Mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan masuk kedalam Pancasila terutama sila Keberapakah itu dan tuliskan bunyinya?

  • MEMBAYAR PAJAK

    Nama : Pedro Gracio Oyong - mahasiswa jurusan DKV Animasi Unversitas Bina Nusantara & Hari Sriyanto Salah satu kewajiban kita sebagai warga negara adalah membayar pajak, dan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Sumber pendapatan ini langsung didapatkan dari warga negara. Partisipasi warga negara melalui pajak tersebut sifatnya memaksa, setiap warga negara yang telah secara hukum ditetapkan sebagai wajib pajak membayar kepada negara dengan sanksi yang ditetapkan oleh negara jika kewajiban tersebut tidak terpenuhi. Berdasarkan UU No.6 Tahun 1983 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 16 tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak memiliki peran yang penting dalam pembangunan negara kita, dan untuk berjalannya suatu negara diperlukan partisipasi warga negara yang aktif dalam memajukan negara itu sendiri. Sistem pemungutannya juga berbeda-beda yaitu retribusi, cukai, bea masuk, dan sumbangan. Nilai-nilai dalam Pancasila juga menjadi dasar konstitusi dan ideologi dalam membayar pajak, contohnya sila pertama yang menunjukan nilai syukur atas segala kenikmatan yang diterima dari yang Maha Kuasa, sila kedua yang menunjukan kemanusiaan yang beradab, dengan membayar pajak dalam konteks tersebut, sila ketiga yang melibatkan warga negara dalam membangun masyarakat yang Makmur dengan cara membayar pajak, sila keempat yang menjunjung demokrasi sebagai system perjalanan negara, dan terakhir sila kelima yang menunjukan bahwa semua warga masyarakat wajib membayar pajak tanpa terkecuali. Banyak asas pemungutan pajak yang dapat kita pelajari yaitu asas equity, dimana sistem perpajakan dapat berhasil jika masyarakat membayar pajak secara adil dan mensesuaikan besar pajaknya dengan pendapatan suatu individu tersebut.  Selanjutnya asas certainity yang menekankan keharusan adanya kepastian baik bagi petugas pajak untuk siapa yang harus membayar pajak. Disamping itu asas convenience yaitu membuat prosedur membayar pajak senyaman dan sesederhana mungkin untuk mengampangkan masyarakat. Sementara asas yang terakhir asas ekonomi yakni jumlah pajak yang dipungut dapat ditekankan seminimal mungkin dan hasil yang dipungut harus lebih besar dari pada ongkos pemungutannya. Pajak sebagai sumber terpenting pendapatan negara, dengan adanya pemasukan tersebut pelayanan, umum, pertahanan, keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial dapat terlaksanakan. Fungsi pajak dalam pembangunan memiliki fungsi anggaran yang memasukan kas kedalam uang negara, fungsi mengatur yaitu menyeimbangkan pembagian pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat dan fungsi stabilitas yang menekankan aspek penggunaan anggaran sebagai kebijakan untuk stabilitas harga barang.   Jenis-jenis pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak pusat dan daerah, berarti selain pajak diawasi dan dikerjakan oleh pemerintah pusat, ada beberapa instansi yang mengkelola setiap daerah untuk memastikan masyarakatnya membayar pajak. Dari semua pengertian diatas akhirnya kita mengerti betapa pentingnya pajak bagi kemajuan negara. Kita sebagai mahasiswa yang belum membayar pajak layaknya menghargai orang tua/wali kita yang sampai sekarang menanggung keperluan dan pengeluaran kita, dan sebagai penerus generasi berikutnya.   read more

