Lubang kubur dibuat cukup dalam dimaksudkan agar

Berziarah kubur dianjurkan untuk mengingat kematian.

Abdan Syakura

Peziarah berdoa di makam keluarganya saat ziarah kubur di TPU Sirnaraga, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jumat (3/5).

Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nyekar atau mengunjungi makam kerabat atau orang tua menjadi salah satu tradisi dalam sebagian masyarakat Indonesia. Biasanya, nyekar dilakukan menjelang Ramadhan atau atau sebelum Hari Raya. 

Baca Juga

Direktur Rumah Fikih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat, mengatakan dalam ketentuan hukum syariah Islam, ziarah kubur awalnya dilarang. Namun, menurutnya, hal itu kemudian diperbolehkan. 

Ustaz Sarwat mengatakan, Rasulullah awalnya mengharamkan ziarah kubur karena saat itu para sahabat masih belum terbiasa untuk berziarah kubur tanpa melakukan kemusyrikan. Mengingat sebelum memeluk Islam, orang-orang Arab sudah terbiasa menyembah kuburan, meminta dan berdoa serta memberikan berbagai persembahan kepada ruh yang ada di dalam kubur. 

Sehingga, menurutnya, saat itu Rasulullah SAW melihat sebaiknya ziarah kubur dilarang terlebih dahulu. Akan tetapi, setelah bertahun-tahun kemudian ziarah kubur itu dibolehkan kembali. Rasulullah SAW tidak serta merta membolehkan ziarah kubur, melainkan saat itu beliau memandang para sahabat sudah memiliki kedalaman iman serta aqidah yang dianggap telah kokoh dan mantap. Sehingga, tidak ada resiko jatuh kepada jenis-jenis kesyirikan dalam kubur. 

Hal ini dinyatakan dalam sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi, "Dahulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang berziarahlah." (HR Muslim). 

"Setidaknya ada dua tujuan utama kenapa kita berziarah kubur, selain karena memang ada perintah langsung dari Rasulullah SAW. Yang pertama melembutkan hati dan mengingatkan kematian, dan yang kedua bertujuan untuk mendoakannya," kata Ustaz Sarwat, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Jumat (1/11). 

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ziarah kubur adalah bagian dari syariat Islam yang diperintahkan dengan sah, dalam kapasitas ibadah sunnah. 

Di antara tujuan berziarah kubur sebagaimana dijelaskan di dalam riwayat dari al-Hakim, hikmahnya adalah agar peziarah ini dapat melembutkan hati, berlinang air mata serta mengingatkan akan kematian dan hari akhir. Tujuan tersebut disebutkan di dalam sabda Nabi saw yang berbunyi, "Dahulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat. Namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr)." (HR al-Hakim). 

"Jadi tema utama ziarah kubur yang sesuai dengan syariah adalah ingat mati, bersedih demi melembutkan hati yang keras," jelasnya.  Selain itu, kata Ustaz Sarwat, berziarah kubur juga diharapkan akan melembutkan hati yang kelam, mengusir kesenangan terhadap dunia, membuat musibah yang dialami terasa ringan. Ia mengatakan, bahwa ziarah kubur memiliki pengaruh yang sangat besar untuk mencegah hitamnya hati dan mengubur sebab-sebab datangnya dosa. 

Karena itu, jika direnungkan, Ustaz Sarwat mengatakan kurang tepat apabila ziarah kubur dilakukan hanya di hari-hari yang bahagia, seperti hari Raya Idul Fitri. 

"Bukan tidak boleh atau haram, tetapi tema ziarah kubur pada dasarnya adalah tema kesedihan, sedangkan Hari Raya bertema kegembiraan, bahkan orang yang berpuasa saja dilarang di hari Raya Idul Fitri. Maka kalau di hari itu justru kita datang ke kuburan, ada yang agak terasa janggal," ujarnya.

Selain dalam rangka melembutkan hati dan mengingat mati, ziarah kubur juga dimaksudkan untuk mendoaakan orang yang telah wafat. 

Ustaz Sarwat menuturkan, bahwa ziarah kubur tentunya bermanfaat untuk kebaikan yang menghuni kubur. Sebab, menurutnya, Rasulullah telah mengajarkan untuk mendoakan orang yang ada di dalam kubur.

Hal itu dilakukan mulai dari mengucapkan salam ketika datang ke kuburan, hingga memohonkan ampunan kepada Allah atas dosa-dosa orang yang telah meninggal tersebut dan mendoakan kebaikan.

Adab saat berziarah kubur ini seperti dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Muslim. Aisyah bertanya: "Apa yang harus aku ucapkan bagi mereka (shahibul qubur) wahai Rasulullah? Beliau bersabda, "Ucapkanlah, Salam sejahtera untuk kalian wahai kaum Muslimin dan Mukminin penghuni kubur. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului dan juga orang-orang yang diakhirkan. Sungguh, Insya Allah kami pun akan menyusul kalian." (HR. Muslim). 

