Membayar pajak merupakan contoh titik-titik sebagai warga negara

Peran aktif dan kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak harus diperhatikan. Tidak jarang terdapat berbagai perlawanan dari masyarakat terhadap pungutan pajak. Hal ini terjadi karena pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh wajib pajak tanpa kompensasi secara langsung yang didapatkan oleh wajib pajak.

Berbagai perlawanan masyarakat terhadap pungutan pajak dapat dibedakan sebagai berikut:

Perlawanan ini berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi suatu negara dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan pasif juga ada apabila sistem kontrol tidak dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat dilakukan.

Penghindaran diri dari pajak, yaitu pajak dapat dengan mudah dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang dapat dikenakan pajak atau tax avoidance.

  • Pengelakan/penyelundupan pajak

Penghindaran pajak dengan cara pengelakan, yang dimana melanggar hukum (ilegal) atau tax evasion.

Menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi ketentuan formal yang harus dipenuhi, misalnya dengan cara menghalangi proses penyitaan.

Kita ketahui, pembangunan sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sumber dana pembangunan dapat diperoleh dari sumber daya alam (SDA), aktivitas usaha pemerintah (BUMN/BUMD), pinjaman, hibah, dan pajak. Di antara sumber-sumber tersebut, pajak merupakan salah satu sumber yang sangat penting karena melibatkan partisipasi warga negara untuk pembangunan, baik fisik maupun non fisik, serta meningkatkan kemandirian bangsa.

Pada hakikatnya, pajak merupakan sarana untuk menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu, negara harus mewujudkan keadilan berbagi atau distributif bagi masyarakat. Keadilan berbagi dapat diwujudkan apabila diikuti dengan ketaatan atau kepatuhan rakyat pada pemerintah dalam bentuk pembayaran pajak. Dengan demikian, pajak merupakan sarana berbagi dari masyarakat yang mampu melalui tangan pemerintah.

Ketaatan membayar pajak akan banyak membantu membangun bangsa ini, baik dari membangun perekonomian, sosial dan lain sebaginya. Kita ketahui sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system, sistem ini memudahkan seseorang untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, di mana self assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Dalam sistem ini mengandung pengertian bahwa wajib pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Di sini diperlukan kejujuran dalam kebebasan menjalankan sistem ini. Pancasila sebagi ideologi negara Indonesia juga berperan penting dalam ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak. 


Ketuhanan yang Maha Esa

Salah satunya yaitu nilai syukur, bentuk tindakannya adalah menyalurkan kelebihan rezeki. Misalnya warga negara yang memberikan bantuan kepada orang yang tidak mampu melalui membayar pajak.

Kemanusiaan yang adil dan beradab

Salah satunya yaitu nilai keadilan, dimana terdapat 3 tolak ukur, salah satunya adalah nilai skandal sosial, artinya kalua sampai ada orang yang tidak mau berbagi dengan orang miskin, maka hal ini merupakan perbuatan menurunkan dan merendahkan martabat orang kaya tersebut, melalui membayar pajak kita dapat berbagi dengan orang miskin.

Persatuan Indonesia

Nilai-nilai ini meliputi rasa nasionalisme dan rasa memiliki negara ini, salah satu mewujudkannya adalah dengan kesadaran akan kewajiban sebagai warga negara, misalnya kesadaran akan kewajiban membayar pajak.

Kerakyatan Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Sila ini bertujuan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, dimana sejalan dengan tujuan dari fungsi pajak.

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Nilai dari Sila ini mengandung nilai-nilai keadilan berhubungan dengan kesejahteraan bersama yang juga sejalan dengan fungsi pajak.

Sebagai warga negara Indonesia hendaknya kita sama-sama membangun bangsa ini dengan hal-hal sederhana, misalnya dengan menaati segala aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, salah satunya melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yaitu taat membayar pajak, karena pada hakikatnya pajak merupakan sarana untuk menyejahterakan masyarakat, termasuk kita sendiri.

Di sisi lain, kita juga menerapkan nilai-nilai dari ideologi bangsa kita yaitu Pancasila melalui membayar pajak. Dengan begitu, kita akan memiliki karakter bangsa sesungguhnya yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila dan juga membawa bangsa ini menjadi lebih sejahtera. 

Disclaimer:

Artikel ini merupakan karya peserta pelatihan simulasi pajak hasil kerjasama Politeknik Negeri Bali dengan PT Mitra Pajakku. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. 

Informasi ini BUKAN merupakan saran atau konsultasi perpajakan. Segala aturan yang terkutip dalam artikel ini sangat mungkin ada pembaharuan dari otoritas terkait. Pajakku tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat adanya keterlambatan atau kesalahan dalam memperbarui informasi dalam artikel ini. 

