Mengapa kesan pertama menjadi faktor yang mempengaruhi kegunaan wawancara

Halodoc, Jakarta - Kamu pasti sudah pernah mendengar bahwa kesan pertama adalah hal yang penting. Ya, entah itu untuk berkencan, berbisnis, atau menjalin hubungan sosial lainnya, kesan pertama kerap menjadi kunci kesuksesan hubungan tersebut. Para peneliti juga menemukan, seseorang membuat keputusan tentang orang dalam hitungan detik hingga menit pertama kali melihatnya. Jadi, sangat wajar jika seseorang mengusahakan agar first impression berjalan dengan baik. 

Kemungkinan besar kecenderungan untuk membuat penilaian cepat ini berakar pada kebutuhan evolusi awal untuk menentukan apakah orang asing ini menimbulkan ancaman atau tidak. Untuk lebih memahami mekanisme kesan pertama, ada beberapa hal yang disarankan penelitian baru-baru ini tentang bagaimana perilaku memengaruhi kesan pertama dan cara mengelola perilaku ini dengan lebih baik untuk hasil yang positif.

Baca juga: Hindari 6 Hal Ini agar Kencan Pertama Sukses

Hal yang Bisa Dilihat dalam Tatapan Mata 

Cara membuat first impression yang baik bisa dilihat dari beberapa penelitian ini. Para peneliti dari Universitas Princeton menemukan, orang-orang akan membuat penilaian tentang hal-hal seperti kepercayaan, kompetensi, dan kesukaan dalam sepersekian detik setelah melihat wajah seseorang.

Melansir Psychology Today, dalam penelitian yang dilakukan Janine Willis dan Alexander Todorov ditemukan bahwa dari semua sifat yang diteliti, para peserta menilai kepercayaan yang paling cepat (dalam 100 milidetik) untuk diketahui. Ketika diberi lebih banyak waktu, penilaian mereka tentang kepercayaan bisa tidak berubah, yang artinya penilaian sepersekian awal cukup banyak bertahan.

Todorov menjelaskan, manusia memutuskan dengan sangat cepat apakah seseorang memiliki banyak sifat yang dirasa penting, seperti kesukaan dan kemampuan. Hal ini bahkan terjadi sebelum sempat bertukar kata.

Namun, Todorov memperingatkan bahwa kaitan antara fitur wajah dan karakter mungkin paling lemah, tapi itu tidak menghentikan pikiran untuk menilai orang lain secara sekilas. Inilah sebabnya mengapa penting untuk tampil dengan perasaan percaya diri dan nyaman karena kemungkinan hal ini akan terpancar di wajah.

Perhatikan Nada Bicara 

Penelitian di Universitas Glasgow dari McAleer, Todorov, dan Belin (2014) menunjukkan bahwa mereka membuat penilaian tentang kepribadian orang berdasarkan nada suara mereka. Para peneliti menemukan, pria dan wanita yang berbicara dengan suara bernada tinggi dinilai lebih dapat dipercaya dan disukai. Meskipun penilaian ini tidak selalu akurat. 

Namun, berbicara dengan nada yang lebih tinggi tidak selalu menguntungkan. Peneliti dari Universitas Miami menemukan bahwa baik pria maupun wanita cenderung mengaitkan suara-suara bernada rendah dengan kepemimpinan dan memilih pemimpin yang sesuai. Para peneliti mencatat karena wanita, rata-rata, memiliki suara bernada lebih tinggi daripada pria, ini bisa menjadi faktor yang berkontribusi pada lebih sedikit wanita yang memegang peran kepemimpinan daripada pria.

Baca juga: Berteman karena Status Sosial, Ini Ciri Social Climber

Lakukan Jabat Tangan yang Tegas

Jabat tangan yang kuat penting untuk membuat kesan pertama yang baik. Jabat tangan yang kuat terkait dengan sifat-sifat seperti kepositifan, extraversion, dan ekspresif emosional. Para peneliti juga mencatat, wanita yang memiliki jabat tangan yang kuat adalah cara yang baik untuk menunjukkan kepercayaan diri dan ketegasan yang sederhana namun tidak berlebihan.

Namun, penting untuk dicatat bahwa penelitian lain telah menunjukkan, menunjukkan dominasi melalui hal-hal seperti jabat tangan yang kuat bisa berdampak negatif pada kemampuan untuk membangun kepercayaan saat pertama kali bertemu seseorang. Menjadi terlalu tegas dapat melebih-lebihkan kebutuhan akan dominasi dan berpotensi menempatkan pihak lain dalam posisi seakan tengah mendapat serangan. Artinya, jabat tangan dengan cara yang tegas namun jangan berlebihan. 