  • ziarah kubur
  • adab
  • etika
  • larangan
  • rasulullah saw.

Lubang kubur dibuat cukup dalam dimaksudkan agar

sumber : Harian Republika

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Islam mengajarkan kepada umatnya agar melakukan pengurusan terhadap jenazah. Pengurusan jenazah meliputi memandikan, mengafani, menyalati, dan mengubur. Keempat hal tersebut hukumnya fardu kifayah (kewajiban kolektif). Perhatikan uraian berikut agar Anda dapat memahami dan mempraktikkan dengan benar tata cara pengurusan jenazah.

Lubang kubur dibuat cukup dalam dimaksudkan agar

Tata Cara Mengubur Jenazah

Setelah jenazah disalati, saatnya melaksanakan kewajiban berikutnya, yaitu mengubur jenazah. Islam memerintahkan agar jenazah segera dikubur atau dimakamkan.

Hadis tersebut menjelaskan tentang cara memikul keranda jenazah. Kaum muslimin yang masih hidup hendaknya mengantarkan jenazah ke kubur. Berjalan mengantar jenazah ke kubur merupakan amal kebaikan. Pada saat mengantar jenazah ke pemakaman, ada beberapa sikap yang harus diterapkan antara lain menjaga ketenangan, menyegerakan pemakaman, berdiri di sisi makam untuk beberapa saat, dan menaburkan tanah setelah pemakaman.

Setelah tiba di area pemakaman, jenazah segera dikubur. Mengubur jenazah hukumnya fardu kifayah bagi muslim yang masih hidup. Lubang kubur hendaknya dipersiapkan terlebih dahulu. Lubang kubur hendak¬nya dibuat cukup dalam kira-kira setegak badan orang dewasa dengan lebar lebih kurang satu meter. Lubang kubur dibuat cukup dalam agar tidak mengeluarkan bau dan tidak mudah dibongkar oleh binatang buas. Di dasar lubang yang telah dibuat, dibuat kembali lubang yang lebih sempit untuk meletakkan jenazah. Lubang sempit tersebut dapat dibuat dengan dua cara. Pertama, berbentuk liang lahat yaitu relung sempit selebar dan sepanjang badan jenazah yang terletak di tengah-tengah kubur atau lubang yang pertama. Kedua, berbentuk liang harsy yang berupa relung sepanjang dan selebar badan yang terletak di salah satu sisi kubur.,Mengubur jenazah berarti memasukkan jenazah ke liang lahat. Jenazah dimasukkan ke liang lahat dengan hati-hati.

Pada saat memasukkan jenazah ke liang lahat, jenazah diletakkan dalam posisi miring. Diperbolehkan meletakkan tanah yang dikeraskan untuk mengganjal punggung dan kepala jenazah sebagai penyangga. Selanjutnya, tali-tali yang mengikat jenazah dibuka dan bagian muka serta kaki dibuka sedikit agar pipi kanan dan ujung kaki jenazah menempel di tanah. Selanjutnya, liang lahat ditutup dengan papan atau kayu kemudian ditimbun dengan tanah.Timbunan tanah pada liang lahat boleh ditinggikan lebih kurang satu jengkal dan memberinya tanda dengan batu nisan. Setelah penguburan, orang yang hadir disunahkan menaburkan tanah ke arah kepala jenazah sebanyak tiga kali. Selain itu, disunahkan pula orang-orang yang hadir untuk memohonkan ampun bagi si jenazah. Rasulullah saw. menjelaskan  yang Artinya:

“Dari Usman, ”Nabi saw. jika selesai menguburkan jenazah, berdirilah beliau, lalu bersabda, ’mintakanlah ampun saudaramu dan mintakanlah supaya ia berketetapan, sebab ia sekarang sedang ditanya’.” (H.R. Abu Daud dan Hakim)”

Pada saat ada sesama muslim yang meninggal dunia, muslim yang masih hidup turut belasungkawa kepada keluarga yang ditinggal atau disebut takziah. Pada saat bertakziah, hendaklah mengucapkan turut belasungkawa dan mendoakan agar kesalahan si jenazah diampuni oleh Allah Swt. Selain itu, orang yang bertakziah mendoakan agar keluarga yang ditinggal diberi kekuatan, ketabahan, dan keikhlasan.

Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang Tata Cara Menguburkan Jezanah Menurut Ajaran Syariat Islam. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan sumber literatur untuk mengerjakan tugas. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.

Baca postingan selanjutnya:

Tata Cara Menshalati Jenazah Menurut Ajaran Syariat Islam

Macam Macam Dosa Besar Dalam Agama Lengkap Dengan Penjelasan

Pengertian Dan Dalil Tentang Dosa Besar Lengkap Dengan 7 Macam Dosa Besar

Perilaku Dan Hikmah Beriman Kepada Kitab Kitab Allah Swt.

