Mengapa dropshipper mengeluarkan modal yang cenderung kecil

Menjadi entrepreneur merupakan impian kebanyakan orang. Tak hanya berpotensi meningkatkan perekonomian pribadi, tetapi juga berpeluang membuka lapangan kerja bagi orang lain. Sayang, menjadi entrepreneur tidaklah mudah. Faktor modal sering kali menjadi hambatan untuk memulai bisnis.

Dinamika dalam bisnis senantiasa memunculkan model bahkan sistem kerjasama baru yang saling menguntungkan. Kini, Anda yang ingin berbisnis tetapi terkendala modal bisa menjalin kerjasama dengan produsen, distributor, atau supplier guna menjadi reseller atau dropshipper untuk barang-barang yang diproduksi atau didistribusikannya.

Istilah reseller dan dropshipping atau dropshipper muncul seiring dengan berkembangnya bisnis berbasis internet yang kemudian lebih dikenal dengan istilah bisnis online. Sistem reseller dan dropshipping ini bisa menjadi solusi bagi Anda yang ingin berbisnis tetapi tak memiliki kecukupan modal alias modal terbatas atau bahkan tidak punya modal sama sekali.

Saat ini produsen, distributor, atau supplier yang memasarkan barangnya secara online membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada siapa saja yang ingin bergabung menjadi reseller atau dropshipper. Banyak orang yang menganggap kedua sistem kerjasama bisnis online tersebut sama, padahal tidaklah demikian. Keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari beberapa aspek seperti berikut.

Mengapa dropshipper mengeluarkan modal yang cenderung kecil

  • Modal

Dari aspek modal, reseller dengan dropshipping memiliki perbedaan yang cukup jauh. Untuk menjadi reseller dibutuhkan modal dalam jumlah tertentu, sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh produsen, distributor, atau supplier. Jumlah modal yang dibutuhkan bisa berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Modal tersebut digunakan untuk membeli stok barang dari produsen, distributor, atau supplier terkait.

Berbeda dengan dropshipping, pada sistem kerjasama bisnis ini hanya membutuhkan modal yang sangat kecil, bahkan tidak butuh modal sama sekali untuk membeli stok barang. Dropshipper hanya bermodal ponsel dengan jaringan internet saja. Artinya, dropshipper hanya butuh smartphone dan paket data atau kuota internet untuk menjangkau pasar sasaran.

Mengapa dropshipper mengeluarkan modal yang cenderung kecil

  • Ketersediaan stok barang

Aspek ini menjadi perbedaan yang paling fundamental antara reseller dengan dropshipper. Dalam menjalankan bisnisnya, reseller memiliki barang yang dibelinya langsung dari produsen, distributor, atau supplier sebagai stok. Reseller umumnya membeli stok barang dalam jumlah tertentu bisa dalam satuan lusin, kodi, atau pack tergantung dari jenis barangnya. Pembelian stok barang dalam jumlah banyak oleh reseller umumnya bertujuan untuk mendapatkan harga yang kompetitif sehingga peluang memperoleh margin atau selisih dari harga pembelian dengan harga penjualan semakin besar.

Lain halnya dengan dropshipping atau dropshipper yang tidak perlu memiliki stok barang dalam menjalankan bisnisnya. Dropshipper hanya fokus memasarkan barang dari produsen, distributor, atau supplier yang bekerjasama dengannya. Jika ada konsumen yang berminat membeli barang yang ditawarkan, maka dropshipper segera meneruskan orderan tersebut dan detail informasi tentang konsumen mencakup nama dan alamat pengiriman kepada produsen, distributor, atau supplier terkait. Selanjutnya, pengemasan dan pengiriman barang kepada konsumen dilakukan oleh produsen, distributor, atau supplier tersebut.

Mengapa dropshipper mengeluarkan modal yang cenderung kecil

  • Strategi pemasaran

Dari aspek strategi pemasaran, reseller cenderung memiliki lebih banyak alternatif, karena bisa memasarkan barangnya baik secara langsung kepada konsumen maupun tidak langsung dengan memanfaatkan layanan jejaring sosial atau media sosial. Dalam strategi pemasaran langsung, reseller bisa langsung menawarkan barang kepada konsumen secara tatap muka, karena reseller memiliki stok atau fisik barang yang dijualnya. Selain itu, reseller juga bisa memasarkan barang dagangannya secara tidak langsung melalui website, media sosial, grup chat, dan lain sebagainya.

Sementara strategi pemasaran yang bisa dilakukan oleh dropshipper lebih terbatas. Sebab tak memiliki stok atau fisik barang, maka dropshipper tidak bisa menawarkan barang langsung kepada konsumen. Dropshipper hanya bisa menawarkan barang secara online melalui media sosial, website, grup chat, dan lainnya. Jika pun dropshipper menawarkan barang langsung kepada konsumen, maka hanya berupa gambar atau foto dari barang tersebut, bukan fisik barang secara langsung.

