39 Moleong (2009:175) berpendapat, pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data. Pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek. Pengamatan menurut Moleong (2009: 176) dibagi menjadi 4, yaitu; (1) berperan serta secara lengkap; (2) pemeran serta sebagai pengamat; (3) pengamat sebagai pemeran serta, dan (4) pengamat penuh. Pengamatan dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengamat sebagai pemeranserta, yaitu peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum bahkan mungkin ia atau mereka disponsori oleh para subjek. Faisal dalam Sugiyono (2010: 64) secara rinci menjabarkan observasi menjadi tiga jenis yaitu, observasi berpartisipasi dalam bahasa inggrisnya participant observation, observasi yang secara terang- terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation). 3.2.1.1 Observasi Partisipasif Observasi partisipasif adalah jenis observasi dengan peneliti ikut terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai

40 sumber data penelitian. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. 3.2.1.2 Observasi Terus Terang atau Tersamar Hal ini peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa penulis sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. 3.2.1.3 Observasi Tak Berstruktur Observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak berstruktur, karena fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi berkembang selama kegiatan observasi langsung. Observasi tak berstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Sasaran pada observasi penelitian ini adalah siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand khususnya siswa sekolah dasar kelas 3 sampai kelas 6. Penelitian ini menggunakan jenis observasi tak berstruktur. Observasi tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi karena fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi berkembang pada saat kegiatan observasi berlangsung. Dalam melakukan observasi, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melihat dan meneliti fakta atau kenyataan fenomena yang terjadi, perilaku masyarakat ataupun pelakunya, kegiatan yang dilakukan, kemudian mendeskripsikannya. Berkaitan dengan permasalahan di penelitian ini, observasi dilakukan dengan melihat dan mengamati langsung siswa menyanyikan lagu kebangsaan tanpa menggunakan iringan musik.

41 3.3.2 Teknik Wawancara Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013: 231) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara merupakan hatinya penelitian sosial. Pendapat lain mengatakan bahwa melalui wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan dalam observasi, Susan Stainback dalam Sugiyono (2013: 232). Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan teknik wawancara tidak terstruktur. Estenberg dalam Sugiyono (2010: 233) Wawancara tidak berstruktur atau terbuka sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang subjek yang diteliti. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha memperoleh informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel apa yang harus diteliti. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai berbagai informasi yang berhubungan dengan kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik, peneliti melakukan kegiatan wawancara (interview). Kegiatan wawancara tersebut dilakukan secara tidak langsung dengan berbagai pihak, diantaranya wawancara kepada beberapa guru kelas Sekolah Dasar seperti Mrs. Sompis Suksawang (guru kelas 3), Mrs. Yamonporn Thummadech (guru kelas

42 4), Mrs. Kornkanok Bilmun (guru kelas 5), dan Mrs. Ruthai Maka (staff administrasi). Hal-hal yang ditanyakan adalah letak dan kondisi geografis, visi dan misi, sarana dan prasarana, pembelajaran musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Wawancara selanjutnya dilakukan dengan siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand bernama Nut (siswa kelas 5), mengenai kesan siswa pada saat guru mengajarkan cara menyanyikan lagu kebangsaan dan kesan siswa saat menyanyikan lagu kebangsaan tanpa menggunakan iringan musik dalam upacara pengibaran bendera. 3.3.3 Studi Dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lalu. Dokumen yang dimaksud bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, video dan sketsa. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni gambar, patung dan film. Studi dokumen merupakan pelengkap dari observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif, Sugiyono (2013: 240). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan studi dokumen untuk mendapatkan data berupa dokumen yang meliputi sejarah Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam bentuk tulisan yang menjelaskan visi dan misi sekolah, data pengajar dan staf karyawan, data siswa. Selain dokumen dalam bentuk tulisan, peneliti juga menggunakan dokumen gambar (foto) kegiatan siswa dan guru pada saat penelitian, audio visual (video) siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai.

43 3.4 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Dokumen dalam penelitian terkadang ada yang tidak memiliki kredibilitas tinggi. Sebagai contoh, banyak foto yang tidak sesuai dengan keadaan aslinya, dan sengaja dibuat untuk kepentingan tertentu. Demikian juga dengan hasil wawancara ataupun autobiografi yang menceritakan hal-hal subjektif untuk pencitraan. Sehingga hal ini memacu penulis menggunakan teknik triangulasi data yang di gunakan untuk memeriksa keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu di luar data dengan tujuan keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding data. Hasil dari digunakannya teknik triangulasi data, maka data yang diperoleh lebih konsisten, tuntas dan pasti. Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan. Gabungan tersebut terdiri dari teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Pengumpulan data dengan triangulasi, berarti peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2013: 241). Teknik triangulasi yang digunakan peneliti untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan teknik observasi tak berstruktur, teknik wawancara secara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

44 Observasi tak berstruktur Wawancara tidak terstruktur Sumber data sama Studi dokumentasi Bagan 3.1 Triangulasi teknik pengumpulan data. (Sumber: Sugiyono, 2009: 242) Teknik pemeriksaan data yang pertama dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan, wawancara dan dokumen yang diperoleh dari sumber yang sama. Peneliti mengamati siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand menyanyikan lagu kebangsaan tanpa menggunakan iringan musik. Setelah itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru kelas dan siswa untuk mendapatkan validitas data dalam penelitian ini. Selain melakukan pengamatan dan wawancara, peneliti juga melakukan studi dokumentasi dengan mengambil beberapa gambar dan video sebagai pedoman saat melakukan pengamatan siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2009: 241). Teknik ini dilakukan untuk membandingkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber. Wawancara dilakukan dengan Ms. Kornkanok Bilmun. Beliau merupakan guru kelas 5 di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Peneliti juga

45 melakukan wawancara dengan Nut selaku siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Narasumber A Sumber data sama Narasumber B Bagan 3.2 Triangulasi sumber pengumpulan data (Sumber: Sugiyono, 2009: 242) Hasil wawancara dari kedua narasumber yang berbeda akan dibandingkan untuk menguji validitas dan realibilitasnya. Untuk mengumpulkan bukti wawancara, peneliti juga mencatat hasil wawancaranya. 3.5 Teknik Analisis Data Bogdan dalam Sugiyono (2013: 244) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unitunit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain, Sugiyono (2013: 244). Susan Stainback dalam Sugiyono (2013: 244) mengatakan bahwa analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga dapat dikembangkan dan dievaluasi.

46 Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan, bahwa analisis data adalah proses sistematis dalam mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil observasi (catatan lapangan), wawancara, dan studi dokumen dengan memilah, menjabarkan, mengelompokkan dan membuat kesimpulan sehingga dapat lebih mudah dipahami untuk selanjutnya dapat dikembangkan dan dapat dievaluasi atau bahkan menjadi teori. Analisis data difokuskan ketika peneliti sudah memasuki lapangan saat pengumpulan data. Seperti saat melakukan wawancara, peneliti sudah menganalisis hasil wawancara, sehingga apabila hasil wawancara kurang memuaskan, peneliti dapat melakukan wawancara lagi, sampai dirasa mendapatkan data yang kredibel. Analisis data juga dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013: 246) aktivitas dalam analisis data diantaranya data reduction, data display, dan conclusion drawing/verivication. Data reduction disebut juga dengan reduksi data adalah merangkum, memilih hal yang pokok atau penting, membuat kategori dan membuang yang tidak dipakai sehingga mendapatkan tema atau polanya. Dengan demikian, data yang diperoleh akan lebih jelas, sehingga peneliti akan lebih mudah untuk mengumpulkan data selanjutnya dan mencarinya jika diperlukan. Tujuan utama dari penelitian kualitatif dapat dijadikan panduan utama dalam mereduksi data. Ketika peneliti menemukan segala sesuatu yang dianggap asing dan tidak dikenal, hal inilah yang akan dijadikan perhatian peneliti dalam mereduksi data. Mereduksi data dapat didiskusikan dengan orang yang dianggap

47 ahli sehingga pikiran peneliti dapat berkembang dan mendapatkan data yang bernilai tinggi. Langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman adalah conclusion drawing atau disebut juga dengan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Kesimpulan yang dimaksud dalam penelitian kualitatif adalah kesimpulan yang baru dan belum pernah ada sebelumnya yang telah didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten sehingga menghasilkan kesimpulan yang kredibel. Berikut adalah skema analisis data kualitatif, Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013: 247). Data collection (Pengumpulan data) Data display (Penyajian data) Data reduction (Reduksi data) Verifying (Penarikan kesimpulan) Bagan 3.4 Interaktif analisis data deskriptif kualitatif (Sumber: Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2013) Peneliti hendaknya sudah memiliki data yang akan dilakukan untuk menentukan fokus penelitian sementara. Data yang ada dikumpulkan terlebih dahulu ditambah dengan data yang ditemukan dari lapangan, tentu menghasilkan data yang banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu, maka perlu dicatat atau dirinci kemudian dianalisis melalui reduksi data (merangkum, memilih mana yang penting serta dapat dikembangkan, dan yang tidak). Dari data yang sudah terkumpul, juga

48 dapat langsung disajikan, jika hal itu merupakan temuan baru. Data yang telah direduksi, dapat disajikan dalam uraian singkat untuk selanjutnya ditarik kesimpulan.

