Kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masalah yang berkaitan dengan syariat disebut

     Menurut kebahasaan, kata Ijtihad berasal dari bahasa arab “jahada”, yang artinya berusaha dengan sungguh – sungguh. Menurut istilah dalam ilmu fikih, ijtihad berarti mengerahkan tenaga dan pikiran dengan sungguh – sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan hukum-hukum yang terkandung didalam Al-Qur`an dan hadis dengan syarat – syarat tertentu.      Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum islam setelah Al-Qur`an dan hadis. Hadis yang dapat dijadikan dalil tentang kebolehan berijtihad adalah sabda Rasulullah SAW yang artinya : “ Apabila seorang hakim didalam menjatuhkan hukum berijtihad, lalu ijtihadnya itu benar, maka ia mendapat dua pahala. Apabila ijtiadnya itu salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim ).      Seorang muslim yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Agar ijtihadnya dapat menjadi pegangan  bagi umat, seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan pokok untuk menjadi mujtahid adalah : 1. Memahami Al-Quran dan asbabun nuzul-nya (sebab – sebab turunnya ayat – ayat Al-Qur`an ), serta ayat – ayat nasikh ( yang menghapus hukum ) dan mansukh (yang dihapus). 2. Memahami hadis dan sebab-sebab munculnya hadis – hadis, serta memahami hadis – hadis nasikh dan mansukh. 3. Mempunyai kemampuan yang mendalam tentang bahasa arab. 4. Mengetahui tempat – tempat ijmak. 5. Mengetahui usul fikih. 6. Mengetahui maksud – maksud syariat. 7. Memahami masyarakat dan adat istiadatnya. 8. Bersifat adil dan taqwa.

Selain kedelapan persyaratan pokok tersebut beberapa ulama juga menambahkan tiga persyaratan lagi, yaitu :

