Kenapa filsafat disebut sebagai ibu dari ilmu pengetahuan

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ditinjau secara historis filsafat merupakan ilmu tertua yang menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan. Di masa itu semua ilmu pengetahuan masih tergabung dalam filsafat tak heran jika segala ilmu pengetahuan memiliki sifat yang sama dengan ilmu filsafat. Lambat laun semakin disadari bahwa ilmu filsafat kurang bisa menjelaskan fenomena dalam kehidupan dimana semua keilmuan hanya dilandasi dengan rasio atau akal tanpa ada kajian – kajian dan prosedur ilmiah untuk membuktikan kebenarannya. Pada saat itu psikologi dikenal sebagai para psikologi dan keilmuannya masih tergabung dengan ilmu filsafat serta dasar pemikirannya masih sejalan dengan pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan di jaman sebelum Renaissance atau pada jaman Yunani kuno. Dualisme dari tokoh pemikir Plato dan Aristoteles merupakan gerbang dari ilmu pengetahuan yang melahirkan pemikiran – pemikiran baru pasalnya justru dari perbedaan pemikiran itulah ilmu pengetahuan semakin berkembang seperti halnya psikologi.

Eksistensi keilmuan psikologi kini tak sama dengan keberadaannya pada jaman sebelum Renaissance. Memasuki abad ke 19 psikologi sudah menjadi satu disiplin ilmu pengetahuan hal ini ditandai dengan berdirinya laboratorium psikologi di Leibzig yang didirikan oleh Wilhelm Wunt, dari sinilah awal perubahan ilmu psikologi yang dulunya bersifat filosofik kini telah berubah menjadi ilmu yang empirik dimana laboratorium tersebut diperuntukkan untuk menyelidiki peristiwa atau fenomena kejiwaan secara eksperimental dan bukan hasil dari spekulasi semata. Berbicara tentang jiwa tentu tak dapat terlepas dengan mahluk yang bernama manusia. Manusia merupakan mahluk yang paling kompleks dimana terdapat banyak struktur dan fungsi yang dimiliki oleh manusia itu sendiri baik fisik maupun perilakunya, untuk tetap pada eksistensinya manusia perlu mengetahui dan mengerti gejala – gejala jiwa yang dicirikan oleh perilaku manusia itu sendiri. Psikologi merupakan keilmuan yang dirasa memberikan sumbangsi terbesar dalam kajian tentang perilaku manusia dan seiring perkembangannya ilmu pengetahuan, psikologi memunculkan spesifikasi dalam kajian keilmuannya salah satunya adalah cabang psikologi kognitif.

Psikologi kognitif sendiri merupakan ilmu yang mengkaji tentang proses berpikir manusia, pada awalnya studi keilmuan psikologi selalu didasarkan pada paham behavioris yang mana pada studinya perilaku manusia hanya sebatas kajian tentang stimulus dan respon saja. Seiring dengan eksperimen – eksperimen yang terus dilakukan oleh para ilmuwan terlebih pada kajian tentang kognisi paham tersebut langkah segera ditanggalkan salah satu ilmuwan yang melakukan eksperimen ini adalah Edward C. Tolman didalam eksperimennya Tolman berhasil membuktikan bahwa perilaku tak hanya soal stimulus dan respon melainkan kognisi juga mempengaruhinya hal ini dilakukan dengan hewan percobaannya yang berhasil merepresentasikan peta kognitif.

Pasang surut ilmu pengetahuan terjadi sampai tiba pada tahun 1950 psikologi kognitif kembali diminati lagi, hal ini ditandai dengan munculnya jurnal – jurnal baru tentang penyelidikan proses kognitif. Dan pada sekitar tahun 1960 psikologi kognitif telah menjadi disiplin ilmu ditandai dengan ditulisnya buku psikologi kognitif pertama kali yang ditulis oleh Ulrch Neisser dan hingga kini keilmuan psikologi kognitif terus mengalami perkembangan yang signifikan.

