Jika peristiwa gagal berpisah terjadi pada kromosom nomor 21 maka dapat menyebabkan kelainan berupa

Sindrom Patau adalah penyakit yang terjadi akibat kelainan genetik. Penderita sindrom Patau biasanya akan mengalami kelainan fisik sejak lahir, masalah tumbuh kembang, serta gangguan fungsi organ tubuh tertentu.

Sindrom Patau dikenal juga dengan trisomi 13. Kondisi ini bisa terjadi karena gangguan dalam pembentukan komponen genetik janin saat proses pembuahan. Sindrom Patau merupakan kondisi yang jarang terjadi. Sebagian besar bayi yang terlahir dengan kondisi ini tidak mampu bertahan sebelum usianya mencapai 1 tahun.

Jika peristiwa gagal berpisah terjadi pada kromosom nomor 21 maka dapat menyebabkan kelainan berupa

Penyebab Sindrom Patau

Komponen genetik manusia terdiri dari 23 pasang kromosom. Ketika terjadi kelainan pada komponen genetik tersebut, maka seseorang dapat terlahir dengan kelainan genetik. Salah satu kelainan genetik yang dapat terjadi adalah sindrom Patau.

Sindrom Patau terjadi ketika terbentuk salinan kromosom ke-13 tambahan di sebagian atau seluruh sel tubuh. Oleh karena itu, penyakit ini disebut juga trisomi 13.

Sebagian besar kasus sindrom Sindrom Patau terjadi secara acak. Artinya, kemunculannya tidak berkaitan dengan penyakit yang diderita orang tua dan dapat terjadi meskipun tidak memiliki riwayat penyakit genetik serupa dalam keluarga.

Untuk mendiagnosis sindrom Patau secara pasti, dibutuhkan pemeriksaan medis lengkap dari dokter. Dokter mungkin akan menyarankan amniocentesis atau chorionic villus sampling (CVS) untuk mendeteksi apakah terdapat kelainan pada DNA janin serta USG kehamilan saat usia kehamilan ibu mencapai 10–14 minggu.

Ciri-Ciri Sindrom Patau

Sindrom Patau dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, tergantung apakah salinan kromosom 13 terjadi hanya pada sebagian atau seluruh sel tubuh. Berikut adalah beberapa ciri-ciri sindrom Patau:

  • Kelainan bentuk wajah, seperti kepala berukuran kecil (mikrosefalus), mata berukuran kecil (mikroftalmia), mata hanya satu atau tidak ada mata sama sekali (anoftalmia), dan kelainan bentuk hidung
  • Kelainan bentuk bibir dan mulut, seperti bibir sumbing
  • Kelainan pada anggota gerak, seperti jumlah jari kaki dan tangan lebih dari lima (polidaktili), kuku kecil, dan kaki datar
  • Kelainan pada otak dan sistem saraf, seperti cacat tabung saraf atau spina bifida
  • Kelainan bentuk telinga, sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran
  • Kelainan pada sistem pencernaan
  • Gangguan ada sistem saluran kemih, seperti penyakit ginjal polikistik, mikropenis, dan hipertrofi klitoris
  • Kelemahan otot

Bayi yang lahir dengan sindrom Patau akan mengalami berbagai masalah kesehatan. Dari keseluruhan jumlah penderia sindrom Patau, diduga hanya sekitar 10 persen yang mampu bertahan hidup selama lebih dari setahun.

biasanya akan mengalami komplikasi berupa:

  • Kelainan jantung bawaan
  • Kelainan pada paru-paru yang dapat menyebabkan sesak napas atau bahkan gagal napas
  • Gangguan pendengaran atau tuli
  • Gangguan penglihatan atau kebutaan
  • Infeksi, seperti sepsis dan pneumonia
  • Kejang-kejang
  • Gangguan tumbuh kembang
  • Malnutrisi karena sulit menelan dan mencerna makanan

Pengobatan Sindrom Patau

Hingga saat ini, belum ditemukan pengobatan untuk sindrom Patau. Meski demikian, penanganan tetap dapat dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami bayi. Beberapa langkah pengananan tersebut adalah:

1. Pemberian oksigen melalui alat bantu napas

Saat dilahirkan, bayi yang sudah terdiagnosis sindrom Patau biasanya membutuhkan bantuan pernapasan. Jika tidak dapat bernapas spontan, bayi diberikan bantuan napas melalui mesin ventilator.