    May 03, 2020

  • KEMANUSIAAN YANG BERKEADABAN

    Nama : Chritian Angelita / mahasiswa business Creation Universitas Bina Nusantara & Hari Sriyanto Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang luhur dan mulia. Untuk itulah manusia memiliki tempat istimewa atau posisi penting di dalam falsafah Pancasila. Khususnya pada sila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dalam sila kedua sudah terdapat penekanan pentingnya “kemanusiaan yang berkeadilan dan berkeadaban”. Di dalam Pancasila sudah jelas bahwa Pancasila mengakui dimensi kemanusiaan sebagai hal penting yang harus dijaga, dilindungi, dan ditempatkan sebagai hal pokok di dalam tujuan kehidupan orang Indonesia. Dengan demikian, kemanusiaan adalah tujuan dan orientasi utama dalam derap pembangunan nasional Indonesia. Setiap pelaksanaan pembangunan bangsa harus memperlakukan manusia sebagai subjek bukan objek. Manusia sekaligus sebagai subjek dan tujuan akhir pembangunan nasional bangsa Indonesia. Manusia harus diperlakukan sesuai dengan harkat dan marabatnya yang luhur sesuai dengan hakikatnya sebagai sama-sama makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Sila kedua Pancasila mengkristalkan asumsi-asumsi dasar basis dari relasi sosial antara manusia bukan didasarkan prinsip primordial sectarian. Selain itu adanya basis kemanusiaan, keadilan dan keberadaban. Disamping itu aktivitas pembangunan ekonomi, politik, sosial dan budaya berbasiskan kemanusiaan, keadilan dan keberadaban Pancasila berorientasi pada kemanusiaan setiap manusia. Kata beradab sesudah kemanusiaan bermakna bahwa manusia Indonesia harus mengarahkan hidupnya, mengorientasikan sikapnya agar berperilaku secara berbudaya. Budaya adalah segala hasil olah pikir, rasa, cipta dan karsa manusia. Orang yang berperilaku sesuai budaya itu juga berarti ia berperilaku secara beradab. Berperilaku beradab berarti berperilaku sesuai dengan nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Namun, seperti yang kita tahu bahwa masih banyak sekali rakyat Indonesia yang tidak menerapkan sila ke-2 dalam hidupnya. Masih banyak ketidakadilan yang terjadi di Negara kita Indonesia. Seperti ketika ada sebuah kasus hukum yang melibatkan antara orang kaya dan orang miskin. Dalam kasus tersebut sebenarnya orang kayalah yang memiliki kesalahan, namun justru yang akan terkena hukuman justru orang miskin. Disinilah muncul ketidakadilan hukum. Contoh lain adalah tanpa disadari seringkali banyak yang memandang rendah orang yang berprofesi lebih rendah di tempat kita bekerja. Padahal sebagai manusia kita tidak boleh memandang orang hanya karna status mereka, karena kita sama-sama ciptaan Tuhan, yang harus diperlakukan sesuai hak dan martabat kita. Kita sebagai seorang manusia haruslah memiliki kesadaran diri untuk menanamkan sikap untuk saling menghormati, menghargai, terhadap sesama. Untuk dapat mewujudkan kehidupan yang berkeadilan dan berkeadaban kita bisa menanamkannya sejak berusia dini baik melalui pendidikan sekolah, keluarga dan lingkungan. Ada beberapa contoh yang dapat kita terapkan demi mewujudkan kehidupan yang berkeadilan dan berkeadaban. Diantaranya tidak semena-mena terhadap orang lain, dan harus saling menghargai dan menghormati dan menyayangi sebagai sesama manusia. Disamping itu perlunya pengakuan dan penghormatan akan HAM. Langkah berikutnya adalah memiliki sikap tenggang rasa sebagai bentuk penghormatan yang dilakukan oleh individu dengan individu lainnya sehingga tercipta harmonisasi.   read more

    May 03, 2020

  • PANCASILA DAN PERKEMBANGAN IPTEK

    Nama : Chritian Angelita / mahasiswa business Creation Universitas Bina Nusantara & Hari Sriyanto Perkembangan teknologi saat ini memang sudah sangat pesat. Semua orang tidak akan lepas dari perkembangan teknologi, tetapi apakah perkembangan teknologi sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila? Dan apakah sikap kita sudah menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam menggunakan teknologi? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena banyak orang meyalahgunakan perkembangan iptek. Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu). Pengertian Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu mengandung konsekuensi yang berbeda-beda. Pengertian pertama bahwa iptek tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengandung asumsi bahwa iptek itu sendiri berkembang secara otonom, kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-nilai Pancasila. Setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal, mengandaikan bahwa sejak awal pengembangan iptek sudah harus melibatkan nilai-nilai Pancasila. Namun, keterlibatan nilai-nilai Pancasila ada dalam posisi tarik ulur, artinya ilmuwan dapat mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layak untuk dilibatkan. Pengertian selanjutnya bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun, tidak ada jaminan bahwa aturan main itu akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan iptek itu sendiri. Sebab ketika iptek terus berkembang, aturan main seharusnya terus mengawal dan membayangi agar tidak terjadi kesenjangan antara pengembangan iptek dan aturan main. Pengertian berikutnya yang menempatkan bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri sebagai proses indegenisasi ilmu mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penjabaran yang lebih rinci dan pembicaraan di kalangan intelektual Indonesia, sejauh mana nilai-nilai Pancasila selalu menjadi bahan pertimbangan bagi keputusan-keputusan ilmiah yang diambil. Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu dapat ditelusuri ke dalam hal-hal sebagai berikut; Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat dengan politik global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.   read more

