Mengapa disebut tarawih bukan tarawih

tirto.id - Salat tarawih adalah salat sunah yang hanya ada pada Ramadhan dan tidak ada pada bulan-bulan lain dalam kalender Hijriah. Keberadaanya mengiringi kewajiban puasa Ramadan dan dilaksanakan di awal malam. Hal ini berbeda dengan shalat tahajud yang disunahkan pelaksanaannya pada akhir malam.

Salah satu perbedaan salat tarawih dan tahajud ada di waktu pelaksanaannya. Salat tahajud dilakukan pada akhir malam ketika seseorang telah bangun dari tidur malam. Sementara salat tarawih sudah bisa dilakukan selepas salat isya tanpa perlu bangun dari tidur malam dahulu.

Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarh Al Bukhari menyebutkan, kata tarawih (تراويح) dalam salat tarawih adalah bentuk jamak dari kata tarwiihah (ترويحة), yang artinya sekali istirahat.

Salat berjamaah pada malam hari bulan Ramadan disebut tarawih karena pada awal mula pelaksanaannya, para sahabat Nabi istirahat setiap kali menyelesaikan 2

Baca juga: Bacaan Bilal Tarawih Arab-Latin, Niat Tarawih 2 Rakaat, Doa Kamilin

Sejarah Salat Tarawih

Salat tarawih hukumnya sunah. Dahulu, Nabi Muhammad saw. pernah mengerjakan salat ini di masjid, bersama dengan beberapa sahabat. Namun, beliau lantas tidak melaksanakan salat ini di masjid karena khawatir ini dianggap sebagai kewajiban. Pasalnya, saat itu makin banyak sahabat yang bermakmum kepada beliau.

Dalam sejarahnya, salat ini diawali dengan 3 kali kesempatan shaalat tarawih yang dilakukan pada Nabi Muhammad saw. pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijriah. Muhammad Mahmud Nasution dalam Jurnal Fitrah Vol 1 No 2 (2015) mengatakan, salat tarawih pertama di masjid dilakukan Nabi pada 23 Ramadan tahun 2 H dan sahabat mulai mengikuti beliau.

Lalu, Nabi Muhammad kembali mengerjakan salat tarawih pada 25 Ramadhan. Saat itu, bertambah lagi sahabat yang mengikuti. Tarawih ketiga dilakukan Nabi pada 27 Ramadhan dan makin banyak lagi sahabat yang menjalannya dengan berjamaah bersama Nabi.

Namun setelah itu Nabi tidak kelihatan lagi salat tarawih di masjid, padahal pada 29 Ramadan para sahabat sudah menanti beliau.

Nabi Muhammad menyengaja hal tersebut karena khawatir bahwa nantinya salat tarawih menjadi diwajibkan. Setelah itu para sahabat mengerjakan salat sendiri-sendiri.

Rasulullah mengatakan di hadapan para sahabat usai salat fajar, "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya" (H.R Bukhari).

Semenjak saat itu, sampai Rasulullah meninggal, salat tarawih tetap dilangsungkan. Sampai sekarang pun shalat ini tetap lestari dilakukan usai salat isya sepanjang Ramadan.

Rasulullah melaksanakan shala tarawih ada kalanya sejumlah 8 atau 10 rekaat. Selanjutnya, beliau menutupnya dengan salat witir sehingga jika ditotal ada 11 rekaat yang dikerjakan.

Aisyah, istri Rasulullah, mengatakan, "Bahwasanya Nabi Saw.. tiada mengerjakan salat malam, baik di Ramadan, maupun di lainnya, lebih dari sebelas rakaat." (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Sementara itu sahabat Jabir mengatakan, "Bahwasanya Nabi Saw. mengerjakan shalat dengan mereka (para sahabat) 8 raka’at dan mengerjakan witir. Kemudian mereka menanti kedatangan Rasulullah pada malam berikutnya, maka Rasulullah tiada keluar masjid‛." (HR Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)

Baca juga: Sholat Sunah di Bulan Ramadhan selain Tarawih-Witir & Keutamaannya

Saat Umar bin Khattab menjadi khalifah, pada suatu malam bulan Ramadan, ia pergi ke masjid bersama Abdurrahman bin Abdul Qari. Mereka mendapat masyarakat terbagi menjadi beberapa kelompok terpisah dalam melaksanakan salat tawarih.

Melihat hal ini, Umar berkata, "Menurutku akan lebih baik jika aku kumpulkan mereka pada satu imam."

Selanjutnya Umar berketetapan dan mengumpulkan jamaah pada Ubay bin Ka'ab. Pada kesempatan malam yang lain, Abdurrahman bin Abdul Qari keluar lagi bersama Umar. Masyarakat melakukan salat secara berjamaah mengikuti imamnya.

(H.R. Bukhari).

Dalam Fathul Bari oleh Ibnu Hajar al-'Asqalani, disebutkan, dalam riwayat di atas tidak disebutkan jumlah rakaat yang dikerjakan oleh Ubay bin Ka'ab. Oleh karenanya, terdapat perbedaan. Dalam kitab Al-Muwaththa' disebut jumlahnya 11 rakaat.

Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari jalur lain bahwa pada bagian akhir riwayat itu tercantum kalimat "Mereka membaca dua ratus ayat serta bertelekan pada tongkat karena lamanya berdiri). Muhammad bin Nashr Al Marwazi meriwayatkan melalui jalur Muhammad bin Ishaq dari Muhammad Yusuf bahwa jumlah rakaatnya adalah 13 rakaat.

