JPNN.com App
Senin, 25 April 2022 – 13:21 WIB Berhubungan badan di kamar mandi (Ilustrasi). Foto: Ricardo/JPNN com
jpnn.com, JAKARTA - Seseorang yang mengeluarkan air sperma atau air mani, baik karena mimpi basah atau karena bersetubuh dengan istri ataupun karena onani (istimta’) diwajibkan mandi. Padahal fiqih menerangkan air mani adalah suci (tidak najis), berbeda halnya dengan air kencing yang najis. Lalu mengapa mengeluarkan sesuatu yang suci malah diwajibkan mandi, sedangkan mengeluarkan yang najis cukup dengan bersuci (istinja’ /cebok) saja, dan cukup berwudu jika ingin menjadi suci?
Hadits dasar yang telah disepakati oleh para Imam Fiqih, bahwa mengeluarkan air mani mewajibkan seseorang mandi. Adapun mengenai kesucian air mani adalah pernyataan Rasulullah SAW dalam haditsnya ketika ditanya seseorang mengenai mani yang terkena pakaian, beliau menjawab: Bahwasannya air mani itu setingkat dengan ingus dan ludah, cukuplah bagimu menyapunya dengan percikan air atau idzkhirah (sebangsa rumput wangi). Jika dalil-dalil tersebut dengan jelas menerangkan kesucian mani dan kewajiban mandi karena keluar mani, tetapi dalil-dalil itu belum menggambarkan adanya hubungan sebab-akibat (keluar mani yang suci mengakibatkan wajib mandi). Sebagian ulama seperti yang ditulis oleh Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid, menjelaskan alasan diwajibkannya mandi ketika keluar mani adalah adanya rasa nikmat dan lezat yang mengiringi keluarnya mani itu. Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News
BERSUCI DARI AIR KENCING BAYI Oleh Pertanyaan Jawaban Ketetapan ini bersumber dari hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan lain-lainnya, sedangkan lafazhnya adalah dari Abu Daud. Abu Daud telah mengeluarkan hadits ini dalam kitab sunan-nya dengan sanadnya dari Ummu Qubais bintu Muhshan: “Bahwa ia bersama bayi laki-lakinya yang belum mengkonsumsi makanan datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mendudukan bayi itu didalam pangkuannya, lalu bayi itu kencing pada pakaian beliau, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam meminta diambilkan air lalu memercikan pakaian itu dengan air tanpa mencucinya ,” Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , beliau bersabda. يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ “Pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan harus dicuci, sedangkan pakaian yang terkena kencing bayi laki-laki cukup dipercik dengan air.” Dalam riwayat lain menurut Abu Daud. يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ “Pakaaaian yang terkena air kencing bayi perempuan harus dicuci, sedangkan pakaian yang terkena air kencing bayi laki-laki maka diperciki dengan air jika belum mengkonsumsi makanan.” [Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 5/368] MEMBASUH KEPALA BAGI WANITA Oleh Pertanyaan Jawaban [Majmu Fatawa wa Rasail Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/151] HUKUM MENGUSAP RAMBUT YANG DISANGGUL (ATAU DIKEPANG) Pertanyaan Jawaban وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا “Dan para wanita yang berpakaian tapi (seperti) telanjang, kepala mereka bagaikan punuk unta yang berlenggok-lenggok, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma Surga, walaupun aromanya itu dapat tercium dari jarak sekian dan sekian”. [Majmu Fatawa wa Rasail Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/151] [Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerbit Darul Haq. Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin]
|