Pengertian Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Swt. Dan Mengenal Kitab-Nya

Berlakunya Periode Reformasi / Transisi (21 Mei 1998 – Oktober 2004) Di Indonesia

Berlakunya Periode Orde Lama Dan Orde Baru Di Indonesia

Kami ingin menanyakan hukum menguburkan jenazah di liang lahat yang sebelumnya sudah ada makam lama, sehingga jasad akan bertumpuk atau menyatu di satu kubur. Bagaimana pandangan Islam?. (Wisnu, 085731639xxx).

Fenomena menguburkan jenazah di liang lahat yang sebelumnya sudah ada makam lama atau menumpuk jenazah di tempat pemakaman umum (TPU), misalnya di Jakarta bukan hal baru, karena TPU di Jakarta sudah tidak tersedia lagi lahan untuk menguburkan jenazah. Lalu  bagaimana hukumnya menumpuk jenazah dalam ajaran Islam?. MUI DKI sudah membuat fatwa terkait hal itu dan diumumkan pada 2011 lalu. Secara garis besar, MUI membolehkan jenazah ditumpuk di makam jenazah lain dalam keadaan darurat, misalnya karena tidak ada lagi lahan pemakaman. Jika sebagian tulang belulang jenazah yang lama kelihatan setelah proses penggalian selesai, maka tulang belulang yang lama diletakkan di sebelah jenazah yang baru atau ditaruh di atasnya dengan dipisah tanah atau papan. Fatwa tersebut lalu menjelaskan dalam kondisi normal hukum menimpa jenazah lama dengan jenazah yang baru adalah haram, karena dianggap mencederai kehormatan jenazah yang lama.

Keputusan MUI DKI itu tidak jauh beda dengan pandangan para ahli fikih. Menurut qaul yang mu’tamad (pendapat yang bisa digunakan pegangan), mengubur dua mayat atau lebih dalam satu liang kubur  adalah haram, meskipun keberadaan  mayit tersebut sejenis atau pasangan suami istri atau masih kecil atau bersaudara, kecuali apabila  mayit yang pertama diperkirakan oleh orang yang ahli telah hancur dan tidak ada yang tersisa dari bagian tubuh mayit yang pertama. Menurut sebagian Ulama’ yang lain jika antara mayit yang pertama dan mayit yang kedua sama-sama berwasiat untuk dikubur dalam satu kuburan, maka hukumnya boleh. Namun pendapat ini ditentang oleh Imam Al-Sibramalisi, karena dianggap berwasiat dengan perkara yang diharamkan, sehingga tidak boleh dilaksanakan. Pendapat ahli fiqh di atas dalam kondisi normal atau tidak dalam kondisi darurat. Apabila dalam kondisi darurat, maka hukum mengubur lebih dari satu mayat dalam satu kuburan adalah boleh, seperti terlalu banyaknya orang yang meninggal hingga sulit untuk mengubur satu mayat dalam satu kuburan. Imam Al-Nawawi dalam Kitab Majmu’ Syarh kitab Al-Muhadzdzab menegaskan, bahwa larangan mengubur lebih dari satu mayat dalam satu kuburan tersebut karena Rasulullah saw. tidak pernah mengubur lebih dari satu mayat dalam satu kuburan kecuali dalam kondisi darurat, seperti yang pernah dilakukan ketika mengubur para sahabat yang meninggal dalam perang uhud. Hal itu sesuai dengan hadis, misalnya riwayat al-Nasai sebagaimana pada bab ma yustahabb min i’maq al-qabr dari Hisyam ibn ‘Amir, ia mengatakan : “kami mengadu kepada Rasulullah saw. pada hari perang uhud, “wahai Rasulullah, berat bagi kami untuk menguburkan setiap orang dalam satu lubang”. Maka Rasulullah saw. bersabda : “galilah lubang, buatlah lebih dalam dan bersikaplah dengan baik terhadap para jenazah, kuburkan dua atau tiga orang dalam satu lubang”. Para sahabat lalu bertanya lagi, “siapakah yang kita taruh di depan, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: “taruhlah di depan orang yang paling banyak qur’annya”. Hisyam ibn ‘Amir berkata, “dan ayahku adalah orang ketiga dalam satu kubur”.

Selain ketentuan hukum itu, terdapat adab, di antara satu mayat dan mayat yang lain diberi pembatas dari tanah. Ayah didahulukan dari pada anaknya, meskipun anaknya lebih mulia, karena derajat ayah yang terhormat. Begitu juga jasad ibu lebih didahulukan dari pada jasad anak perempuannya. Tidak boleh mengumpulkan jasad mayat laki-laki dan perempuan dalam satu lubang kubur, kecuali benar-benar dalam keadaan darurat. Di antara kedua jasad itupun harus diberi pembatas dari tanah. Jasad seorang laki-laki harus diletakkan di depan jasad orang perempuan, meskipun dia adalah anaknya.