Filsafat merupakan cabang ilmu yang sangat susah dipahami bagi beberapa orang. Biasanya filsafat hanya dapat dipahami dalam bentuk kata dan mungkin ucapan sekilas. Filsafat dapat dikatakan sebagai sumber dari segala ilmu yang ada saat ini. Filsafat telah berjasa dalam kelahiran sebuah disiplin ilmu , kajian, gagasan serta aliran pemikiran sebagai ideologi. Ada yang mengatakan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu yang ada karena objek material filsafat mencakup seluruh kenyataan (Setiyawan, 2019). Adapun filsafat ini berasal dari Bahasa Yunani yaitu Philosophia yang apabila dimaknakan secara harfiah berarti kecintaan terhadap sebuah kebijaksanaan. Filsafat sebagai ilmu ini memiliki tingkat kesulitan dalam memahami kata-katanya, terlebih hanya beberapa orang yang sangat tertarik atau bahkan mendalami ilmu filsafat ini. Tak ayal dalam filsafat terdapat beberapa pertanyaan sederhana namun dibutuhkan jawaban yang kompleks atas pertanyaan sederhana tersebut, sehingga tidak banyak orang yang dapat menguasai filsafat ini karena diperlukan tanggung jawab atas apa yang disampaikan.

Filsafat ini sendiri lahir dari pemikiran orang-orang terdahulu dengan segala teka-teki yang ada di dalam benaknya. Namun darimanakah awal lahirnya sebuah filsafat ini dan siapakah tokoh yang berjasa atas lahirnya induk segala ilmu tersebut ? Menurut Nawawi, 2018 dalam bukunya Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat menjabarkan bahwa filsafat ini berkembang disebuah kota kecil yang bernama Kota Miletos yang menjadi bagian dari kota Ionia. Memunculkan tokoh pertama yang bernama Thales, sosok Thales ini sendiri belum bisa dipastikan kebenarannya, banyak penggambaran tokoh tersebut melalui dongeng-dongeng dan menjadi ciri tokoh zaman dahulu yaitu ketidakjelasan identitas sehingga sulit untuk mengenali tokoh tersebut sepenuhnya. Namun terlepas dari itu Thales memiliki pemikiran yang selanjutnya berguna bagi generasi dan zaman sesudahnya. Heredotos tidak menyebutnya dengan nama ‘filsuf’ dan tidak menceritakan kisahnya sebagai filsuf. Aristoteles lah yang menyematkan gelar ”filsuf yang pertama” kepada sosok Thales (Nawawi,2018).

Langgam filsafat semakin berkembang setiap zamannya, dan memunculkan nama-nama tokoh yang termahsyur serta menciptakan pemikiran-pemikiran baru pada setiap era yang dilaluinya. Filsafat ini pula dapat berupa kritik atas filsafat-filsafat sebelumnya. Pemikiran-pemikiran tokoh ini lahir pula dari jiwa zaman yang dilaluinya sehingga lahirlah pemikiran-pemikiran yang terus berkembang dan diserap menjadi ideologi atau pedoman bagi suatu ras, kaum, maupun bangsa. Pemikiran-pemikiran ini akan kekal abadi, namun tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti lahir seorang filsuf yang mengkritik kembali pemikiran-pemikiran yang telah ada.

Dalam sejarah panjangnya filsafat ini telah menerbitkan beberapa tokoh dan juga sekalian pikirannya. Tokoh-tokoh ini tidak serta merta lahir begitu saja dan menjadi ahli filsafat. Tetapi para filosof ini lahir atau muncul atas jiwa pikirannya dengan keadaan zaman saat itu. Pikiran mereka lahir atas kritik sosial, politik maupun ekonomi. Buah pikiran mereka pula lahir dari serapan pemikir-pemikir sebelumnya dan tak jarang pemikiran itu lahir atas kritik filsafat sebelumnya. Artikel ini akan membahas mengenai Perkembangan awal filsafat yang lahir di Miletos yang melahirkan tokoh-tokoh dan pemikiran-pemikirannya yang menjadi awal mula perkemangan ilmu filsafat sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan.

Filosof-Filosof Miletos dan Pemikirannya

Sejatinya para tokoh pemikir era ini mendasarkan pemikiran-pemikirannya pada pada alam semesta dan hal-hal yang berbau mitos yang berkembang pada saat itu. Kejadian-kejadian alam dan juga dampaknya yang kita rasakan sampai saat ini merupakan cikal-bakal dari para pemikir filosof pada era tersebut. Suasana yang bersifat mitologis seperti persoalan ini dianggap sebagai awal manusia berpikir tentang sesuatu yang ada dibalik setiap peristiwa yang dapat diamati oleh indranya (Poedjiadi dan Muhtar, 2014). Dengan kata lain para pemikir pada era ini memaparkan apa yang telah mereka lalui dan mengungkapkan pikirannya secara sederhana. Hal tersebut dapat dimaklumi sebab pada masa tersebut masih sangat jauh dengan sebuah peradaban teknologi.