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand diuraikan menjadi beberapa pembahasan, diantaranya (1) Letak dan Kondisi Geografis (2) Sejarah Singkat (3) Visi, Misi, dan Tujuan (4) Keadaan Fisik (5) Tenaga Pengajar, Tenaga Pendukung, dan Siswa (6) Sarana dan prasarana. 4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand beralamat lengkap di 264 M. l, T. Phatong, A. Hatyai, Songkhla 90230, yaitu terletak di Desa Baan Tunglung, Distrik Phatong, Kota Hatyai, Provinsi Songkhla dengan kode pos 90230. Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki tempat yang sangat strategis karena terletak di pinggir jalan raya lintas kota bahkan negara (Thailand-Malaysia). Di sebelah barat tembok sekolah sejajar dengan tempat ibadah agama budha (Wihara Wattunglung). Di sebelah selatan berdekatan dengan pusat-pusat perbelanjaan. Di sebelah timur terdapat Siam Commersial Bank. SCB merupakan satu diantara banyaknya lokal bank di wilayah tersebut. Hal ini menjadikan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki kondisi lingkungan yang nyaman dan menunjang proses pembelajaran karena fasilitas umum yang tersedia dengan baik. Letak Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand berada di samping persis Wihara Wattunglung atau berjarak 50 meter ke arah timur terdapat pasar 49

50 tradisional yang merupakan pusat perbelanjaan masyarakat sekitar. Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand sekitar 35 kilometer ke arah timur juga terdapat terminal sebagai pusat pemberhentian bus, van, song thew yang akan singgah di wilayah Hatyai atau yang akan berangkat ke luar kota. Akses dari jalan raya menuju sekolah pun tidak sulit karena perjalanan bisa ditempuh dengan menggunakan sepeda, sepeda motor, maupun mobil. Siswa yang orang tuanya tidak mempunyai kendaraan pribadi juga bisa menggunakan transportasi umum seperti van, song thew, bus. Kondisi tersebut memungkinkan akses siswa menuju sekolah lebih mudah. Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki 3 bangunan berlantai dua, 1 bangunan berlantai tiga. Bangunan pertama berlantai dua terdapat Ruang Kepala Sekolah, Ruang Administrasi, Ruang Budha, Ruang UKS, Ruang ASEAN, Ruang Kelas 4-6 dan Ruang Learning Distance TV. Di dalam Ruang Distance Learning TV tersedia LCD TV beserta koneksi internet (hotspot area) dimanfaatkan untuk mengakses materi pembelajaran yang membutuhkan koneksi internet, selain itu digunakan untuk menonton Education Cinema. Bangunan kedua berlantai dua terdapat Ruang kelas 1-3, Ruang TK Kelas A1 dan A2, Gudang Komputer dan Ruang Tablet. Bangunan ketiga berlantai dua terdapat Ruang Olahraga dan Pramuka, 5 kamar mandi. Sedangkan bangunan berlantai tiga terdapat Kantin, Ruang Komputer, Ruang Kelas Musik, Aula, Ruang Yod Petch dan 1 kamar mandi. Selain bangunan berlantai 3 dan 2, Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki perpustakaan yang digunakan sebagai tempat sumber belajar siswa. Selain itu terdapat juga beberapa wahana bermain pada taman bermain siswa

51 kelas Annuban (TK). Kemudian untuk menambah pemandangan indah, halaman Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand juga terdapat taman yang dipenuhi dengan bunga serta tempat parkir yang berada di belakang kantin. Foto 4.1 Bangunan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017) Pada foto 4.1 menunjukan bangunan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand yang tampak dari bagian dalam sekolah. Pada gambar tersebut dokumentasi diambil dari bangunan pertama berlantai dua tepatnya dari depan ruang Budha, terlihat beberapa bangunan ruang yang yaitu ruang kelas Sekolah Dasar dan ruang kelas Taman Kanak-kanak, Perpustakaan, Ruang Laboraturium Tablet, halaman sekolah yang juga dihiasi dengan beberapa pohon yang rindang sertapohon cemara yang menjulang tinggi. 4.1.2 Sejarah Singkat Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Data pendidikan Thailand http://data.bopp-opec.info/emis/schooldataview.php?school_id=1090550023&area_code=9002 menjelaskan bahwa

52 Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand terletak di 264 Kecamatan Phatong, Distrik Hat Yai, Provinsi Songkhla. Nomor telepon 074-291686 Fax 074-291686 Songkhla Primary Educational Service Area Office 2. Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand terdiri dari 2 tingkat Pendidikan, yaitu Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar dengan luas area sekolah sekitar 3 hektar 400 m 2. Area layanan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand terdiri dari tiga wilayah, yaitu Desa No.1 Baan Tunglung, Desa No.2 Baan Khlong Tong, Desa No. 8 Baan Khlong Pratuu. Direktur Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand saat ini adalah Mr Chavalit Khongkhanaeramit, dengan gelar Master Program Pendidikan di Administrasi Pendidikan. Beliau mulai bekerja di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand sejak 24 Februari 2012 sampai sekarang. Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki nama lama "Sekolah Prachabaan Tambonphatong (Prachakornuthit)" dan terletak di desa no.1 sub-distrik Phatong, distrik Hatyai, provinsi Songkhla. Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand secara resmi memulai kegiatan pembelajaran pada 1 Juni 1938 dengan menggunakan jasa Biara Wihara Wattunglung sebagai guru untuk sementara waktu. Kepala sekolah pada saat itu adalah Mr Bunkaew Samphanthachit. Pada masa Kepala sekolah Mr. Saeng Yodprasit di tahun 1940, kepala desa setempat bernama Mr. Leung Sornprasit beserta masyarakat di sekitar desa mengumpulkan dan menyumbangkan uang sebanyak 4.950 Baht untuk membangun gedung. Gedung tersebut dirancang menjadi beberapa ruangan, yaitu

53 4 ruang kelas Sekolah Dasar, 2 ruang kelas Taman Kanak-kanak, 1 ruang laboraturium tablet dan 1 ruang penyimpanan dokumen penting sekolah. Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand berjalan sekitar 9 tahun dengan mengantarkan siswanya hanya dari taman kanak-kanak sampai bangku kelas 3 sekolah dasar. Hal tersebut memang disebabkan karena sekolah tersebut belum memiliki gedung untuk kelas 4 sampai kelas 6. Sehingga apabila siswa ingin melanjutkan pembelajaran di kelas 4 sampai kelas 6 siswa harus pindah sekolah setelah lulus pada UKK di kelas 3. Besarnya antusias dan minat belajar masyarakat sekitar untuk mengenyam bangku Pendidikan, maka dari tahun ke tahun Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand mengalami perkembangan yang sangat signifikan, tercatat pada 1 Januari 1951 sekolah ini mengubah namanya kembali menjadi Sekolah Tunglung (Prachakornuthit). Perkembangan tersebut tidak lepas karena peran Kepala Desa dan masyarakat sekitar bahkan pengusaha-pengusaha yang menyumbangkan uangnya serta bergantinya periode kepala sekolah dari tahun ke tahun untuk mengembangkan sistem administrasi sekolah tersebut. Dari sistem administrasi yang baik, sekolah tersebut dapat membangun gedung-gedung lainnya dan mengganti namanya menjadi Sekolah Wattonglongmittrap 198 yang bertahan hingga saat ini. Gedung-gedung tersebut adalah ruang kelas 4 sampai kelas 6. Selain ruang kelas, juga dibangun ruang kepala sekolah, ruang administrasi, ruang ASEAN, ruang Budha, ruang distance learning TV, lab computer, lab sains, lab kelas musik, sejumlah kamar mandi, ruang olahraga dan pramuka serta kantin sekolah. Untuk menunjang perkembangan pembelajaran yang baik bagi siswanya,

54 sekolah membangun perpustakaan dan aula untuk evaluasi setiap kegiatan pembelajaran. Pada tahun 2017 jumlah total siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dari kelas Annuban (TK) hingga kelas Phratom (Sekolah Dasar) adalah sebanyak 144 orang. Jumlah untuk siswa laki-laki ada 69 orang dan jumlah untuk siswa perempuan ada 75 orang. Sedangkan jumlah guru Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand ada 10 orang guru. Dari jumlah total guru tersebut hanya terdapat satu guru laki-laki yaitu kepala Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. 4.1.3 Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Bersumber dari http://data.bopp-opec.info/emis/schooldataview.php?school_id=1090550023&area_code=9002 Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki visi, misi, dan tujuan yang telah di artikan dari Bahasa Thailan ke dalam Bahasa Indonesia yang secara rinci sebagai berikut: 4.1.3.1 Visi atau Filsafat Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Visi Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand adalah Fokus pada pengembangan pembelajaran. Untuk mempersiapkan kehidupan profesional pada komunitas ASEAN. Selain visi, Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand juga mempunyai filosofi tersendiri untuk memperkokoh visi tersebut, yaitu soroti pengetahuan tentang disiplin moral.

55 4.1.3.2 Misi Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand 1) Kembangkan standar kualitas untuk pendidikan. Tingkatkan pencapaian penggunaan teknologi sebagai alat belajar. 2) Menanamkan moral cinta demokrasi mempromosikan kehidupan filsafat ekonomi sederhana. 3) Ciptakan peluang bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan profesional untuk hidup dalam persiapan untuk komunitas ASEAN. 4) Pengembangan guru dan tenaga kependidikan. 5) Pengembangan Efisiensi Manajemen Pendidikan Fokus pada kerja tim dan partisipasi dari semua sektor. 4.1.3.3 Tujuan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Selain visi dan misi, Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand juga memiliki beberapa tujuan yang telah disusun. Tujuan tersebut dijelaskan secara rinci meliputi: 1) Siswa memiliki pengetahuan, moralitas, demokrasi. Menjalankan filosofi Ekonomi Sederhana. 2) Siswa memiliki keterampilan profesional untuk mempersiapkan diri untuk Komunitas ASEAN. 3) Populasi usia sekolah di wilayah layanan diberikan kesempatan untuk belajar secara menyeluruh. 4) Guru dan tenaga kependidikan telah dikembangkan menjadi standar profesional. 5) Masyarakat berpartisipasi dalam manajemen pendidikan.

