Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi dalam prosedur pengambilan sampel, yaitu representatif (dapat mewakili karakteristik populasi) dan besamya memadai (Atherton. dan Clemmack, 1982 dalam Busnawir). Dikatakan representatif apabila ciri-ciri sampel sama atau hampir sama dengan ciri-ciri populasi. Dengan sampel yang representatif, maka informasi yang dihasilkan relatif sama dengan informasi yang dikandung populasinya. Sehingga kesimpulan dari hasil penelitian sampel dapat berlaku bagi populasi. Sebagaimana yang dikemukakan Vockel & Asher (1995) dalam Setyosari (2007:143), “the sample must be representative of the population about which we wish to make generalizations”. Ibnu, Dasna, dan Mukhadis (2003:64) menyebutkan beberapa pertimbangan yang menentukan representatifnya suatu sampel adalah sebagai berikut.
Selain bersifat representative, sampel dipersyaratkan tidak mengandung bias. Sampel bersifat bias jika pemilihan sampel tidak didasarkan pada kriteria obyektivitas. Pemilihan sampel dengan unsur subyektivitas dapat menyebabkan sampel berkeadaan bias. Sebagai contoh: untuk meneliti tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan penghasilan rata-rata perbulan yang hanya memberlakukan kalangan menengah ke atas dengan subyektiviatas peneliti yang ingin menunjukkan bahwa masyarakat di daerah X telah mencapai kesejahteraan yang baik. Bias juga dapat terjadi karena seleksi yang keliru. Dengan memenuhi syarat representative dan jumlah sampel yang memadai akan meningkatkan validitas sampel terhadap populasi. Artinya, sampel dapat mengukur apa yang seharusnya hendak diukur, dengan memiliki dua sifat, yaitu tingkat akurasi dan presisi yang tinggi, Tingkat akurasi yang tinggi diartikan sebagai tingkat ketidakadaan bias dalam sampel. Sedangkan presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Kedua hal ini akan diuraikan sebagai berikut. 1. Akurasi atau ketepatan, yaitu tingkat ketidakadaan "bias" (kekeliruan) dalam sampel. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya "bias" atau tematic variance" yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyobabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, laiu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis. 2. Presisi, yakni.terkait dengan persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari populasi sebanyak 100 sopir taxi yang diinterview diperoleh rata-rata penghasilan mereka perhari Rp. 300.000. Kemudian diambil sampel secara acak sebanyak 30 orang (30% dari populasi) dan diperoleh rata-rata penghasilan mereka perhari Rp. 295.000 rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa ada selisih antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel sebesar Rp.5,000. Selisih tersebut dapat dikatakan relatif kecil. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut. Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Semakin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (Q), makin tinggi pula tingkat presisinya. MENENTUKAN BESARNYA SAMPEL Representasi populasi merupakan parameter yang penting seperti yang dikemukakan oleh Tuckman (1988) dalam Setyosari (2007:147) disebut sebagai, an acceptabel level of probability. Untuk menentukan jumlah sampel agar diperoleh sampel yang bersifat representative, maka penentuan sampel harus didasarkan pada beberapa factor. Factor-faktor tersebut antara lain jenis penelitian, hipotesis, banyaknya variabel yang dipelajari, pentingnya hasil penelitian, cara pengumpulan data, tingkat ketepatan hasilnya, dan faktor-faktor yang lain seperti waktu, biaya, dan tenaga yang tersedia (Ruseffendi & Sanusi, 1994:92). Gay (1981) dalam (Ruseffendi & Sanusi, 1994:92) mengatakan bahwa untuk penelitian deskriptif, sampel minimum adalah 10%-20% dari populasi. Untuk penelitian korelasional paling tidak 30 subyek (orang). Untuk riset percobaan (eksperimen) paling sedikit 30 orang perkelompok. Penelitian eksperimen yang dikontrol dengan ketat mungkin 15 orang cukup. Mc Millan dan Schumacher (1984) dalam (Ruseffendi & Sanusi, 1994:92) berpendapat bahwa untuk penelitian korelasional, sampelnya minimum 30 orang. Sedangkan untuk perbandingan diperlukan paling tidak 10 orang dalam tiap kelompok. Untuk menentukan besarnya sampel yang memadai agar memenuhi representasi populasi, dapat digunakan formula-formula berikut (Ruseffendi & Sanusi, 1994:92-93). estimasi atau peristiwa kasus dalam populasi. Bila tidak diketahui bisa dipilih p = 0,5. Rumus 1A dan 1B adalah rumus untuk pendekatan rata-rata populasi sedangkan rumus 2A dan 2B adalah rumus untuk pendekatan proporsi populasi. Rumus 1A dan 2A adalah rumus tanpa menggunakan koreksi, yaitu untuk populasi tak terbatas atau pengambilan dengan pengembalian. Sedangkan rumus 1B dan 2B adalah rumus koreksinya, yaitu bila pengambilan sampelnya tidak disimpan lagi, populasinya terbatas, atau besarnya ukuran sampel terhadap populasinya cukup besar. Krejcie dan Morgan (1970) dalam Sugiyono (2002) membuat daftar yang dapat dipakai untuk menentukan jumlah sampel Anda telah membaca KRITERIA SAMPEL YANG BAIK
AsikBelajar.Com | Artikel ini kami kutip dari beberapa sumber. Pertama dari Sugiarto dkk (2001), yaitu: Bila berdasarkan formula yang digunakan diperoleh ukuran sampel yang lebih besar daripada yang telah diambil pada tahap pen’ dahuluan (tahap penjajagan), misalnya pada tahap penjajagan diambil 30 unit sampel dan ternyata setelah diperoleh in ormasi tentang penduga ragam populasi dan atau rata-rata populasi dari 30 unit sampel tersebut yang kemudian nilainya dimasukkan dalam ormula penghitungan ukuran sampel yang memadai ternyata diperoleh ukuran sampel 50, maka kekurangan unit sampelnya harus diambil kembali dari populasi yang sama. Setelah tahapan pengambilan seluruh unit sampel yang memadai tercapai, maka tahap selanjutnya adalah melakukan observasi terhadap individu-individu sampel yang terpilih dalam kaitannya dengan karakteristik yang diteliti. Setelah itu atas dasar data yang diperoleh dilakukan pendugaan terhadap parameter populasi yang mana hasilnya akan digunakan untuk mengambil kesimpulan tentang karakteristik populasi yang dihadapi. ..1) Sumber lainnya: Gay dan Diehl (1992) berpendapat bahwa sampel haruslah sebesar-besarnya. Pendapat Gay dan Diehl (1992) ini mengasumsikan bahwa semakin banyak sampel yang diambil maka akan semakin representatif dan hasilnya dapat digenelisir. Namun ukuran sampel yang diterima akan sangat bergantung pada jenis penelitiannya. Jika penelitiannya bersifat deskriptf, maka sampel minimunya adalah 10% dari populasi. Jika penelitianya korelasional, sampel minimunya adalah 30 subjek. Apabila penelitian kausal perbandingan, sampelnya sebanyak 30 subjek per group Apabila penelitian eksperimental, sampel minimumnya adalah 15 subjek per group. Tidak jauh berbeda dengan Gay dan Diehl, Roscoe (1975) juga memberikan beberapa panduan untuk menentukan ukuran sampel yaitu : Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil antara 10 sampai dengan 20 Slovin (1960) menentukan ukuran sampel suatu populasi dengan formula |