    May 03, 2020

  • KEMANUSIAAN YANG BEKEADILAN

    Nama : Aprilia Thelie - mahasiswa business Creation Universitas Bina Nusantara  & Hari Sriyanto Setiap manusia diciptakan dengan memiliki martabat yang sama. Oleh karena itu, semua orang wajib menghargai martabat tersebut. Pancasila juga menjaga martabat manusia dengan sila ke-2 nya yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sila ini berisikan makna diperlakukan secara manusiawi dan adil adalah hak semua individu. Kita semua sadar akan pentingnya menjaga kemanusiaan dan bersikap dengan adab. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya pendirian organisasi yang membela hak manusia atau HAM. Organisasi-organisasi ini menentang sikap yang merendahkan kemanusiaan, serta ikut aktif berkontribusi dalam menciptakan suasana kemanusiaan. Salah satu dari organisasi tersebut adalah UNICEF, yaitu organisasi kemanusiaan seperti UNICEF yang bergerak di bidang kemanusiaan anak-anak dan ibu. Meski telah banyak  organisasi yang bergerak dibidang kemanusiaan, namun pelanggaran terhadap sila ke-2 Pancasila masih banyak terjadi. Pelanggaran ini dapat berupa hal kecil yang tanpa kita sadari, contohnya adalah saat ada teman yang berbicara, kita asik dengan kegiatan kita sendiri tanpa memperhatikannya. Masalah ini terlihat simple namun sebenarnya sudah termasuk melanggar kemanusiaan karena setiap orang berhak dihargai. Pelanggaran lainnya juga banyak terjadi di sekitar kita. Salah satunya adalah Bullying (perundungan). Meski terlihat sederhana bullying sebenarnya  merupakan kejahatan kemanusiaan. Hal ini karena bullying merampas kebebasan dan kesenangan orang dalam menjalani kehidupan. Dampak dari orang yang dibully pun dapat berupa trauma berkepanjangan, sehingga ia akan terus menerus hidup dalam ketakutan. Bullying juga dapat menghancurkan kepercayaan diri seseorang. Sebagai warga negara, kita harus mengimplementasikan nilai sila ke-2 Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Contoh yang paling dasar adalah dengan membantu teman yang mengalami kesulitan. Selain itu kita bisa membiasakan diri untuk mendengarkan orang lain dimana ini merupakan salah satu cara untuk membangun nilai kemanusiaan. Hal ini akan membangun kepedulian kita dan menghilangkan sikap semena-mena. Selain itu, kita juga harus mengakui persamaan derajat. Ikut ambil bagian dalam kegiatan kemanusiaan seperti berdonasi maupun menjadi sukarelawan yang dapat mengembangkan sikap kemanusiaan yang adil dan beradab. Berani untuk mengakui kesalahan dan menjaga peradilan juga merupakan cara lain untuk mengimplementasikan sila ke-2 Pancasila. Kini banyak wadah dan cara untuk memperjuangkan kemanusiaan. Untuk memperjuangkan kemanusiaan pun kita dapat memulainya dengan langkah-langkah dan cara yang sederahana dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Dengan adanya organisasi kemanusiaan juga, kita diharapkan untuk lebih peduli dan tahu mengenai kemanusiaan sesuai dengan sila ke-2 Pancasila.   read more