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat, dan mohon maaf jika terdapat kesalahan.

Khamim

Fakultas Syariah IAIN Kediri

untuk link downloadnya silahkan klik di bawah ini

Kubur Jenazah di Kubur LamaDownload

Oleh Coretanzone September 20, 2017

Setiap makhluk akan mati dan kehidupannya berakhir. Begitu juga dengan manusia sebagai makhluk. Setiap manusia akan mengalami suatu peristiwa yang dinamakan kematian. Jika ada muslim yang meninggal dunia, ada beberapa ketentuan pengurusan terhadap jenazahnya. Ketentuan pengurusan jenazah meliputi memandikan, mengafani, menyalati, dan menguburkan. Bagaimana cara memandikan, mengafani, menyalati, dan menguburkan jenazah? Mari kita simak uraiannya di bawah ini. Ketika seseorang sedang sakit parah, orang-orang yang ada di sekelilingnya hendaknya mengajari atau menuntun si sakit untuk mengucapkan syahadat. Hal ini dimaksudkan agar si sakit tidak meninggal dalam keadaan su'ul khatimah. Dengan senantiasa mengucapkan syahadat, tahlil, atau kalimat tayyibah lainnya seseorang meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah. Hal lain yang dapat dilakukan mereka yang masih hidup hendaknya mendoakan kebaikan untuk si sakit. Selain itu, sebaiknya orang-orang yang masih hidup tidak berkata-kata di dekat si sakit kecuali untuk kebaikan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi dan suasana hati si sakit dan keluarganya. Ketika Malaikat Izrail telah melaksanakan tugasnya dengan mencabut nyawa seorang muslim, ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup. Orang-orang yang masih hidup dan berada di sekelilingnya hendaknya segera memejamkan mata jenazah. Rasulullah saw. bersabda seperti berikut. Artinya: Dari Syaddad bin Aus, Rasulullah saw. bersabda: "Apabila kamu menghadapi orang mati, hendaklah tutupkan matanya karena sesungguhnya mata itu mengikuti roh. Hendaklah kamu mengucapkan yang baik, karena sesungguhnya ia dipercayai menurut apa yang diucapkan oleh ahlinya." (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah) Setelah dipejamkan kedua matanya, seluruh tubuh jenazah hendaknya ditutup dengan kain. Selain itu, orang-orang yang masih hidup hendaknya mengucapkan kalimat istirja, yaitu inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Tangan jenazah hendaknya segera disedekapkan dengan cata tangan kanan berada di atas tangan kiri dan diletakkan di dada jenazah. Segala sesuatu berasal dari Allah swt. dan kepada-Nya pula segala sesuatu akan kembali. Mendoakan kebaikan untuk si jenazah merupakan salah satu hal yang dianjurkan bagi muslim yang masih hidup. Mendoakan agar dosa si jenazah diampuni oleh Allah swt. dan dia akan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Selanjutnya, orang-orang yang masih hidup hendaknya segera mempersiapkan segala keperluan yang berkaitan dengan pengurusan jenazah. Hal ini dilakukan agar jenazah dapat segera dimakamkan. Bagi keluarga atau kaum muslim yang masih hidup hendaknya segera membayar utang-utang si jenazah. Uang untuk membayar utang si jenazah diambilkan dari harta peninggalannya. Memberitakan kematian diperbolehkan asal tidak menyerupai pemberitaan ala jahiliah. Kadang hukumnya wajib jika di sekeliling jenazah tidak ada yang melaksanakan pengurusan jenazah. Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan pada saat kematian sebagai berikut.
  1. Meratap, yaitu lebih dari sekedar menangis. Berteriak-teriak, merobek baju, dan mencakar wajah termasuk dalam kategori meratap. Berkaitan dengan hal rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Bukan dari kami yang menampar-nampar pipi, merobek-robek baju dan menyeru dengan seruan jahiliah." (H.R. Bukhari dan Muslim)
  2. Mengurai rambut, yaitu mengacak-acak rambut atau membentangkannya. Mencukur rambut karena musibah termasuk perbuatan yang dilarang.