1. Mendalami ilmu ushuluddin ( ilmu tentang akidah islam ). 2. Memahami ilmu mantik ( logika ). 3. Mengetahui cabang – cabang fikih.      Fungsi ijtihad adalah untuk menetapkan hukum sesuatu, yang tidak ditemukan dalil hukumnya secar pasti didalam Al-Quran dan hadis. Masalah - masalah yang sudah jelas hukumnya, karena telah ditemukan dalilnya secara pasti di dalam Al-Qur`an dan hadis seperti kewajiban beriman kepada rukun iman yang enam, kewajiban melaksanakan rukun islam yang lima, maka masalah – masalah tersebut tidak boleh di ijtihadkan lagi. Ditinjau dari segi sejarah ijtihad, ijtihad telah dilakukan semenjak Rasulullah SAW masih hidup dan terus berlanjut setelah beliau wafat. Bentuk bentuk ijtihad yang biasa digunakan oleh para mujtahid adalah : - Ijma`, adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu masalah yang berkaitan dengan syariat. - Qiyas (Ra`yu), yaitu penetapan hukum atas suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan memperhatikan kesamaan antara kedua hal itu. - Istihab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang tellah ada dan yang telah ditetapkan karena adanya suatu dalil, samapi ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut. - Mashlahah Mursalah, yaitu kemaslahatan atau kebaikan yang tidak disinggung – singgung syara` untuk mengerjakan atau meninggalkannya. - Urf, yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang baik dalam kata – kata atau perbuatan. Beberapa fatwa Majelis Ulama Indonesia yang merupakan hasil ijtihad mereka, dimasa sekarang antara lain : - Mengikuti natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram. - Memakan daging kelinci hukumnya halal. - Penulisan kitab Suci AL-Qur`an dengan huruf selain arab, karena mengikuti pendapat yang membolehkan, dan dianggap sangat perlu, harus dibatasi sekedar hajat dan ditulis disamping huruf arab aslinya. - Penggunaan pil anti haid untuk kesempurnaan ibadah haji hukumnya mubah (boleh) sedangkan untuk mencukupi puasa bulan ramadhan sebulan penuh hukumnya makruh. Tetapi bagi wanita yang sukar meng-qada puasanya pada hari lain , hukumnya mubah. Selain itu penggunaan pil anti haid selain untuk hal - hal tersebut di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram. - Vasektomi dan tubektomi termasuk usaha pemandulan, karena itu vasektomi dan tubektomi hukumnya haram. - Seseorang yang semasa hidupnya berwasiat akan menghibahkan kornea matanya, sesudah wafatnya dengan diketahui dan disetujui dan disaksikan oleh ahli warisnya, wasiat itu dapat dilaksanakan dan harus dilakukan oleh ahli bedah.      Menurut ajaran Islam manusia dibekali Allah dengan berbagai perlengkapan yang sangat berharga antara lain akal, kehendak, dan kemampuan untuk berbicara. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang benar dengan yang salah, yang baik dengan yang buruk, antara kenyataan dengan khayalan. Dengan mempergunakan akalnya manusia akan selalu sadar dan dapat memilih jalan yang dilaluinya, membedakan mana yang mutlak mana yang nisbi. Karena manusia bebas menentukan pilihannya, ia dapat dimintai pertanggungan jawab mengenai segala perbuatannya dalam memilih sesuatu.      Perkataan al-’aqal dalam bahasa Arab berarti pikiran dan intelek. Di dalam bahasa Indonesia pengertian itu dijadikan kata majemuk akal pikiran. Perkataan akal dalam bahasa asalnya dipergunakan juga untuk menerangkan sesuatu yang mengikat manusia dengan Tuhan. Akar kata ’aqal mengandung makna ikatan. Sebagai sumber ajaran yang ketiga, kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat penting sekali dalam sistem ajaran Islam. Sumber ajaran Islam ini biasa disebut dengan istilah ar-ra’yu atau sering juga disebut ijtihad. Namun makna ijtihad sendiri sebenarnya adalah usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya di dalam Al-Quran dan Al-Hadis. Ia merupakan suatu proses, karena itu ijtihad dapat dilakukan bersama-sama oleh beberapa orang (yang hasilnya menjadi ijma’ atau konsensus dan dapat pula dilakukan oleh orang tertentu yang hasilnya menjadi qiyas atau analogi).      Sebagai hasil ketekunan keilmuwan muslim mempelajari Al-Quran dan Al-Hadis (sebagai sumber utama agama dan ajaran Islam) dan kemampuan mereka mempergunakan akal pikiran atau rakyu melalui ijtihad, mereka telah berhasil menyusun berbagai ilmu dalam ajaran Islam seperti ilmu tauhid atau ilmu kalam yang (kini) sering disebut dengan istilah teologi, ilmu fikih, ilmu tasawuf dan ilmu akhlak.      Di samping itu mereka juga telah berhasil menyusun norma-norma dan seperangkat penilaian mengenai perbuatan manusia dalam hidup dan kehidupan, baik dalam hidup pribadi maupun di dalam hidup kemasyarakatan. Sistem penilaian mengenai perbuatan manusia yang diciptakan oleh ilmuwan muslim itu, dalam kepustakaan Indonesia dikenal dengan nama al-khamsah (lima kategori penilaian, lima kaidah atau sering disebut juga lima hukum dalam Islam).

     Menurut sistem al-ahkam al-khamsah ada lima kemungkinan penilaian mengenai benda dan perbuatan manusia. Penilaian itu menurut Hazairin mulai dari ja’iz atau mubah atau ibahah. Ja’iz adalah ukuran penilaian atau kaidah kesusilaan (akhlak) pribadi, sunat dan makruh adalah ukuran penilaian bagi hidup kesusilaan (akhlak) masyarakat, wajib dan haram adalah ukuran penilaian atau kaidah atau norma bagi lingkungan hukum duniawi. Kelima kaidah ini berlaku di dalam ruang lingkup keagamaan yang meliputi semua lingkungan itu. Pembagian ke alam ruang lingkup kesusilaan, baik pribadi maupun perseorangan. Ukuran penilaian tingkah laku ini dikenakan bagi perbuatan-perbutan yang sifatnya pribadi yang semata-mata diserahkan kepada pertimbangan dan kemauan orang itu sendiri untuk melakukannya.

