Jelaskan yang dimaksud penataran P4 masa Orde Baru

Oleh:

Bisnis/Abdullah Azzam Anggota Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila Mohammad Mahfud MD memberikan sambutan saat diskusi kebangsaan Indonesia Emas 2045, di Jakarta, Rabu (13/2/2019).

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) berencana menghidupkan kembali program Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Dahulu, program ini begitu identik dengan era Orde Baru yang digagas Presiden Kedua RI, Soeharto.

Kepastian program ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Meski demikian, Mahfud memastikan bahwa program P4 kali ini akan memiliki format baru bila dibandingkan dengan masa Orde Baru, yang dirasa sangat lama dan panjang.

"Dahulu, sebelum saya meninggalkan BPIP itu sudah ada keputusan kita akan menciptakan penataran-penataran. Jadi, itu sudah dimulai," kata Mahfud  usai melakukan pertemuan Koordinasi Membangun Sinergi Penguatan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kebijakan Pembangunan di Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Senin (17/2/2020).

Mantan Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu menyebutkan, saat ini sudah ada beberapa orang yang mendapatkan penataran.

"Tadi saya tanya Sestama (Sekretaris Utama BPIP) itu sudah ada beberapa yang ditatar. Cuma karena baru awal-awal, jadi belum merata. Pada akhirnya nanti akan banyak penatar ideologi Pancasila," katanya.

Akan tetapi, Mahfud memastikan bahwa materi penataran yang akan diberikan tidak monoton dan itu-itu saja, sebagaimana pernah pada masa Orde Baru."Jadi, kita sudah menyiapkan. Jalannya akan lebih cepat karena sekarang ketuanya (BPIP) sudah definitif," katanya.

Sebelumnya, pada kesempatan yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo mengusulkan menghidupkan kembali penataran P4 untuk memperkuat nasionalisme dan wawasan kebangsaan. "Saya hanya usul kepada Pak Menko, kalau bisa nanti ada tahap perlu kembali penataran. Walaupun polanya tidak seperti dahulu, dipersingkat," katanya.

Yang terpenting, menurut dia, melalui penataran tersebut mampu membangun komunikasi yang bagus, terutama di kalangan aparatur sipil negara (ASN) agar lebih memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Source: Antara

Editor: Andya Dhyaksa

MASA ORDE BARU

Jelaskan yang dimaksud penataran P4 masa Orde Baru

Program P4

Pada acara acara Dies Natalies ke-25 Universitas Gajah Mada di Yogyakarta tanggal 19 Desember  1974, Presiden Soeharto menyatakan keperihatinanya bahwa Pancasila baru sekedar dimiliki belum dihayati.

Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.Manusia Pancasila sdalah manusia dalam keadaan apapun secara konsisten dan konsekuen mengamalkan Pancasila.Konsisten artinya setia kepada apa yang diyakini benar dan adil.Sedangkan konsekuen adalah kemampuan menghadapi konsekuensi atau akibat dari sikap takut dengan tbah,sabar,dan tawakal serta bertanggung jawab.Sejak saat itu pemerintahan Orde Baru menyatakan Pancasila sebagai Asas Tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya untuk menanamkan Pancasila sebagai asas tunggal dilakukan dengan mengadakan penataran P-4 disekolah-sekolah,kantor-kantor, organisasi politik,organisasi massa dan lain-lain.

Hal tersebut guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.

Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.

        Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.

        Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Dan sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dan kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.    Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.

   Implementasi Pancasila pada Era Reformasi.

    Selama era reformasi diterbitkan berbagai Ketetapan MPR-RI. Sekurang-kurangnya terdapat lima Ketetapan MPR-RI semasa era reformasi yang berisi ketentuan mengenai implementasi Pancasila. Dari Ketetapan MPR-RI tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:

·        Hak asasi manusia yang diterapkan di Indonesia tidak dibenarkan bertentangan dengan Pancasila.

·        Pandangan dan sikap bangsa Indonesia mengenai hak asasi manusia berdasar pada Pancasila.

·        Pancasila harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

·        Tujuan nasional dalam pembangunan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila.