    May 03, 2020

  • MEMBANGUN SIKAP TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA

      Nama : M. Dana Anggara Putra dan Rusliansyah Anwar   Pendahuluan Pada alinea ke empat Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa dasar negara Indonesia adalah keseluruhan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila bukan hanya dasar negara yang bersifat statis, melainkan juga dinamis karena Pancasila pun menjadi pandangan hidup, filsafat bangsa, ideologi nasional, kepribadian bangsa, dan sumber dari segala sumber tertib hukum, tujuan negara, perjanjian luhur bangsa Indonesia, yang menuntut pelaksanaan dan pengamalannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengingat hal tersebut, maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai Dasar Negara mempunyai sifat imperatif/memaksa. Oleh karenanya setiap warga negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang sangat pesat seperti saat ini, nampaknya nilai-nilai Pancasila cenderung mulai berubah dan dilupakan oleh sebagian masyarakat kita. Ini tercermin dari banyaknya sifat dan pola pikir yang ditunjukkan masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Yang nampaknya selalu menjadi perbincangan adalah terkait dengan sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini tergambar dengan kenyataan situasi Indonesia pada dewasa ini dimana masyarakatnya selalu cenderung berseteru tentang masalah agama. Upaya untuk menciptakan toleransi dalam rangka menciptakan kerukunan antar umat beragama selalu mengalami berbagai macam hambatan. Bahkan sangat rentan untuk terjadinya konflik di masyarakat kita yang ujung-ujungnya berpotensi akan mengancam persatuan bangsa kita. Melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi tersebut, penulis ingin mengungkapkan betapa pentingnya untuk membaca, memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terutamanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Pembahasan Istilah Ketuhanan dalam Sila Pertama berasal dari kata Tuhan, yaitu Allah, pencipta segala yang ada di muka bumi ini termasuk semua mahluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zat-Nya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika. Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi dan di dalam negara Indonesia, tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang maha esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama, dengan kata lain di negara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (atheisme).  Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan hubungan antarumat beragama Berkaitan dengan hubungan antar umat beragama, Pancasila memaknai segala sesuatu yang ditujukan dalam rangka untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat Indonesia. Namun kenyataan menunjukkan bahwa apa yang diinginkan oleh sila pertama ini nampaknya belum sepenuhnya selalu berjalan mulus. Ternyata masih banyak terdapat hambatan-hambatan yang muncul, baik dari campur tangan pemerintah maupun dari golongan penganut agama dan kepercayaan itu sendiri. Hal ini disebabkan bisa saja karena penghayatan terhadap Pancasila, khususnya sila Ketuhanan, tidak dapat dipahami dan dihayati secara mendalam dan menyeluruh oleh sebagian masyarakat kita. Akibatnya muncul ideologi-ideologi atau paham-paham yang berbasiskan ajaran agama tertentu. Sehingga seakan-akan bahwa sila pertama dari Pancasila itu hanya dimiliki oleh salah satu agama tertentu saja. Dengan kata lain bahwa toleransi dan sikap menghargai agama atau umat kepercayaan lain ternyata belum sepenuhnya dapat disadari dan diwujudkan. Hal ini disebabkan adanya anggapan dari golongan-golongan tertentu yang memiliki paham bahwa hanya kepercayaannya atau hanya ajaran agamanya sajalah yang paling baik dan benar, semenatar yang lainnya tidak benar. Pandangan atau paham yang sempit mengenai pamahaman terhadap agama dan kepercayaan yang seperti ini dapat menimbulkan atau mengundang konflik serta gejolak dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Konflik antar kelompok agama terkadang juga dapat dipicu oleh adanya kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang atau otoritas di bidang urusan agama. Semestinya lembaga semacam ini adalah lembaga yang bersifat netral, yang membawahi seluruh unsur-unsur agama yang ada atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta memegang teguh nilai-nilai dasar yang terdapat dalam Pancasila. Jangan malah mengeluarkan suatu kebijakan yang merugikan ataupun menguntungkan agama-agama tertentu, yang dapat menimbulkan konflik atau ketegangan antar uamat beragama yang tentu saja berbeda agama dan kepercayaannya. Namun kenyataannya, kebijakan lembaga keagamaan di Indonesia seringkali masih menguntungkan agama-agama tertentu. Salah satu contohnya adalah kasus Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (SKB 2 Menteri), terutama menyangku perijinan pembangunan rumah ibadah. Dalam SKB tersebut disebutkan bahwa syarat untuk bisa mendirikan suatu rumah/tempat ibadah sedikitnya minimal jika ada 100 orang dalam satu wilayah yang beragama sama. SKB tersebut dianggap sangat tidak relevan dan cenderung diskriminatif terhadap agama tertentu, bahkan berpotensi memecah belah kerukunan antar umat beragama melalui isu-isu agama, selain membatasi ruang gerak umat beragama untuk melaksanakan ibadahnya. SKB tersebut dapat dikatakan telah melanggar hak asasi manusia dalam hal menjalankan ibadah, dan tidak sesuai dengan Pancasila. Surat keputusan tersebut juga menimbulkan dampak yang cukup serius, yakni tercatat ada lebih dari 1.000 gereja di Indonesia rusak dan hancur akibat dirusak massa karena keberadaannya tidak sesuai syarat yang tertuang dalam SKB  tersebut. Materi dari SKB  itupun menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Hal ini juga bisa menimbulkan berbagai macam kecaman, bahkan dapat menimbulkan suatu konflik yang menuju pada perpecahan. Jika kita mencoba menganalisis dari isi kebijakan surat keputusan tersebut, terutama yang menyangkut masalah syarat pendirian tempat ibadah, maka di daerah atau di provinsi-provinsi tertentu banyak uamat-umat beragama yang tidak dapat membangun tempat ibadah untuk menjalankan dan menyebarkan ajaran agamanya. Misalnya saja, di Pulau Bali, berarti di pulau ini hanya Pura-Pura sajalah yang boleh didirikan, karena hampir seluruh penduduk Bali menganut agama Hindu. Begitu pula seperti di Papua (mayoritas Kristen), Madura (Islam), dan tempat-tempat lain yang terdapat mayoritas beragama sama. Bukankah hanya akan menimbulkan konflik antar umat beragama. Bahkan menjurus pada perpecahan. Penutup Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa penyebab terjadinya penyimpangan sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ di Indonesia salah satunya adalah kerena pancasila sebagai ideologi, falsafah, dasar negara, serta sebagai pandangan hidup, tidak dapat dipahami dan dihayati secara menyeluruh oleh bangsa ini. Dengan era teknologi ini juga sangat banyaknya berita berita palsu yang membuat masyarakat cepat panas dan bingung mana berita yang benar dan mana berita yang salah. Hal tersebut mengakibatkan secara tidak langsung membuat kita terpicu untuk ikut melawan pancasila. Makna sebenarnya dari Sila Ketuhanan yang Maha Esa adalah bahwa segala aspek penyelenggaraan hidup bernegara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Faktor lainnya yaitu lembaga keagamaan di Indonesia seringkali masih menguntungkan agama-agama tertentu. Hal ini tentu saja memunculkan rasa ketidakadilan terhadap penganut agama yang tidak dominan dan memacu terjadinya konflik antar umat beragama.    References http://abdulazizalfaruq.blogspot.co.id/2017/04/makalah-pancasila-dalam-pandangan-islam.html https://en.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(politics) https://garduopini.wordpress.com/2010/03/29/internalisasi-pancasila-pluralisme-agama-dalam-%E2%80%9Cketuhanan-yangmaha-esa%E2%80%9D/ https://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/06/8/arti-dan-makna-sila-ketuhanan-yang-maha-esa/ https://nuriffahidayati.wordpress.com/2013/05/30/penyimpangan-sila-ketuhanan-yang-maha-esa-di-indonesia/ read more