Tata cara praktik pengurusan jenazah meliputi, memandikan, mengafani, menyolati, dan menguburkan. Hal pertama yang harus dilakukan oleh muslim yang masih hidup terhadap saudara muslim yang meninggal dunia, yaitu memandikan jenazahnya. Memandikan jenazah merupakan tata cara pengurusan jenazah yang pertama kali dilakukan sebelum pengurusan yang lain. Memandikan jenazah bukan sesuatu yang sulit tetapi juga tidak mudah. Oleh karena itu, anda harus memahami tata cara memandikan jenazah agar anda dapat memandikannya sesuai dengan tuntunan Islam. Ada tiga syarat sehingga jenazah wajib dimandikan, yaitu: (a) seorang muslim (b) didapati badan atau anggota badannya walaupun hanya sebagian, dan (c) jenazah tersebut wafat bukan disebabkan mati syahid dalam peperangan. Ketiga syarat di atas harus terpenuhi agar jenazah dapat dimandikan. Jenazah orang yang mati syahid dalam peperangan tidak dimandikan. Orang yang berhak memandikan jenazah adalah suami, istri, muhrim, atau keluarga dekat si jenazah. Bagaimana jika orang-orang yang dimaksud tidak ada atau tidak mampu memandikan jenazah? Jika hal tersebut terjadi, pelaksanaan memandikan jenazah dapat diserahkan kepada orang yang dapat dipercaya serta mengetahui tata cara memandikan jenazah. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga rahasia atau aib yang mungkin ada pada tubuh si jenazah. Orang yang memandikan jenazah hendaknya berjenis kelamin sama dengan si jenazah. Jika jenazah berjenis kelamin laki-laki, yang memandikan hendaknya berjenis kelamin laki-laki, kecuali istri atau muhrimnya. Sebaliknya, jika jenazah berjenis kelamin perempuan, yang memandikan hendaknya berjenis kelamin perempuan juga, kecuali suami atau muhrimnya. Jika ada jenazah perempuan, sedangkan di sana tidak ada suami, muhrimnya atau orang yang berjenis kelamin perempuan, jenazah tersebut cukup ditayamumkan. Jika jenazah masih anak-anak, siapa pun boleh memandikannya dengan syarat mengetahui tata cara memandikan jenazah. Setelah syarat jenazah dan orang yang akan memandikan terpenuhi berarti jenazah telah siap untuk dimandikan. Tata cara memandikan jenazah sebagai berikut.
  1. Persiapkan tempat yang terlindung dari pandangan banyak orang. Jenazah diletakkan di atas balai-balai atau tempat yang tinggi atau tempat khusus untuk memandikan jenazah. Meskipun berada di tempat tertutup, aurat jenazah hendaknya tetap dalam keadaan tertutup dari pandangan orang yang memandikannya. Misalnya ditutup dengan kain basahan atau sarung agar mudah memandikannya.
  2. Mulailah memandikannya dengan bacaan basmalah.
  3. Urut bagian perut dan tekan pelan-pelan agar kotoran yang mungkin ada keluar kemudian dibersihkan.
  4. Kotoran yang ada pada kuku jari tangan dan kaki dibersihkan. Selanjutnya, bersihkan mulut, gigi, lubang di telinga, hidung, dubur, dan qubul.
  5. Ratakan air ke seluruh tubuh jenazah. Pergunakan air yang suci dan menyucikan. Setelah air merata ke seluruh tubuh kemudian sabunilah dan siram kembali hingga bersih. Lakukan minimal satu kali setelah najis-najisnya dapat dihilangkan. Disunahkan melakukannya tiga kali, lima kali, atau dengan bilangan ganjil.
  6. Sisir rambut dan janggut agar air dapat merata ke seluruh kulit.
  7. Wudukan sebab akan disalatkan.
  8. Terakhir siram dengan air yang dicampur kapur barus, daun bidara, atau bahan lain yang berbau harum.
  9. Keringkan dengan handuk atau alat pengering lain.
Setelah dimandikan pindahkan jenazah ke tempat lain yang bersih. Pada saat memandikan jenazah Anda harus memandikannya dengan hati-hati. Meskipun yang dimandikan adalah jenazah, kita harus tetap menghormatinya sebagaimana ketika ia masih hidup. Memandikan jenazah harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati. Membersihkan kotoran atau najis mesti dilakukan dengan lembut dan hati-hati. Air yang digunakan untuk memandikan jenazah adalah air dingin yang biasa dipergunakan untuk mandi. Kecuali jika berhajat pada air panas sebab udara sangat dingin atau untuk menghilangkan najis yang sulit dihilangkan dengan air dingin biasa. Setelah dimandikan jenazah siap untuk dikafani. Mengafani jenazah dilakukan dengan membungkus jenazah dengan kain kafan sebelum disalatkan. Mengafani jenazah dapat dilakukan dengan kain apa saja asal dapat menutupi tubuh jenazah. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain putih yang bersih serta dapat menutup seluruh tubuh jenazah. Kain kafan minimal terdiri atas satu lapis kain yang menutupi seluruh badan jenazah, baik jenazah laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi, sebaiknya kain kafan berjumlah tiga lapis untuk laki-laki dan tiap-tiap lapis menutupi seluruh badannya. Jenazah perempuan sebaiknya dikafani dengan lima lapis kain. Lima lapis kain tersebut dipergunakan untuk basahan (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung (cadar), dan kain yang menutupi seluruh badannya. Cara pertama mengafani jenazah laki-laki yaitu kain kafan dihamparkan sehelai-sehelai. Di atas tiap-tiap lapis kain ditaburkan wewangian misalnya kapur barus. Selanjutnya, jenazah diletakkan di atasnya. Kedua tangan jenazah diletakkan di atas dada, tangan kanan di atas tangan kiri. Cara kedua untuk mengafani jenazah laki-laki adalah kain kafan diletakkan seperti cara pertama, tetapi jenazah diberi "baju" dari potongan kain yang dibentuk seperti baju. "Baju" tersebut terdiri atas sarung yang melilit di pinggang hingga kaki, baju atas, dan kopiah. Setelah semua siap, jenazah dibungkus dengan kain kafan yang menutup seluruh badan dengan rapat. Perhatikan hadis Rasulullah saw. dari Aisyah berikut. Artinya: Dari 'Aisyah, ia berkata, "Rasulullah saw. dikafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas (katun), tanpa memakai gamis dan surban." (H.R. Muttafaqun 'Alaih) Cara mengafani jenazah perempuan yaitu mula-mula dipakaikan kain basahan, baju, tutup kepala, lalu kerudung. