Malaikat jin dan setan merupakan makhluk Allah yang tinggal di alam

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”

(Al-Baqarah [2]: 168)

Pada saat mendengar istilah “jin” atau pun “setan”, maka dalam benak sebagian orang muncul rasa takut dalam menghadapinya. Hal ini tidak sepenuhnya salah, karena memang banyak faktor yang dapat menimbulkan hal tersebut. Di antaranya, adanya peran dari media yang memberikan stigma itu hampir setiap hari, yaitu jin atau pun setan adalah makhluk yang menyeramkan, makhluk yang selalu menganggu, makhluk yang sangat mudah terusik dengan keberadaan manusia, dan sebagainya. Padahal, kita sebagai manusia dan mereka sama-sama merupakan makhluk Allâh I yang dibebani hukum untuk beribadah kepadaNya sebagaimana tersurat dalam Q.S. adz-Dzâriyât [51]: 56, yang artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”. Semua selain Allâh I disebut sebagai makhluk, apa dan bagaimanapun  bentuknya, karena Allâh lah al-Khâliq (Yang Menciptakan) dan selainnya adalah al-makhluq (yang diciptakan).

Dari ayat tersebut di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa antara manusia dan jin ada titik persamaan, yaitu masing-masing mempunyai kemampuan untuk memilih jalan yang baik atau buruk. Kita sering mendengar juga bahwa selain jin, makhluk yang seringkali mengganggu manusia adalah setan. Ternyata, setan yang banyak diceritakan Allâh I kepada kita dalam al-Qur’ân, adalah termasuk golongan jin. Dari penjelasan tersebut, kita pahami bahwa “jin” itu merupakan sebuah nama untuk suatu makhluk yang Allâh ciptakan dari api dan “setan” atau pun “iblis” itu merupakan julukan untuk jin. Mengenai hal ini akan dijelaskan selanjutnya.

Dalam sebuah buku karya Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar yang diterjemahkan oleh H.T. Fuad wahab dengan judul “Menembus Dunia Jin dan Setan” disebutkan bahwa terdapat beberapa nama jin. Dalam bukunya tersebut, beliau mengutip pendapat dari Ibnu Abdil Bar yang mengatakan bahwa jin menurut ahli bahasa terdiri dari beberapa tingkatan (Al-Asyqar, 2006):

  1. Kalau yang mereka maksudkan jin secara mutlak, maka mereka sebut jinniyyȗn,
  2. Jika yang mereka maksudkan adalah jin yang tinggal bersama manusia, maka mereka sebut ‘âmir bentuk jamaknya ‘ummâr,
  3. Jika yang mereka maksudakan jin yang biasa mendatangi anak-anak, maka mereka sebut arwâh,
  4. Jika yang mereka maksudkan adalah jin yang jahat dan merintangi kebaikan, maka mereka sebut setan,
  5. Jika yang mereka maksudkan adalah jin yang lebih jahat dan lebih mempunyai kemampuan, maka mereka sebut ‘ifrît.

Selain penjelasan tersebut, istilah “setan” digunakan sebagai julukan untuk jin yang putus asa dari rahmat Allâh I, sedangkan “iblis” digunakan sebagai julukan untuk jin yang penuh dengan tipu muslihat.

Kita semua harus meyakini adanya jin, tetapi bukan berarti kita harus takut apalagi malah tunduk kepadaNya. Karena bagaimana pun, berbagai dalil telah menyebutkan dengan jelas bahwa jin termasuk kedalam makhluk Allâh I. Di sisi lain, kita pun harus meyakini bahwa manusia, sejatinya adalah makhluk Allâh yang paling mulia, tetapi kemuliaan ini tidak pantas menjadikannya sombong terhadap makhluk lainnya. Jika kesombongan itu ada, maka bisa mengakibatkan derajatnya akan jauh lebih rendah daripada iblis dan akan menyebabkan Allâh I sangat marah. Dalam sebuah Hadits Qudsi disebutkan: “Kemuliaan adalah sarungKu dan kesombongan adalah selendangKu. Siapa saja yang mencabut salah satu dari kedua pakaianKu itu, maka pasti Aku akan menyiksanya” (H.R. Muslim). Maksud dari kata mencabut dalam hadits tersebut ialah merasa dirinya paling mulia atau berlagak sombong. Sebaliknya, jika manusia melakukan ketaatan yang sebaik-baiknya kepada Allâh I, maka bukan hal yang mustahil, ia menjadi lebih mulia daripada malaikat. Hal itu adalah karena manusia, oleh Allâh diberikan anugerah yang lengkap berupa jasad, ruh, hati, akal dan nafsu. Kelima hal itulah yang dapat mengubah kedudukannya, terutama dalam penggunaan akal dan nafsu.