    May 02, 2020

  • AKTUALISASI PENERAPAN NILAI SILA KE – 4 DI TENGAH MASYARAKAT

    Oleh : Denny dan Rusliansyah Anwar Pendahuluan Pancasila merupakan dasar Negara kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia menjadi panduan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila memiliki nilai-nilai yang sangat baik dan universal. Yang membuat seluruh rakyat Indonesia dapat memegang teguh dengan bangga akan Pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia merupakan kebanggaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang menjadi keunikan bagi rakyat Indonesia di mata dunia. Adanya perkembangan zaman seperti era sekarang ini, dimana setiap orang dengan sangat mudah di pengaruhi oleh paham atau ajaran yang sifatnya instant, menyebabkan masyarakat kita cenderung gampang lupa akan nilai-nilai luhur Pancasila. Pancasila yang disebut sebagai pedoman dasar Negara Indonesia, bagi sebagian masyarakat kita nampaknya hanya sebatas pemanis bibir dan mudah dilupakan sehingga tidak tercermin dalam praktik kehidupannya sehari-hari. Oleh karenanya kita tidak boleh bosan untuk selalu mendengungkan nilai-nilai luhur Pancasila ini kepada seluruh lapisan masyarakat agar menjadi bagian dari kehidupan keseharian mereka.   Pembahasan Sebagai warga masyarakat di seluruh Indonesia setiap individu punya kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dan untuk mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama. Keputusan yang di ambil hingga mencapai mufakat dihormati dan di junjung tinggi proses dan hasilnya dalam setiap keputusan yang dicapai oleh musyawarah tersebut. Dengan memiliki rasa tanggung jawab setiap individu menerima hasil keputusan tersebut karena keputusan tersebut merupakan keputusan yang diperoleh untuk kepentingan bersama. Dalam pengambilan keputusan yang diperoleh dari pemusyawaratan keputusan tersebut harus dapat di pertanggung jawabkan secara moral, menjunjung tinggi martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki peran penting untuk menjunjung tinggi aspek kehormatan, kedisplinan dan kewajiban terhadap diri sendiri dan orang lain dengan berdasar kepada keadilan, kejujuran, keputusan yang di ambil secara musyawarah, dan kebenaran. Nilai-nilai yang tekandung dalam sila keempat ini secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan   Kondisi aktual masyarakat berdasarkan nilai-nilai sila ke empat  Meskipun masyarakat kita telah memiliki pedoman Pancasila sebagai dasar hidupnya, namun pada kenyataannya pikiran dan tindakan sebagian dari mereka dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu yang turut aktif di masyarakat cenderung masih jauh dari nilai nilai Pancasila tersebut. Dalam sila ke – 4 kita diminta untuk menjunjung tinggi kehormatan dan keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun praktiknya masih ada dari mereka yang merendahkan orang lain, berlaku tidak adil, tidak jujur, dan masih suka menipu sesamanya. Sila ke – 4 mengamanatkan bahwa dalam nilai-nilai yang dikandungnya tersebut melarang setiap individu untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain karena pada dasarnya setiap individu mempunyai kedudukan yang sama. Jadi tidak dibenarkan adanya tindakan yang semena-mena karena misalnya disebabkan oleh posisi kedudukan yang lebih tinggi dari yang lainnya. Hal semacam ini masih sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat kita. Sila ke - 4 juga menyatakan bahwa di dalam mengambil suatu keputusan hendaknya mengutamakan musyawarah untuk kepentingan bersama. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masih ada di antara pengambil keputusan yang karena punya wewenang akhirnya mengambil suatu keputusan yang tidak pro rakyat tapi hanya demi memenuhi kepentingan golongan tertentu. Ini mengindikasikan bahwa masih ada terjadi penyalahgunaan wewenang yang cenderung korup, yang pada akhirnya akan merugikan banyak pihak. Sila ke – 4 mengingatkan pula agar semua pihak untuk menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. Jadi tidak dibenarkan adanya kesewenang-wenangan pihak tertentu terhadap pihak lain yang cenderung mengabaikan keputusan yang telah ditetapkan. References Wikipedia. “Pancasila”. 20 Desember 2017. https://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila read more

