Jelaskan keindahan kota Baghdad pada masa dinasti abbasiyah

Jakarta -

Julukan kota seribu satu malam disematkan pada salah satu wilayah pusat peradaban Islam yakni, Baghdad, Irak. Tepatnya sebuah kota yang terletak di antara jalur sungai Eufrat dan Tigris. Baghdad berdiri sejak tahun 762-767 oleh Khalifah Al Manshur dari kekhalifahan Abbbasiyah.

Setelah masa kekhalifan Al Manshur selesai, ternyata kota Baghdad mulai mencapai masa kejayaannya. Kota ini dikenal sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam, tepat setelah kekuasaan berpindah ke tangan Khalifah Harun Ar-Rasyd.

"Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada zaman pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyd (786-809 M) dan anaknya Al Ma'mun (813-833 M)," tulis dosen STISNU Nusantara Tangerang Murniasi dalam publikasinya berjudul Daulah Abbasiyah Baghdad sebagai Pusat Pengetahuan.

Pada masa kejayaan ini pula, julukan kota seribu satu malam disematkan pada kota Baghdad. Sepanjang pemerintahan Khalifah Harun Ar Rasyd, Baghdad disulap menjadi pusat peradaban dunia dan banyak melahirkan banyak karya terkenal.

Bahkan, menjadi pusat pendidikan dan perdagangan dalam jangka waktu satu generasi sejak didirikan. Sejarah mencatat, sejumlah ilmuwan dari berbagai wilayah pun datang ke Baghdad untuk mendalami ilmu pengetahuan yang hendak mereka kuasai.

Julukan kota seribu satu malam ini juga, ternyata diambil dari salah satu karya sastra terkenal yang dilahirkan oleh Baghdad yaitu Alf Lailah wa Lailah (kisah seribu satu malam). Karya sastra tersebut mengisahkan tentang pemimpin yang berhasil membawa Baghdad pada masa keemasannya sekaligus pemimpin yang paling dihormati oleh penduduknya, Harun Ar Rasyd.

Selain itu, kisah seribu satu malam juga memuat kisah-kisah yang melambangkan kehebatan budaya Baghdad selama masa keemasaannya sebagai pemimpin dunia dan Islam yang diakui. Sebagaimana dikutip dari buku Sejarah Peradaban Islam Terlengkap oleh Rizem Aizid.

Sebagai pusat ilmu pengetahuan bagi seluruh negeri Islam, Baghdad tentunya mendirikan banyak pusat pembelajaran pendidikan. Mulai dari Bait al-Hikmah atau perpustakaan yang berisi buku-buku ilmu pengetahuan oleh Khalifah Al-Ma'mun.

Hingga mendirikan Baitul Hikmah, sebuah lembaga ilmu pengetahuan yang menjadi pusat pengkajian berbagai ilmu. Akademi, sekolah tinggi, dan sekolah biasa pun dengan mudah dapat dijumpai di Baghdad seperti salah satunya, perguruan Nizmiyyah.

Baghdad juga banyak melahirkan kaum cendekiawan yang karyanya berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini. Beberapa nama cendekiawan muslim yang berasal dari Baghdad di antaranya,

  • Al-Khwarizm (ahli astronomi dan matematika, penemu ilmu aljabar)
  • Al-Kindi (filosof Arab pertama)
  • Al-Razi (filosof, ahli fisika dan kedokteran)
  • Al-Farabi (filosof besar)
  • Al-Tsani (guru kedua setelah Aristoteles)
  • Imam madzhab hukum Islam (Hanafi, Syafi'i, dan Hambali)
  • Al-Ghazali (filosof, teolog, dan sufi besar dalam Islam)

Peradaban Baghdad pada saat itu telah memberikan inspirasi bagi bangsa-bangsa di Eropa yang saat itu tengah mengalami masa kegelapan ilmu pengetahuan.

Sayangnya, mengutip buku Teori dan Praktik Terjemah Indonesia-Arab karya Akmaliyah, peradaban Baghdad sebagai kota seribu satu malam itu harus menelan kehancuran karena serangan dari bangsa Mongolia pada 1235.

Simak Video "Kedaton, Sejarah Panjang Perkembangan Islam di Kota Pesisir, Ternate"



(rah/erd)

Pada mulanya, Baghdad adalah negeri periferi.

republika

Kejayaan Abbasiyah di Baghdad.

Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kota 'Seribu Satu Malam' ini terletak di dataran yang subur di Irak. Sejak tahun 762 Masehi, Baghdad merupakan pusat Dinasti Abbasiyah hingga lima abad berikutnya.

Baca Juga

Kota ini segera menjadi pusat peradaban yang kosmopolit dan cikal-bakal modernitas. Beberapa institusi pendidikan yang berdiri pada masa itu adalah Universitas Baghdad, Universitas al-Hikmah, dan Universitas al-Muntasyiriyah. Demikian Ensiklopedi Islam memaparkan.