·        GBHN disusun atas dasar landasan idiil Pancasila.

·        Salah satu misi bangsa Indonesia dalam menghadapi masa depannya adalah: Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

·        Pancasila sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa.

·        Menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka.

·        Pancasila sebagai acuan dasar untuk berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

Namun kenyataan menunjukkan bahwa ketentuan yang terdapat dalam berbagai Ketetapan MPR-RI tersebut tidak ada tindak lanjutnya, bahkan Keputusan Presiden No.85 tahun 1999, tentang pendirian Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara sebagai pengganti BP-7 tidak ada realisasinya.Reformasi yang memiliki agenda untuk menegakkan demokrasi, hak asasi dan hukum tidak memiliki panduan atau pedoman implementasinya, sehingga demokrasi berubah sekedar sebagai topeng atau kudung feodalisme gaya baru. Bahkan ada yang berpendapat bahwa demokrasi sekedar sebagai legitimasi kebebasan dan penuntutan hak asasi manusia yang mengantar pada perbuatan yang anarkis, serta legitimasi aktifitas politik dengan gaya dominasi mayoritas dan tirani minoritas.

Prihatin melihat kejadian tersebut, beberapa lembaga swasta mencoba untuk mencari solusi bagaimana merealisasikan TAP MPR RI No.XVIII/MPR/1998, sehingga Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dapat diimplementasikan dengan konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu lembaga swasta tersebut adalah Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara disingkat LPPKB. Setelah melalui berbagai seminar, semiloka, lokakarya, yang diikuti dengan diskusi secara mendalam oleh para ahli yang kompeten, akhirnya dihasilkan suatu pemikiran yang diwujudkan dalam bentuk buku yang berjudul: "Pedoman Umum Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara."
Ada perbedaan antara P-4 dan Pedoman Umum dimaksud. Pendekatan P-4 adalah sentralistis dan top-down approach, sedang Pedoman Umum lebih bersifat bottom-up approach, dan penyelenggaraannya diserahkan pada masyarakat.

 Masyarakat dan Pemerintah Daerah diharapkan untuk berperan aktif atas dasar kesadaran untuk mengimplementasikannya.Ditinjau dari segi substansi ada sedikit perbedaan. Bila P4 lebih menitik beratkan pada pembetukan moral dalam bersikap dan bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka Pedoman Umum lebih menitik beratkan pada pengembangan kompetensi warganegara dalam hidup berbangsa dan bernegara. Diutamakan bagaimana demokrasi diterapkan dalam frame of reference Pancasila, bagaimana hak asasi manusia diterapkan sesuai dengan nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, bagaimana kehidupan politik yang bernuansa Pancasila dan sebagainya. Dengan demikian Pedoman Umum memberikan petunjuk secara nyata bagaimana kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan ditata berdasar pada Pancasila. Memang baik P-4 maupun Pedoman Umum sumbernya sama, yakni Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, dan keduanya berusaha untuk mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan yang nyata. Namun dalam pendekatannya terdapat perbedaan, demikian juga dalam mengkonstruksi bahan yang disajikan mengalami perbedaan dalam pendekatannya.

Dwi Fungsi Abri

adalah gagasan yang diterapkan oleh Pemerintahan Orde Baru yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Dwifungsi sekaligus digunakan untuk membenarkan militer dalam meningkatkan pengaruhnya di pemerintahan Indonesia, termasuk kursi di parlemen hanya untuk militer, dan berada di posisi teratas dalam pelayanan publik nasional secara permanen..