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam kain yang meliputi seluruh tubuh jenazah. Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut ini. Artinya: Dari Laila binti Qanif, ia berkata, "Saya salah seorang yang turut memandikan Ummi Kalsum binti Rasulullah saw. ketika ia wafat. Yang pertama-tama diberikan oleh Rasulullah saw. kepada kami adalah kain basahan, kemudian baju, tutup kepala, lalu kerudung, dan sesudah itu dimasukkan ke dalam kain yang lain (yang menutupi seluruh badannya)." Kata Laila, "Sedangkan Nabi berdiri di tengah pintu membawa kafannya, dan memberikannya kepada kami sehelai demi sehelai". (H.R. Ahmad dan Abu Daud) Menurut para ulama kain yang lain yang dimaksud dalam hadis di atas berupa kain putih untuk menutup seluruh tubuhnya yang berjumlah lima lembar. Jumlah ini lebih banyak daripada yang digunakan untuk jenazah laki-laki. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga tubuh si jenazah agar tidak tampak atau terbayang bentuknya. Setelah perangkat kain kafan disiapkan, jenazah diletakkan di atasnya dan siap untuk dibungkus. Berilah wewangian pada jenazah saat dikafani. Selanjutnya, tarik kain kafan agar rapi dan dapat menyelimuti seluruh tubuh jenazah kemudian ikat dengan tali kain. Tali kain untuk jenazah dewasa berjumlah tujuh, yaitu untuk bagian atas kepala, leher, dada, pinggang, lutut, mata kaki, dan untuk ujung bawah tubuh. Jumlah tali kain untuk jenazah anak-anak atau bayi disesuaikan dengan kebutuhan asalkan dalam jumlah ganjil. Tali-tali tersebut diikatkan di sebelah kiri jenazah dengan simpul hidup. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan membukanya pada saat dikuburkan. Orang yang sedang melaksanakan ihram kemudian meninggal, jenazahnya tidak diberi wangi-wangian dan tidak ditutup kepalanya. Perhatikan hadis Rasulullah saw. bersabda seperti berikut. Artinya: Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Ketika seorang laki-laki sedang wukuf bersama Rasulullah saw. di Arafah, tiba-tiba seorang laki-laki terjatuh dari kendaraannya hingga meninggal. Kejadian itu diceritakan kepada Nabi saw., beliau berkata,"Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, kafanilah ia dengan dua kain ihramnya, tetapi janganlah kamu beri wangi-wangian dan jangan pula kamu tutup kepalanya karena sesungguhnya Allah akan membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan seperti di saat ia berihram." (H.R. Jamaah) Hukum mengafani jenazah adalah fardu kifayah bagi muslim yang masih hidup. Dari mana uang untuk membeli kain kafan diperoleh? Kain kafan dibeli dengan harta jenazah jika ia meninggalkan harta. Jika ia tidak meninggalkan harta, orang-orang yang memiliki kewajiban untuk membeli atau menyediakan kain kafan adalah orang yang wajib memberi belanja ketika ia masih hidup. Jika yang wajib memberi belanja tidak mampu, uang untuk membeli kain kafan diambilkan dari baitul mal. Jika baitul mal tidak ada, kain kafan menjadi tanggungan muslim yang mampu. Setelah dimandikan dan dikafani, jenazah siap untuk disalati. Salat jenazah dilaksanakan untuk mendoakan jenazah. Hukum melaksanakan salat jenazah menurut jumhur ulama adalah fardu kifayah. Salat jenazah terdiri atas empat takbir dan ditutup dengan salam. Salat jenazah dilaksanakan atas dasar hadis Rasulullah saw. yang artinya: salatkanlah olehmu orang-orang yang mati. (H.R. Ibnu Majah). Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. bersabda yang artinya; salatkanlah olehmu orang yang mengucapkan laila-ha illallah (H.R. Daruqutni) Sebagaimana salat yang lain, salat jenazah memiliki beberapa syarat yang mesti dipenuhi. Adapun syarat menyalati jenazah sebagai berikut.
  • Syarat-syarat salat yang lain juga menjadi syarat salat jenazah. Misalnya menutup aurat, suci badan dan pakaian, dan menghadap kiblat.
  • Salat jenazah dilaksanakan sesudah jenazah dimandikan dan dikafani.
  • Jenazah diletakkan di arah kiblat orang yang menyalati, kecuali jika salat jenazah dilaksanakan di atas kubur atau salat gaib. Pada jenazah laki-laki, orang yang menyalatkan (imam salat) berdiri di arah kepala jenazah. Pada jenazah perempuan, orang yang menyalatkan (imam salat) berdiri di arah perut atau pinggang jenazah.
Selain beberapa syarat yang telah disebutkan di atas, salat jenazah memiliki beberapa rukun sebagai berikut. a. Niat melaksanakan salat jenazah. b. Takbir empat kali dengan takbiratul ihram. c. Membaca Surah al-Fa-tih.ah sesudah takbi takbiratul ihram pertama d. Membaca salawat atas Nabi saw. setelah takbir kedua. Rasulullah saw. bersabda seperti berikut. Artinya: Dari Abu Amamah bin Sahl, "Sesungguhnya menjadi sunah (peraturan) Rasulullah saw. pada salat jenazah, yaitu agar imam takbir kemudian membaca Surah al-Fatihah sesudah takbir pertama dengan suara pelan sekira terdengar oleh dirinya, kemudian membaca salawat atas Nabi saw. dan mengikhlaskan doa bagi jenazah dalam takbir-takbir dan tidak membaca apapun selain doa, kemudian ia memberi salam dengan suara pelan sekira terdengar oleh dirinya." (H.R. Syafi'i) Bacaan salawat Nabi antara lain sebagai berikut.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