Imam Malik meriwayatkan dari Yazid bin Khashifah, dari As-Sa'ib bin Yazid bahwa jumlahnya adalah 20 rakaat, selain salat witir. Sementara itu, dari Yazid bin Ruman dikatakan, Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Atha', bahwa "aku mendapati mereka pada bulan Ramadan salat 20 rakaat dan 3 rakaat witir)".

Di Indonesia, pada umumnya salat tarawih dikerjakan 8 rakaat ditambah dengan 3 witir atau 20 rakaat dengan tambahan 3 witir. Pelaksanaan dan jumlah rakaat salat tarawih tersebut sama-sama memiliki dalil yang kuat seperti disebutkan di atas.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2021 atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/fds)

Penulis: Ilham Choirul Anwar Editor: Fitra Firdaus Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Jakarta -

Salat tarawih merupakan salah satu amalan yang biasa dikerjakan di malam-malam bulan Ramadhan. Tapi tahukah kamu bagaimana sejarah pelaksanaan salat tarawih secara berjamaah?

Pertanyaan di atas dapat dijawab melalui penjelasan dalam buku Umar bin Khattab RA karya Abdul Syukur al-Azizi, Buku tersebut menjelaskan bahwa Umar bin Khattab RA disebut-sebut sebagai orang pertama dalam Islam yang mengumpulkan orang-orang untuk melaksanakan salat tarawih berjamaah.

Ternyata, pada zaman nabi dahulu, salat ini lebih cenderung dilakukan secara munfarid atau sendiri-sendiri. Umar bin Khattab RA pun mengeluarkan ijtihad yang disampaikannya kepada seluruh umat Islam.

"Ia mengirim surat kepada para gubernur wilayah agar melaksanakan salat tarawih secara berjamaah," tulis Abdul Syukur al-Azizi.

Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Syihab dan bersumber dari Urwah bin az Zubair, menjelaskan tentang latar belakang Umar mengeluarkan ijtihad tersebut.

Dikatakan bahwa, pada suatu malam bulan Ramadhan, Umar melihat orang-orang sedang melaksanakan salat tarawih secara sendiri-sendiri di masjid. Sementara, sebagian lainnya ada yang melaksanakannya secara berjamaah.

Hingga muncullah ide Umar bin Khattab RA untuk mengumpulkan para jamaah salat tarawih pada satu waktu dan tempat. Umar berkata,

"Seandainya aku kumpulkan mereka semuanya di belakang seorang imam, niscaya hal itu lebih utama," Kemudian Umar pun mengumpulkan mereka dan menunjuk Ubaiy bin Ka'ab sebagai imam.

Benarkah pada zaman nabi terdahulu istilah salat tarawih belum dikenal?

Istilah tarawih ternyata tidak dikenal oleh Nabi Muhammad SAW, setidaknya hingga masa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA pula. Pasalnya, pada saat itu istilah yang lebih dikenal adalah Qiyamu Ramadhan atau penghidupan atas malam Ramadhan.

Hal ini dapat dibuktikan dari keterangan salah satu hadits tentang syariat salat tarawih yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Beliau menyebutnya dengan kata Qiyamu Ramadhan. Berikut haditsnya,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: "Barangsiapa ber-qiyam Ramadhan (salat tarawih) semata-mata karena keimanan dan keikhlasan kepada Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya sebelum itu," (HR Bukhari).

Jadi, pada zaman nabi dahulu, ibadah tersebut memang ditujukan untuk menghidupkan malam-malam di bulan Ramadhan. Lalu, dari mana munculnya istilah tarawih tersebut?

Berdasarkan riwayat Imam al Marwadzi dalam Kitab Qiyam Ramadhan yang dikutip dari buku Sejarah Tarawih karya Ahmad Zarkasih, Lc, dikisahkan bahwa suatu ketika sahabat Umar bin Khattab RA pernah memerintahkan Ubaiy untuk menjadi imam pada Qiyamu Ramadhan.

Kemudian, para jamaah tidur di seperempat pertama malam dan mengerjakan salat di dua perempat malam setelahnya. Hingga selesai di seperempat malam terakhir, mereka pun pulang dan sahur.

Dari total 18 rakaat yang mereka kerjakan, Umar bin Khattab memberikan waktu istirahat untuk sekadar berwudhu atau menunaikan hajat mereka tiap 2 rakaat salam. Hal inilah yang membuat ahli tafsir berpendapat sebagai kelahiran istilah tarawih.

Kata tarawih juga dapat dimaknai dengan istirahat sejenak para makmum di setiap selesai 2 rakaat. Imam al Marwadzi mengatakan, dinamakan salat tarawih karena imamnya memberikan banyak tarwiih bagi makmumnya.

Mengutip Ternyata Shalat & Puasa Sunah Dapat Mempercepat Kesuksesan karya Ceceng Salamudin, MAg, asal kata tarawih adalah rahah yang berarti santai, istirahat, tidak tergesa-gesa. Untuk itulah, sebaiknya salat ini lebih utama bila dikerjakan dengan lebih tenang tanpa terburu-buru.

Gimana, detikers? Sudah terjawab tentang bagaimana sejarah pelaksanaan salat tarawih secara berjamaah?

Simak Video "Polisi India Tembak Mati 2 Pedemo soal Pelecehan Nabi Muhammad"



(rah/row)