Permusuhan dan peperangan antara manusia dan setan akan berlangsung terus menerus sampai hari kiamat. Akar dari permusuhan ini tidak lain adalah karena keangkuhan dan kesombongan setan atau iblis dan bermula ketika ia enggan bersujud kepada Nabi Adam sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Banyak ayat-ayat al-Qur’ân yang memberi peringatan kepada kita agar selalu waspada terhadap bujukan setan dan keterampilannya dalam menyesatkan manusia dengan ketekunan dan semangat yang tinggi. Bagaimana tidak, setan yang pertama kali mengganggu manusia, oleh Allâh I diberikan penangguhan kematian hingga hari kiamat, sehingga strategi setan dan para pengikutnya dalam menyesatkan manusia terus menerus diperbarui, yang akibatnya cara setan berperang dengan manusia semakin penuh dengan tipu muslihat. Semakin tinggi kualitas seorang manusia dalam hal ketakwaan kepada Allâh I, maka semakin tinggi pula kualitas tipu muslihat setan untuk mengganggunya. Cara setan mengganggu orang biasa tentu akan berbeda dengan cara setan mengganggu seorang yang berilmu.

Dari penjelasan di atas, kita sebagai manusia yang beriman, tentu harus memposisikan setan sebagai musuh yang sebenarnya sekaligus harus mewaspadai tipu dayanya. Rasa dendam yang dimiliki setan semenjak diusir dari surga akan terus membakar semangatnya dalam menyesatkan manusia sampai datangnya hari kiamat. Tidak ada satu manusia pun yang terlepas dari gangguan setan. Oleh karena itu, mari kita sama-sama mencermati beberapa teknik setan dalam menyesatkan manusia.

  1. Menghiasi kebatilan.
  2. Lalai atau berlebihan.

Tentang masalah ini, Ibnu Qayyim mengatakan bahwa setiap ada perintah Allâh, setan punya dua pilihan; pertama mendorong lalai dan kedua berlebihan. Setan mendatangi hati manusia dan mendeteksinya. Jika ia mendapati seorang hamba yang kurang semangat, lalai dan hanya menginginkan keringanan-keringanan saja, maka setan menempuh jalan ini; dirintanginya, disuruhnya diam, ditimpakan kemalasan, dan sebagainya. Jika setan menemukan orang yang selalu siaga, rajin, penuh semangat, maka ia tidak menempuh cara tadi. Ia justru perintahkan orang itu untuk lebih rajin lagi dan tidak merasa cukup atas amal yang telah dikerjakannya; tidak tidur kalau orang lain tidur, tidak buka puasa kalo orang lain berbuka, dan sebagainya yang pada intinya adalah berlebihan. Yang pertama manusia didorong untuk tidak mengerjakan perintah, sedangkan yang kedua untuk melampaui batas. Banyak orang yang terperdaya dengan usaha setan yang kedua ini dan tidak selamat, kecuali orang yang berilmu dengan mendalam, punya keimanan dan kekuatan untuk melawan setan, dan selalu menempuh jalan tengah (shirâthal mustaqîm).

  1. Merintangi amal dan menganjurkan menangguhkannya
  2. Memberikan janji-janji dan membangkitkan angan-angan
  3. Berpura-pura menasihati.

