Kerajaan Mataram yang berdiri di pulau Jawa mengalami masa kemasyhuran pada saat diperintah oleh

Kerajaan Mataram yang berdiri di pulau Jawa mengalami masa kemasyhuran pada saat diperintah oleh

Kerajaan Mataram yang berdiri di pulau Jawa mengalami masa kemasyhuran pada saat diperintah oleh
Lihat Foto

Wikimedia Commons

Candi Prambanan, salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

KOMPAS.com - Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha pernah berkembang di Bhumi Mataram (sebutan lama untuk Yogyakarta).

Sejak pertama kali didirikan pada 732 Masehi, kerajaan ini sempat mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota, hingga akhirnya pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10.

Pada periode Jawa Timur, kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Medang.

Pendiri Kerajaan Mataram Kuno adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, yang berkuasa antara 732-760 Masehi.

Selama hampir tiga abad berkuasa, terdapat tiga dinasti yang memerintah kerajaan, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra (di Jawa Tengah), serta Dinasti Isyana (di Jawa Timur).

Puncak kejayaan Kerajaan Mataram Kuno berlangsung pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra, yang berkuasa mulai akhir abad ke-8.

Pada masa keemasannya, kerajaan mengalami perkembangan di berbagai bidang, seperti politik, ilmu pengetahuan, kesenian, budaya, dan sosial.

Wilayah kekuasannya pun sangat luas, bahkan mencapai Semenanjung Malaka.

Sumber sejarah Kerajaan Mataram Kuno cukup banyak, beberapa contohnya adalah Prasasti Canggal, Prasasti Mantyasih, Candi Borobudur, dan Candi Prambanan yang menjadi peninggalannya.

Baca juga: Candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Prasasti Mantyasih atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Kerajaan Mataram yang berdiri di pulau Jawa mengalami masa kemasyhuran pada saat diperintah oleh

Kerajaan Mataram yang berdiri di pulau Jawa mengalami masa kemasyhuran pada saat diperintah oleh
Lihat Foto

Wikimedia Commons

Candi Prambanan, salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

KOMPAS.com - Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri di Jawa Tengah bagian selatan pada abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10.

Di Jawa Tengah, letak Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan terletak di Bhumi Mataram (sebutan lama untuk Yogyakarta).

Pusat kerajaan ini kemudian mengalami beberapa kali perpindahan hingga sampai ke Jawa Timur.

Kerajaan Mataram Kuno juga sering disebut sebagai Kerajaan Mataram Hindu atau Kerajaan Medang.

Pendiri Kerajaan Mataram Kuno adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya yang berkuasa antara 732-760 masehi.

Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada tahun 732 masehi dan runtuh pada 1007 masehi.

Selama hampir tiga abad berkuasa, terdapat tiga dinasti yang memerintah, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra (di Jawa Tengah), serta Dinasti Isyana (di Jawa Timur).

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno dapat diketahui dari prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Balitung, Prasasti Klurak, Candi Gedong Songo, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, dan masih banyak lainnya.

Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno

Perpecahan Kerajaan Mataram Kuno

Kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno pertama kali dipegang oleh Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, dibuktikan dengan Prasasti Canggal dan Carita Parahyangan.

Raja Sanjaya dikenal sebagai raja yang bijaksana, cakap, adil, dan taat dalam beragama.

Jakarta -

Ada banyak kesultanan yang pernah berdiri di Indonesia, salah satunya kerajaan Mataram. Kerajaan ini diketahui berdiri sekitar abad ke-16 dan menjadi salah satu kerajaan Islam di Tanah Air.

Walaupun memiliki nama Mataram, letak kerajaan Mataram bukan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat tetapi di Jawa Tengah. Nah, penasaran kan bagaimana sejarahnya?


Berikut sejarah kerajaan Mataram dikutip dari buku 'Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa' karya Alik Al Adhim:

Kerajaan Mataram menjadi salah satu kesultanan Islam yang berkembang pesat di tanah Jawa. Ada berbagai cara yang dilakukan penguasa kala itu demi menjadikan Kerajaan Mataram sebagai pusat agama Islam, misalnya mendirikan rumah ibadah.

Selain itu, kerajaan Mataram juga rutin menerjemahkan naskah Arab, menerjemahkan Al Quran ke bahasa Jawa, hingga mendirikan pesantren demi menjadikan wilayahnya sebagai pusat agama Islam.

2. Masa Kejayaan Kerajaan Mataram

Masa kejayaan berhasil didapatkan saat Sultan Agung Hanyokrokusumo menjabat menjadi raja. Ia diketahui berhasil menyatukan pulau Jawa dengan mendudukkan raja-raja lainnya.

Adapun, wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sayang, masa kejayaan itu harus berakhir karena ia diketahui wafat saat menyerang VOC di Batavia pada tahun 1628 hingga 1629 M.

3. Raja-raja

Raja pertama sekaligus pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya atau dikenal juga dengan nama Panembahan Senopati. Kala ia menjabat ia sering melakukan ekspansi ke beberapa daerah untuk mengembangkan wilayah.

Bahkan, para penduduk di daerah yang ditaklukkan harus menganut agama Islam. Hal ini dilakukan demi mencapai keinginannya menjadikan kerajaan Mataram sebagai pusat agama Islam.

Sutawijaya diketahui menjabat selama 26 tahun lamanya dari 1575 M hingga 1601 M. Selanjutnya, di tahun 1601 M kerajaan dipimpin oleh Mas Jolang atau Panembahan Sedo Krapyak.