2. Pemberian Infus

Jika tidak dapat menyusu, bayi dengan sindrom Patau mungkin akan diberikan infus sebagai metode pemberian cairan. Jika saluran pencernaannya masih berfungsi, bayi dengan sindrom Patau dapat diberi ASI atau susu formula melalui selang makan khusus.

3. Operasi

Operasi dilakukan untuk memperbaiki bagian tubuh yang bermasalah. Misalnya, jika terdapat kelainan jantung bawaan, dokter dapat menyarankan operasi jantung. Operasi juga biasanya diperlukan jika penderita sindrom Patau mengalami bibir sumbing.

4. Pemberian obat-obatan

Selain dengan beberapa langkah di atas, dokter juga dapat menangani sindrom Patau dengan obat-obatan. Pemberian obat-obatan akan disesuaikan dengan masalah kesehatan yang dimiliki pasien.

Misalnya, jika sering kejang, pasien dapat diberikan obat antikejang. Untuk mengobati infeksi bakteri, dokter dapat memberikan antibiotik.

Hingga saat ini, peluang kesembuhan sindrom Patau sangatlah rendah. Setelah dilahirkan, kondisi bayi dengan sindrom Patau akan dipantau secara ketat oleh dokter dan perawat.

Untuk mendeteksi sindrom Patau secara dini, Anda bisa menjalani pemeriksaan genetik pada janin. Namun, konsultasikan dulu dengan dokter kandungan mengenai manfaat dan risikonya.

Kromosom merupakan unit genetik yang ditemukan dalam tiap sel makhluk hidup. Bentuknya berderet panjang yang tersusun dari DNA dan protein-protein. Kromosom berfungsi menyimpan materi genetik pada organisme. Artinya, sifat fisik kita, seperti warna rambut, bentuk wajah, dan bentuk mata tersimpan dalam kromosom.

Kromosom yang terdiri dari DNA juga bertanggung jawab mewariskan karakter dari satu generasi ke generasi lain. Kromosom berperan dalam membantu pembelahan, perbaikan, pertumbuhan, hingga diferensiasi sel. Kromosom juga mengontrol metabolisme sel dan pembentukan struktur protein.

Karena peran kromosom yang sangat penting bagi tubuh, kelainan pada kromosom berdampak pada fisik. Kelainan tersebut dapat berupa jumlah kromosom yang abnormal. Berikut ini adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh kromosom yang tidak normal.

Sindrom Down

Sindrom Down disebabkan oleh kromosom tambahan pada kromosom ke-21. Sindrom ini ditandai dengan ciri-ciri fisik seperti dahi yang lebar, leher yang pendek, dan tangan yang rata. Selain itu, mulut penderita sindrom Down juga memiliki mulut yang terbuka secara permanen, bibir bagian bawah yang agak membengkak, dan lidah panjang yang berkerut.

Sindrom Turner

Sindrom Turner diakibatkan oleh hilangnya satu kromosom X pada pasangan kromosom ke-23. Artinya, penderita sindrom Turner memiliki kariotipe 45 kromosom. Kelainan genetik ini menyebabkan penderitanya bertubuh pendek dan mengalami gangguan kesuburan. Kondisi ini secara medis dikenal juga sebagai disgenesis gonad perempuan.

(Baca juga: Jadi Bagian dari Materi Genetik, Apa sih Gen dan Kromosom?)

Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter terjadi karena adanya ekstra X kromosom pada laki-laki, sehingga menghasilkan kariotipe dengan 47 kromosom. Beberapa ciri-cirinya adalah penampilan karakter seksual feminin, tereduksinya ciri-ciri fisik laki-laki, dan kemandulan.