Ada sebuah kisah yang sangat penting untuk kita ambil hikmahnya, yaitu tentang seorang ahli ibadah di kalangan Bani Israil yang tergolong shalih pada saat itu. Pada saat itu, terdapat tiga orang laki-laki bersaudara yang mempunyai seorang saudara perempuan yang masih perawan dan tidak mempunyai sanak saudara yang lainnya. Ketika ketiga saudara laki-lakinya bermaksud ikut berperang, mereka kebingungan. Kepada siapa saudara perempuannya harus dititipkan; siapa yang akan melindunginya dan menyediakan keperluannya selama mereka tidak ada. Setelah lama, terpikirlah oleh mereka bahwa yang paling aman dan paling dapat dipercaya untuk menitipkan adiknya adalah kepada ahli ibadah orang Israil. Pada awalnya, ahli ibadah itu bersikeras menolaknya, tetapi setelah didesak oleh mereka, akhirnya dia mau menerima saudara perempuannya itu untuk tinggal di sebuah rumah dekat biaranya. Pada awalnya, kewajiban sang ahli ibadah atas perempuan tersebut ditunaikan dengan sewajarnya dan dengan penuh kehati-hatian, akan tetapi setan mulai melancarkan serangan tipu dayanya secara perlahan dan bertahap, hingga pada akhirnya berbagai maksiat pun dilakukan oleh sang ahli ibadah tadi yang menyebabkannya harus dihukum pancung, dan pada akhirnya ia mati dalam keadaan sȗul khâtimah. Na’ȗdzu billâhi min dzâlika.

  1. Bertahap dalam menyesatkan
  2. Memunculkan rasa takut dan keraguan
  3. Masuk di hati dan menuruti kesenangan hati

Sebagai penutup, tidak ada alasan bagi kita semua sebagai manusia yang beriman untuk tidak bekerjasama dalam memerangi setan sebagai musuh yang sebenarnya. Kita berdoa kepada Allah semoga selalu memberikan kita kekuatan dan keistiqamahan dalam menghadapi tipu muslihat dari setan dan pengikutnya. Kita patut bersyukur bahwa Allâh I memberikan kita nikmat yang amat sangat besar yaitu dengan kehadiran Nabi Muhammad r yang membawa risalah kenabian sekaligus menjadi mukjizatnya yang terbesar sepanjang masa, yaitu al-Qur’ân. Di samping itu, Rasulullah pun menguraikan dalam haditsnya berbagai hal tentang tipu muslihat setan dan cara membentenginya. Semoga shalawat beriring salam senantiasa tercurahkan kepada beliau Rasulullah Muhammad r habibullah dan Nabi akhir zaman. Allâhumma shalli wa sallim wa bârik ‘alayh wa ‘alâ âlihi.

Husaini Anwar Fauzan

Mutiara Hikmah

“Dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku’.”

(Al-Mu’minun [23]: 97-98)

Hidup manusia di dunia tidak hanya hubungan antar manusia. Namun, manusia juga hidup dengan mahluk lain. Siapakah dia?

Saudaraku, apa yang ada di benak kita mengenai dunia yang berisi makhluk berakal yang hidup bersama kita di bumi, tinggal dengan kita dalam satu rumah, makan dan minum bersama kita? Kadang kerusakan pikiran dan hati kita, menyebabkan kita menghancurkan satu sama lain, serta menyebabkan kita saling menumpahkan darah. Di antara makhluk itu ada juga yang memperbudak kita untuk dirinya atau makhluk lainnya untuk memancing kemurkaan Allah, sehingga kemarahan Allah pun ditimpakan kepada kita. Kemudian pada akhirnya mereka lari dari Rabb mereka dan menuju api yang menyala-nyala. Siapakah dia? Dia adalah Syaithan. Mengapa dia ada dalam kehidupan kita?
Siapa Jin, Setan dan Iblis?

Jin

Jin adalah makhluk Allah Ta’ala selain manusia dan malaikat. Jin dan manusia memiliki titik persamaan, yakni sama-sama memiliki sifat berakal dan kemampuan dalam memilih jalan kebenaran dan keburukan.

Jin dan manusia diciptakan dengan tujuan yang sama, oleh karena itu jin mendapatkan beban yang sama untuk melaksanakan berbagai perintah Allah dan menjauhi larangan syari’at. Siapa saja yang taat kepada Allah, maka Allah akan ridha terhadapnya dan memasukannya ke surga, sebaliknya barang siapa yang durhaka dan membangkang terhadap perintah tersebut, dia akan memasuki neraka. Berikut dalil yang menerangkan bahwa syari’at Allah telah datang kepada bangsa Jin dalam surat al-Zariyat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaku”

Tapi, asal-usul jin berbeda dengan asal-usul manusia. Jin diciptakan lebih dulu dari manusia dan Jin diciptakan dari api sedangkan manusia dari tanah.