Sayang, di tahun 1613 M ia meninggal dunia karena gugur dalam usahanya ekspansi kerajaan Mataram ke daerah Krapyak, Yogyakarta. Posisinya pun digantikan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Raja Sultan Agung Hanyokrokusumo menjadi raja terbesar dari semua pemimpin kerajaan Mataram. Namun, di tahun 1645 M ia meninggal dunia karena usahanya merebut Batavia. Selanjutnya, kepemimpinan dipegang oleh Amangkurat I yang tidak lain anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Ia memerintah kerajaan Mataram mulai tahun 1645 hingga 1677 M. Terakhir, kepemimpinan dilanjutkan oleh Amangkurat II hingga akhirnya kerajaan Mataram mengalami keruntuhan.

4. Keruntuhan

Runtuhnya kerajaan Mataram Islam dikarenakan hubungan dengan para kolonial Belanda atau VOC yang tidak baik. Diketahui, Belanda mulai menguasai sebagian besar wilayah kerajaan Mataram saat Raja Amangkurat II memimpin. Hal ini pun membuat rakyat menderita karena kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Belanda.

5. Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Ada banyak peninggalan dari kerajaan Mataram Islam, yakni Masjid Agung Gedhe Kauman di Yogyakarta, hingga Masjid Agung Surakarta di Solo. Selain itu, ada juga kitab Sastra Gending yang menjadi sumber sejarah kerajaan mataram islam.

Dalam kitab yang ditulis oleh Raja Sultan Agung Hanyokrokusumo dari kerajaan Mataram, dikisahkan bahwa setiap orang harus menjadi pribadi yang sopan dan santun, baik di keadaan apapun.

Simak Video "Mataram, Sejarah Kerajaan Hindu-Budha Terbesar di Tanah Jawa Pada Masa Lampau, Sleman"



(pay/pal)

Jakarta -

Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa. Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa di bawah kepemimpinan raja pertamanya.

Kerajaan Demak berdiri pada awal abad ke-16 Masehi seiring kemunduran Majapahit.

Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah. Raden Patah adalah putra Raja Majapahit dan istrinya yang berasal dari China dan menjadi mualaf, seperti dikutip dari buku Sejarah 8 Kerajaan Terbesar di Indonesia oleh Siti Nur Aidah dan Tim Penerbit KBM.

Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di bawah kepemimpinan Raden Patah dengan adanya peran sentral Wali Songo. Periode kepemimpinan Raden Patah adalah fase awal semakin berkembangnya ajaran Islam di Jawa.

Raja Kerajaan Demak setelah Raden Fatah wafat pada 1518 yaitu Adipati Unus (1488 - 1521). Adipati Unus adalah putra Raden Patah.

Sebelum menjadi sultan, Pati Unus terkenal dengan keberaniannya sebagai panglima perang. Julukan Pati Unus yaitu Pangeran Sabrang Lor muncul dari keberaniannya sebagai panglima tersebut.

Pati Unus memimpin penyerbuan kedua ke Malaka melawan Portugis pada 1521. Pati Unus wafat pada pertempuran tersebut.

Masa kejayaan Kerajaan Demak

Masa kejayaan Kerajaan Demak berlangsung saat dipimpin Sultan Trenggana (1521 - 1546). Sultan Trenggana naik takhta setelah Pati Unus.

Letak Kerajaan Demak berada di Demak, Jawa Tengah. Pada periode Sultan Trenggana, wilayah kekuasaan Demak meluas ke Jawa bagian timur dan barat. Pada 1527, pasukan Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin Fatahillah atas perintah Sultan Trenggana berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.

Nama Sunda Kelapa lalu diganti menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan yang sempurna. Jayakarta kelak berganti nama menjadi Batavia, lalu Jakarta, ibu kota Republik Indonesia.

Sultan Trenggana wafat pada 1546. Insiden saat menyerang Panarukan, Situbondo, yang saat itu dikuasai Kerajaan Blambangan (Banyuwangi) membuat Sultan Trenggana terbunuh.

Wafatnya Sultan Trenggana membuat tampuk kepemimpinan Kerajaan Demak diperebutkan. Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar berupaya untuk menduduki kekuasaan mengalahkan Sunan Prawata, putra Sultan Trenggana. Sunan Prawata lalu membunuh Surowiyoto dan menduduki kekuasaan.

Kejadian tersebut menyebabkan surutnya dukungan terhadap kekuasaan Sunan Prawata. Ia lalu memindahkan pusat kekuasaan Demak ke wilayahnya di Prawoto, Pati, Jawa Tengah. Ia hanya berkuasa selama satu tahun karena dibunuh Arya Penangsang, putra Surowiyoto pada 1547.

Arya Penangsang menduduki takhta Kerajaan Demak setelah membunuh Sunan Prawata. Ia juga menyingkirkan Pangeran Hadiri atau Pangeran Kalinyamat, penguasa Jepara karena dianggap berbahaya bagi kekuasaannya.

Runtuhnya kerajaan Demak

Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan oleh pemberontakan Adipati Hadiwijaya, penguasa Pajang pada 1556. Hadiwijaya semula sangat setia pada Demak. Pemberontakan Hadiwijaya disebabkan oleh Arya Penangsang yang membunuh Sunan Prawata dan Pangeran Kalinyamat.

Pemberontakan Adipati Hadiwijaya menyebabkan runtuhnya Kerajaan Demak menjadi vazal atau wilayah kekuasaan Kesultanan Pajang.

Simak Video "Tempat Bersejarah di Pulau Buru, Riau"



(twu/erd)