Membiasakan diri dengan Hidup sederhana dapat menjauhkan kita dari sifat

Oleh : Mahbub Fauzie*

Sering kita mendengar dan membaca ungkapan: “Hidup itu sederhana, tapi kita sendiri yang membuatnya rumit.” Ada lagi ujaran serupa: “Hidup itu murah, gengsi kita saja yang bikin mahal.” Selain dari dua ungkapan dan ujaran tersebut, masih banyak lagi ungkapan serta ujaran senada dalam idealitas dan realitas keseharian sosial yang kita amati dan temukan. Manusia memang makhluk unik, makhluk yang yakin dengan cita-cita ideal, namun sering terjebak dengan angan-angan bayangannya sendiri.

Jika disadari dan dimaklumi, bahwa adanya ungkapan dan ujaran itu merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan makhluk bernama “manusia”. Terlebih manusia itu sebagai ‘hayawatun nathiq’ (hewan yang berakal). Dalam perspektif Islam, diniscayakan bahwa manusia itu makhluk istimewa yang diciptakan dan sekaligus dianugerahi Allah SWT berupa akal dan nafsu.

Idealnya akal dapat menuntun hawa nafsu sehingga manusia dapat selamat dalam kehidupannya. Namun nafsu manusia terkadang seperti air, mengalir deras selama masih ada celah yang terbuka. Bedanya bila air mengalir ke tempat yang lebih rendah, sedangkan hawa nafsu ke arah sebaliknya!

Watak dan tabiat manusia yang sering diperbudak oleh hawa nafsunya dipastikan tidak akan pernah merasa puas. Terus-menerus menemui celah untuk merasa kurang dan menggerus akal sehat.

Karena itu, manusia yang diperbudak dengan hawa nafsunya akan menjadi orang-orang yang hilang kepekaannya dan kurang empaty-nya. Manusia seperti itu tidak akan mau dan mampu mensyukuri apa yang telah Allah SWT berikan kepadanya. Tidak mampu menyelami dan mengambil pelajaran dari apa-apa yang ada dan terjadi disekelilingnya.

Akan sangat berbahaya sekali sekiranya kebiasaan manusia ini sudah masuk dalam wilayah unit terkecil dalam kehidupan masyarakat, yakni keluarga. Jika ‘jenis’ manusia seperti terilustrasi dalam ungkapan dan ujaran serta paparan di atas, masuk dalam institusi atau lembaga keluarga tanpa ada upaya introspeksi, muhasabah dan perbaikan diri; maka keadaan keluarga dan rumah-tangga nya bisa dibayangkan bagaimana nantinya.

Keluarga yang terbangun dari kumpulan individu diperbudak hawa nafsu, akan sulit mewujudkan kondisi ideal dalam kehidupan rumah-tangga yang berbahagia.

Terwujudnya keluarga yang bahagia tidak terlepas dari watak dan tabiat para anggotanya, yakni watak dan tabiat suami dan isteri. Jika kedua orang yang merupakan sosok utama dalam membangun keluarga itu adalah manusia-manusia yang pandai memposisikan akal dan nafsu secara benar dan seimbang dalam kehidupan sosial keluarganya, insya Allah cita-cita ideal akan dapat disingkronkan dengan realitas sosial yang dihadapi. Keinginan memenuhi kebutuhan yang seimbang dengan kemampuan yang dimiliki, inilah yang disebut dengan hidup sederhana.

Pola hidup sederhana adalah satu di antara kebiasaan yang bisa diterapkan jika para anggotanya ingin meraih keluarga bahagia. Tentu saja hidup sederhana yang dimaksudkan adalah pola kebiasaan hidup yang benar dan sesuai antara pemenuhan kebutuhan dengan keinginan dalam kehidupan rumah tangga. Antara cita-cita ideal dan kondisi nyata dalam kehidupan rumah tangga bisa diatur secara adil dan proporsional.

Ketika kita masih duduk dibangku sekolah dasar atau misalnya ketika belajar di diniyah, kita diajarkan tentang penerapan akhlak terpuji (mahmudah) dalam kehidupan sehari-hari. Seperti misalnya tentang hidup sederhana. Didapat dalam pelajaran bahwa hidup sedeerhana merupakan salah satu contoh dari akhlak terpuji atau disebut juga dengan istilah akhlak mahmudah, akhlak mulia yang diajarkan dan dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

Manusia yang hidup sederhana biasanya terhindar dari sifat sombong, mubazir, pelit, rakus dan tamak. Perilaku hidup sederhana membuat seseorang lebih mudah untuk berhemat dan menggunakan uangnya untuk hal-hal yang bermanfaat seperti bersedekah ketimbang berlaku boros dan sia-sia. Perilaku terpuji atau akhlak terpuji merupakan perbuatan yang akan memberikan dampak positif bagi orang yang mengamalkannya.

Terdapat beberapa dampak positif dari perilaku hidup sederhana, antara lain adalah: Mencegah diri dari perilaku tercela seperti sombong dan mubazir; Hidup sederhana akan menjadikan kita merasa lebih nyaman dan tentram; Dengan kesederhanaan kita dalam harta bisa terhindar dari ancaman target kejahatan; Memiliki uang untuk digunakan buat sedekah dan dipastikan hidup sederhana menjadikan kita terjauh dari stres pikiran ketika tidak memiliki uang.

Islam mengajarkan pola hidup sederhana yang sebaiknya dapat diterapkan oleh umatnya. Sederhana tidak identik dengan serba kekurangan atau miskin. Esensi sederhana adalah adanya rasa cukup pada dirinya dengan apa yang diterima. Hidup sederhana adalah hidup tidak berlebihan.