    May 02, 2020

  • MEMAKNAI NILAI KEMANUSIAAN DALAM SILA KEDUA

    Oleh : Brilian Firdaus dan Rusliansyah Anwar Pendahuluan Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia yang merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengertian Pancasila diawali dalam proses perumusan dasar negara dalam sidang BPUPKI. Pada rapat pertama, Radjiman Widyoningrat, mengajukan suatu masalah, yang secara khusus akan dibahas pada sidang tersebut, yaitu mengenai calon rumusan dasar Negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampillah tiga orang pembicara yaitu Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar Negara Indonesia. Sebagaimana masukan dari salah satu teman Ir. Soekarno yang merupakan ahli bahasa, maka Beliau menamainya dengan “Pancasila” yang artinya 5 dasar. Istilah Pancasila terdiri dari dua kata Sanskerta, yaitu panca yang berarti lima dan sila yang berarti prinsip atau asas. Sesuai namanya, pancasila memiliki lima sendi utama atau sila yang menyusunnya, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kedua pancasila yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengandung pengertian bahwa seluruh manusia merupakan mahkluk yang beradab dan memiliki keadilan yang setara di mata Tuhan. Dengan kata lain, seluruh manusia sama derajatnya baik perempuan atau laki-laki, miskin maupun kaya, berpangkat maupun yang tidak. Di negara kita ini sejatinya tidak diperbolehkan adanya diskriminasi terhadap suku, agama, ras, antargolongan, maupun politik. Pembahasan Pengertian sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Menurut Nurdiaman dan Setijo, Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan keturunan. NKRI merupakan negara yang menjungjung tinggi hak asasi manusia (HAM), negara yang memiliki hukum yang adil dan negara berbudaya yang beradab. Negara ingin menerapkan hukum secara adl berdasarkan supremasi hukum serta ingin mengusahakan pemerintah yang bersih dan berwibawa, di samping mengembangkan budaya IPTEK berdasarkan adab cipta, karsa, dan rasa serta karya yang berguna bagi nusa dan bangsa, tanpa melahirkan primordial dalam budaya. Mengapa keberadaan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab menjadi penting Keanekaragaman masyarakat Indonesia selain dapat menjadi kebanggaan namun dapat pula menjadi suatu ancaman serius bagi bangsa Indonesia. Adanya keanekaragaman memungkinkan suatu komunitas masyarakat dapat memilih untuk hidup berkelompok dengan orang lain yang mungkin saja berbeda dengan ras, suku, budaya atau bahasa yang dimiliki.  Namun adanya keberagaman ini kondusif pula menjadikan kelompok-kelompok tersebut saling membeci berdasarkan perbedaan yang ada di antara mereka. Menghadapi tantangan ke depan, bangsa Indonesia harus waspada dan siap dalam menghadapi era globalisasi seperti di bidang ekonomi, kemudian ancaman bahaya laten terorisme, komunisme dan fundamentalisme. Hal-hal tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia, yang bilamana  kita sebagai suatu bangsa tidak bisa bersatu alias dalam kondisi terpecah belah, maka besar kemungkinan bangsa kita akan gagal dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Sila kedua yakni “kemanusiaan yang adil dan beradab” sangatlah penting pada situasi seperti ini. Bila masyarakat Indonesia menerapkan sila kedua secara baik, maka Indonesia mempunyai kemungkinan yang kokoh dalam menghadapi tantangan-tantangan dunia pada saat ini. Jadi sila kedua dapat dikatakan sebagai salah satu jaring pengaman atas permasalahan yang ditimbulkan arus globalisasi. Keadaan aktual penerapan sila kedua dari Pancasila di Indonesia Pada saat ini masih penerapan sila kedua dari Pancasila di negara kita masih sangat kurang Hal tersebut tercermin dari masih banyaknya kejahatan di bidang hak azasi manusia (HAM) dan suasana yang berbau SARA, seperti kampanye dari kubu-kubu tertentu yang menggunakan isu-isu SARA. Kasus pelanggaran HAM merupakan hal yang sangat erat dengan penyelewengan sila kedua dari Pancasila. Kalau kita simak, kasus pelanggaran HAM berdasarkan sifatnya sebenarnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kasus pelanggaran HAM berat seperti  genosida, pembunuhan sewenang-wenang, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, dan perbudakan, sementara kasus pelanggaran HAM biasa antara lain berupa pemukulan, penganiayaan, pencemaran nama baik, menghalangi orang dalam mengekspresikan pendapatnya, dan menghilangkan nyawa orang lain. Beberapa contoh kasus-kasus besar pelanggaran HAM dan isu SARA, antara lain kasus peristiwa G30S/PKI tahun 1965, tragedi 1998, bom Bali, kasus Salim Kancil, dan kerusuhan di kota Tanjungbalai, serta masih banyak lagi kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang sampai saat ini masih marak terjadi. Penutup Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” mengandung pengertian bahwa manusia Indonesia seharusnya diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memliki derajat yang sama, mempunyai hak dan kewajiban yang sama, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan keturunan. Sila kedua dibutuhkan guna menangkal berbagai ancaman kemanusiaan serta untuk menegakkan nilai-nilai universal kemanusiaan di negara ini. Selain itu sila ini juga harus mampu menjamin hukum yang adil bagi masyarakat secara keseluruhan, utamanya demi penegakan HAM yang bermartabat. . References https://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila http://ivanadewi30.blogspot.sg/2016/11/permasalahan-sila-ke-2-kemanusiaan-yang.html https://kumparan.com/manik-sukoco/memahami-pancasila https://www.kompasiana.com/ketikan.jari/59d70a22c363760a500726a2/implementasi-nilai-nilai-pancasila-sila-kedua-dalam-menanggapi-peristiwa-rohingya-sebagai-wujud-manusia-yang-pancasilais http://pusathukum.blogspot.sg/2015/03/Contoh-kasus-pelanggaran-HAM-di-Indonesia.html read more