Thales diperkirakan hidup pada sekitar abad 6 SM, Thales tinggal di kota kecil yang bernama Miletos. Thales terkenal karena ia merupakan salah satu dari Tujuh Orang Bijak Yunani (Seven ages of Greek). Tujuh orang bijak ini terdiri dari seorang filsuf, negarawan dan juga pembuat undang-undang (Sugiharto,2020). Thales merupakan seorang filsuf diantara ketujuh orang bijak tersebut, sehingga pada saat itu ia dikenal sebagai Bapak Filsafat sebab ia merupakan filosof pertama dalam tradisi barat. Tokoh Thales ini masih diragukan apakah benar nyata atau hanya dongeng semata. Sebab namanya pada masa selanjutnya terdapat dalam beberapa dongeng. Namun Herodotus lah yang memperkenalkan nama Thales, tetapi tidak sebagai seorang Filosof. Barulah pada pada abad 4 SM Aristoteles memperkenalkan ia sebagai seorang filosof dan seorang yang aktif dalam bidang politik dan menjadi penasehat kerajaan Lydia yang dipimpin oleh Raja Kroisos.

Seperti filosof-filosof lain yang berkembang di eranya pemikiran-pemikiran Thales pun tidak lepas dari kaitannya dengan alam semesta. Filosof seperti Thales ingin membuktikan dan meneliti alam semesta menggunkan logika dan sains dan tidak berakar pada dongeng dan cerita. Thales berpendapat bahwa segala hal yang ada di alam semesta berasal dari air. Ia tinggal di sebuah pulau yang tentunya setiap hari melihat lautan, hal tersebut dapat memberi kehidupan sekaligus dapat menjadi bencana bagi nelayan. Ia pula pergi menuju Mesir dan menyaksikan masyarakat Mesir yang memanfaatkan Sungai Nil sebagai keperluan penduduknya (Poedjadi dan Muhtar, Tanpa Tahun). Oleh karena lahirlah pemikiran Thales mengenai hal tersebut. Thales juga pernah meramalkan kejadian berupa gerhana matahari dan tentu dengan mempertimbangkan gejala-gejala yang dilihat dari keadaan alam pada saat terjadinya gerhana matahari tersebut. Maka dari itu atas pemikirannya Thales berpendapat bahwa alam semesta ini berjiwa atau dengan kata lain hidup

Hasil pemikirannya tidak ia tuliskan secara langsung, kisah serta pengalam dan hasil pemikirannya itu disampaikan oleh orang-orang setelahnya yaitu orang yang dekat dan menjadi kepercayaan Thales. Herodotus dan Aristoteles merupakan merupakan tokoh penting yang menggambarkan perjalanan dan pemikiran-pemikiran Thales sehingga Thales bahkan dikenal sebagai Bapak Filsafat Dunia.

Ia merupakan murid dari Thales itu sendiri yang hidup pada masa 610 sampai 540 SM, pemikirannya yang terkenal yaitu Apeiron yaitu sebuah zat yang tidak tentu sifatnya, kekal dan tak berwujud. Konsep ini mirip dengan refresentasi Tuhan yang dibawa oleh agama-agama dikemudian hari (Mulyono, Tanpa tahun). Pemikirannya mengenai manusia berlawanan dengan gurunya yaitu Thales apabila Thales beranggapan bahwa segala sumber yang ada berasal dari air maka pandangan Anaximandros tentang manusia pertama tumbuh dalam tubuh seekor ikan (Nawawi, 2017). Anaximandros mempunyai teorinya sendiri mengenai pembentukan bumi dan juga benda langit disektarnya. Yakni bermula dari adanya hubungan panas dan dingin lalu membentuk sebuah gejolak yang akhirnya kedua unsur ini bersatu lalu membentuk sebuah lingkaran, dari proses inilah terbentuknya air, tanah dan juga udara. Matahari, bulan dan bintang lahir dari proses tersebut pula. Menurutnya gerhana matahari dan gerhana bulan merupakan proses terjadinya yang disebabkan oleh kabut yang menutupi permukaan.