56 4.1.4 Keadaan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Ruang Jumlah Keterangan Ruang Kepala Sekolah 1 Ruang Administrasi 1 Ruang Kelas 8 Annuban (TK) 1-2, SD Kelas 1-6 Ruang ASEAN 1 Ruang Budha 1 Ruang ibadah Perpustakaan Sekolah 1 Ruang Learning Distance TV 1 Ruang Tablet dan Komputer 2 Ruang Kelas Musik 1 Ruang Olahraga dan Pramuka 1 Ruang Yod Petch 1 Aula Sekolah 1 Ruang UKS 1 Halaman 1 Taman dan Kolam Kecil Kamar Mandi 6 Kantin 1 Parkir 1 Gudang 2 Gudang Komputer dan Sarpras Ruang Serba Guna 4 Tabel 4.1 Jumlah Ruangan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Sumber: Data Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand tahun 2017) Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki prasarana berupa Ruang Kepala Sekolah, Ruang Administrasi, 8 Ruang Kelas, Ruang ASEAN, Ruang Budha, Perpustakaan Sekolah, Ruang Learning Distance TV, Ruang Tablet, Ruang Komputer, Ruang Kelas Musik, Ruang Olahraga dan

57 Pramuka, Ruang Yod Petch, Aula, Ruang UKS, Halaman, 6 Kamar Mandi, 4 Ruang Serba Guna, Kantin, Parkir, dan Gudang. Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand tidak memiliki ruang guru karena setiap guru akan menempati kelasnya masing-masing sebagai kantornya. Sekolah ini juga tidak mempunyai mushola karena mayoritas Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand adalah beragama budha. Namun sekolah memiliki Ruang Budha dengan luas 5x6 meter yang bisa digunakan untuk ibadah bagi penganut agama Budha. 4.1.5 Data Tenaga Pengajar, Data Tenaga Pendukung, dan Data Siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki beberapa tenaga Pengajar, dan siswa. Selain itu, Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand juga memiliki tenaga pendukung yang bertugas membantu, mempersiapkan, serta mengamankan proses pembelajaran agar tetap berjalan dengan lancar. 4.1.5.1 Tenaga Pengajar Tenaga Pengajar merupakan guru yang mengajar di kelas dengan wajib memiliki kemampuan untuk mengajar semua mata pelajaran. Guru kelas juga bertanggung jawab penuh mengawasi perkembangan siswa didiknya. Tenaga Pengajar Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand terdiri dari 9 orang. Guru Kelas menempati kelas masing-masing karena tidak adanya Ruang Guru. Setiap kelas terdapat 1 orang guru kelas yang bertanggung jawab dalam proses pembelajaran di kelas masing-masing. 4.1.5.2 Tenaga Pendukung

58 Tenaga Pendukung merupakan tenaga yang membantu sekolah untuk mengamankan, membersihkan, dan mengurusi segala administrasi yang ada di sekolah. Namun tenaga Pendukung yang terdapat di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand hanya terdapat Staff Administrasi dan Cleaning Service Tenaga Pengajar Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand No. Nama Jabatan 1 Mrs. Yodsawadee Aerbkamon Kelas A1 2 Mrs. Patcharaporn Songprasom Kelas A2 3 Mrs. Yamonporn Thummadech Kelas 1 4 Mrs. Kamonwun Seanauy Kelas 2 5 Mrs. Sompis Suksawang Kelas 3 6 Mrs. Yamonporn Thummadech Kelas 4 7 Mrs. Kornkanok Bilmun Kelas 5 8 Mrs. Nongluk Srinuankra Kelas 6 Tabel 4.2 Pengajar Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Sumber: Data Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand tahun 2017) Tenaga Pendukung Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand No. Nama Jabatan 1 Mrs. Ruthai Maka Staff Administrasi 2 Mrs. Ruchaneewan Sangpet Cleaning Service Tabel 4.3 Tenaga Pendukung Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Sumber: Data Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand tahun 2017)

59 4.1.5.3 Siswa Peserta didik merupakan komponen penting dalam proses belajar mengajar. Karena tanpa adanya siswa, tidak akan terjadinya proses pengajaran. Berikut jumlah keseluruhan siswa di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand: Siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand 2016/2017 No. Kelas Jumlah Siswa Laki laki Perempuan 1 A1 21 orang 6 orang 15 orang 2 A2 9 orang 6 orang 3 orang 3 P1 23 orang 11 orang 12 orang 4 P2 14 orang 4 orang 10 orang 5 P3 11 orang 8 orang 3 orang 6 P4 18 orang 10orang 8 orang 7 P5 15 orang 10 orang 5 orang 8 P6 7 orang 3 orang 4 orang Jumlah 118 orang 55 orang 60 orang Tabel 4.4 Jumlah Siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Sumber: Data Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand tahun 2017) 4.1.6 Sarana dan Prasarana Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki beberapa fasilitas sekolah yang memadai dalam menunjang pembelajaran. Fasilitas tersebut terbagi menjadi 2, yaitu fasilitas akademis dan fasilitas non akademis. 4.1.6.1 Fasilitas Akademis Fasilitas Akademis adalah fasilitas yang menunjang pembelajaran anak di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Terdapat beberapa fasilitas

60 akademis yang menunjang pembelajaran di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand meliputi ruang kelas, alat musik tradisional, laptop, papan tulis, dan aula bermain. Fasilitas-fasilitas tersebut merupakan hal vital dalam kegiatan pembelajaran karena apabila fasilitas tersebut tidak ada atau terdapat salah satu fasilitas yang tidak ada, maka akan menghambat proses pembelajaran di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Berikut merupakan beberapa fasilitas akademik yang terdapat di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand beserta dokumentasi yang didapatkan ketika peneliti melakukan kegiatan penelitian di sekolah tersebut. 1) Ruang Kelas Foto 4.2 Ruang Distance Learning TV Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017) Ruang Kelas di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand terdapat delapan ruang kelas yang terdiri dari Ruang Kelas Annuban 1 dan Annuban 2 (Taman Kanak-kanak) dan Ruang Kelas Phratom 1 sampai dengan Phratom 6

61 (Sekolah Dasar). Pada Gambar 4.2 menunjukan salah satu ruang kelas yang terdapat di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Penggunaan LCD TV yang terkoneksi dengan internet memudahkan mengakses materi pembelajaran yang dibutuhkan. Siswa belajar menyanyikan lagu kebangsaan dengan guru kelas dan berada di ruang kelas masing-masing. 2) Laptop laptop Foto 4.3 Laptop Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017) Laptop dalam pembelajaran musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand, digunakan untuk media selancar pada internet untuk mencari materi lagu yang dipelajari kepada siswa. Laptop disambungkan dengan LCD lebar agar siswa dapat melihat materi lagu dengan jelas. Selain itu, laptop juga dapat digunakan sebagai media untuk memainkan iringan midi lagu kebangsaan. Pada gambar 4.3 menunjukan fasilitas laptop sangat berperan penting untuk mendukung pembelajaran.

62 3) Papan Tulis Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki 1 buah papan tulis yang terpasang disetiap kelas. Papan tulis tersebut termasuk jenis whiteboard dan greenboard, yaitu papan tulis yang berwarna putih dan hijau dengan alat tulisnya menggunakan spidol dan kapur. Papan tulis dalam belajar menyanyi digunakan sebagai media perantara untuk menerangkan materi lagu kepada siswa berupa tulisan lirik lagu yang hendak dinyanyikan siswa. Dengan adanya tulisan tersebut, siswa dapat mengetahui lirik yang terdapat dalam lagu tersebut. Dengan media papan tulis, siswa juga mampu melihat bentuk tulisan yang ditulis oleh guru, sehingga siswa dapat menyalinnya dalam buku catatanya. Tujuannya agar siswa tidak lupa dengan materi yang sudah diterangkan oleh guru. Pada gambar 4.4 menunjukan papan tulis yang sedang digunakan dalam pembelajaran musik (whiteboard) dan papan tulis berwarna hijau dengan goresan berwarna putih dari kapur. Foto 4.4 Papan Tulis Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017)

63 4) Aula Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki aula yang terletak di Gedung berlantai 3. Aula tersebut terletak di lantai 3. Aula di gunakan untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan seluruh elemen sekolah seperti kegiatan resmi dari sekolah, peringatan Hari Ibu, peringatan hari besar budha dan evaluasi setiap kegiatan pembelajaran. Di dalam aula juga terdapat beberapa fasilitas, seperti sound system dan air conditioner. Foto 4.5 Aula Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017) Selain halaman sekolah, aula digunakan sebagai alternatif tempat untuk setiap kegiatan yang melibatkan seluruh elemen sekolah. Pada gambar di atas (gambar 4.5), sekolah memperingati hari ibu yang diselenggarakan di aula. Hari Ibu diawali pada tahun 1970-an, perdana menteri berniat memperkenalkan keluarga kerajaan kepada rakyat. Maka dipilihlah hari kelahiran sang Ratu Thailand, Qeen Shirikit sebagai hari ibu, yaitu 12 Oktober. Selain dirayakan secara personal antara

