Karya sastra yang menjadi sumber sejarah tentang Singasari adalah

Dari Manakah Sumber Sejarah Kerajaan Singosari? – Kerajaan Singosari adalah Adalah sebuah Kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi Kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Kabupaten Malang. Dan merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit [1293 M – awal abad ke 16 M].

Sumber Sejarah Kerajaan Singosari

Keberadaan Kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang.

Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu [Bupati] di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung.

Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungannya.

Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M atau 1144 C Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.

Sumber sejarah kerajaan Singosari bersumber dari dua kitab yaitu:

Kitab Negarakertagama

Kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosar. Di samping itu, juga menceritakan tentang:

  • Kitab Negarakertagama adalah sumber sejarah kerajaan Majapahit yang sahih disamping adanya piagam atau prasasti-prasasti yang menceritakan tentang kerajaan Majapahit waktu lampau.
  • Negarakertagama atau Kitab Negarakertagama merupakan Puisi atau Kakawin Masyur pada Jaman Kebesaran Majapahit yang dikarang oleh Mpu atau Empu Prapanca [Nama Lain atau Pujangga dari Raja Hayam Wuruk].
  • Negarakertagama dikarang dengan bahasa Jawa Kuno atau Kawi dan menceritakan tentang silsilah Raja Hayam Wuruk dan Kebesaran Kerajaan Majapahit dengan wilayahnya yang mencakup seluruh Nusantara atau Indonesia dengan sebagian wilayah Malaysia dan Philipina bahkan bagian utara Australia.
  • Isi kitab ini sebagian menceritakan tentang kerajaan Kahuripan, Singasari dan Majapahit sendiri. Kitab ini ditulis di atas sebuah lontar, dan merupakan suatu karya agung pada masa kerajaan Majapahit. Kitab ini judul aslinya adalah Desawarnana.
  • Nagarakretagama memberitakan pelbagai perkara yang sangat diperlukan dalam rangka penulisan sejarah tentang Majapahit dalam abad ke empat belas, diantaranya tentang kehidupan sosial-politik, keagamaan, kebudayaan, adat-istiadat dan kesusasteraan.

Kitab Pararaton

Kitab Pararaton adalah kitab kuno yang pertama ditulis pada tahun 1535 Saka atau 1613 M, dan cukup dikenal masyarakat Indonesia. Bahkan dalam Kitab Pararaton digambarkan dengan gamblang tentang perebutan kekuasaan, saling iri dengki antar saudara, obsesi yang begitu tinggi, sifat megalomania, dendam pribadi, dan lain-lain.

  • Kitab Pararaton yang menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui.
  • Pembuatan Kitab Pararaton itu memiliki motif yang hampir sama dengan kitab-kitab zaman dahulu seperti Babad Tanah Jawi, yaitu sebagai alat legitimasi kekuasaan.
  • Secara umum isi Kitab Pararaton menceritakan cikal-bakal berdirinya kerajaan di Singasari yang dipimpin Ken Angrok. Berdirinya Kerajaan Singasari penuh dengan kisah-kisah tragis yang memakan korban.
  • Kitab Pararaton juga menceritakan tentang Kerajaan Majapahit dengan patihnya yang terkenal, Gajah Mada. Kisah perang Bubat pun diceritakan dalam Kitab Pararaton, yang merupakan perang dengan motif awal keinginan Majapahit memboyong Putri Sunda, tetapi ditolak Raja Sunda sehingga berkobarlah perang Bubat.
  • Kitab ini dinamakan Pararaton, yang dalam bahasa Kawi bermakna Kitab Para Datu atau Kitab Para Raja. Ada juga yang menyebut Kitab Pararaton sebagai Katuturanira Ken Angrok atau kisah yang berisi cerita mengenai Ken Angrok. Naskah ini cukup singkat, berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris.
  • Kitab Pararaton lebih kearah sebuah novel yang sarat dengan kisah kepahlawanan, intrik politik, asmara, dendam, dan hasrat akan harta dan kekuasaan. Dan bila ditelusuri lebih jauh, kitab ini memberitahukan bahwa budaya politik Nusantara adalah budaya saling mengkudeta satu sama lain.

PELAJARI:  Jelaskan Tentang Prasasti Telaga Batu!

