Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut?

tirto.id - Kearifan lokal adalah ide-ide lokal yang bijak, penuh kearifan dan nilai baik yang tertanam dalam masyarakat dan diikuti oleh masyarakat.

Kearifan lokal juga bisa dipahami sebagai pengetahuan lokal yang diwariskan turun temurun antar-generasi dan disepakati untuk dilaksanakan bersama, demikian dikutip dari buku sosiologi terbitan Kemdikbud berjudul Bertahan atau Hancur.

Merujuk buku Pendidikan Toleransi Berbasis Kearifan Lokal (2020), bentuk-bentuk kearifan lokal dapat berupa nilai-nilai dan norma-norma, kepercayaan ataupun tradisi mitos, ritual-ritual, adat, kesenian, karya sastra, simbol-simbol, dan peraturan.



Kearifan lokal bersandar pada etika dan nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat yang dianggap sebagai produk budaya masa lalu, tetapi banyak yang masih terus dipegang sebagai acuan untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dalam konteks ini, kearifan lokal digunakan sebagai pedoman untuk memenuhi kebutuhan warga dari alam dengan cara yang baik dan tidak merusak. Pemahaman tersebut sejalan dengan pengertian kearifan lokal menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam UU itu, ditegaskan bahwa kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Contoh Kearifan Lokal dan Fungsinya Bagi Lingkungan

Di Indonesia, banyak masyarakat masih memegang teguh kearifan lokal yang dipraktikkan dalam pengelolaan dan pelestarian alam. Berikut sejumlah contoh penerapan kearifan lokal yang berguna untuk kelestarian lingkungan dan alam.1. Subak di Bali Masyarakat Bali memiliki sistem irigasi kuno untuk mengairi sawah mereka, yang disebut dengan Subak. Adapun Subak adalah formasi berundak di sawah yang menjadi salah satu kunci budidaya padi di daerah dataran tinggi yang curam seperti lereng gunung. Dalam sistem Subak, setiap petak sawah, dialiri dengan air yang di dalamnya secara alami sudah terkandung berbagai unsur hara yang diperlukan tanaman untuk tumbuh. Air mengalir dari satu petak sawah menuju ke petak yang berikutnya layaknya pola ritmis air yang dialirkan lewat lengan bambu.Menukil penjelasan dalam laman Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), istilah ‘Subak’ berasal dari Bahasa Bali, yang mengacu pada sistem dan kelembagaan sosial serta punya aturan-aturan dan ciri khasnya tersendiri. Subak sekaligus merujuk pada adanya asosiasi petani dalam menentukan penggunaan air irigasi untuk menanam padi yang dilakukan secara demokratis dan hierarkis sesuai dengan pembagian peran bagi masing-masing pemilih lahan sawah. Banyak pakar pertanian dunia mengakui sistem Subak adalah prinsip pengelolaan irigasi unggul dan maju. Irigasi Subak (palemahan) memiliki fasilitas pokok berupa bendungan air (pengalapan), parit (jelinjing), serta sarana untuk memasukan air ke dalam bidang sawah garapan (cakangan).Meskipun pada dasarnya merupakan sistem irigasi, Subak juga dihayati oleh warga Bali sebagai konsep kehidupan, karena menjadi manifestasi langsung dari filosofi yang disebut Tri Hita Karana. Kearifan lokal masyarakat Bali tersebut sudah diakui oleh UNESCO sebagai World Cultural Heritage. Sistem Subak dianggap tidak hanya sekadar situs alam berbentuk materi, melainkan juga filosofi luhur yang perlu dilindungi.

Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut?

Infografik SC Kearifan Lokal bagi Lingkungan. tirto.id/Fuad

2. Lembaga Adat Panglima Laot di Simeulue, Aceh

Lembaga adat Panglima Laot berdiri dengan tujuan untuk menjamin kepentingan masyarakat dalam mencari penghasilan di kawasan laut dan melakukan kepentingan pelestarian lingkungan di laut dan kawasan pesisir. Kelembagaan adat Panglima Laot menjadikan pengetahuan masyarakat–terutama berkait dengan kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir relatif lebih terjaga.