    May 02, 2020

  • TANTANGAN MENGAKTUALISASIKAN NILAI KETUHANAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA

    Oleh : Stephen Renaldi dan Rusliansyah Anwar   Pendahuluan Seiring perkembangan informasi yang begitu pesat saat ini yang selain membawa sifat positif namun juga membawa  sisi negatif, yang  jika tidak ada penyaring (filter) maka  informasi yang sampai ke tengah-tengah masyarakat bisa membawa dampak buruk. Salah satu sisi negatif dari perkembangan informasi tadi adalah timbulnya salah  pemahaman tentang berbagai hal, termasuk pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yang seharusnya memberikan ruang gerak yang kondusif bagi masyarakat Indonesia untuk memeluk agama dan kepercayaannya, namun ternyata ada beberapa pemeluk agama yang merasa dihalangi untuk menjalankan ritual agamanya oleh beberapa kelompok yang kurang memahami nilai-nilai sila pertama tersebut. Pembahasan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa. Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah Allah, pencipta segala yang ada dan semua mahluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zat-Nya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika. Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi dan di dalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (ataisme). Sebagai sila pertama Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, karena menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara republik Indonesia yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam: Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi:“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa ….“ Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler dansekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila. Pasal 29 UUD 1945 ayat (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya dipahami dalam – dalam, diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing individu, agar terwujud ketentraman, kesetabilan dan kesejukan di dalam kehidupan beragama.   Terkait hal ini maka masyarakat harus senantiasa memelihra dan mewujudkan tiga model kerukunan hidup yang meliputi : Kerukunan hidup antar umat seagama Kerukunan hidup antar umat beragama Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah. Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya. Penyimpangan terhadap Sila ketuhanan Yang Maha Esa Di Indonesia, Pancasila sejatinya adalah landasan utama setiap kegiatan pemerintahan maupun masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Namun dalam kenyataannya, banyak penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh penyimpangan sila Ketuhanan yang Maha Esa. Gerakan radikal kelompok yang mengatasnamakan agama. Munculnya kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agamanya sendiri untuk kepentingan kelompok sendiri. Perusakan tempat-tempat ibadah. Terjadinya rasis agama sehingga terjadinya perilaku yang tidak bermoral seperti merusak tempat ibadah agama lain. Perilaku diskriminatif terhadap pemeluk agama yang berbeda. Memperilakukan pemeluk agama lain tidak seperti biasanya, biasanya dilakukan dengan hal yang bermotif negatif Munculnya aliran-aliran sesat. Munculnya teori-teori tentang agama yang baru berdasarkan agama yang ada sehingga menjadi aliran-aliran agama yang seharusnya dilarang. Fanatisme yang bersifat anarki. Menghubungkan segala sesuatu sampai ke titik yang negatif dengan keagamaan yang dimilikinya. Perilaku yang menyimpang dari ajaran agama. Melakukan perilaku yang tidak berdasarkan dengan ajaran agamanya. Melihat banyaknya penyimpangan yang dilakukan di Indonesia, yang melanggar sila pertama Pancasila, hal inilah yang menjadi salah satu penyebab Indonesia sulit untuk maju dibanding dengan negara lainnya. Menurut saya, perilaku-perilaku demikian berasal dari kejadian yang seharusnya sepele, sehingga tidak seharusnya menimbulkan permasalahan tersebut. Salah satu penyebab yang sangat terlihat ialah rasisme di Indonesia ini, sehingga dapat mempengaruhi sila-sila Pancasila, terutama rasisme agama yang mempengaruhi sila pertama.          Beberapa solusi yang bisa ditawarkan : Menanamkan sikap saling menghormati antara pemeluk agama yang berbeda. Membangun kerukunan antar pemeluk agama baik yang seagama maupun bukan. Menanamkan toleransi beragama dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Tidak boleh memaksakan suatu agama atau kepercayaan tertentu terhadap orang lain. Menghilangkan sikap diskriminasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Menghayati dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila utamanya sila “Ketuhanan yang Maha Esa”.   References https://hedisasrawan.blogspot.co.id/2014/01/pengertian-pancasila-artikel-lengkap.html https://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/06/18/arti-dan-makna-sila-ketuhanan-yang-maha-esa/ http://rinesaa.blogspot.co.id/2013/11/penyimpangan-terhadap-sila-pertama.html https://pancasila.weebly.com/penerapan-sila-dalam-kehidupan.html   read more

    May 02, 2020

  • MENERAPKAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA (Dilihat dari perspektif masyarakat modern)