Sindrom Wanita Super

Sindrom yang dikenal juga sebagai sindrom XXX ini disebabkan oleh kromosom X tambahan pada perempuan. Akibatnya, penderitanya memiliki kariotipe 47 kromosom. Penderita sindrom wanita super mengalami perkembangan karakter seksual yang abnormal dan steril pada perempuan. Mereka juga memiliki tubuh yang lebih tinggi dari wanita pada umumnya dan mengalami kesulitan berbicara. Sindrom ini diketahui hanya dimiliki oleh 1 dari 1000 wanita, sehingga jarang ditemui.

Sindrom Jacob atau Sindrom Laki-Laki Super

Sindrom ini dikenal juga sebagai sindrom XYY. Penderitanya memiliki tambahan kromosom Y, sehingga menghasilkan kariotipe 47 kromosom. Mereka yang memiliki sindrom Jacob ini menunjukkan pertumbuhan abnormal dan rawan mengalami gangguan autisme. Sindrom Jacob merupakan kelainan yang jarang ditemukan, seperti sindrom wanita super.

Dalam Rangka Memperingati Hari Sindrom Down yang ditetapkan ditetapkan tanggal 21 Maret, maka RSND memuat artikel mengenai Sindrom Down. Diharapkan artikel ini bermanfaat bagi masyarakat. Berikut artikel mengenai Sindrom Down.

Sindrom Down merupakan kelainan bawaan ditandai dengan kumpulan gejala fisik (phenotype) berupa hidung “pesek”, mata kecil dan sipit, telinga kecil, lidah besar, dan perawakan pendek disebut juga Trisomi 21 karena disebabkan oleh kelebihan jumlah kromosom 21 yaitu berjumlah tiga (tri) yang pada orang normal mempunyai dua. Sindrom Down merupakan penyebab genetik disabilitas intelektual paling sering yang tidak diturunkan (95% tidak diturunkan, 5% diturunkan). Pertama kali ditemukan oleh dokter dari Inggris bernama Langdon Down tahun 1862 yang melakukan riset mengenai karakteristik fisik disabilitas intelektual yang oleh dokter Down dianggap seperti ras Mongolia, namun demikian penyebutan Sindrom Mongolia mulai ditinggalkan sejak tahun 1970 karena dianggap rasis sehingga penamaan ini sekarang tidak digunakan lagi.

PENYEBAB SINDROM DOWN

Sindrom Down pada umumnya (95%) disebabkan karena gagalnya pembelahan sel gamet (sel telur atau sperma) pada proses Meiosis I ataupun Miosis II  (non-disjunction) sehingga mengakibatkan terjadinya kelebihan kromosom 21 sel gamet, apabila sel gamet tersebut dibuahi akan menghasilkan bayi dengan kelebihan 1 kromosom 21 atau disebut Trisomi 21 dengan kariotip: 47, XX,+21 (Perempuan) atau 47, XY, +21 (Laki-laki). Sindrom Down jenis ini disebut sebagai Sindrom Down Klasik dan tidak diturunkan.

Jika peristiwa gagal berpisah terjadi pada kromosom nomor 21 maka dapat menyebabkan kelainan berupa

Gambar 1. Kariotip Sindrom Down Klasik Perempuan (47,XX,+21)

Sebagian kecil kasus (5%) terjadi akibat terjadinya translokasi (perpindahan sebagian atau seluruh kromosom ke kromosom lain) yang terjadi akibat adanya translokasi kromosom 21 dengan kromosom akrosentrik (tidak mempunyai lengan pendek) lain misalnya kromosom 14 (paling sering), kromosom 13, kromosom 15, dan dengan kromosom 21. Sindrom Down jenis ini disebut sebagai Sindrom Down Translokasi dan pada umumnya diturunkan dari orang tuanya (karier).