3. Situs Keramat Alami (Sacred Natural Sites)

Situs Keramat Alami bisa menjadi sarana pelestarian lingkungan karena ia merupakan kawasan yang pemanfaatan sumber dayanya dibatasi oleh aturan lokal dan terpisah dari kehidupan sehari-hari. Pembatasan area Situs Keramat Alami menjadikan situs tersebut memiliki ekosistem yang tumbuh secara alami di tengah-tengah lingkungan sekitar yang telah mengalami degradasi. Bentuk situs jenis ini bisa berupa hutan adat atau kawasan adat.Contoh dari sistem adat ini masih banyak ditemukan di Indonesia, seperti: kawasan Baduy Dalam, Tana Toa di kawasan tempat tinggal suku Kajang Ammatoa, dan lain sebagainya.4. Sistem Sasi di Pulau Hararuku, Maluku Tengah Sistem ini merupakan larangan untuk memanen sumber daya alam tertentu demi melindungi kualitas dan populasinya, baik berupa tumbuhan maupun binatang. Sistem ini meliputi Sasi untuk laut, hutan, sungai, desa dan sumber daya lainnya. Sistem Sasi merupakan instrumen untuk mengatur distribusi manfaat atau hasil dari sumberdaya alam secara seimbang. Sistem Sasi adalah inisiatif kolektif masyarakat Haruku yang dikendalikan melalui lembaga adat.

Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut?

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keanekaragaman suku budaya yang tinggi. Masing-masing suku memiliki ciri khasnya sendiri dalam mengatur tatanan hidup masyarakat setempat, mulai dari segi adat istiadat, mitologi, bahasa, busana, kuliner, bangunan, kerajinan tangan, nyanyian, tarian, sampai dengan olahraga. Pola hidup kesukuan lahir dan berkembang mengikuti pola alam lingkungannya. Kondisi tersebut melahirkan apa yang dikenal saat ini sebagai local wisdom atau kearifan lokal.

Pengertian Kearifan Lokal

  • Menurut definisi yang dikemukakan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia (2006), dapat diartikan bahwa kearifan lokal didefinisikan sebuah pandangan hidup dan sistem pengetahuan serta beragam strategi hidup yang dapat diwujudkan dalam aktivitas yang dilaksanakan masyarakat lokal dalam mengatasi masalah-masalah yang terkait untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut[1].
  • Menurut Said dalam Masruddin (2010) kearifan lokal adalah suatu pandangan hidup, pengetahuan dan ilmu pengetahuan dan berbagai upaya kehidupan yang diwujudkan dalam aktivitas yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat dalam mengatasi berbagai persoalan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup mereka[1].
  • Menurut Marfai (2013) kearifan lokal merupakan suatu bentuk tata nilai, persepsi, sikap, perilaku, dan respons suatu masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan sistem kehidupan dengan alam dan lingkungan tempatnya secara arif. Local wisdom sebagai suatu pengetahuan, pemahaman kolektif, dan kebijaksanaan yang mempengaruhi penanggulangan suatu masalah kehidupan atau keputusan penyelesaian [2].

Ciri-Ciri Kearifan Lokal

Sartini dalam Mengkaji Kearifan Lokal Nusantara sebuah kajian Filsafati menjelaskan local genius sebagai local wisdom dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini. Antara lain Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri[3].

Sementara Moendardjito mengatakan unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan lokal adalah sebagai berikut[3]:

  1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
  2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
  3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
  4. Mempunyai kemampuan menendalikan
  5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya

Fungsi Kearifan Lokal

Menurut Haba (2007) kearifan lokal memiliki signifikasi serta fungsi sebagai berikut[4].

  1. penanda identitas sebuah komunikasi;
  2. elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama, dan kepercayaan;
  3. unsur kultural yang ada dan hidup dalam masyarakat (bottom up);
  4. warna kebersamaan sebuah komunitas;
  5. akan mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common ground/kebudayaan yang dimiliki;
  6. mendorong terbangunnya kebersamaan, apresiasi sekaligus sebagai sebuah mekanisme bersama untuk menepis berbagai kemungkinan yang meredusir bahkan merusak solidaritas komunal yang dipercaya dan disadari tumbuh di atas kesadaran bersama dari sebuah komunitas terintegrasi.

Fungsi-fungsi tersebut menyadarkan akan pentingnya local genius atau kearifan lokal dalam menghadapi berbagai bentuk konflik yang terjadi sebagai akibat dari perubahan kebudayaan. Adapun fungsi kearifan lokal menurut Mariane (2014) adalah sebagai berikut[5].