Artinya: Limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad. e. Mendoakan jenazah sesudah takbir ketiga. Rasulullah saw. bersabda seperti berikut yang artinya: Dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda, "Jika kamu menyalatkan jenazah, hendaklah kamu ikhlaskan doa baginya." (H.R. Abu Daud dan Ibnu Hibban) Doa yang dibaca setelah takbir ketiga sebagai berikut.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا)، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ (هَا)، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ (هَا)، وَاغْسِلْهُ (هَا) بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ (هَا) مِنَ الذُّنُوبِ والْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ (هَا) دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ (هَا)، وَاَهْلًا خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ (هَا)، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ (هَا)، وَقِهِ (هَا) فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّار 

Artinya: Ya Allah, ampunilah ia, kasihanilah ia, sejahterakanlah ia, dan maafkanlah kesalahannya, hormatilah kedatangannya, dan luaskan tempat diamnya, bersihkanlah ia dengan air, es, dan embun; bersihkanlah ia dari dosa, sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran; gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya dahulu, dan gantilah ahli keluarganya dengan yang lebih baik daripada ahli keluarganya dahulu, dan peliharalah ia dari huru-hara kubur dan siksaan api neraka. f. Mendoakan jenazah sesudah takbir keempat. Doa yang dibaca sesudah takbir keempat sebelum salam seperti berikut.

اَللّٰهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا اَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ وَلَاِ خْوَا نِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَاتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَااِنَّكَ رَؤُفٌ رَّحِيْمٌ 

Artinya: Ya Allah, janganlah Engkau halangi (tutupi) kami dari mendapat pahalanya, janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami, dia, dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan membawa iman, dan janganlah Engkau berikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. g. Berdiri jika mampu. h. Memberi salam. Salat jenazah disunahkan untuk dilaksanakan secara berjamaah dan dalam tiga saf. Satu saf sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang. Jika yang melaksanakan salat jenazah ada enam orang, dibentuk tiga saf dengan tiap-tiap saf dua orang. Semakin banyak orang yang menyalatkan jenazah semakin besar pula kemungkinan doa dikabulkan. Salat jenazah dapat dilakukan tanpa kehadiran jenazah di hadapan orang yang menyalati yang disebut dengan salat gaib. Jenazah telah siap dikubur atau dimakamkan setelah dimandikan, dikafani, dan disalati. Mengubur jenazah merupakan tugas terakhir bagi muslim yang masih hidup. Jenazah hendaknya segera dikubur atau dimakamkan. Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut. Artinya: Dari Ibnu Mas'ud, ia berkata, "Barangsiapa yang mengikuti jenazah, hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda karena sesungguhnya cara yang demikian itu termasuk sunah Nabi saw." (H.R. Ibnu Majah) Berjalan mengantarkan jenazah ke kubur merupakan suatu amal kebaikan. Bagaimana cara mengantarkan jenazah? Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang mengantarkan jenazah sebaiknya berjalan lebih dahulu dari jenazah. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang mengantarkan jenazah sebaiknya berjalan di belakang jenazah. Setelah sampai di kubur atau area pemakaman, jenazah segera dikuburkan. Menguburkan jenazah hukumnya fardu kifayah bagi muslim yang masih hidup. Lubang kubur hendaknya dipersiapkan terlebih dahulu. Lubang kubur hendaknya dibuat cukup dalam kira-kira setegak badan orang dewasa dengan lebar lebih kurang satu meter. Lubang kubur dibuat cukup dalam agar tidak mengeluarkan bau busuk dan tidak mudah dibongkar oleh binatang buas. Di dasar lubang yang telah dibuat, buatlah kembali lubang yang lebih sempit untuk meletakkan jenazah. Lubang sempit tersebut dapat dibuat dengan dua cara.