Militer berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankantugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Militer berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dandalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.Doktrin ini nantinya,dijadikan alat legitimasi militer tidak hanya untuk berperan dalam pertahanan dan keamanan. Setelah tahun 1965, TNI menjadi suatu kekuatan politik yangmendominasi di Indonesia. Mereka menjatuhkan kepeminmpinan Soekarno, serta melarangPartai Komunis Indonesia (PKI) ,dan membentuk militer ke dalam pemerintahan.Selain itu, militer juga ikut masuk dalam perusahaan-perusahaan milik negara yangmenjadi tulang punggung perekonomian nasional. Fungsi militer dalam politik ini dijadikansebagai kekuatan dan alat penopang kekuasaan Soeharto. Pada masa pemerintahan inilahyang menjadi sejarah dari puncak keterlibatan militer dalam bidang politik.ABRI mempunyai beberapa peranan pada masa orde baru:

·        Peranan sebagai dinamisator dan stabilisator;

·        ABRI berperan dalam mengambil kebijakan tentang masalah kenegaraan dan pemerintahan;

·        ABRI berperan dalam mengembangkan demokrasi di Indonesia;

·        ABRI juga berperan sebagai wakil rakyat;

·        Memiliki peranan dalam pemilihan umum (pemilu).

Dampak negative dari dwi fungsi ABRI

(a). Banyaknya jabatan pemerintahan mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar diisi oleh anggota ABRI yang “dikaryakan”,

(b). Selain dilakukannya pembentukan Fraksi ABRI di parlemen, ABRI bersama-sama Korpri pada waktu itu juga dijadikan sebagai salah satu tulang punggung yang menyangga keberadaan Golkar sebagai “partai politik” yang berkuasa pada waktu itu,

(c). ABRI melalui berbagai yayasan yang dibentuk diperkenankan mempunyai dan menjalankan berbagai bidang usaha dan lain sebagainya.

(d). Kecenderungan ABRI untuk bertidak represif dan tidak demokratis/otoriter. Hal ini dapat terjadi karena kebiasaan masyarakat yang terbiasa taat dan patuh kepada ABRI. Sehingga masyarakat enggan untuk mencari inisiatif dan alternatif karena semua inisiatif dan alternatif harus melalui persetujuan ABRI. Kalaupun masyarakat telah mengungkapkan inisiatifnya, tak jarang inisiatif tersebut ditolak oleh ABRI yang menjabat sebagai petinggi di wilayahnya tersebut,

(e). Menjadi alat penguasa, yakni dengan adanya dwifungsi ABRI ini, maka ABRI dengan bebas bergerak untuk menjabat di pemerintahan. Sehingga untuk mencapai tingkat penguasa tidak mustahil untuk dilakukan oleh seorang ABRI, sehingga dengan mudah ABRI mengatur masyarakat, dan

(f). Tidak berjalannya fungsi kontrol oleh parlemen. Dampak dari kondisi ini adalah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, misalnya dalam bentuk korupsi. Hal tersebut dapat terjadi karena ABRI juga yang bertindak sebagai parlemen sehigga ia tidak ingin repot-repot melakukan kontrol terhadap bawahannya.

Secara umum,pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI dimaksudkan untuk membentuk profesionalisme dalam tubuh militer,dimana militer bukan hanya bertindak sebagai alat pertahanaan keamanan Negara saja,melainkan juga harus mampu melakukan tugas serta peran lainnya di bidang non hankam. Namun pada proses pelaksanaannya,kebijakan Dwi Fungsi mengalami perluasan peran yang di gunakan oleh Soeharto sebagai penguasa pada saat itu untuk ikut menompang kekuasaannya serta mengamankan kekuasaannya dari siapa pun.perluasan peran ABRI ini menyebabkan Dominasi militer dalam politik dan birokrasi pada masa pemerintahaan Soeharto . Pengaruh kebjikan DWI FUNGSI ABRI pada bidang pertahan dan keamanan pada pemerintahan Soeharto ini lebih menggunakan militer sebagai alat keamanan yang bertugas untuk meminilimalisir segala bentuk ancaman yang timbul dan mengancam stabilitas negara serta kekuasaan Soeharto.pada saat itu,peran ABRI sebagai alat pertahanan dan keamanan seakan di nomor duakan setelah fungsi ABRI sebagai kekuatan sosial politik yang dianggaap lebih penting.namun keterlibatan ABRI dalam kehidupan sosial politik yang semakin dalam pada bidang bidang sosial politik yang luas telah menimbulkan sesuatu yang tidak diharapkan.ABRI seolah olah terjebak menjadi alat kekuasaan yang senantiasa melakukan pembenaran atas setiap kebikan pemerintah.