Seperti halnya negara demokrasi yang menyebutkan bahwa pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, begitu pula dengan pajak. Bisa dikatakan bahwa pajak berasal dari, oleh dan untuk rakyat sendiri. Maksud dari hal tersebut yaitu penghasilan atau anggaran dana suatu negara berasal dari rakyat yang dilakukan melalui pemungutan pajak atau berasal dari kekayaan alam yang terdapat dalam negara tersebut yang harus dibayar oleh rakyat atau bisa juga disebut sebagai peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan pemerintah dan kesejahteraan rakyat umum.

Di Indonesia pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh setiap warga negara yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak. Kewajiban membayar pajak sendiri tercantum dalam pasal 23 A UUD 1945 yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Selain itu di Indonesia pajak memiliki posisi yang paling penting, selain untuk membiayai kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, pajak merupakan penopang terbesar APBN di negara Indonesia. Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara di proyeksikan sebesar 1.894,7 triliun rupiah dengan rincian penerimaan dari pajak sebesar 1.618,1 triliun rupiah, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 275,4 triliun rupiah, dan hibah sebesar 1,2 tririlun rupiah. (Wikipedia.com). Besarnya target penerimaan negara dari sektor pajak, menjadikan apapun yang ada di Indonesia dijadikan objek pajak, seperti pajak kendaraan, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai, pajak saat berbelanja dan yang terbaru saat ini yaitu pemerintah mulai menargetkan para pengguna media sosial seperti youtuber dan selebgram sebagai objek pajak. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menkeu 210/PMK 010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (Suara.com).

Seperti sebuah slogan yang mengatakan bahwa “Warga bijak taat bayar pajak”. Ini adalah sebuah slogan yang seringkali terdengar di kalangan masyarakat umum, dimana slogan ini selalu dikampanyekan secara masif oleh pemerintah baik melalui media cetak maupun media elektronik. Tujuannya yaitu agar masyarakat bisa taat membayar pajak, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan keuangan negara selain dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan hibah baik dalam maupun luar negeri yang digunakan untuk membiayai pembangunan.

Upaya pemerintah yang mendorong masyarakat untuk membayar pajak dengan menekankan bahwa tanpa pajak, pembangunan tidak akan berjalan, dan jika pembangunan tidak berjalan maka pemerintah tentu tidak bisa mensejahterakan rakyat justru tidak berbanding lurus dengan fakta yang ada. Jadi dengan tidak membayar pajak maka pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan dengan baik. Apalagi, di Indonesia pembangunannya masih sangat minim dibandingkan dengan negara lain.

Namun saat ini banyaknya masyarakat yang belum taat membayar pajak disebabkan karena minimnya informasi masyarakat mengenai manfaat dari pajak itu sendiri. Adapun manfaat dari adanya pajak bagi negara yaitu: Membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, seperti: pengeluaran yang bersifat self liquiditing. Contohnya: pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor. Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti: pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Contohnya: pengeluaran untuk pengairan dan pertanian. Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif. Contohnya: pengeluaran untuk pendirian monument dan objek rekreasi. Membiayai pengeluaran yang tidak produktif. Contohnya: pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu. Jadi dengan taat membayar pajak manfaat yang bisa masyarakat terima yaitu: Fasilitas umum dan infrastruktur, seperti: jalan raya, jembatan, sekolah dan rumah sakit, Pertahanan dan keamanan, seperti: bangunan, senjata, perumahan hingga gaji karyawan, Subsidi pangan dan bahan bakar minyak, Kelestarian lingkungan hidup dan budaya, Dana pemilu, Pengembangan alat transportasi massa dan lain-lain.

Mulai sekarang sebagai warga negara Indonesia agar taat membayar pajak, karena manfaatnya akan sangat berguna bagi semua masyarakat. Selain itu juga agar bisa membuat Indonesia menjadi lebih maju dari sekarang dengan membayar kewajiban yaitu bayar pajak. Karena ciri-ciri negara maju adalah jika kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi. Jadi bisa disimpulkan bahwa pajak tersebut berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk kepentingan rakyat sendiri dan juga pemerintah.

Disclaimer:

Artikel ini merupakan karya peserta pelatihan simulasi pajak hasil kerjasama Politeknik Negeri Bali dengan PT Mitra Pajakku. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. 

Informasi ini BUKAN merupakan saran atau konsultasi perpajakan. Segala aturan yang terkutip dalam artikel ini sangat mungkin ada pembaharuan dari otoritas terkait. Pajakku tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat adanya keterlambatan atau kesalahan dalam memperbarui informasi dalam artikel ini.