Selain itu Anaximandros ini merupakan seorang sastrawan yang mengarang sebuah risalah yang sampai saat ini tersisa satu fragmen saja. Selain itu ia adalah orang yang memimpin para perantau Miletos untuk membentuk kota baru disekitar laut hitam. Dan yang paling menonjol yakni jasanya dibidang geografi yakni membuat gambaran peta dunia yang saat itu masih sangat sederhana. Peta dunia pertama tersebut terdiri dari Eropa, Asia dan Libya. Berkat hasil penelusurannya inilah peta dunia semakin berkembang dan terus berubah sampai saat ini.

Anaximenes hidup pada tahun 582-528 SM. Dia juga merupakan filosof yang berasal dari kota Miletos. Menurut pandangannya segala sumber yang ada di bumi ini yaitu berasal dari udara. Hal tersebut berbasis pada kehidupan manusia yang selalu membutuhkan udara. Udara sebagai sarana manusia bernafas serta udara sebagai komponen penting dalam keberlangsungan bumi. Berbeda dengan Anaximandros yang menyatakan bahwa bumi berbentuk lingkaran, maka pernyataan Anaximenes menyatakan bahwa bumi berbentuk seperti meja bundar dengan kata menurut Anaximenes berpendapat bahwa bumi berbentuk datar dan benda-benda langit disekitar seperti matahari, bulan dan bintang berpusat pada bumi itu sendiri.

Kota Miletos merupakan sebuah kota kecil yang berada Ionia, kota ini lalu menjadi kota tempat lahirnya sebuah cabang ilmu yang nantinya menjadi Ibu dari segala ilmu pengetahuan yang ada di bumi yaitu Filsafat. Tiga tokoh penting yang merupakan rakyat kota Miletos ini yaitu Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Ketiga tokoh ini merupakan tokoh penting dalam perkembangan awal dari ilmu filsafat ini, karena pemikiran-pemikiran mereka lah yang akhirnya menciptakan sebuah langgam ilmu tersebut. Pemikiran-pemikiran mereka ini didasarkan pada kejadian-kejadian alam semesta yang mereka alami pada masa tersebut. Pemikiran-pemikiran mereka pula yang akhirnya menjadi jawaban yang rasional atas pertanyaan-pertanyaan seputar alam semesta yang mereka dapati pada saat itu yang sebelumnya hanya terpaku pada kisah dongeng dan mitos. Ajaran dan pemikiran mereka ini lalu dikenal dengan Filsafat alam. Jawaban mereka atas pertanyaan-pertanyaan pada kala itu dapat menjadi ilmu baru yang berguna bagi perkembangan masyarakat, walaupun pada akhirnya pemikiran-pemikiran mereka ini banyak di kritik di masa depan, namun buah pikiran mereka bisa digunakan sebagai penyempurnaan ilmu-ilmu alam tersebut di masa yang akan datang. Pada akhirnya kota Miletos dan peradabannya berhasil direbut dan dihancurkan oleh pasukan Persia pada tahun 494 SM. Dan pada masa sekarang kota ini hanya menjadi bagian negara Turki. Tokoh-tokoh Filosof Miletos dan pemikirannya akan terus ada dan berkembang bagi ilmu filsafat dunia.

Nawawi, Nurwaningsih. 2017. Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat. Makassar : Pusaka Almaida

Poedjiadi, Anna dan Suwarma Al Muhtar. 2014. Pengertian Filsafat. Dalam jurnal repository.ut.ac.id : Unversitas Terbuka

Sugiharto, Herman. 2020. Thales : Air Sebagai Pembentuk Alam. Artikel. Jawa Barat : universitas Siliwangi

Lubis, Nur A. 2015. Pengantar Filsafat Umum. Medan : Perdana Publishing

Mulyono. 2014. Sejarah Pemikiran Modern. Dalam jurnal repository.ut.ac.id : Unversitas Terbuka

Setiyawan, Hendrik Anandra. 2019. Filsafat Sebagai Sumber Segala Ilmu. artikel. OSF Storage : USA