Hanya saja bila dibandingkan dengan Kitab Negarakertagama, Kitab Pararaton Nampak lebih obyektif karena tidak hanya membicarakan yang manis-manis saja mengenai sejarah Singasari dan Majapahit.

Pararaton [ꦥꦫꦫꦠꦺꦴꦤ꧀], [dari bahasa Jawa: "Para Ratu", yang berarti "Para Penguasa"] adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Naskah ini cukup singkat, berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja", yang dalam bahasa Sanskerta juga berarti "kitab raja-raja". Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis Pararaton.

Pararaton diawali dengan cerita mengenai inkarnasi Ken Arok, yaitu tokoh pendiri kerajaan Singhasari [1222–1292].[1][2] Selanjutnya hampir setengah kitab membahas bagaimana Ken Arok meniti perjalanan hidupnya, sampai ia menjadi raja pada tahun 1222. Penggambaran pada naskah bagian ini cenderung bersifat mitologis. Cerita kemudian dilanjutkan dengan bagian-bagian naratif pendek, yang diatur dalam urutan kronologis. Banyak kejadian yang tercatat di sini diberikan penanggalan. Mendekati bagian akhir, penjelasan mengenai sejarah menjadi semakin pendek dan bercampur dengan informasi mengenai silsilah berbagai anggota keluarga kerajaan Majapahit.

Penekanan atas pentingnya kisah Ken Arok bukan saja dinyatakan melalui panjangnya cerita, melainkan juga melalui judul alternatif yang ditawarkan dalam naskah ini, yaitu: "Serat Pararaton atawa Katuturanira Ken Angrok", atau "Kitab Raja-Raja atau Cerita Mengenai Ken Arok". Mengingat tarikh yang tertua yang terdapat pada lembaran-lembaran naskah adalah 1522 Saka [atau 1600 Masehi], diperkirakan bahwa bagian terakhir dari teks naskah telah dituliskan antara tahun 1481 dan 1600, di mana kemungkinan besar lebih mendekati tahun pertama daripada tahun kedua.

Pararaton dimulai dengan pendahuluan singkat mengenai bagaimana Ken Arok mempersiapkan inkarnasi dirinya sehingga ia bisa menjadi seorang raja.[1] Diceritakan bahwa Ken Arok menjadikan dirinya kurban persembahan [bahasa Sanskerta: yadnya] bagi Yamadipati, dewa penjaga pintu neraka, untuk mendapatkan keselamatan atas kematian. Sebagai balasannya, Ken Arok mendapat karunia dilahirkan kembali sebagai raja Singhasari, dan di saat kematiannya akan masuk ke dalam surga Wisnu.

Janji tersebut kemudian terlaksana. Ken Arok dilahirkan oleh Brahma melalui seorang wanita dusun yang baru menikah. Ibunya meletakkannya di atas sebuah kuburan ketika baru saja melahirkan; dan tubuh Ken Arok yang memancarkan sinar menarik perhatian Ki Lembong, seorang pencuri yang kebetulan lewat. Ki Lembong mengambilnya sebagai anak dan membesarkannya, serta mengajarkannya seluruh keahliannya. Ken Arok kemudian terlibat dalam perjudian, perampokan dan pemerkosaan. Dalam naskah disebutkan bahwa Ken Arok berulang-kali diselamatkan dari kesulitan melalui campur tangan dewata. Disebutkan suatu kejadian di Gunung Kryar Lejar, di mana para dewa turun berkumpul dan Batara Guru menyatakan bahwa Ken Arok adalah putranya, dan telah ditetapkan akan membawa kestabilan dan kekuasaan di Jawa.

Pendahuluan Pararaton kemudian dilanjutkan dengan cerita mengenai pertemuan Ken Arok dengan Lohgawe, seorang Brahmana yang datang dari India untuk memastikan agar perintah Batara Guru dapat terlaksana. Lohgawe kemudian menyarankan agar Ken Arok menemui Tunggul Ametung, yaitu penguasa Tumapel. Setelah mengabdi berberapa saat, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya, yaitu Ken Dedes; sekaligus tahta atas kerajaan Singhasari.

