Legislatif, eksekutif dan yudikatif ketiga kekuasaan ini sering disebut

Jakarta -

Kekuasaan merupakan kewenangan yang didapat seseorang atau kelompok untuk menjalankannya sesuai lingkupnya. Kekuasaan di sejumlah negara biasanya dibagi atau dipisahkan ke dalam sejumlah bentuk, salah satunya berdasarkan teori kekuasaan negara.

Menurut John Locke, kekuasaan negara terbagi atas kekuasaan legislatif, eksekutif, dan federatif. Dilansir dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X oleh Dra. Vipti Nugraheni, M.Ed dan Drs. Endro Santoso, M.M., pendapat John Locke lalu disempurnakan menjadi trias politica.

Apa itu sistem pembagian kekuasaan trias politika?

Pembagian kekuasaan pada ajaran trias politika yakni sebagai berikut:

  • - Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
  • - Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang
  • - Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.

Ajaran Trias Politika

Sistem pembagian kekuasaan trias politika merupakan ajaran Montesquieu. Pendapat Montesquieu yang kelak dikenal sebagai teori trias politica merupakan penyempurnaan dari pendapat John Locke mengenai kekuasaan pada negara.

Pada ajaran trias politika, Montesquieu memasukkan kekuasaan federatif ke kekuasaan eksekutif. Sementara itu, fungsi mengadili dipisahkan sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri. Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang berbeda dan sifatnya terpisah.

Perbedaan Konsep Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan dalam Negara

Pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (division of powers) diperlukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan pada satu orang saja dan risiko sistem pemerintahan absolut atau otoriter.

Tujuan diadakannya pembagian kekuasaan dalam negara dan pemisahan kekuasaan adalah untuk menciptakan kontrol dan keseimbangan di antara pemegang kekuasaan. Dengan demikian, kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif tidak dipegang satu orang saja.

Perbedaan pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan yaitu sebagai berikut:

  • - Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara terpisah dalam beberapa bagian, baik organ dan fungsinya. Sementara itu, pembagian kekuasaan membuat kekuasaan di sebuah negara dibagi dalam beberapa bagian, namun tidak dipisahkan, sehingga masih saling berhubungan dalam menjalankan kekuasaan.
  • - Pembagian kekuasaan memungkinkan adanya koordinasi dan kerja sama antarpemangku bagian kekuasaan dalam menjalankan kekuasaannya. Sementara itu, pemisahan kekuasaan memungkinkan pemangku bagian kekuasaan berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerja sama.

Contoh negara yang menerapkan pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat. Negara yang menerapkan pembagian kekuasaan adalah Indonesia.

Jadi, sistem pembagian kekuasaan trias politika merupakan ajaran Montesquieu. Semangat belajar, detikers!

Simak Video "Bentrokan Berdarah Pecah di Irak, 20 Orang Dilaporkan Tewas"



(twu/nwy)

Jakarta -

Filsuf Politik asal Prancis, Montesquieu, membagi kekuasaan suatu negara menjadi tiga bagian. Sistem pembagian kekuasaan menurut Montesquieu dikenal dengan istilah Trias Politika.

Montesquieu terkenal karena The Spirit of Laws (1748), salah satu karya besar dalam sejarah teori politik dan yurisprudensi. Buku dengan judul asli L 'esprit des Lois ini menawarkan alternatif mengenai sistem pembagian kekuasaan yang agak berbeda dengan John Locke, filsuf asal Inggris.

Pandangan John Locke tentang Two Treatises of Government memang menjadi dasar lahirnya gagasan Trias Politika dari Montesquieu. Menurut John Locke, negara terbagi ke dalam beberapa organ dengan fungsi yang berbeda. Untuk menghindari kesewenangan dari pemerintah, maka pemegang kekuasaan harus dibedakan.

John Locke kemudian mengungkapkan konsep pembagian kekuasaan ke dalam tiga macam, yakni kekuasaan legislatif yang bertugas untuk membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif yang bertugas untuk melaksanakan undang-undang, dan kekuasaan federatif yang bertugas menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Sistem Pembagian Kekuasaan Montesquieu

Pemikiran untuk menghindari kekuasaan absolut dalam suatu negara tersebut kemudian dikembangkan oleh Montesquieu. Dia berpendapat bahwa untuk menciptakan tegaknya negara demokrasi, perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam tiga bentuk atau organ.