قالَ أَنا خَيرٌ مِنهُ ۖ خَلَقتَني مِن نارٍ وَخَلَقتَهُ مِن طينٍ

“Aku lebih baik daripadanya, karena engkau ciptakan aku dari Api, sedangkan dia engkau ciptakan dari tanah” (QS. Shad: 76)

Setan

Setan juga makhluk Allah, setan itu juga sebangsa dengan jin dan banyak di dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa setan termasuk bangsa jin. Pada awalnya setan menyembah Allah, tinggal di langit bersama malaikat dan bisa masuk surga. Namun kemudian setan durhaka kepada Allah saat diperintahkan untuk sujud kepada Adam, dia tidak mau sujud karena sombong, merasa lebih tinggi dan iri. Maka Allah pun menjauhkannya dari rahmatNya.

Setan dalam bahasa Arab biasa digunakan untuk menyebut apa saja yang membangkang dan tidak mau diatur. Mereka disebut setan karena pembangkang terhadap Rabbnya. Setan disebut juga dengan Thaghut, Allah Ta’ala berfirman :

الَّذِيْنَ آمَنُوْا يُقَاَتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذَيْنَ كَفَرُوْا يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ الطَّاغُوْتِ فَقَاتِلُوْا أَوْلِيَآءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كانَ ضَعِيْفًا

 “Orang-orang yang berperang di jalan Allah, sedangkan orang-orang kafir berperang di jalan tahghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena tipu daya setan itu lemah.” (QS. An-Nisa: 76).

Iblis

Setan telah melampaui batas dan membangkang terhadap Rabbnya. Jadi mahluk ini sebenarnya telah putus asa dari Allah, maka Allah menyebutnya dengan ‘Iblis’. Sebab “balasa” dalam bahasa Arab berarti orang yang tidak memiliki kebaikan sama sekali, sedangkan “ublisa” berarti putus asa dan pusing.

Asal-usul makhluk ini semua diciptakan oleh Allah dari api, dan setan atau iblis di sini berasal dari bangsa jin. “Kecuali Iblis, dia berasal dari golongan jin”.

Jelaslah mengenal sedikit identitas jin, setan dan Iblis.

Sebab Setan Bermusuhan dengan Manusia

Permusuhan antara setan dan manusia memiliki akar sejarah yang sangat panjang yaitu ketika Allah membentuk tubuh Nabi Adam sebelum ruh ditiupkan ke jasadnya. Tatkala Allah meniupkan ruh dalam jasad Nabi Adam, Allah memerintahkan kepada malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam, saat itu iblis dan malaikat yang di langit  masih sama-sama beribadah kepada Allah dan perintah ini berlaku untuk mereka semua, namun iblis merasa dirinya lebih tinggi dan sombong, ia enggan untuk sujud kepada Nabi Adam ‘Alaihissalaam. Ia berkata :

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ۖ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ

“Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah” (QS. Shad : 76)

Karena kesombongannya Allah mengusir setan dari surga yang kekal. Setan mendapatkan janji dari Allah bahwa ia akan dibiarkan hidup hingga hari kiamat dan dia berjanji pada dirinya bahwa ia akan menyesatkan manusia dan memperdaya mereka, Allah Ta’ala berfirman :

قالَ أَنظِرني إِلىٰ يَومِ يُبعَثونَ . قالَ إِنَّكَ مِنَ المُنظَرينَ .

“Iblis berkata. ‘Tangguhkanlah aku hingga waktu mereka dibangkitkan.’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya engkau termasuk makhluk yang ditangguhkan. ‘” (Q.S Al-‘Araf: 14-16).

Inilah awal dari permusuhan setan yang tidak akan pernah berubah dan tidak pernah berhenti, sebab ia menilai alasannya diusir, dilaknat dan dikeluarkan dari surga adalah karena bapak kita, yaitu Nabi Adam. Sehingga ia harus membalas dendam kepada Nabi Adam dan keturunan setelahnya.

Referensi :

  • Al-Qur’an dan terjemah
  • Alam Jin dan Setan (terjemah), oleh Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar

Penulis: Lusiana

Artikel Muslimah.or,id

🔍 Arti Shodaqallahul Adzim, Apa Itu Salaf, Ummul Kitab, Motivasi Untuk Berhijab, Hadits Tentang Walimah, Cara Cepat Membersihkan Darah Nifas, Salat Jenazah Dilakukan Setelah Jenazah, Prasangka Buruk Dalam Islam, Cara Berhijab Yang Bagus, Baju Wanita Arab