Jika peristiwa gagal berpisah terjadi pada kromosom nomor 21 maka dapat menyebabkan kelainan berupa

Gambar 2. Kariotip Sindrom Down Translokasi (46,XY,t (14;21)(q10:q10),+21)

FAKTOR RISIKO SINDROM DOWN

          Kegagalan terjadinya pembelahan sel gamet (Meiosis non-disjunction) belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun beberapa literatur mengatakan faktor lingkungan seperti polusi, merokok, paparan sinar radiasi, kurang gizi, gangguan metabolisme asam folat menjadi faktor yang diduga merupakan faktor yang menyebabkan gagalnya pembelahan sel gamet.

Umur ibu yang lanjut (>35 tahun) atau disebut advance maternal age disebut sebagai risiko yang tinggi nterhadap kejadian Sindrom Down. Oleh karena itu wanita yang berumur lebih dari 35 tahun apabila mengandung sebaiknya melakukan skrining tes untuk mengetahui keadaan janin yang sedang dikandung. Jenis tes yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan darah ibu (maternal serum screening) pada trimester satu (<12 minggu) atau dengan pemeriksaan ultrasonography (USG) pada trimester satu (<12 minggu) usia kandungan.

Jika peristiwa gagal berpisah terjadi pada kromosom nomor 21 maka dapat menyebabkan kelainan berupa

Gambar 3. Risiko mempunyai anak dengan Sindrom Down risikonya meningkat seiring dengan usia ibu.

TANDA-TANDA FISIK SINDROM DOWN

Pada saat lahir bayi dengan Sindrom Down mempunyai tonus otot yang lemah (floppy baby) sehingga sering mangakibatkan bayi mengalami kesulitan minum susu yang mengakibatkan berat badan bayi rendah.

Selain mengalami disabilitas intelektual dengan IQ berkisar antara 50-70, anak dengan Sindrom Down mempunyai karakteristik fisik yang khas berupa:

  • Kepala dan Leher: kepala kecil, mata sipit dan kecil dengan kelopak mata yang up-slanting, hidung pesek, lidah besar (menjulur), telinga kecil dan rendah, leher pendek
  • Tangan dan Kaki: garis tangan tunggal dan lurus (simean creases), jari-jari tangan dan kaki pendek, antara jari kaki ke-1 dan ke-2 lebar (sandal gap), kaki bebek (flat feed)
  • Perawakan pendek (short stature)

DIAGNOSIS SINDROM DOWN

Diagnosis Sindrom Down dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik (diagnosis klinis) dan pemeriksaan sitogenetika (pemeriksaan laboratorium dengan melihat kromosom) untuk memastikan jenisnya dengan pemeriksaan gold standard. Pada Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan yang tidak mempunyai laboratorium sitogenetika biasanya diagnosis klinis dapat ditegakkan oleh seorang dokter anak (spesialis anak) ataupun dokter ahli genetika. Namun demikian untuk memastikan jenisnya (klasik atau translokasi) maka pemeriksaan sitogenetika sangat penting. Kepentingannya adalah untuk menentukan jenis Sindrom Down yaitu jenisnya diturunkan atau tidak, sehingga dari hasil pemeriksaan sitogenetika harus dilakukan konseling genetika untuk memberikan informasi kepada orang tua mengenai risiko diturunkan atau tidak. Pemeriksaan Sitogenetika dapat dilakukan di Rumah Sakit Nasional Diponegoro, Semarang.

PENATALAKSANAAN SINDROM DOWN

Sampai dengan saat ini belum ada penatalaksanaan yang spesifik untuk Sindrom Down. Intervensi sedini mungkin dapat membantu anak dengan Sindrom Down mencapai kemampuan maksimal baik secara fisik maupun intelegensia. Disamping itu, anak Sindrom Down dengan keterlambatan bicara dan keterlambatan perkembangan fisik lainnya (berjalan) dapat memanfaatkan terapi wicara, terapi fisik, dan terapi okupasi yang biasanya dimiliki oleh Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit.

Ditulis oleh: Tri Indah Winarni (dokter/peneliti di CEBIOR Fakultas Kedokteran/Rumah Sakit Nasional Diponegoro, Telp. 08156501965)