Berikut sistem pembagian kekuasaan menurut Montesquieu yang dikenal dengan konsep Trias Politika:

1. Kekuasaan Legislatif

Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang bertugas untuk membuat undang-undang. Di Indonesia, pemegang kekuasaan legislatif adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

2. Kekuasaan Eksekutif

Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang bertugas untuk melaksanakan undang-undang. Pemegang kekuasaan ini adalah Presiden, Wakil Presiden, dan kabinetnya.

3. Kekuasaan Yudikatif

Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang bertugas untuk mengadili apabila terjadi pelanggaran atas undang-undang. Tugas ini dipegang oleh Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

Dikutip dari buku Dasar-dasar Ilmu Pemerintahan oleh Titin Rohayatin, konsep yang dikemukakan oleh Montesquieu menyebutkan bahwa hubungan luar negeri termasuk dalam kekuasaan eksekutif, sehingga kekuasaan ini mencakup kekuasaan federatif seperti yang dikemukakan oleh John Locke.

Sementara itu, kekuasaan yudikatif menurut Montesquieu harus menjadi kekuasaan yang berdiri sendiri dan terpisah dari kekuasaan eksekutif.

Simak Video "Farel Prayoga Tak Mau Bolos Sekolah Meski Tarif Manggung Fantastis"



(kri/lus)

Legislatif, eksekutif dan yudikatif ketiga kekuasaan ini sering disebut

Indonesia adalah negara sekuler yang berarti kebijakan-kebijakan politiknya tidak perlu didasarkan satu ajaran agama tertentu, dan tidak memilih satu agama sebagai agama resmi negara. Namun, agama berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Warga negara Indonesia wajib menganut salah satu agama yang diakui oleh negara (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu); ateisme bukanlah pilihan yang tepat.

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tidak dapat dipungkiri, Islam memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan politik nasional. Tetapi meskipun demikian, Indonesia bukanlah negara Islam.

Desenstralisasi politik di era pasca-Suharto telah memberikan kekuatan lebih besar pada pemerintahan daerah dan efek dari perkembangan ini tersirat dalam pengambilan keputusan politik daerah yang semakin terpengaruh oleh ajaran agama tertentu. Contoh kebijakan-kebijakan politik di daerah Muslim dengan pengaruh ajaran yang ketat adalah pelarangan usaha dengan bahan dasar babi atau mewajibkan perempuan menggunakan hijab atau kerudung. Kebijakan-kebijakan semacam ini akan terkesan aneh jika diimplementasikan di wilayah timur Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Kristen atau Katolik, atau di pulau Bali di mana mayoritasnya Hindu.

Dengan mayoritas penduduk Muslim dan dominasi pulau Jawa (yang mayoritasnya Muslim) dalam politik nasional, secara keseluruhan Indonesia memang lebih berorientasi pada Islam. Presiden yang menganut agama lain dari Islam, tampaknya tidak bisa diterima. Walaupun begitu, Islam di Indonesia dapat dikatakan cukup moderat karena sebagian besar Muslim Indonesia adalah Muslim abangan. Contohnya, mayoritas kaum Muslim menolak penerapan hukum Sharia. Contoh yang lain yaitu ketika Megawati Sukarnoputri terpilih menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia pada tahun 2001, hanya sedikit kelompok minoritas yang menolak kepemimpinannya karena mempercayai satu doktrin Islam yang tidak memperbolehkan perempuan untuk memimpin.

Sistem politik Indonesia terdiri dari tiga lembaga:

Eksekutif


Legislatif
Yudikatif

Legislatif, eksekutif dan yudikatif ketiga kekuasaan ini sering disebut

Lembaga Eksekutif di Indonesia

Yang mencakup lembaga eksekutif adalah presiden, wakil presiden dan kabinetnya. Baik presiden maupun wakil presiden, sama-sama dipilih oleh elektorat Indonesia dalam pemilihan presiden. Presiden dan wakil presiden menjabat selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan (maka totalnya 10 tahun). Selama masa kampanye presiden dan wakil presiden adalah sebuah pasangan yang tak terpisahkan. Dengan demikian komposisi calon presiden dan calon wakil presiden butuh strategi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi strateginya adalah latar belakang etnis (dan agama) dan posisi sosial (sebelumnya) dalam masyarakat.

Dalam hal etnisitas dan agama, seorang Muslim dari Jawa akan lebih mendapat sokongan popularitas karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim dari Jawa. Untuk posisi politik yang tingkatnya lebih rendah (tergantung dari konteks agama daerah tertentu), pimpinan-pimpinan politik yang bukan Islam masih mungkin adanya.