64 Ibu dan Anak, Hari Ibu di Thailand juga dirayakan secara nasional dengan pagelaran konser dan parade. Perayaan hari ibu diawali dengan memberikan sedekah kepada rahib atau biarawan. Kemudian sang anak mengekspresikan kasih kepada Ibu dengan memberikan bunga melati yang dianggap sebagai tanda sucinya kasih ibu. Dalam peringatan Hari Ibu, ada beberapa susunan acara yang disesuaikan dengan adat negara Thailand. Kegiatan yang dilakukan pada peringatan Hari Ibu adalah berdoa bersama. Selain berdoa Bersama, kegiatan yang tak pernah ditinggalkan adalah menyanyikan lagu kebangsaan Thailand dan pembagian hadiah berupa alat-alat kebutuhan sekolah untuk siswanya. Aula tersebut berbentuk ruang memanjang dengan kapasitas ruangan yang luas. 4.1.6.2 Fasilitas Non Akademis Fasilitas Non Akademis berbeda dengan Fasilitas Akademis. Fasilitas Non Akademis merupakan fasilitas pelengkap yang tidak berhubungan dengan pembelajaran (Rakhmawan Riky, 2018). Adanya fasilitas pelengkap tersebut dapat mendukung berlangsungnya pembelajaran bernyanyi. Namun apabila fasilitas tersebut tidak ada, pembelajaran musik masih dapat berjalan. Salah satu faktor penting yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran di sekolah adalah penciptaan lingkungan belajar yang kondusif. Lingkungan belajar dalam hal ini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan dan kondusif maksudnya adalah suatu kondisi yang sesuai dan benarbenar mendukung keberlangsungan proses pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa sarana dan prasarana kelas, kebersihan kelas, pencahayaan, pengudaraan, dan penataan kelas. Sekolah yang terletak di tempat jauh dari

65 keramaian cenderung lebih kondusif karena gangguan dari polusi suara dapat dihindari atau paling tidak berkurang dalam pembelajaran, karena ketenangan juga dapat mengoptimalkan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Kelas yang bersih dan tertata dengan rapi juga tentunya dapat memberikan kenyamanan dalam proses pembelajaran, karena kelas yang bersih dan rapi dapat memberikan rasa betah dan nyaman untuk tetap berada di kelas. Pada saat cuaca panas guru dan siswa tentu merasa gerah dan kepanasan yang dapat mengganggu proses pembelajaran. Oleh karena itu terdapat beberapa fasilitas non akademis yang dapat mendukung pembelajaran musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Fasilitas non akademis tersebut diantaranya kipas angin, Air Conditioner dan matras untuk alas tidur siswa Annuban. Berikut uraian beberapa fasilitas non akademis beserta dokumentasi yang didapatkan ketika peneliti melakukan kegiatan penelitian di yang terdapat di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand: 1) Kipas Angin Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki fasilitas kipas angin disetiap kelas dan ruangan (Gambar 4.6). Ada dua jenis kipas angin, yaitu kipas angin dinding dan duduk. Kipas angin dinding dipasang permanen pada dinding ruangan, sedangkan kipas angina duduk lebih fleksibel karena dapat dipindah penempatannya sesuai keinginan. Namun fungsi kedua jenis kipas angin tersebut sama, yaitu kipas angin digunakan di ruang kelas untuk mengatasi cuaca panas sehingga siswa dan guru tidak merasa gerah dan tetap merasa nyaman ketika sedang

66 melaksanakan pembelajaran di dalam kelas serta tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Foto 4.6 Kipas Angin Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017) 2) Air Conditioner Selain kipas angin yang memiliki tombol, Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki fasilitas lain seperti Air Conditioner (AC) yang terdapat dibeberapa ruangan. Air Conditioner digunakan di ruang kelas untuk mengatasi cuaca panas sehingga siswa dan guru tidak merasa gerah dan tetap merasa nyaman ketika sedang melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. Ketika siswa dan guru

67 merasa nyaman maka tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Foto 4.7 Air Conditioner Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017) 3) Matras Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki fasilitas lain seperti matras yang hanya digunakan untuk kelas Annuban (TK). Disediakannya matras di kelas Annuban adalah dengan tujuan untuk alas tidur siswa Annuban, masing-masing siswa mendapat satu matras untuk alas tidurnya. Hal ini mengatasi agar siswa tidak berebut matras dan tetap tertib. Terciptanya suasana nyaman dan

68 tertib memastikan jam tidur siswa tidak terpotong karena berebut matras. Hal lain yang tidak kalah penting adalah terciptanya karakter disiplin sejak dini sehingga setiap proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien. Foto 4.8 Matras Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017) 4.1.7 Lagu Phleng Chat Thai Lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dinyanyikan oleh seluruh elemen Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand saat upacara pengibaran bendera. Upacara dilaksanakan setiap hari Senin sampai hari Jumat. Dengan mengadopsi ketetapan pemerintah yang memainkan lagu kebangsaan di dua waktu, sehingga upacara pengibaran bendera di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dilaksanakan pada pagi hari sebelum kegiatan pembelajaran di mulai.

69 Upacara dimulai sebelum pukul 08.00 untuk melakukan beberapa tata acara sebelum menyanyikan lagu kebangsaan. Tepat pada pukul 08.00 waktu setempat, seluruh peserta upacara dengan penuh khidmat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik. Selain tanpa tanpa menggunakan iringan musik, pada saat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai juga tidak menggunakan seorang dirigen untuk mengatur tempo dan ekpresi pada lagu kebangsaan tersebut.

Partitur 4.1 Partitur asli dan lirik lagu Phleng Chat Thai (Dokumentasi: Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand) 70

71 4.2 Kemampuan Siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand Menyanyikan Lagu Kebangsaan Tanpa Iringan Musik Kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan melakukan sesuatu (Departemen Pendidikan Nasional 2003: 707). Sedangkan bernyanyi merupakan seni mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui nada dan kata-kata (Jamalus 1981: 95). Kemampuan bernyanyi dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui nada dan melodi yang diungkapkan dalam kata-kata. Kemampuan bernyanyi tiap individu pastinya berbeda-beda. Ada yang dapat bernyanyi dengan tepat, ada juga individu dapat bernyanyi namun dengan intonasi dan teknik pernapasan kurang yang tepat. Berikut akan peneliti uraikan secara rinci mengenai kemampuan bernyanyi pada siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand saat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik: 4.2.1 Ketepatan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Sesuai Melodi yang Ditetapkan Berbicara masalah teknik vokal, tidak dapat lepas dari intonasi (ketepatan nada). Hal ini mudah dipahami karena mempelajari teknik vokal pada intinya adalah untuk menyanyi. Salah satu syarat utama menyanyi yang benar adalah kemampuan menjangkau nada. Intonasi merupakan teknik vokal untuk menjangkau tinggi rendahnya nada, kemudian dapat menyanyikan melodi lagu dengan tepat. Sedangkan pengertian melodi adalah rangkaian dari beberapa nada atau sejumlah nada yang berbunyi atau dibunyikan secara berurutan (Soeharto, 1992:1). Lebih lanjut Miller (penerjemah Bramantya, tanpa tahun:37) mengatakan bahwa melodi

72 adalah suatu rangkaian nada-nada, serta nada-nada dari melodi membentuk suatu ide musikal yang komplit. Melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu pikiran dan perasaan (Jamalus, 1988: 16). Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa melodi merupakan rangkaian nada-nada yang teratur, yang disusun secara ritmis yang mengungkapkan suatu pikiran dan perasaan. Berikut intonasi pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai yang peneliti tulis ulang dan peneliti uraikan intonasi siswa saat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai: Partitur 4.2 Partitur dan lirik lagu Phleng Chat Thai melalui aplikasi Sibellius (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017) Pada saat menyanyikan lagu kebangsaan tanpa iringan musik, intonasi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand tidak semuanya tepat. Dari

73 enambelas birama ada beberapa birama yang siswa nyanyikan dengan tidak tepat. Hampir semua siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai hanya dengan menirukan teman-temannya dan kurang memahami teknik intonasi yang benar pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Hal ini disebabkan karena guru mengajari siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai hanya melalui pembelajaran lesan saja dan guru tidak secara rinci menjelaskan panjang pendeknya harga pada tiap nada. Pembelajaran berlangsung dengan guru bernyanyi terlebih dahulu kemudian siswa menirukannya, sehingga siswa mencerna intonasi lagu kebangsaan Phleng Chat Thai sesuai dengan pemahaman masing-masing siswa. 4.2.1.1 Bagian intonasi lagu kebangsaan Phleng Chat Thai yang dapat dinyanyikan siswa tanpa mengalami kesulitan Dari enambelas birama yang ada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai, siswa mampu menyanyikan intonasi lagu dengan tepat hanya pada birama-birama yang memiliki pola melodi sederhana, jarak antar nada tidak jauh dan range vokal yang sesuai tessitura siswa. Hal ini sesuai dengan kecenderungan pada anak-anak akan menyanyikan lagu sederhana yang disesuaikan dengan pertumbuhan beserta perkembangan musikal anak. Tingkat kesulitan yang dihadapi anak-anak adalah tingkat kesulitan menengah ke bawah dikarenakan suara pada anak-anak belum matang dan masih berubah-ubah. 4.2.1.2 Bagian intonasi lagu kebangsaan Phleng Chat Thai yang tidak dapat dinyanyikan siswa dengan mengalami kesulitan Bagian ini terdapat pada birama yang memiliki pola rumit, jarak antar nada jauh, dan range vokal yang tidak sesuai dengan tessitura siswa. Sehingga dari

74 enambelas birama yang ada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai, semua siswa menyanyikan melodi dengan intonasi yang kurang tepat. Jika menggunakan partitur yang telah ditetapkan maka nada dasar yang digunakan adalah do=c. Namun apabila melihat range melodi pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dengan nada dasar do=c nada terendah adalah nada c 1 sampai nada tertingginya yaitu e 2. Tesitura anak-anak pada umumnya hanya mampu menyanyikan nada terendah d 1 dan tertinggi d 2. Nada dasar tersebut terkesan tinggi untuk siswa nyanyikan, sehingga siswa tidak dapat menjangkau nada terendah dan tinggi pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Berikut peneliti uraikan secara rinci intonasi yang disesuaikan dengan tiap frasa pada partitur lagu kebangsaan Phleng Chat Thai beserta kesulitan siswa dalam menjangkau nada dan menyanyikan intonasi lagu kebangsaan Phleng Chat Thai: Partitur asli Kesalahan intonasi siswa Siswa mengawali melodi lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dengan baik namun pada birama dua siswa melakukan kesalahan dalam menyanyikan melodi. Pada birama dua peneliti beri tanda merah untuk membedakan partitur yang ditetapkan (atas) dan kesalahan berulang yang dilakukan siswa (bawah). Seharusnya siswa menyanyikan nada g 1 (lirik Thai ) dengan durasi tiga ketuk namun siswa menyanyikan nada g 1 hanya dengan durasi dua ketuk saja, satu