Baca juga:  Karakter yang Bikin Dijauhi Banyak Orang

Jadi, hal yang harus diperhatikan saat kamu memasuki pertemuan dengan orang baru, wawancara kerja, atau acara sosial adalah tatap mata lawan bicara dengan percaya diri dan tetap membuat dia merasa nyaman, perhatikan nada bicara, dan berikan jabat tangan yang tegas.

Jika kamu membutuhkan saran untuk bisa dengan mudah diterima dalam sebuah kelompok atau kamu merasa stres untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, kamu bisa meminta saran pada psikolog di Halodoc mengenai cara mengatasinya. Psikolog bisa dihubungi melalui smartphone kamu, kapan saja dan di mana saja.

Mengapa kesan pertama menjadi faktor yang mempengaruhi kegunaan wawancara

Referensi:
Association for Psychological Science. Diakses pada 2020. Studying First Impressions: What to Consider?
Psychology Today. Diakses pada 2020. The Psychology of a First Impression.

Untuk Anda yang baru mendapat panggilan wawancara kerja yang pertama kali, ada banyak hal yang perlu diperhatikan.

Tidak hanya menghindari kesalahan yang bisa terjadi saat sedang melakukan wawancara kerja, Anda juga perlu menciptakan kesan pertama yang baik selama wawancara kerja itu.

Kesan pertama adalah penilaian atau pertimbangan yang diberikan oleh orang lain kepada Anda setelah mereka melakukan interaksi pertama dengan Anda.

Full PDF PackageDownload Full PDF Package

This Paper

A short summary of this paper

33 Full PDFs related to this paper

Download

PDF Pack

tirto.id - Anda pasti pernah bertemu seseorang atau melihat artis di televisi untuk pertama kalinya, lantas tidak lama kemudian memiliki penilaian terhadap karakter kepribadian mereka. Penilaian itu bisa berdasarkan pakaian, kelakuan, atau sifat yang mereka tunjukkan saat Anda baru melihatnya.

Halo Effect adalah istilah dalam bidang psikologi untuk menyebut kejadian yang Anda alami saat memiliki kesan pertama pada seseorang tersebut.

Hal ini terjadi karena banyak orang kerap mengeneralisasi sifat-sifat seseorang yang baru mereka temui meski hanya sepintas melihat penampilan atau cara bicaranya. Misalnya, jika di pertemuan pertama seseorang murah senyum dan berbicara dengan menyenangkan, Anda akan menilainya memiliki kepribadian yang ramah.

Meskipun hanya berdasarkan pendapat pribadi dan pengamatan sepintas, Halo effect ini dapat mempengaruhi evaluasi dan estimasi penilaian seseorang kepada orang lain.

Edward Thorndike merupakan psikolog yang pertama kali melontarkan istilah Halo effect. Istilah itu muncul dalam ulasan hasil riset Edward berjudul The Constant Error in Psychological Ratings yang terbit pada tahun 1920.

Dikutip dari laman Verywellmind, dalam kajiannya itu, Edward meneliti cara para komandan militer menilai atau mengevaluasi kualitas karakter para prajurit bawahan mereka. Penilaian para perwira itu, menurut Edward, mencakup kualitas kepemimpinan, fisik, kecerdasan, hingga kesetiaan yang ada pada bawahan mereka.

Namun, dalam risetnya, Edward menyimpulkan penilaian positif atau negatif dari para komandan cenderung dipengaruhi oleh salah satu sifat prajurit mereka, seperti kulitas fisik. Misalnya, prajurit dengan tubuh tinggi dan fisik menarik dianggap cerdas.

Edward menilai fakta tersebut menunjukkan penilaian para komandan terhadap penampilan fisik prajurit menentukan persepsi mereka mengenai kualitas keseluruhan karakter bawahannya. Jadi, Halo Effect terjadi jika penilaian terhadap kualitas seseorang muncul dari generalisasi salah satu karakternya saja.

Temuan Edward kemudian dielaborasi psikolog lain, Solomon Asch yang berteori bahwa cara orang membentuk opini atau penilaian terhadap sifat orang lain sangat bergantung pada kesan pertama.

Dampak Halo Effect

Fenomena bias kognitif dalam menilai kualitas karakter seseorang ini berdampak pada berbagai bidang, termasuk pendidikan, ketenagakerjaan hingga pemasaran.