Dengan menilik posisi sosial (sebelumnya) di masyarakat ada beberapa kategori yang dapat membangkitkan dukungan di pelbagai kalangan masyarakat. Kategori-kategori itu adalah (pensiunan) pejabat tentara, pengusaha, teknokrat dan pimpinan intelektual Muslim. Oleh karena itu untuk mempertinggi kesempatan menang dalam pemilu, presiden dan wakil presiden biasanya berasal dari dua kategori sosial yang berbeda supaya bisa menggapai khalayak pemilih yang lebih luas lagi. Contohnya, presiden Indonesia sebelumnya, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (seorang pensiunan tentara dari Jawa) memilih Boediono (seorang teknokrat Muslim jawa) sebagai wakil presiden di masa kampanye tahun 2009. Kecepercayaan rakyat kepada pasangan ini meningkat karena Boediono adalah seorang pakar ekonomi. Meski Indonesia mengalami kepemimpinan otoritas di masa Suharto, saat ini pun seorang jendral masih dapat kepopuleran dari rakyat karena mereka dianggap sebagai pemimpin yang kuat.

Legislatif, eksekutif dan yudikatif ketiga kekuasaan ini sering disebut

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (seorang Muslim Jawa dan mantan pengusaha) memilih Jusuf Kalla sebagai wakil presiden (seorang pengusaha, politisi dan Muslim dari Sulawesi) di pemilu 2014. Kalla mempunyai sejarah panjang dalam politik Indonesia (terutama di partai Golkar, kendaraan politik lama Suharto) dan menikmati popularitas yang luas di Indonesia (terutama di luar pulau Jawa). Widodo sebenarnya pendatang baru di dunia politik nasional pada awal 2014 maka pengalaman panjang dalam politik yang dimiliki Kalla memberi pasangan ini kredibilitas yang lebih besar.

Di pemilu 2019, yang juga dimenang Widodo, beliau memilih seorang ulama Muslim yang konservatif, Ma'ruf Amin, sebagai calon wapres. Amin dihormati banyak kalangan kaum Muslim. Pilihannya tepat karena menjelang pemilu 2019 ada banyak ketegangan agama di Indonesia.

Setelah pemilu, presiden baru yang terpilih akan memilih anggota kabinetnya yang biasanya terdiri dari anggota-anggota partainya, partai koalisi dan teknokrat non-partai. Klik di sini untuk melihat susunan kabinet Indonesia saat ini.

Lembaga Legislatif di Indonesia

Yang mencakup lembaga legislatif adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR berwenang menyusun atau mengubah Undang-Undang Dasar dan melantik (atau memberhentikan) presiden. MPR adalah sebuah lembaga legislatif bikameral yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

DPR, yang terdiri dari 560 anggota, bertugas membentuk dan menyetujui undang-undang, menghitung anggaran tahunan bersama presiden dan mengawasi pelaksanaan undang-undang dan isu-isu politik. Anggota DPR dipilih untuk masa kerja lima tahun dengan proporsi perwakilan yang adil berdasarkan hasil pemilu. Sayangnya, DPR mengantongi reputasi buruk karena isu-isu skandal korupsi yang acap kali dilakukan oleh para anggotanya.

DPD menangani keputusan, undang-undang dan isu-isu yang memang berhubungan dengan daerah yang dimaksud, dengan demikian keberadaanya mampu meningkatkan perwakilan daerah di tingkat nasional. Tiap provinsi di Indonesia memilih empat calon anggota DPD (yang akan bekerja di pemerintahanan selama lima tahun) dari non-partai. Karena Indonesia memiliki 32 provinsi, maka jumlah anggota DPD adalah 132 orang.

Lembaga Yudikatif di Indonesia

Yang dimaksud lembaga yudikatif adalah Mahkamah Agung. Mahkamah Agung (MA) adalah mahkamah tertinggi dalam sistem peradilan Indonesia. MA adalah pengadilan paling tinggi dalam proses naik banding dan MA juga menangani sengketa di pengadilan-pengadilan yang lebih rendah. Tahun 2003 sebuah Mahkamah baru dibentuk, yaitu Mahkamah Konstitusi. MK memonitor keputusan-keputusan yang dibuat oleh kabinet dan parlemen (MPR) dan posisinya sejajar dengan Konstitusi Indonesia. Sebagian besar kasus-kasus legal dapat ditangani oleh pengadilan umum, pengadilan administrasi, pengadilan agama dan pengadilan militer.

Sebuah Komisi Yudisial mengawasi pemeliharaan jabatan, martabat dan perilaku hakim-hakim Indonesia. Ada banyak laporan Bahwa lembaga peradilan di Indonesia tidak bebas dari korupsi dan tidak sepenuhnya independen dari cabang-cabang politik lain.