75 ketukan terakhir pada pulsa ketiga hilang alhasil siswa mendahului untuk menyanyikan pola melodi berikutnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor seperti guru tidak mengajarkan secara rinci mengenai panjang pendeknya durasi tiap nada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Guru tidak memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa, sehingga kesalahan dilakukan secara berulang ketika menyanyikan kembali lagu tersebut. Faktor lain bisa dilihat menggunakan indera adalah penggunaan pernapasan dada saat siswa bernyanyi sehingga udara yang dihirup sedikit dan tidak mampu memainkan nada panjang. Partitur asli Kesalahan intonasi siswa Pada birama empat peneliti beri tanda merah untuk membedakan partitur yang ditetapkan (atas) dan kesalahan berulang yang dilakukan siswa (bawah) karena tidak menyanyikan panjang pendeknya durasi nada secara tepat. Seharusnya siswa menyanyikan nada c 1 (lirik an ) dengan durasi satu setengah ketuk namun siswa menyanyikan nada c 1 hanya dengan durasi setengah ketuk saja, satu ketukan terakhir yang seharusnya siswa nyanyikan hilang alhasil siswa mendahului untuk menyanyikan pola melodi berikutnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor seperti guru tidak mengajarkan secara rinci mengenai panjang pendeknya durasi tiap nada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Guru tidak memperbaiki kesalahan yang

76 dilakukan siswa, sehingga kesalahan dilakukan secara berulang ketika menyanyikan kembali lagu tersebut. Faktor lain bisa dilihat menggunakan indera adalah penggunaan pernapasan dada saat siswa bernyanyi sehingga udara yang dihirup sedikit dan tidak mampu memainkan nada panjang. Partitur asli Kesalahan intonasi siswa Pada birama enam peneliti beri tanda merah untuk membedakan partitur yang ditetapkan (atas) dan kesalahan berulang yang dilakukan siswa (bawah). Seharusnya siswa menyanyikan nada g 1 (lirik muan ) dengan durasi tiga ketuk namun siswa menyanyikan nada g 1 hanya dengan durasi dua ketuk saja, satu ketukan terakhir yang seharusnya siswa nyanyikan hilang alhasil siswa mendahului untuk menyanyikan pola melodi berikutnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor seperti guru tidak mengajarkan secara rinci mengenai panjang pendeknya durasi tiap nada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Guru tidak memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa, sehingga kesalahan dilakukan secara berulang ketika menyanyikan kembali lagu tersebut. Faktor lain bisa dilihat menggunakan indera adalah penggunaan pernapasan dada saat siswa bernyanyi sehingga udara yang dihirup sedikit dan tidak mampu memainkan nada panjang. Partitur asli

77 Kesalahan intonasi siswa Tanda merah sebelah kiri merupakan kesalahan siswa dalam menyanyikan intonasi pada birama ketujuh. Siswa seharusnya menyanyikan nada d 2 (lirik mai ) dengan durasi dua ketuk namun siswa menyanyikan g 1 hanya dengan setengah ketuk yang dimainkan secara glissando (mengayunkan nada) menuju nada d 2 dengan durasi satu ketuk kemudian mengakhiri dengan istirahat setengah ketuk. Tentu sangat berbeda dengan intonasi yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan interval dari nada sebelumnya (g 1 ) menuju nada d 2 merupakan interval yang jauh untuk dinyanyikan siswa. Kecenderungan anak-anak akan menyanyikan lagu sederhana yang disesuaikan dengan pertumbuhan anak-anak itu sendiri sehingga lagu yang dimainkan juga memiliki jangkauan nada pada level mudah untuk taraf anak-anak, seperti jarak antar nada yang tidak jauh atau pola melodi yang sederhana. Birama delapan peneliti beri tanda merah untuk membedakan partitur yang ditetapkan (atas) dan kesalahan berulang yang dilakukan siswa (bawah) karena tidak menyanyikan panjang pendeknya durasi nada secara tepat. Siswa seharusnya menyanyikan nada a 1 (lirik mak ) yang mempunyai durasi dua ketuk dan dimainkan dengan teknik legato (nada dimainkan dengan cara disambung) menuju nada g 1 (lirik khi ), namun pada praktiknya siswa menyanyikan nada a 1 hanya dengan durasi setengah ketuk saja dan dinyanyikan dengan teknik staccato (nada dimainkan dengan cara patah-patah). Beberapa ketukan yang harusnya siswa

78 nyanyikan hilang, alhasil siswa mendahului untuk menyanyikan pola melodi berikutnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor seperti guru tidak mengajarkan secara rinci mengenai panjang pendeknya durasi tiap nada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Guru tidak memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa secara berkala, sehingga kesalahan dilakukan secara berulang oleh siswa ketika menyanyikan kembali lagu tersebut. Faktor lain bisa dilihat menggunakan indera adalah penggunaan pernapasan dada saat siswa bernyanyi sehingga udara yang dihirup sedikit dan tidak mampu memainkan nada panjang. Partitur asli Kesalahan intonasi siswa Birama sepuluh peneliti beri tanda merah untuk membedakan partitur yang ditetapkan (atas) dan kesalahan berulang yang dilakukan siswa (bawah) karena tidak menyanyikan panjang pendeknya durasi nada secara tepat. Seharusnya siswa menyanyikan nada d 1 (lirik ngop ) dengan durasi satu ketuk, namun siswa menyanyikan nada d 1 hanya dengan durasi setengah ketuk saja. Setengah ketukan terakhir pada pulsa kedua yang seharusnya siswa nyanyikan hilang, alhasil siswa mendahului untuk menyanyikan pola melodi berikutnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor seperti guru tidak mengajarkan secara rinci mengenai panjang pendeknya durasi tiap nada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Guru tidak memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa, sehingga kesalahan dilakukan secara

79 berulang ketika menyanyikan kembali lagu tersebut. Faktor lain bisa dilihat menggunakan indera adalah penggunaan pernapasan dada saat siswa bernyanyi sehingga udara yang dihirup sedikit dan tidak mampu memainkan nada panjang. Partitur asli Kesalahan intonasi siswa Birama duabelas peneliti beri tanda merah untuk membedakan partitur yang ditetapkan (atas) dan kesalahan berulang yang dilakukan siswa (bawah) karena tidak menyanyikan panjang pendeknya durasi nada secara tepat. Seharusnya siswa menyanyikan nada g 1 (lirik khi ) dengan durasi dua setengah ketuk, namun siswa menyanyikan nada g 1 hanya dengan durasi satu setengah ketuk saja. satu ketukan terakhir yang seharusnya siswa nyanyikan hilang, alhasil siswa mendahului untuk menyanyikan pola melodi berikutnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor seperti guru tidak mengajarkan secara rinci mengenai panjang pendeknya durasi tiap nada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Guru tidak memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa, sehingga kesalahan dilakukan secara berulang ketika menyanyikan kembali lagu tersebut. Faktor lain bisa dilihat menggunakan indera adalah penggunaan pernapasan dada saat siswa bernyanyi sehingga udara yang dihirup sedikit dan tidak mampu memainkan nada panjang. Partitur asli

80 Kesalahan intonasi siswa Pada birama empatbelas peneliti beri tanda merah untuk membedakan partitur yang ditetapkan (atas) dan kesalahan berulang yang dilakukan siswa (bawah) karena tidak menyanyikan panjang pendeknya durasi nada secara tepat. Seharusnya siswa menyanyikan nada b 1, c 2, d 2 (pada birama tigabelas) dan e 2 (pada birama empatbelas) namun siswa hanya menyanyikan nada a 1 dan b 1 saja (pada birama tigabelas) kemudian nada d 2 (pada birama empatbelas). Beberapa ketukan terakhir yang seharusnya siswa nyanyikan hilang, alhasil siswa mendahului untuk menyanyikan pola melodi berikutnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor seperti guru tidak mengajarkan secara rinci mengenai panjang pendeknya durasi tiap nada pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Guru tidak memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa, sehingga kesalahan dilakukan secara berulang ketika menyanyikan kembali lagu tersebut. Faktor lain bisa dilihat menggunakan indera adalah penggunaan pernapasan dada saat siswa bernyanyi sehingga udara yang dihirup sedikit dan tidak mampu memainkan nada panjang. Tessitura pada siswa hanya mampu menyanyikan nada d 2 saja, sedangkan nada yang terdapat pada partitur adalah e 3, sehingga hal ini menjadi dasar siswa tidak dapat menyanyikan nada tertinggi pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. 4.2.2 Ketepatan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Sesuai Tempo yang Ditetapkan Tempo adalah kecepatan lagu yang dituliskan berupa kata-kata dan berlaku untuk seluruh lagu dan istilah itu ditulis pada awal tulisan lagu (Soeharto, 1975:

81 57). Sementara Miller (penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 24) mengatakan, bahwa tempo adalah sebuah istilah dari Bahasa Itali yang secara harafiah berarti waktu, di dalam musik menunjukkan pada kecepatan. Fungsi dari tempo ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam menyanyikan lagu yang ada (Soeharto, 1992: 56). Macam-macam tanda tempo menurut Miller (penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 24) yaitu presto (168-200 bpm), allegro (120-168 bpm), moderato (108-120 bpm), andante (76-108 bpm), adagio (66-76 bpm), largo (40-60 bpm ) atau jika diartikan dalam Bahasa Indonesia merupakan urutan tempo dari yang sangat cepat, cepat, sedang, agak lambat, lambat dan sangat lambat. Singkatan bpm merupakan istilah satuan tempo yang mempunyai arti beats per minute atau jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia merupakan jumlah ketuk per menit. 4.2.2.1 Standar Tempo pada Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Dari beberapa penjelasan macam-macam tempo di atas dapat diketahui bahwa tempo yang di gunakan pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai adalah allegro maestoso. Tempo tersebut merupakan jenis tempo cepat di tambah dengan ekspresi maestoso yang berarti megah. Namun setelah peneliti menyelaraskan tempo standar menggunakan aplikasi pengukur tempo (Metronome), ternyata tempo yang digunakan pada lagu tersebut adalah tempo dengan angka 95 bpm. Angka tersebut merupakan tempo Andante atau tempo yang digunakan sama seperti kecapatan orang yang sedang berjalan normal. 4.2.2.2 Tempo pada Kebiasaan Siswa menyanyikan Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Tanpa Menggunakan Iringan Musik

82 Pada saat menyanyikan lagu kebangsaan Thailand tanpa iringan musik, siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dengan tempo yang lambat. Hal ini dikarenakan tidak adanya dirigen untuk mengatur dan mengarahkan tempo yang seharusnya dinyanyikan, siswa juga tidak memainkan harga nada yang sesuai dengan partitur sehingga beberapa ketukan pada beberapa nada hilang. Hal ini seolah-olah menjadikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai yang siswa nyanyikan tanpa menggunakan iringan musik akan selesai dengan lebih cepat. Namun karena siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dengan tempo lambat, maka lagu tersebut selesai tidak lebih cepat dari standar tempo pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai bahkan sedikit lebih lambat dari standar tempo pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dengan selisih 2 detik. Pada hal ini disebabkan pada kecenderungan anak-anak hanya menyanyikan lagu sederhana dan menikmati tempo lambat yang disesuaikan dengan pertumbuhan anak-anak. 4.2.3 Ketepatan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Sesuai Dinamika yang Ditetapkan Dinamika adalah kekuatan bunyi, dan tanda dinamika adalah tanda pernyataan kuat dan lemahnya penyajian bunyi (Soeharto, 1992: 30). Dinamika memainkan peranan yang besar dalam menciptakan ketegangan (tensi) musik. Pada umumnya semakin keras suatu musik, maka semakin kuat ketegangan yang dihasilkan dan sebaliknya, semakin lembut musiknya maka semakin lemah ketegangannya (Miller, penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 81). Macam-macam dinamika menurut Miller (penerjemah Bramantyo, tanpa tahun: 80) yaitu

83 Pianissimo (pp), Piano (p), Mezzo Piano (p), Mezzo Forte (mf), Forte (f), Fortissimo (ff) atau jika diartikan dalam Bahasa Indonesia merupakan dinamika yang sangat lembut, lembut, agak lembut, agak keras, keras, sangat keras. Tidak seperti tempo yang dapat dibatasi atau ditentukan dengan pasti dan tepat dengan petunjuk metronom, dinamika merupakan nilai-nilai yang relatif tidak ada tingkatan yang mutlak untuk piano dan forte. Ada beberapa dinamika yang terdapat pada partitur lagu Phleng Chat Thai. Lagu tersebut di awali dengan tanda dinamika mezzoforte artinya cara menyanyikannya dengan suara yang agak keras. Kemudian pada birama keenam terdapat tanda dinamika forte, artinya cara menyanyikannya dengan suara yang keras. Birama kedelapan terdapat tanda dinamika piano, artinya cara menyanyikannya dengan suara yang lembut. Setelah tanda dinamika piano pada birama kedelapan, lagu tersebut dinyanyikan dengan tanda dinamika forte kembali pada birama kesebelas. Untuk tanda dinamika yang terakhir terdapat pada dua birama dari birama keduabelas yaitu fortissimo, artinya cara menyanyikannya dengan suara yang sangat keras. Dari beberapa dinamika yang terdapat pada partitur, sangat jelas bahwa lagu tersebut bersifat semangat namun siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand menyanyikan lagu Phleng Chat Thai hanya dengan dinamika mezzoforte sehingga pesan semangat tidak tersampaikan dengan baik. Artinya siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand menyanyikan dengan volume suara yang monoton. 4.2.4 Pernapasan dan Frasering Menurut Jamalus dalam Herini (2010: 16) macam-macam pernapasan terdiri atas: 1) pernapasan dada, 2) pernapasan perut, dan 3) pernapasan diafragma.

84 Dari ketiga jenis pernapasan tersebut, pernapasan diafragma merupakan teknik pernapasan yang paling efektif digunakan dalam bernyanyi. Hal tersebut dikarenakan bagian sekat rongga badan berkembang pada waktu menghirup napas sehingga menjamin kelancaran kerja alat-alat pernapasan, alat-alat suara, dan alatalat pengucapan. Selain itu udara yang dihirup akan diakumulasi di antara dada dan perut lalu dikeluarkan secara perlahan sehingga mudah diatur pemakaiannya. Sisi lain kelebihan pada teknik pernapasan ini selain mudah di kontrol adalah suara akan memiliki stabilitas dan power, sehingga siswa bernyanyi dengan pernafasan yang bebas dan lepas. Pernapasan sangat berperan penting dalam bernyanyi, hal ini terbukti pada penggunaan pernapasan untuk teknik vokal yang baik dan benar. Teknik tersebut merupakan teknik pemenggalan kalimat pada syair lagu yang disesuaikan dengan pernapasan. Dalam hal ini dikenal dengan istilah teknik frasering, yaitu kaidah pemenggalan kalimat yang baik dan benar sehingga mudah dinyanyikan (Oktara 2011: 42). Pemenggalan kalimat yang baik dan benar dapat memberikan, menjelaskan tema dan menyampaikan pesan dari sebuah lagu kepada pendengar pada saat bernyanyi. Berikut peneliti uraikan frasering yang terdapat pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai beserta kebiasaan siswa bernyanyi pada saat upacara pagi dan sore hari tanpa menggunakan iringan musik: 4.2.4.1 Pernapasan dan Frasering pada Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Dari banyaknya syair yang tertera pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai berikut peneliti uraikan secara rinci delapan frasering pada lagu kebangsaan Phleng Chat Thai yang disesuaikan dengan pernapasan berdasarkan hasil wawancara:

85 Frasering 1 Frasering 2 Frasering 3 Frasering 4 Frasering 5 Frasering 6 Frasering 7

86 Frasering 8 4.2.4.2 Pernapasan dan Frasering siswa dalam Menyanyikan Lagu Kebangsaan Phleng Chat Thai Tanpa Menggunakan Iringan Musik Pada saat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand, peneliti menemukan fakta bahwa siswa menggunakan pernapasan dada. Pernapasan dada adalah pernapasan yang hanya cocok digunakan untuk bernyanyi di nada-nada rendah dan hanya mampu menampung sedikit oksigen sehingga teknik pernapasan ini kurang cocok jika digunakan untuk bernyanyi. Hal ini peneliti kemukakan sesuai hasil observasi dan studi dokumentasi yang menyatakan rongga dada siswa berkembang pada waktu menarik napas, sehingga terjadi ketegangan pada dada, bahu, dan leher. Alhasil, pada saat siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai terbata-bata dan mempengaruhi beberapa pemenggalan kalimat yang kurang baik dan tidak benar serta tidak sesuai dengan kaidah pemenggalan kalimat. Berikut peneliti uraikan pernapasan dan frasering siswa dalam menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik. Pada saat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa iringan musik, siswa menyanyikan frasering ketujuh dengan kurang tepat dan tidak sesuai kaidah pemenggalan kalimat. Pada bagian frasering ketujuh seharusnya siswa

87 menyanyikan dengan satu nafas, namun pada birama ketigabelas (diantara lirik thuk dan yat) siswa kembali mengambil nafas untuk menyanyikan bagian frasering ketujuh tersebut. Hal tersebut dikarenakan siswa menggunakan pernapasan dada. Pernapasan dada adalah pernapasan yang hanya cocok digunakan untuk bernyanyi di nada-nada rendah dan hanya mampu menampung sedikit oksigen, sehingga pada saat siswa menyanyikan frasering ketujuh siswa bernyanyi dengan terbata-bata dan tidak mampu mengambil napas serta menjangkau nada yang panjang. Penyebab utama kesalahan pernapasan dan frasering pada siswa saat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa menggunakan iringan musik adalah penggunaan pernapasan dada. Pernapasan dada adalah pernapasan yang hanya cocok digunakan untuk bernyanyi di nada-nada rendah dan hanya mampu menampung sedikit oksigen, sehingga pada saat siswa menyanyikan frasering ketujuh siswa bernyanyi dengan terbata-bata dan tidak mampu mengambil napas serta menjangkau nada yang panjang. 4.2.5 Artikulasi Suatu bentuk lirik dalam nyanyian suatu karya musik terdapat suatu pesan yang disampaikan. Agar pesan dan kata-kata tersebut dapat dimengerti, maka saat bernyanyi harus memperhatikan artikulasi atau cara pelafalan kata demi kata dengan baik dan jelas sehingga memberikan pengertian yang jelas kepada pendengar (Oktara 2011: 42). Pada saat menyanyikan lagu kebangsaan tanpa iringan musik, siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand menyanyikan dengan teknik artikulasi yang hampir sempurna. Namun ada bagian lirik yang di ucapkan kurang