  1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam,
  2. Berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pet rate,
  3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
  4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan,
  5. Bermakna misalnya sebagai integrasi komunal/kerabat serta upacara daur pertanian,
  6. Bermakna etika dan moral yang terwujud dalam upacara ngaben dan penyucian roh leluhur,
  7. Bermakna politik, misalnya dalam upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.

Berikut ini video dokumenter yang menampilkan salah satu contoh keindahan alam dan kearifan lokal dari suku Badui

Bentuk Kearifan Lokal

Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam.Nyoman Sirtha menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat berupa nilai, norma, kepercayaan dan aturan-aturan khusus[5].

Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek (Azan, 2013) yaitu[5]:

a. Wujud Nyata (Tangible)

  • Tekstual
  • Bangunan atau Aristektual
  • Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni)
  • Kuliner

b. Tidak Berwujud (intangible)

Contohnya yaitu petuah yang disampaikan secara verbal dan seni suara berupa nyanyian, pantun, cerita, serat nilai-nilai ajaran tradisional. Serat ini disampaikan secara verbal dari generasi ke generasi.

Mappadendang (Kegiatan menumbuk padi) oleh masyarakat Sulawesi Selatan[6]

Potensi Kearifan Lokal Indonesia

Beberapa kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut[5].

1. Kearifan lokal dalam karya-karya masyarakat, misalnya pada seni tekstil di Indonesia. Masyarakat Jawa memiliki batik yang menjadi ciri khas dan kebanggan Indonesia. Tidak hanya motifnya yang indah, namun di balik motif tersebut tersimpan makna yang mendalam. Motif-motifbatik tersebut berisi nasihat, harapan dan doa kepada Tuhan.

2. Kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam, kearifan lokal mengajarkan kita untuk tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan. Tentunya hal ini bukan tanpa maksud, melainkan agar keberlanjutan hidup dan diri kita sendiri terus terjaga.

3. Kearifan lokal dalam mitos masyarakat, mitos terhadap pohon-pohon keramat banyak dijumpai di berbagai wilayah Indonesia. Disadari, mitos ini sangat membantu keseimbangan alam. Pohon besar secara ilmiah memang menyimpan cadangan air tanah dan penyedia oksigen. Begitu pun mitos terhadap hewan yang dianggap keramat turut menyumbang pelestarian hewan dari kepunahan.

4. Kearifan lokal dalam bidang pertanian, nenekmoyang kita telah meninggalkan sitem pertanianyang ramah lingkungan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan, contohnyasistem pertanian Nyabuk Gunung di Jawa Tengah dan Mitracai di Jawa Barat.

5. Kearifan lokal dalam cerita budaya, petuah dan sastra, contohnya suku Melayu terkenal dengan seni sastranya. Lewat seni sastra suku Melayu menggambarkan kearifan lokal yang wajib dijunjung tinggi.

Ilustrasi di bawah menggambarkan kearifan lokal dari segi kuliner Nusantara

Kesimpulan

Kearifan lokal sendiri bersifat dinamis, dalam artian mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, perubahan lingkungan, serta mobilitas masyarakat. Sehingga kearifan lokal mampu bertahan ke generasi berikutnya. Selain dinamis, kearifan lokal juga bersifat lintas budaya, artinya kearifan lokal tidak hanya berlaku pada budaya dan etnis tertentu saja melainkan dapat dikatakan sebagai lintas budaya dan lintas etnik sehingga mampu memunculkan budaya nasional. Sebagai contoh, hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja, dan lain-lain.

Contoh Soal

  1. Bagaimana peran kearifan lokal menghadapi sistem nilai tradisional (lokal) yang mulai digantikan sistem nilai modern (global) ?

Jawaban :

Ada upaya-upaya untuk memperbaiki keadaan seperti peningkatan kualitas hidup, kemandirian ekonomi, peduli lingkungan, HAM, kesetaraan dan keadilan gender, dan sebagainya. Oleh Prior, upaya memperbaiki keadaan ini dirumuskan:

a) perhatian sedang bergeser dari penumpukan harta kekayaan kepada peningkatan mutu hidup; b) kepedulian lingkungan melalui gaya hidup yang sederhana serta ekonomi mandiri; c) martabat dan hak-hak asasi manusia menjadi landas pijak dari suatu masyarakat madan yang dibangun di atas hukum; d) kepekaan gender;

e) kepekaan yang semakin tajam menyangkut hak untuk hidup, perdamaian dan keamanan, menyangkut kerja dan ruang perorangan