Pertama, berbentuk liang lahat yaitu relung sempit selebar dan sepanjang badan jenazah yang terletak di tengah-tengah kubur atau lubang yang pertama. Kedua, berbentuk liang harsy yang berupa relung sepanjang dan selebar badan yang terletak di salah satu sisi kubur.

Mengubur jenazah dilakukan dengan memasukkan jenazah ke liang lahat. Setelah jenazah selesai disalati dan liang lahat telah siap, prosesi penguburan jenazah dapat dimulai. Masukkan jenazah ke dalam liang lahat dengan hati-hati. Pada saat memasukkan jenazah ke liang lahat disunahkan membaca doa seperti berikut.

باسم الله وعلى ملة رسول الله

Artinya: Dengan nama Allah dan atas nama agama Rasulullah. Jenazah diletakkan dalam posisi miring menghadap kiblat. Sebagai penyangga kita boleh mengganjal punggung dan belakang kepala jenazah dengan tanah yang dikeraskan. Selanjutnya, tali-tali yang mengikat jenazah dilepaskan dan bagian muka serta kaki dibuka sedikit agar pipi kanan dan ujung kaki jenazah menempel di tanah. Liang lahat kemudian ditutup dengan papan atau kayu dan ditimbun dengan tanah. Timbunan tanah boleh ditinggikan lebih kurang satu jengkal dan memberinya tanda dengan batu nisan. Selanjutnya, umat Islam yang masih hidup hendaknya memohonkan ampun untuk si jenazah. Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut ini. A rtinya: Dari Usman, "Nabi saw. jika selesai menguburkan jenazah, berdirilah beliau, lalu bersabda, 'mintakanlah ampun saudaramu dan mintakanlah supaya ia berketetapan, sebab ia sekarang sedang ditanya'." (H.R. Abu Daud dan Hakim) Sampai di sini selesailah sudah penyelenggaraan terhadap jenazah. Umat Islam yang masih hidup dianjurkan turut berbelasungkawa terhadap keluarga yang ditinggalkan. Tindakan berbelasungkawa ini disebut takziah. Takziah lebih baik dilakukan sebelum jenazah dikuburkan atau dalam waktu tiga hari. Takziah bertujuan untuk menghibur ahli mayat atau keluarga yang ditinggalkan agar bersabar dan tidak berkeluh kesah dengan meninggalnya salah satu anggota keluarga. Selain itu, takziah juga bertujuan untuk mendoakan jenazah agar mendapat ampunan Allah swt. Islam menuntunkan beberapa adab pada saat bertakziah. Adab bertakziah sebagai berikut.
  1. Mendoakan orang yang meninggal dunia.
  2. Menghindari pembicaraan yang dapat menambah kesedihan keluarga.
  3. Menghindari gelak tawa dan canda di tengah kesedihan keluarga yang ditinggalkan.
  4. Mengusahakan turut serta menyalatkan jenazah dan mengantarnya hingga ke kubur.
  5. Membuatkan makanan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Hal-hal yang berkaitan dengan jenazah Memandikan, mengafani, menyalatkan, dan mengubur jenazah merupakan empat kewajiban kifayah muslim yang masih hidup terhadap jenazah. Selain itu, masih ada beberapa hal yang menyangkut masalah jenazah. Hal-hal yang dimaksud sebagai berikut.
  1. Disunahkan memberi tahu keluarga, kerabat, dan teman-teman jenazah. Hal ini dimaksudkan agar mereka memperoleh pahala dari mengurus, mendoakan, dan menyalatinya.
  2. Disunahkan melakukan takziah bagi muslim yang masih hidup kepada keluarga yang ditinggalkan.
  3. Tidak boleh melukai jenazah sebagaimana tidak boleh melukai orang yang masih hidup.
  4. Tidak mencela orang yang meninggal.
  5. Jika ada muslim yang meninggal di suatu tempat, muslim yang lain dibolehkan melaksanakan salat gaib.
  6. Boleh menangis sebab kematian, tetapi tidak boleh berlebihan seperti berteriak-teriak atau merobek-robek pakaian.
  7. Orang yang ketinggalan dalam salat jenazah atau masbuq tidak perlu membayar atau mengqada takbir yang tertinggal. Akan tetapi, sebagian ulama yang membolehkan qada dalam hal ini.

Video yang berhubungan