    Nama : Reynaldo & Rusliansyah Anwar Pendahuluan Bagi orang Indonesia,  Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang hidup dan merasuk dalam kehidupan keseharian masyarakat suku-suku bangsa di Indonesia sejak lama, dan sekaligus merupakan ciri khas budaya dan peradaban manusia Indonesia yang harus terus dipelihara. Menjelang kemerdekaan Indonesia, para founding fathers bangsa Indonesia berhasil menggali dan merumuskan nilai-nilai luhur masyarakat suku-suku bangsa tersebut ke dalam lima rumusan sila yang disebut sebagai Pancasila, yang kemudian disepakati sebagai dasar negara Republik Indonesia merdeka. Rumusan tersebut tercantum pada Alinea Keempat Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945. Seiring dengan perkembangan zaman, disamping banyaknya permasalahan yang timbul di masyarakat, menyebabkan nilai-nilai luhur Pancasila tersebut mulai tergerus dari kehidupan keseharian masyarakat kita. Salah satunya adalah nilai luhur dari sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Dewasa ini kita tidak bisa memungkiri bahwa banyak sekali isu-isu maupun kejadian yang kurang kondisif yang menyebabkan upaya toleransi antar umat beragama sebagai salah satu pilar nilai yang ingin ditegakkan sila pertama mengalami hambatan. Bahkan beberapa waktu belakangan ini, terjadi beberapa konflik yang memakan korban jiwa. Melihat beberapa fakta-fakta yang ada di lapangan, penulis ingin membahas betapa pentingnya  memahami, meresapi dan mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ tersebut. Pembahasan Makna Ketuhanan Yang Maha Esa     Kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa sejatinya berasal dari istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke – dan akhiran – an dapat memberiperubahan makna menjadi antara lain : mengalami hal…., sifat – sifat …. Contoh kalimat : ia sedang kepanasan. Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta / Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti sangat besar. Sedangkan kata Esa juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris).[1] Beberapa makna yang bisa dipahami dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, antara lain: Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yag adil dan beradab. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda sehingga terbina kerukunan hidup Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus memiliki agama monoteis namun frsa ini menekankan ke-esaan dalam beragama Mengandung makna adanya Cuasa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya. Negara memberi fasilitas bagi tumbuh berkembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agama masing-masing. Hakekat pengertian itu sesuai dengan: Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain ”atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa….” Pasal 29 UUD 1945: (1)  Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya[2] Kendala yang dihadapi Menjelang berakhirnya abad ke 20, dunia telah diguncang oleh berbagai peristiwa yang tak terduga terjadi dan membawa perubahan – perubahan sangat drastis serta spektakuler, yang menjungkir balikkan berbagai pra anggapan yang sudah berakar puluhan tahun. Paska perang dingin telah meruntuhkan raksasa Uni Soviet menjadi kepingan negara-negara kecil. Kegagalan negara-negara komunis mengembangkan pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan rakyat telah melumpuhkan konsep pembangunan berdasarkan ajaran komunis. Pola pembangunan dengan perencanaan sentral, pola politik dengan kekuatan partai tunggal dan pola kemasyarakatan yang terkontrol mengalami keruntuhan untuk kemudian diganti dengan pola baru. Sejak reformasi, bangsa Indonesia sedang mengalami perubahan yang radikal. Reformasi yang sebenarnya memiliki tujuan yang sangat mulia, ternyata telah menghantarkan bangsa Indonesia pada dunia baru yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya, yaitu sangat terbuka dan liberal, ditengah suatu gelombang yang disebut dengan globalisasi. Globalisasi tidak hanya berhasil mengubah selera dan gaya hidup suatu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, tetapi juga menyatukan orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture). Salah satu dampak serius dari perubahan-perubahan tersebut adalah adanya kecenderungan memudarnya nasionalisme bangsa Indonesia. Kecenderungan tersebut timbul karena posisi nasionalisme bangsa Indonesia sedang berada dalam kisaran tarik-menarik antara kekuatan arus  perubahan global dengan kekuatan komitmen kebangsaan dan ke-Indonesia-an yang ingin dipertahankan oleh bangsa Indonesia. Bangsa dan Negara Kesatuan RI bersama bangsa-bangsa modern memasuki era globalisasi yang semakin meningkat dinamikanya, sehingga dapat menggoda serta melanda semua bangsa-bangsa, apalagi terhadap bangsa yang tidak teguh kesetiaan dan integritas nasionalnya. Merupakan fenomena aktual bahwa globalisasi sesungguhnya membawa misi liberalisasi dengan pesan-pesan visi dan misi HAM serta demokrasi, kebebasan dan keterbukaan. Dengan demikian nampak bahwa pada setiap perubahan dapat menghasilkan kemajuan ataupun kemunduran. Hal ini sangat di pengaruhi oleh kesiapan dan kemampuan masyarakat suatu bangsa dalam melakukan perubahan itu serta pada kemampuan para pemimpinnya dalam mengelola perubahan itu dan memberi keteladanan agar terjadi kemajuan yang harmonis. Karena banyak bukti empirik menunjukkan bahwa masyarakat yang paternalistik, akan lebih cepat melakukan dan mengikuti perubahan serta kemajuan bila ada keteladanan dari para pemimpinnya. Penutup Pancasila merupakan sistem filsafat yang sekiranya dapat menjembatani segala keanekaragaman bangsa Indonesia yang sebenarnya sudah berurat-berakar dalam hati sanubari, adat-istiadat, dan kebudayaan Nusantara, bahkan jauh sejak masa Nusantara kuno. Kebebasan memeluk agama adalah salah satu hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia, sebab kebebasan agama itu langsung bersumberkan kepada martabat manusia sebagai mahluk Tuhan. Dari butir-butir yang telah disebutkan di atas, telah disebutkan bahwa dalam kehidupan beragama itu tidak diperbolehkan adanya suatu paksaan. Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka hendaknya dikembangkan sikap toleransi beragama, saling tolong menolong, dan tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. References 2014, T. C. (2014). Character Building: Pancasila. Jakarta: BINUS UNIVERSITY. Detik.com. (2016). Ledakan Bom di Depan Gereja Samarinda, Ini 5 Sikap Nasyiatul Aisyiyah. Samarinda: Detik.com. Hendara, W. (2017, January 11). Makna Sesungguhnya Di Balik Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Retrieved from Wahana Mandiri: http://wm-site.com/opini/makna-sesungguhnya-di-balik-sila-ketuhanan-yang-maha-esa [1] Hendara, W. (2017, January 11). Makna Sesungguhnya Di Balik Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Diambil kembali dari Wahana Mandiri: http://wm-site.com/opini/makna-sesungguhnya-di-balik-sila-ketuhanan-yang-maha-esa [2]2014, T. C. (2014). Character Building: Pancasila. Jakarta: BINUS UNIVERSITY. read more

    May 02, 2020