Mengapa dropshipper mengeluarkan modal yang cenderung kecil

  • Tingkat keuntungan

Aspek modal mempengaruhi tingkat keuntungan. Nah, aspek keuntungan juga menjadi perbedaan antara reseller dengan dropshipper. Reseller cenderung memiliki peluang untuk memperoleh tingkat keuntungan lebih besar dibandingkan dengan dropshipper. Mengapa? Selain mendapatkan harga yang kompetitif dari pembelian stok barang dalam jumlah banyak, reseller juga lebih leluasa untuk menetapkan harga jual. Sebab itu, margin atau selisih antara harga pembelian dengan harga penjualan yang menjadi laba atau keuntungan penjualan lebih besar.

Berbeda dengan dropshipper, tingkat keuntungan yang diperoleh cenderung lebih rendah. Dropshipper tidak melakukan pembelian barang sehingga tidak memiliki fisik barang yang diperjualbelikan. Dropshipper tak ubahnya seperti ‘marketing officer’ yang memasarkan dan mencarikan konsumen untuk membeli barang yang diproduksi atau dimiliki oleh produsen, distributor, atau supplier. Di sini, dropshipper akan mendapatkan komisi penjualan dari produsen, distributor, atau supplier yang bekerjasama dengannya. Namun, ada pula produsen, distributor, atau supplier yang memberikan keleluasaan kepada dropshipper dalam menentukan harga barang yang dijualnya.

Mengapa dropshipper mengeluarkan modal yang cenderung kecil

  • Tingkat risiko kerugian

Ditinjau dari aspek risiko, tingkat risiko kerugian yang ditanggung reseller lebih besar dibandingkan dengan dropshipper. Reseller harus mengeluarkan modal untuk membeli stok barang. Jika barang tidak laku dijual atau perputaran barang lambat, maka reseller tentu akan mengalami kerugian. Artinya, reseller tidak mendapatkan modalnya kembali sebab stok barang tidak terjual seluruhnya.

Sementara tingkat risiko kerugian yang ditanggung dropshipper sangatlah rendah, bahkan tidak memiliki risiko sama sekali terkait dengan stok barang. Sebab, dropshipper tidak perlu memiliki stok barang untuk bisa menjualnya kepada konsumen. Jika bisnisnya tidak berjalan baik, dalam arti dropshipper tidak berhasil menjual barang sekalipun, maka ia tidak akan menanggung rugi.

Meski demikian, risiko untuk mendapatkan keluhan atau komplain dari konsumen akan lebih banyak diterima dropshipper daripada reseller. Dalam menjual barang, dropshipper tidak bisa mengecek kualitas barang secara langsung, karena tidak memilikinya secara fisik. Tak heran jika dropshipper akan lebih banyak menerima keluhan berkenaan dengan kualitas barang dan kesalahan atau ketidaksesuaian barang yang dikirimkan dengan barang yang dipesan.

Risiko keluhan yang diterima reseller umumnya lebih rendah, sebab reseller dapat mendeskripsikan barang yang dijualnya secara lebih detail kepada konsumen. Reseller yang menangani sendiri pengemasan dan pengiriman barang juga dapat meminimalisir adanya keluhan kesalahan atau ketidaksesuaian barang yang dikirim dengan yang dipesan.

Perbedaan Reseller vs Dropshipper

Reseller Dropshipper
Sistem Kerja Reseller adalah penjual yang membeli barang dari produsen untuk dijual lagi Dropshipper adalah penjual yang pura-pura punya barang, tetapi sebenarnya hanya menjualkan barang orang lain (makelar)
Stock Barang Punya stock barang yang dibeli langsung dari produsen Tidak punya stock barang
Modal Banyak, karena harus beli barang untuk stock barang Sedikit, karena tidak perlu stock barang, hanya butuh koneksi internet untuk promosi
Resiko Tinggi, karena bisa jadi stock barang tidak habis dijual Rendah, karena kalaupun barang tidak laku tidak masalah
Keuntungan Relatif lebih Tinggi Relatif lebih Rendah

Jadi, mana yang lebih baik dan unggul antara reseller dengan dropshipper? Pada prinsipnya masing-masing memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Jika Anda memiliki kecukupan modal dan ingin mendapatkan tingkat keuntungan lebih besar serta siap menanggung risiko, tentu reseller menjadi pilihan yang cocok. Sebaliknya, apabila Anda tidak memiliki modal tetapi ingin berbisnis dengan risiko yang kecil, maka dropshipper bisa menjadi pilihan.

Artikel Terkait

  • Apa itu Black Friday?
  • Apa itu Cashback?
  • Apa itu Remittance?
  • Apa Untung Rugi Belanja Secara Grosir?

Demikianlah artikel tentang perbedaan reseller vs dropshipper, semoga bermanfaat bagi Anda semua.

Apakah dropship mengeluarkan modal?

Tak hanya praktis, bisa dibilang bisnis sebagai dropshipper adalah bisnis tanpa modal yang besar. Anda hanya perlu mendaftar ke sebuah supplier dan membayar biaya administrasinya. Selebihnya, Anda cukup mengeluarkan dana untuk melakukan pemasaran melalui website atau platform lainnya.

Apa perbedaan tahapan proses bisnis dari model bisnis dropship dan reseller?

Reseller biasanya membeli stok dalam jumlah yang tidak sedikit, sehingga harga beli yang didapatkan juga akan lebih murah daripada harga beli satuan. Sedangkan dropshipper baru melakukan pembelian barang setelah ada pesanan dari konsumen. Dengan kata lain, harga beli yang didapat dari supplier adalah harga beli satuan.