Beberapa bagian Pararaton tidak dapat dianggap merupakan fakta-fakta sejarah. Terutama pada bagian awal, antara fakta dan fiksi serta khayalan dan kenyataan saling berbaur. Beberapa pakar, seperti C.C. Berg, berpendapat bahwa teks-teks tersebut secara keseluruhan supranatural dan ahistoris, serta dibuat bukan dengan tujuan untuk merekam masa lalu melainkan untuk menentukan kejadian-kejadian pada masa depan.[3] Meskipun demikian sebagian besar pakar dapat menerima pada tingkat tertentu kesejarahan dari Pararaton, dengan memperhatikan kesamaan-kesamaan yang terdapat pada inskripsi-inskripsi lain serta sumber-sumber China, serta menerima lingkup referensi naskah tersebut di mana suatu interpretasi yang valid dapat ditemukan.[1]

Haruslah dicatat bahwa naskah tersebut ditulis dalam pemahaman kerajaan masyarakat Jawa. Bagi masyarakat Jawa, merupakan fungsi seorang raja untuk menghubungkan masa kini dengan masa lalu dan masa depan; dan menetapkan kehidupan manusia pada tempatnya yang tepat dalam tata-aturan kosmis. Raja melambangkan lingkup kekuasaan Jawa, pengejawantahan suci dari negara secara keseluruhan; sebagaimana istananya yang dianggap mikrokosmos dari keadaan makrokosmos.[1] Seorang raja [dan pendiri suatu dinasti] dianggap memiliki derajat kedewaan, di mana kedudukannya jauh lebih tinggi daripada orang biasa.

J.J. Ras membandingkan Pararaton secara berturut-turut dengan Prasasti Canggal [732], Prasasti Siwagrha [Śivagŗha] [856], Calcutta Stone [1041] dan Babad Tanah Jawi [1836]. Perbandingan tersebut menunjukkan kesamaan-kesamaan yang jelas dalam karakter, struktur dan fungsi dari teks-teks tersebut serta kesamaan dengan teks-teks historiografi Melayu.[4] Ras menyarankan pengelompokan jenis teks-teks tertentu dari seluruh wilayah Indonesia menjadi suatu genre sastra tersendiri, yaitu 'kronik pemerintahan' atau 'kitab raja-raja', yang merupakan historiografi yang ditulis demi melegitimasi kekuasaan raja.

  1. ^ a b c d Johns, A.H. [1964]. "The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography". The Journal of Asian Studies. 24 [1]: 91–99. 
  2. ^ Mangkudimedja, R.M., 1979, Serat Pararaton. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
  3. ^ C.C. Berg. Het rijk van de vijfvoudige Buddha [Verhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, vol. 69, no. 1] Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962; disebutkan dalam M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press, 1993, hlm 18 dan 311
  4. ^ J.J. Ras, 2001, Sacral kingship in Java. Dalam: Marijke J. Klokke and Karel R. van Kooij [eds.], Fruits of inspiration. Studies in honour of Prof. J.G. de Casparis, pp. 373-388. Groningen: Egbert Forsten, 2001. [Gonda Indological Studies 11.] ISBN 90-6980-137-X

  • J.L.A. Brandes, 1897, Pararaton [Ken Arok] of het boek der Koningen van Tumapěl en van Majapahit. Uitgegeven en toegelicht. Batavia: Albrecht; 's Hage: Nijhoff. VBG 49.1.
  • J.J. Ras, 1986, Hikayat Banjar and Pararaton. A structural comparison of two chronicles. In: C.M.S. Hellwig and S.O. Robson [eds.], A man of Indonesian letters [Dordrecht, Cinnaminson: Foris VKI 121, pp. 184-203], ISBN 90-6765-206-7
  • J.J. Ras, 2001, Sacral kingship in Java. In: Marijke J. Klokke and Karel R. van Kooij [eds.], Fruits of inspiration. Studies in honour of Prof. J.G. de Casparis, pp. 373-388. Groningen: Egbert Forsten, 2001. [Gonda Indological Studies 11.] ISBN 90-6980-137-X
Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:

jv:Pararaton

  • Pararaton [terjemahan], pada Situs Web Ki Dêmang Sókówatèn, di ki-demang.com
  • Pararaton - transkripsi naskah oleh J. Brandes [1897]
  • Kitab Pararaton [terjemahan] di situs archive.org

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pararaton&oldid=20853711"

Video yang berhubungan