88 tepat. Hal ini peneliti kemukakan sesuai dengan hasil observasi dan dokumentasi serta wawancara yang menyatakan bahwa pengucapan siswa pada lirik p hli (phali) kurang tepat. Siswa menyanyikan lirik tersebut dengan vokal pli (dalam pengucapan Bahasa Indonesia), namun guru menjelaskan untuk pengucapan lirik tersebut yang tepat adalah menggunakan vokal phali (dalam pengucapan Bahasa Indonesia). Frasering 7 4.2.6 Sikap Badan Sikap badan pada saat bernyanyi sangat perlu untuk diperhatikan dan dilatih, sehingga pernapasan tidak terganggu dan membantu pengeluaran suara secara bebas dan lepas. Sikap bernyanyi yang benar akan membuat penyanyi lebih percaya diri. Sikap berdiri yang benar juga akan berguna bagi kesehatan penyanyi, karena bagian-bagian tubuhnya akan berfungsi dengan baik. Sikap bernyanyi dibagi menjadi dua, yaitu sikap berdiri dan sikap duduk. Sikap berdiri yang tegak dan rilek tidak akan membuat penyanyi lelah. Sikap berdiri yang benar juga akan membuat penyanyi tampak lebih mantap dan bersemangat dalam menyanyikan sebuah lagu. Jika melihat budaya negara Thailand maka ketika lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dimainkan, rakyat Thailand akan menghentikan segala aktifitas dan menyegerakan mengambil sikap berdiri untuk menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai. Hal tersebut juga di terapkan oleh semua siswa pada saat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dalam upacara pengibaran

89 bendera di sekolah, sehingga sikap badan siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand saat menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai adalah menggunakan sikap berdiri. Foto 4.9 Upacara pengibaran bendera Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand (Dokumentasi: Purniawan Wibisono 2017)

90 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan yang dapat disampaikan peneliti berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan tentang studi kasus kemampuan siswa menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai tanpa iringan musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. Kemampuan bernyanyi siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand memiliki konstruksi musikal dan bahasa yang kurang tepat. Hal ini dibuktikan dengan berbagai kesalahan yang dilakukan oleh siswa secara berulang ketika menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai, baik dari segi ritmis, nilai nada, tempo, dinamika dan artikulasi. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran, yakni baiknya guru memberikan pembelajaran secara rinci mengenai bernyanyi lagu kebangsaan Phleng Chat Thai dengan baik dan benar sesuai teori yang ada, sehingga siswa lebih paham dalam menyanyikan lagu tersebut. Perbaiki kesalahan yang dilakukan siswa ketika menyanyikan lagu kebangsaan Phleng Chat Thai secara berkala, sehingga tidak menjadi kesalahan berulang yang pada akhirnya menjadi sebuah kebenaran. Gunakan iringan musik, dirigen, dan pengambilan nada awal sebagai sebagai media untuk membantu mengingat nada dasar yang dimainkan, cepat lambatnya tempo serta dinamika yang harus diekspresikan.

91 DAFTAR PUSTAKA Anita Florensi, Dkk. Studi Kemampuan Siswa Dalam Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Di Sdn Inpres 3 Tondo. Jurnal Untad. (jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ese/issue/download/1083/14) Bainbridge, David, I. 1999. Intellectual Property. England: Pitman Publishing Bogdan, Robert dan Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Terjemahan oleh Arief Rurchan. Surabaya: Usaha Nasional Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Djaali, H. (2011). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Puji, E. 2012. Analisis Afiksasi Dan Penghilangan Bunyi Pada Lirik Lagu Geisha dalam Album Meraih Bintang, 0 6. Retrieved from http://eprints.ums.ac.id/19366 Ensiklopedia Indonesia, buku 4, Penerbit PT. Ichtiar baru Van Hoeve, Jakarta, tanpa tahun penerbitan, hlm. Hartono. 2007. Kemampuan Guru SD/MI dalam Menterjemahkan Mata Pelajaran (SBK) Seni Budaya Dan Kerajinan. Harmonia: Journal of Arts Research and Education, 8(2), 100 106. Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/download/782/714 Jamalus dan Mahmud, A. T. 1981. Musik 4 untuk SPG kelas II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jamalus. 1988. Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta: P2LPTK. Keith, W. and Carl, S. 1998. Harmony and Theory. Minnesota: Hal.Leonard Corporation International Kerlinger, F. N. & Lee, H. B. 1973. Foundation of behavioral research. New York: Rinchart and Winston Inc. Kodijat, L. 1986. Istilah-Istilah Musik. Cet ke-2. Jakarta: Djambatan Kurnianingsih, W. 2013. Pembelajaran Vokal di Purwacaraka Musik Studio Semarang. SKRIPSI Leedy. 1997. Practical Research: Planing and Design. New Jersey: Merrill- Prentice Hall Miller, M. dan Hugh. Introduction to Music, A Guide to Goodyear Listening, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, Bramantyo T (penerjemah) Siagian, M. P. 1976. GEMBIRA: Nyanyian anak-anak sekolah dasar. Yogyakarta: Penyebar Musik Indonesia Soeharto, M. 1975. Belajar Notasi Balok. PT. Gramedia: Jakarta. Soeharto, M. 1995. Kamus Musik. Jakarta: Penerbit Grasindo PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Maraliana, I. 2013. Studi Kebiasaan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Sikap Nasionalisme Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Yogyakarta, 2(42), 1 16 Moleong, L. J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Mustikasari, K. D. 2013. Fungsi Iringan Musik dalam Kesenian Sintren Di Desa

Pagejugankabupaten Brebes, 2(1), 1 11 Neuman, W. L. 2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Allyn and Bacon Oktara, B. 2011. JagoTeknik Vocal. Jakarta: PT Buku Kita Philips, K. H. 2014. Teaching Kids to Sing second edition. USA: Clark Baxter Ratner. 1977. Music: The Listener s Art. United States of America: Mc GrawHill Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Zuharmen, R. dan Ardipal, S. 2013. PEMBELAJARAN VOKAL DI SMA PERTIWI 1 PADANG, 4, 9 16. https://doi.org/10.19626/j.cnki.cn31-1163/f.2013.01.014 Soeharto, M. 1992. Kamus Musik. Jakarta: Gramedia widia sarana Indonesia Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2012. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Sulasmono, P. 2013. Improvement of Vocal Skill Through Solfegio Method. HARMONIA - Jurnal Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, 13(1), 45 54 Sumaryanto, Totok. 2000. Kemampuam Musikal (Musical Ability) dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar. Diakses dari http://jurnal.unnes.ac.id/index.php/harmonia/article/view/839/772. 92

93 Lampiran 1 Sejarah Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam bahasa Thailand http://databopp-obec.info/emis/schooldataview.php?school_id=1090550023&area_code=9002 ข อม ลพ นฐานของสถานศ กษา 1.ข อม ลท วไป 1.1 ช อ สถานศ กษา โรงเร ยนว ดท งล งม ตรภาพท 198 ต งอย ท ต ง 264 ตาบล พะตง อาเภอ หาดใหญ จ งหว ด สงขลา โทร. 074-291686 โทรสาร. 074-291686 ส งก ดสาน กงานเขตพ นท การศ กษาประถมศ กษาสงขลา เขต 2 1.2 เป ดสอนระด บช น อน บาล 1 ถ ง ระด บช น ป.6 เน อท 3 ไร 1 งาน 1.3 เขตพ นท บร การ หม ท 1 บ านท งล ง หม ท 2 คลองตง หม ท 8 บ านคลองประต 2.ข อม ลด านการบร หาร 2.1 ผ บร หารช อ นายชวล ต คงคาเนรม ตร ว ฒ การศ กษาส งส ด ปร ญญาโท สาขาการบร หา รการศ กษา ดารงตาแหน งในโรงเร ยนน ต งแต 24 ก มภาพ นธ 2555 จนถ งป จจ บ น 2.2 ประว ต โดยย อ โรงเร ยนว ดท งล งม ตรภาพท 198 เด มช อโรงเร ยนประชาบาล ตาบลพะตง(ประชากรอ ท ศ) ต งอย หม ท 1 ตาบลพะตง อาเภอหาดใหญ จ งหว ดสงขลา เป ดทาการสอนคร งแรกเม อว นท 1 ม ถ นายน 2481 โดยอาศ ยศาลาโรงธรรมของสาน กสงฆ ท งล งเป นท เร ยนช วคราว นายบ ญแก ว ส มพ นธช ต เป นคร ใหญ พ.ศ. 2483 กาน นเล อง ศรประส ทธ พร อมด วยพ อค าประชาชน ร วมก นบร จาคสร างอาคารเร ยนแบบ ป.1 ข จานวน 1 หล ง 4 ห องเร ยน ราคา 4,950 บาท(ร อถอนแล ว) โดยม นายแสง ยอดประส ทธ เป นคร ใหญ