Page 2

Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "Ijtihad" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR
(Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)

Ijtihad (bahasa Arab: اجتهاد‎) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun, pada perkembangan selanjutnya diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama.Islam.[1]

Tujuan

Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid"dan Mujtahid itu adalah orang yang melakukan ijtihad". .[2]

Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.[3]

Jenis-jenis ijtihad

Qiyâs

Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Beberapa definisi qiyâs (analogi):

  1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
  2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.
  3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
  4. Menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di terangkan oleh al-qur'an dan hadits.

Istihsân

Beberapa definisi Istihsân:

  1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
  2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya
  3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
  4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
  5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya..

Maslahah Murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskahnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.

Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.

Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya, contohnya apabila ada pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang sehingga tidak boleh menikah(lagi) kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian keduanya.

Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

Tingkatan-tingkatan

Ijtihad Muthlaq

Ijtihad Muthlaq adalah kegiatan seorang mujtahid[4] yang bersifat mandiri dalam berijtihad dan menemukan sebab-sebab hukum dan ketentuan hukumnya dari teks Al-Qur'an dan sunnah, dengan menggunakan rumusan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syara', serta setelah lebih dahulu mendalami persoalan hukum, dengan bantuan disiplin-disiplin ilmu.

Ijtihad fi al-Madzhab, (al-madzhab:adalah pendapat imam tentang hukum agama).

Lihat pula: Madzhab

Seorang ulama berijtihad mengenai hukum syara', dengan menggunakan metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh imam mazhab, baik yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum syara' yang tidak terdapat dalam kitab imam mazhabnya, meneliti pendapat paling kuat yang terdapat di dalam mazhab tersebut, maupun untuk memberikan fatwa hukum yang disesuaikan kepada masyarakatnya.[4] Secara lebih sempit, ijtihad tingkat ini dikelompokkan menjadi 3 tingkatan.

  1. Ijtihad at-Takhrij, yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam mazhab tertentu untuk melahirkan hukum syara' yang tidak terdapat dalam kumpulan hasil ijtihad imam mazhabnya, dengan berpegang kepada kaidah-kaidah atau rumusan-rumusan hukum imam mazhabnya. Pada tingkatan ini kegiatan ijtihad terbatas hanya pada masalah-masalah yang belum pernah difatwakan imam mazhabnya, ataupun yang belum pernah difatwakan oleh murid-murid imam mazhabnya.[4]
  2. Ijtihad at-Tarjih, yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan untuk memilah pendapat yang dipandang lebih kuat di antara pendapat-pendapat imam mazhabnya, atau antara pendapat imam dan pendapat murid-murid imam mazhab, atau antara pendapat imam mazhabnya dan pendapat imam mazhab lainnya. Kegiatan ulama pada tingkatan ini hanya melakukan pemilahan pendapat, dan tidak melakukan istinbath hukum syara'.[4]
  3. Ijtihad al-Futya, yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk menguasai seluk-beluk pendapat-pendapat hukum imam mazhab dan ulama mazhab yang dianutnya, dan memfatwakan pendapat-pendapat terebut kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan ulama pada tingkatan ini terbatas hanya pada memfatwakan pendapat-pendapat hukum mazhab yang dianutnya, dan sama sekali tidak melakukan istinbath hukum dan tidak pula memilah pendapat yang ada di dalamnya.[4]

Lihat pula

Portal Islam

Daftar topik agama Islam

  1. ^ A M Saefuddin (1 January 1996). Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim. Gema Insani Press. ISBN 978-979-561-396-1. Diakses tanggal 29 May 2020. 
  2. ^ Rusdaya Basri. Ushul fikih 1. IAIN Parepare Nusantara Press. ISBN 9786239216184. Diakses tanggal 29 May 2020. 
  3. ^ Amir Mu'allim (1997). Ijtihad suatu contoversi: antara teori dan fungsi. TIP. ISBN 978-979-9019-20-2. Diakses tanggal 29 May 2020. 
  4. ^ a b c d e Dr. M. Mufid, Lulusan Cairo., M.H.I (7 January 2018). Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer: Dari Teori ke Aplikasi. Kencana. ISBN 978-602-422-307-6. Diakses tanggal 29 May 2020. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)

Daftar pustaka

Dahlan, H Abd. Rahman Dahlan (2010). Ushul Fiqh (edisi ke-1). Bab VIII, hlmn. 354-356. 

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ijtihad&oldid=20966732"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA