Mengapa bangsa indonesia berpancasila jelaskan

Mengapa bangsa indonesia berpancasila jelaskan

Mengapa bangsa indonesia berpancasila jelaskan

Jakarta, 11 Agustus 2020 - Diperlukan paling tidak tiga pendekatan agar aspek realitas dan idealitas dari ideologi dan konstitusi dapat dipahami secara komprehensif, yaitu: Konteks kesejarahan (bagaimana nilai-nilai luhur bangsa tumbuh dan mengkristal sebagai suatu pandangan hidup); Etika moral dan Politik, yaitu memposisikan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup yang dinamis, khususnya penyelengara negara; dan Perubahan zaman, bagaimana Pancasila dapat terus menjadi sumber inspirasi dalam menghadapi masa kini dan mendatang. Demikian dikemukakan oleh Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada Pelatihan Kepemimpinan Administrator di Balai Bangkom III Jakarta, (11/8) pada mata ajar Wawasan Kebangsaan dan Pancasila. 

Pancasila, lanjut Haryono, adalah lambang negara Republik Indonesia, sebagai landasan etis dan politis. Arti penting Pancasila tidak hanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, karena keutuhan Indonesia sebagai negara kesatuan tergantung dari bagaimana warga negara menjaga nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa. 

Adanya kontroversi Rancangan Undang Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila seharusnya tidak membuat perpecahan kelompok-kelompok tertentu, karena secara filosofis sila-sila dari Pancasila yang terdapat dalam pembukaan UUD 45 bukan merupakan kalimat mati, namun mengandung makna fasafah pada setiap silanya. Untuk memahami makna tersebut sebaiknya dikembalikan kepada konteks rangkaian pembentukan Pancasila, yaitu mulai dari penyampaian pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 hingga tercapainya konsensus final PPKI tanggal 18 Agustus 1945.

Dengan perubahan zaman, Pancasila dapat menjadi lahan inspirasi pengembangan dengan tetap mengakomodir kearifan lokal yang baik. Pancasila sebagai pendidikan pekerti masyarakat disampaikan dan diajarkan agar bagaimana nilai-nilai Pancasila bisa diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat erat kaitannya dengan wawasan/pikiran progresif dalam kepemimpinan di level manapun, sehingga setiap pengambilan keputusan dapat mengakomodir nilai–nilai Pancasila. Para pimpinan dengan kemampuan sangat banyak dapat ditemukan, namun pimpinan dengan karakter dan pemikiran yang sesuai nilai Pancasila itu luar biasa.

Karena itu perlunya pemikiran/wawasan progresif yang mampu mengembalikan martabat dan harga diri bangsa dalam meningkatkan kualitas manusia dengan memposisikan ideologi bangsa (Pancasila) sebagai landasan pemikiran, pengambilan kebijakan, dan peraturan perundangan, selain mampu memanfaatkan silang budaya sebagai sarana berlatih dan merawat munculnya kreativitas, inovasi dan kolaborasi antar komponen bangsa.(Kompu BPSDM)


Informasi Lebih Lanjut tentang Balai Pengembangan Kompetensi III Jakarta

KLIK DISINI ...


“Ketahanan ideologi Pancasila kembali diuji ketika dunia masuk pada era globalisasi di mana banyaknya ideologi alternatif merasuki ke dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa,” kata Deputi Bidang Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. membuka Focus Group Discussion (FGD) tentang Mencari Bentuk Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Era Globalisasi bertempat di Ruang Gatot Kaca, Senin, 9 Maret 2020.

Reni menjelaskan bahwa Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yakni ideologi yang terbuka dalam menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup bangsa. Namun, di sisi lain diharuskan adanya kewaspadaan nasional terhadap ideologi baru. Apabila Indonesia tidak cermat, maka masyarakat akan cenderung ikut arus ideologi luar tersebut, sedangkan ideologi asli bangsa Indonesia sendiri yakni Pancasila malah terlupakan baik nilai-nilainya maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono, M.E., menjelaskan mengenai tantangan yang dihadapi saat ini. Tantangan pertama adalah banyaknya ideologi alternatif melalui media informasi yang mudah dijangkau oleh seluruh anak bangsa seperti radikalisme, ekstremisme, konsumerisme. Hal tersebut juga membuat masyarakat mengalami penurunan intensitas pembelajaran Pancasila dan juga kurangnya efektivitas serta daya tarik pembelajaran Pancasila.

Kemudian tantangan selanjutnya adalah eksklusivisme sosial yang terkait derasnya arus globalisasi yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA. Bonus demografi yang akan segera dinikmati Bangsa Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda di tengah arus globalisasi.

Pada kesempatan tersebut Dave juga memberikan rekomendasi implementasi nilai-nilai Pancasila di era globalisasi. Pertama, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang menarik bagi generasi muda dan masyarakat.

Rekomendasi selanjutnya adalah membumikan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan/atau pembelajaran berkesinambungan yang berkelanjutan di semua lini dan wilayah. Oleh karena itu, Dave menganggap perlu ada kurikulum di satuan pendidikan dan perguruan tinggi yaitu Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (P3KN). 

Menanggapi pernyataan Dave, Analis Kebijakan Direktorat Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) Dr. Juandanilsyah, S.E., M.A., menjelaskan bahwa Pancasila saat ini diajarkan dan diperkuat melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dengan penekanan pada teori dan praktik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh perkembangan global juga berdampak pada anak-anak. 