Tidak mempertontonkan kemewahan di khalayak ramai. Sederhana adalah bersikap secara proposional. Menempatkan sesuatu pada tempatnya (bersikap adil). Menggunakan harta yang dimiliki untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. “Beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada Islam, penghidupannya sederhana dan merasa cukup (qanaah) dengan apa yang ada.” (HR. Muslim).

Islam juga menganjurkan umatnya harus kaya tetapi bersikap qonaah. Untuk diri sendiri secukupnya, tetapi untuk menolong kepentingan umat dan manusia lain bisa semaksimal mungkin. Inilah yang disebut dengan kekayaan jiwa, kekayaan yang berkah dan diberkahi Allah SWT.

Teladan yang menganut kehidupan seperti itu telah banyak dicontohkan oleh para sahabat dan sahabiyah. Bagaimana mereka hidup bersahaja dalam kesehariannya, tetapi ketika mereka bersedekah tidak tanggung-tanggung. Bagaimana sangat sederhananya kehidupan Rasulullah saw, tetapi beliau tidak pernah absen untuk berkurban dengan binatang ternak yang terbaik. Demikian juga para sahabat yang lain.

Bahagianya Keluarga dengan Hidup Sederhana

Sebagaimana disebut sekilas di atas, bahwa pelajaran tentang pola hidup sederhana sudah kita dapatkan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar dulu terkait pendidikan agama Islam dan budi pekerti (akhlak) atau saat mengaji di diniyah ketika dibimbing ustadz tentang penerapan akhlakul karimah. Pelajaran tentang hidup sederhana masuk dalam pasal akhlak mahmudah (akhlak terpuji) pada bab pelajaran akhlak seorang muslim.

Hidup sedehana merupakan akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Hidup sederhana artinya menerima apa adanya yang telah diberikan Allah Swt. dan menjauhkan diri dari sikap tidak puas serta menjauhkan sikap suka berlebihan.

Sederhana dalam Islam dinamakan qanaah. Manusia yang memiliki sikap hidup sederhana akan tenang, penampilannya tidak mencolok dan tidak mencuri perhatian orang lain. Hidup sederhana bukan berarti pelit ataupun pasrah begitu saja.

Hidup sederhana bukan berarti hanya menunggu dan malas-malasan tanpa usaha untuk bisa hidup lebih dan berkecukupan. Hidup sederhana juga bisa berarti hidup hemat, tapi tidak pelit, kikir apalagi tamak dan bakhil!

Semua manusia memiliki kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Kebutuhan jasmani meliputi kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Setiap manusia memiliki keinginan memenuhi kebutuhan, Jika manusia itu memenuhi kebutuhan berdasarkan kemampuan berarti kalian memiliki jiwa hidup sederhana.

Namun jika memenuhi kebutuhan berdasarkan keinginan dan ambisi semata, itu namanya pemborosan. Sederhana dapat juga berarti bersahaja, tidak memperlihatkan kemewahan dan tidak berlebih-lebihan. Akan tetapi kesederhanaan setiap orang tidak dapat disamakan karena keadaan yang berbeda-beda. Nah bagaimana dengan kalian, tentu kalian adalah anak yang mencerminkan kehidupan yang sederhana.

Adapun contoh penerapan pola hidup sederhana dalam keluarga, terutama sekali agar terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar keluarga antara lain: Sederhana dalam kebutuhan berpakaian. Dari Mu’adz bin Anas ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan pakaian (yang bagus) disebabkan tawadhu (merendahkan diri) di hadapan Allah, sedangkan ia sebenarnya mampu, niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat di hadapan segenap makhluk dan disuruh memilih jenis pakaian mana saja yang ia kehendaki untuk dikenakan.” (H.R. at-Tirmidzi)

Selanjutnya, hidup sederhana dipraktekan dalam memenuhi kebutuhan makan. Hendaknya kita makan sesuai kebutuhan dan kemampuan yang penting halal dan thayib, bukan sesuai keinginan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah al-A’raf ayat 31 yang artinya: “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. al-A’raf/7:31).

Dalam hal kebutuhan tempat tinggal atau rumah pun kesederhanaan juga perlu dibangun. Istri Rasulullah Muhammad SAW yang bernama Aisyah menggambarkan: “…Sesungguhnya hamparan tempat tidur Rasulullah terdiri atas kulit hewan, sedang isinya adalah sabut kurma.” (H.R. At-Tirmizi). Hadits yang diriwayatkan At-Tirmizi melalui Aisyah tersebut mencerminkan keadaan tempat tinggal (rumah) Rasulullah SAW yang sangat sederhana.

Sederhana dalam berpenampilan juga penting diterapkan oleh setiap anggota keluarga, baik oleh suami sebagai kepala keluarga dan isteri serta anak-anaknya. Allah Swt. berfirman dalam surah al-Furqan ayat 67 yang artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Q.S. al-Furqan : 67)

Akhirnya, sebagai simpulan sementara dalam tulisan ini adalah bahwa pola hidup sederhana dalam keluarga akan sangat memperngaruhi terwujudnya kebahagiaan dalam perjalanan biduk rumah tangga. Diyakini, dengan kebiasaan hidup sederhana maka akan tercipta kondisi keluarga yang taat kepada Allah SWT dan saling setia.

Tercerminnya jiwa yang rendah hati dan tidak sombong di dalam keluarga. Dengan hidup sederhana keluarga akan terhindar dari kejahatan. Kesederhanaan dalam pola hidup cerminan dari keluarga yang pandai mensyukuri segala nikmat Allah SWT. Keluarga akan bahagia dunia dan akhirat. Semoga!

*Penghulu Ahli Madya/Kepala KUA Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah.

Comments

comments