94 ว นท 1 มกราคม 2494 เปล ยนช อโรงเร ยนจากโรงเร ยนประชาบาลตาบลพะตง เป นโรงเร ยนท งล ง(ประชากรอ ท ศ) พ.ศ.2491 กาน นเล อง ศรประส ทธ ร วมก บคณะคร พ อค า ประชาชน ร วมก นบร จาคเง นสร างอาคารแบบ 024 จานวน 1 หล ง ม 3 ห องเร ยน ราคา 21,000 บาท (ร อถอนแล ว) พ.ศ. 2515 บร ษ ทสง าพาน ช ได สร างอาคารเร ยนเพ อเป นเก ยรต และอน สรณ แก นายว ทยา วรรณด ษฐ ซ งถ งแก กรรมด วยอ บ ต เหต เป นอาคารแบบ 024 จานวน 1 หล ง 4 ห องเร ยน พร อมคร ภ ณฑ เป นเง น 180,000 บาท ใช ช อว า อาคารวรรณด ษฐ โดยม นายส ภาพ ฟ ตประย ร เป นคร ใหญ พ.ศ.2518 พ อค าประชาชนได บร จาคเง นสร างอาคารแบบ 024 จานวน 4 ห องเร ยน ใช ช อว า อาคารมหาราช เพ อเป นราชส กการะในวโรกาสว นเฉล มพระชนมพรรษาพระบาทสมเด จพระเจ าอย ห วร ชกาล ท 9 พระชนมพรรษาครบ 4 รอบ อาคารหล งน ราคา 55,000 บาท (ร อถอนแล ว) และในป น ม ลน ธ การศ กษาม ตรภาพ ได จ ดก จกรรมกระโดดร มด งพส ธา หาเง นสมทบท นสร างอาคารแบบ 017 จานวน 10 ห องเร ยน พร อมคร ภ ณฑ เป นเง น 860,000 บาท ให ช อว า อาคารม ตรภาพท 198 และได ทาพ ธ มอบ เม อ 4 ก.พ. 2521 พ.ศ. 2519 ขยายช นเร ยนภาคบ งค บถ งช น ป.6 พ.ศ.2521 คณะกรรมการการศ กษา น าโดยกาน นเล อง ศรประส ทธ พ อค า ประชาชน ร วมบร จาคเง น 50,000 บาท เพ อสบทบก บเง นงบประมาณสร างอาคารเร ยนแบบ 017 จานวน 1 หล ง 8 ห องเร ยน ราคา 650,000 บาท พ.ศ.2522 คณะกรรมการการศ กษา น าโดยกาน นเล อง ศรประส ทธ พ อค า ประชาชนและคณะคร ร วมก นบร จาคเง น 258,000 บาท สมทบในการสร างอาคาเร ยนแบบ สข/อ.31002 เป นอาคารต ก 3 ช น 10 ห องเร ยน เร มแรกสร าง 4 ห องเร ยน ใชเง นสมทบ 100,00 บาท รวมราคา 1,252,000 บาท จ ดสร างใน พ.ศ.2523 ในป เด ยวก น ได น าเง นอ ก 158,000 บาท สาหร บร อถอนอาคารแบบ ป.1ข. อาคารแบบ 024 แล วน าว สด ไปต อเต มอาคารวรรณด ษฐ ข นอ ก 1 ช น พ.ศ.2523 ได ร บงบประมาณ 49,000 บาท สร างส วมแบบ สข/ส 001 จานวน 10 ห อง พ.ศ. 2530 ได ร บงบประมาณ 190,000 บาท สร างอาคารแบบอเนกประสงค สปช.602/26 ขนาด 10x12 ตารางเมตร ได ร บงบประมาณสร างส วมแบบ สปช.602/26 จานวน 10 ท น ง ขณะน น นายจานงค พรหมพ ฒน เป นอาจารย ใหญ

95 พ.ศ. 2536 คณะกรรมการการศ กษาจ ดหาเง นซ อมแซมอาคารเร ยน 3 ช น ซ งชาร ด ส นเง น 230,000 บาท นายเฉล ม ร กษ ก ล เป นผ อานวยการโรงเร ยน พ.ศ. 2540 โรงเร ยนเข าโครงการปฏ ร ป(ร นท 2) ได ร บงบประมาณ ปร บปร งห องปฎ บ ต การ 3 ห อง ค อ - ห องคอมพ วเตอร จานวน 9 ช ด - ห องปฏ บ ต การทางภาษา จานวน 20 ท (ชาร ด) - ห องปฏ บ ต การทางว ทยาศาสตร จานวน 32 ท ในป งบประมาณ 2544 ได ร บการสน บสน นงบประมาณ จากเทศบาลตาบลพะตงก อสร างลานอเนกประสงค เป นเง น 760,000 บาท และได ร บการสน บสน นบร จาค จากช มชน สร างร ว คอนกร ตด านหน าโรงเร ยน และประต ค ดเป นเง น 277,000 บาท ในป การศ กษา 2545 ได ปร บปร งห องสม ดโดยได ร บการอน เคราะห จากค ณบ ญส บ ยศเมธา บร จาคเง น จานวน 200,000 บาท และสโมสรโรตาร บางร ก กร งเทพ บร จาค หน งส อ ค ดเป นเง น 100,000 บาท และได จ ดสร างร วด านหน าโรงเร ยนจานวน 22 ช อง พร อมประต เหล กด ด เป นเง น 277,000 บาท ให งบบร จาคจากคณะคร และประชาชน ป จจ บ นโรงเร ยนว ดท งล งม ตรภาพท 198 เป ดสอนต งแต ช นอน บาลป ท 1-2 และช น ประถมศ กษาป ท 1-6 ม น กเร ยนท งหมด 144 คน ชาย 69 คน หญ ง 75 คน ข าราชการคร 10 คน ชาย 1 คน หญ ง 9 คน อ ตราจ างช วคราว 1 คน ล กจ าง 1 คน น กการภารหญ ง 1 คน โรงเร ยนม พ นท ท งหมด 3ไร 1 งาน Sejarah Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand dalam bahasa Inggris 1. General information Information of school 1.1 Name of school : Wat Thung Lung Mittraphap 198th school Address : 264 Phatong sub-district,hat Yai District, Songkhla province. Telephone number 074-291686 Fax 074-291686 Songkhla Primary Educational Service Area Office 2

96 1.2 Teaching kindergarten students to grade 6 students Area of school : 3 acres 400 square meters 1.3 Service area : Village no.1 Baan Thung Lung, village no.2 Baan Khlong Tong, village no.8 Baan Khlong Pratuu 2. Administer information 2.1 The school director : Mr. Chavalit Khongkhanaeramit, Master degree of Education Program in Education Administration. Start working since 24 February 2012 to the preset. 2.2 The escape history Wat Thung Lung Mittraphap 198th school have an old name Prachabaan Tambonphatong ( Prachakornuthit) school and located in village no.1 Phatong sub-district, Hat Yai district, Songkhla province. Start teaching on 1 June 1938 by using the temple pavilion of Thung Lung monastery for a time. The headmaster was Mr. Bunkaew Samphanthachit. In 1940, village headman named Mr.Leung Sornprasit and the people around village have donated money 4,950 baht for constructuring Grade 1 building ( There were 4 classrooms and now already rased). The headmaster was Mr. Saeng Yodprasit. In 1948, village headman named Mr.Leung Sornprasit and the people around village have donated money 21,000 baht for constructuring 042 building. (There were 3 classrooms and now already rased).

97 On 1 January 1951 have changed the name of school to be Thung Lung (Prachakornuthit) school. In 1972, Sangapanitch company have constructured the 042 building (4 classrooms) named Wannadit building for being a memorial of Mr.Witthaya Wannadit who passed away from the accident and donated equipment for school about 180,000 baht. The headmaster was Mr. Suphap fitprayoon. In 1975 for celebrating The King Rama 9 s birthday, the people have donated money 55,000 baht for constrcturing 024 building (4 classrooms and now already rased) and in this year Mittraphap education foundation have created an parachute activity for donation constructed 017 building (10 classrooms) named Mittraphap 198 th and donated the equipment for school about 860,000 baht. In 1976, have classrooms until grade 6 class In 1978, The Education commission leader by Mr.Leung Sornprasit and the people around village have donated money 50,000 baht for constructuring 017 building ( 8 classrooms) In 1979, The Education commission leader by Mr.Leung Sornprasit and the people around village have donated money 258,000 baht for constructuring Building 3 and developed Wannadit building. In 1980, get the money 49,000 baht for building the toilets 10 rooms. In 1987, get the money 190,000 baht for constructuring building 602/26. The headmaster in that time was Mr. Jumnong Phromphat. In 1993, Developed the building used money 230,000 baht. The headmaster was Mr.Charem Rakkul.

98 In 1997,Developed the Lap rooms - Computer lap - Sound lap - Science lap In 2001, get the supporting money 760,000 baht from Phatong sub-district for developed the area and get the money 277,000 baht from the donation for building the roof of school. In 2002,Mr. Bunsip Yotmetha donated money 200,000 baht for developing the library and The Rotary Bangrak foundation gave the books to library school and developed the roof (277,000 baht) At the present, Wat Thung Lung Mittraphap 198th school teaching kindergarten students and students in grade 1-6. Total number of students 144 people. Boys 69 persons and girls 75 persons. Teachers 10 people. Male 1 person and woman 9 persons.

99 Lampiran 2 Partitur Lagu Phleng Chat Thai

100 Lampiran 3 Wawancara 1 Instrumen pertanyaan Guru kelas Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. 1. Siapakah nama Anda dan sebagai apa Anda di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 2. Sejak kapan Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand berdiri? 3. Struktur organisasi Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 4. Apakah visi dan misi Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 5. Ada berapa jumlah ruang kelas di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 6. Apa saja fasilitas yang ada di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 7. Ada berapa jumlah guru di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 8. Ada berapa jumlah siswa di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 9. Prestasi apa saja yang pernah diraih Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 10. Apakah ada pembelajaran musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 11. Apa manfaat dan tujuan diadakannya pembelajaran musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand?

101 12. Bagaimana proses pembelajaran musik di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 13. Materi lagu apa saja yang di ajarkan kepada siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 14. Metode apa yang digunakan? 15. Media apa yang digunakan? 16. Apakah ada kendala dalam melaksanaan proses pembelajaran musik? 17. Bagaimana cara Anda mengatasi kendala tersebut? Wawancara 2 Instrumen pertanyaan kepada siswa Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand. 1. Siapakah nama Anda? 2. Kelas berapa Anda? 3. Berapakah usia Anda? 4. Apakah belajar bernyanyi di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand menyenangkan? 5. Hal apa yang membuat Anda senang belajar bernyanyi di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 6. Lagu apa saja yang sudah di ajarkan guru di Sekolah Wattonglongmittrap 198 Hatyai, Thailand? 7. Apakah guru Anda jelas dalam mengajarkan lagu tersebut? 8. Kesulitan apa saja yang Anda temukan dalam menyanyikan lagu tersebut? Apakah Anda sekarang sudah bisa menyanyikan lagu-lagu tersebut?

102 Lampiran 4 Surat bukti melakukan penelitian