Menurut Juan, Pancasila di masa mendatang akan mempertahankan otoritas negara dan penegakan hukum serta menjadi pelindung hak-hak dasar warga negara sebagai manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanamkan kesadaran terhadap potensi bahaya gangguan dari luar yang dapat merusak dan mengajak siswa untuk mempertahankan identitas bangsa serta meningkatkan ketahanan mental dan ideologi bangsa.

“Seharusnya representasi sosial tentang Pancasila yang diingat orang adalah Pancasila ideologi toleransi, Pancasila ideologi pluralisme, dan Pancasila ideologi multikulturalisme,” kata Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof. Dr. Hamdi Moeloek.

Representasi sosial tentang Pancasila yang dimaksud adalah kerangka acuan nilai bernegara dan berbangsa yang menjadi identitas Bangsa Indonesia. Hamdi menjelaskan bahwa jika Pancasila menjadi acuan, maka implementasi nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah terlihat dalam praktik bernegara, misalnya saat pengambilan kebijakan-kebijakan politik. Selanjutnya Hamdi menjelaskan bahwa terlihat Pancasila bisa memberikan solusi di tengah adanya beragam ideologi seperti sosialis dan liberal serta di tengah usaha politik identitas oleh agama, etnik, dan kepentingan.

Oleh : itssep | | Source : -

Kampus ITS, Opini – Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia, yang memuat nilai-nilai moral bangsa Indonesia dalam bersikap dan berperilaku mendapatkan banyak ujian beberapa tahun terakhir ini. Pengamalan agung dari nilai yang ada dalam Pancasila mulai luntur dan dilupakan oleh masyarakat Indonesia. Kini, Pancasila hanya sebagai simbol kebanggaan belaka.

Pancasila lahir dari proses panjang perundingan dari para “The Founding Fathers” Indonesia. Dimulai dari pemikiran untuk menentukan dasar negara Indonesia yang netral, tidak memiliki keberpihakan antara blok barat dan timur yang berkembang pada saat itu. Namun yang terpenting adalah menjadi refleksi masyarakat Indonesia dalam hidup bernegara ke depannya.

Para pemimpin bangsa yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bertugas memikirkan dan menyusun rencana mengenai segala hal yang harus disiapkan dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Pada sidang yang dilaksanakan pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 inilah, cikal bakal Pancasila terbentuk dari beberapa usulan anggota BPUPKI.

Usulan dasar negara pertama disampaikan oleh Muhammad Yamin dengan memaparkan lima asas negara seperti Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Gagasan kedua disampaikan oleh Mr. Soepomo yang memaparkan rumusan yang diberi nama “Dasar Negara Indonesia Merdeka”, yaitu Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi, Musyawarah, serta Keadilan Sosial.

Usulan dasar negara terakhir dipaparkan oleh Sukarno berupa nilai tentang Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Maha Esa. Usulan ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang hingga kini dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Terlepas dari itu, kata-kata dalam sila Pancasila pertama kali dikenalkan lewat Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945 melalui perundingan Panitia Sembilan.

Pancasila lahir buah pemikiran dan perundingan yang berjalan damai meskipun banyak perbedaan yang ada. Gagasan yang dikemukakan oleh tiga tokoh di atas pun sifatnya saling melengkapi gagasan sebelumnya. Semua pemikiran bersatu untuk mewujudkan suatu dasar yang menjadi landasan bergeraknya Bangsa Indonesia ke depannya.

Pernah ada pertentangan mengenai isi sila pertama yang diprotes oleh masyarakat di bagian Timur Indonesia karena merasa kurang terwakili dengan sila yang hanya merujuk pada salah satu agama saja. Namun pada akhirnya, perubahan yang dilakukan berlangsung secara demokratis dan dapat diterima oleh banyak kalangan.

Proses panjang perumusan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia menunjukkan bagaimana kegigihan para pemimpin bangsa dahulu untuk memperjuangkan masa depan Indonesia. Tidak cukup hanya sampai kemerdekaan saja, namun bagaimana negara yang diperjuangkan rakyat dapat hidup hingga berabad-abad setelahnya dengan identitas yang kuat dan rasa nasionalisme yang tinggi.

Pancasila harus dimaknai tidak hanya sebagai simbol belaka, namun juga mengamalkan sila-sila di dalamnya. Namun mirisnya, beberapa tahun terakhir mulai muncul permasalahan negeri yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Intoleransi. Kerusuhan antar golongan, Keputusan oleh Pemerintah yang justru merugikan rakyat kecil, serta korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merajalela.

Generasi muda Indonesia pun saat ini terkesan bingung dengan identitas bangsanya sendiri. Mulai terpapar dengan berbagai ideologi dengan segala propagandanya lewat media sosial hingga melupakan bahwa menjadi nasionalis tidak hanya sekedar masih menjadi warga negara Indonesia. Upaya penanaman kecintaan kepada Pancasila haruslah ditanamkan kembali kepada generasi muda sejak dini, sebagai proses filtrasi berbagai kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia.

Kenyataan di masyarakat saat ini memang cenderung menjadikan Pancasila hanya sebagai simbol yang terpampang di berbagai instansi yang ada. Padahal, mencintai dan mengamalkan Pancasila berarti ikut peduli dengan masa depan bangsa.

Bukan lewat segala kritik yang diucapkan terhadap pemerintahan, tapi melalui aksi nyata perubahan yang mengiringinya. Jangan menjadi masyarakat yang hanya menuntut hasil tapi tidak berperan dalam prosesnya. Dengan kepedulian yang tinggi, maka tujuan akhir Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” akan segera dapat tercapai.

Oleh:

Septian Chandra Susanto

Mahasiswa S-1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota

Reporter ITS Online