Dampak Halo Effect di dunia pendidikan telah diteliti banyak psikolog. Sejumlah riset menemukan bahwa banyak guru memperlakukan para siswa secara berbeda sebab pengaruh persepsi terhadap daya tarik yang muncul karena Halo Effect.

Misalnya, sebuah laporan penelitian yang terbit di University of Chicago Press Journals, memiliki temuan bahwa sejumlah guru memiliki harapan yang lebih baik terhadap siswa yang mereka nilai lebih menarik.

Penelitian ini menyigi catatan akademik lebih dari 4.500 siswa. Sekelompok guru kemudian diminta menilai daya tarik atau penampilan siswa melalui fotonya.

Penilaian itu berdasar pada skala 1 (sangat tidak menarik) hingga 10 (sangat menarik). Lalu dibagi lagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan yaitu di bawah rata-rata, rata-rata, dan di atas rata-rata.

Riset itu kemudian membandingkan nilai siswa-siswa itu dengan hasil pemilahan berdasarkan daya tarik mereka. Hasilnya, siswa yang dinilai memiliki penampilan di atas rata-rata memperoleh nilai lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya.

Halo Effect juga dapat memengaruhi cara siswa memandang guru. Dalam penelitian yang dilansir Verywellmind, para peneliti menemukan bahwa jika seorang guru dipandang hangat dan ramah, para siswa juga menyukai dan menilai pengajarnya itu lebih menarik.

Sejumlah peneliti juga sudah mengamati dampak Halo Effect di sektor ketenagakerjaan. Banyak riset menemukan bahwa Halo Effect secara umum memicu bias penilaian atasan ke bawahannya.

Penilaian atasan terhadap para karyawannya cenderung lebih dipengaruhi persepsi tentang salah satu karakter mereka saja, daripada keseluruhan kinerja dan kontribusinya untuk perusahaan.

Misalnya, antusiasme atau salah satu sifat karyawan yang dinilai positif membuat para bos dapat mengabaikan rendahnya pengetahuan atau keterampilan bawahan mereka.

Halo Effect juga dapat berdampak pada pendapatan pekerja. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Economic Psychology menemukan bahwa, rata-rata pelayan restoran yang mempunyai penampilan menarik memperoleh tips sekitar 1.200 dollar AS lebih banyak per tahun daripada rekan-rekan mereka yang kurang memikat.

Banyak pelamar kerja juga merasakan dampak Halo Effect. Jika pemilik perusahaan atau petugas pewawancara calon pekerja menilai seorang pelamar menarik, mereka cenderung menilai individu itu cerdas, kompeten dan berkualitas meskipun persepsi itu datang dari kesan sepintas.

Di bidang pemasaran, Halo Effect pun membawa pengaruh signifikan. Banyak perusahaan selama ini memanfaatkan Halo Effect untuk menjual produk barang maupun jasa.

Sebagai contoh, banyak perusahaan menjadikan pesohor menjadi ambasador atau bintang iklan utama untuk produk mereka. Strategi ini bertujuan agar konsumen yang menyukai pesohor itu, baik karena ketertarikan pada fisik maupun mengidolakannya, tertarik untuk membeli produk yang sedang dipasarkan.

Mengingat luasnya pengaruh Halo Effect, bias kognitif ini membikin banyak orang kesulitan untuk membedakan antara persepsi hasil kesan sepintas dengan penilaian yang berbasis fakta.

Namun, sebagaimana dilansir laman Healthline, pengaruh Halo Effect dapat diminimalisir dengan mengedepankan cara pandang obyektif ketika menilai karakter orang lain.

Oleh karena itu, penilaian terburu-buru terhadap karakter seseorang perlu dihindari karena kesan pertama bisa saja mengaburkan sekaligus memperlambat proses berpikir. Daripada terburu-buru menilai, lebih baik alokasikan waktu lebih banyak untuk mempertimbangkan cara pandang Anda terhadap seseorang.

Baca juga:

  • Ragam Profesi yang Cocok untuk Tipe Kepribadian Manusia
  • Tipe Kepribadian Manusia: Sanguinis, Plegmatis, Koleris, Melankolis
  • Mengenal Sisi Positif dan Negatif Kepribadian Orang Narsistik

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan menarik lainnya Febriansyah
(tirto.id - feb/add)


Penulis: Febriansyah
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Febriansyah

Subscribe for updates Unsubscribe from updates