Khalifah kedua Dinasti Abbasiyah, Abu Ja’far al-Mansur, sudah memiliki visi pembangunan Baghdad. Pada mulanya, Baghdad hanyalah kawasan periferi. Sebelum memutuskan Baghdad sebagai ibukota, al-Mansur mengirimkan sejumlah pakar untuk meneliti keadaan geografis dan sosial wilayah tersebut.

Denah awal kota ini berbentuk lingkaran yang dikelilingi tembok selebar 50 hasta dengan tinggi 90 kaki. Di luarnya dijaga dengan parit yang dalam. Ada empat gerbang utama sebagai pintu masuk ke kota-benteng ini.

Para khalifah Abbasiyah sepeninggalan al-Mansur berlomba-lomba memperindah Baghdad. Tidak mengherankan bila pada 800 Masehi, Baghdad menjadi kota unggul tempat peradaban-peradaban global bertemu dan bertukar informasi.

Jumlah penduduk Baghdad pada masa itu mencapai lebih dari satu juta jiwa. Hal itu menjadikannya kota modern yang mendahului zamannya, bila dibandingkan dengan “kota-kota” lain di Asia maupun Eropa.

Puncak Kejayaan Baghdad

Era keemasan Baghdad berlangsung dalam masa pemerintahan Sultan Harun al-Rasyid (786-809) dan Khalifah al-Ma’mun (813-833). Sultan Harun al-Rasyid mendirikan pusat peradaban atau perpustakaan Bait al-Hikmah, yang tetap bertahan hingga abad ke-13 Masehi.

Sebelum dihancurkan serbuan balatentara Mongol pada 1258, Bait al-Hikmah merupakan pusat transfer ilmu pengetahuan dari pelbagai penjuru dunia, utamanya Yunani, Suriah, India, dan Persia. Para sarjana yang bekerja dan menggelar aktivitas di sana memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi dasar sains dan filsafat modern.

Mereka menerjemahkan teks-teks keilmuan dari pelbagai bangsa ke dalam bahasa Arab—yang kemudian menjadi rujukan peradaban Barat modern “menemukan kembali” peradaban Yunani Kuno. Cakupan keilmuan yang berkembang di Bait al-Hikmah merentang luas, antara lain, mulai matematika, kedokteran, kimia, biologi, kartografi/geografi, astronomi, hingga pemikiran serta kalam.

Dalam masa kekuasaan putra Sultan Harun al-Rasyid, Khalifah al-Ma’mun, Bait al-Hikmah kian cemerlang. Lembaga penerjemahan teks-teks asing berubah menjadi perguruan tinggi. Istana khalifah, rumah para terpelajar, masjid, serta perpustakaan di Baghdad menjadi lokasi yang didatangi para sarjana dari pelbagai negeri.

Baghdad menjadi ramai oleh cendekiawan-cendekiawan yang berwawasan global. Bahkan, sang khalifah ikut terlibat langsung dalam aktivitas keilmuan. Para sarjana yang aktif di Bait al-Hikmah mendapatkan dukungan finansial dari istana. Kemajuan semakin nyata setelah kekhalifahan Islam tersebut mengadopsi pengetahuan tentang pembuatan kertas dari Cina.

Dengan demikian, karya-karya terjemahan dapat diabadikan, bukan sekadar gulungan daun papirus lagi. Terjemahan ini mencakup karya-karya para pemikir Yunani Kuno, utamanya Aristoteles, Phytagoras, Hippocrates, Plato, Socrates, dan Euclid.

Untuk menyebutkan beberapa nama ilmuwan Muslim yang aktif di Bait al-Hikmah. Di antaranya adalah pakar matematika sekaligus penggagas Aljabar dan algoritma, Ibn al-Khawarizm. Dia pula yang memperkenalkan konsep angka nol, yang diadopsinya dari sistem bilangan Hindi. Selain itu, ada Bapak Ilmu Optik Modern, Ibnu al-Haytami.

Setelah Baghdad hancur akibat serangan Hulagu Khan pada 1401 dan Timurlenk, Dinasti Khan menguasai kota tersebut hingga satu abad berikutnya. Namun, ada hikmah di balik penyerbuan itu karena menjadi jalan bagi Islamisasi orang-orang Turk.

  • baghdad
  • seribu satu malam
  • peradaban
  • sejarah islam

sumber : Islam Digest Republika

Baghdad pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan semasa Dinasti Abbasiyah

YouTube

Kota Baghdad, salah satu warisan kejayaan Islam.

Rep: Heri Ruslan Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak awal berdiri pada 762 M, Baghdad langsung menjadi pusat peradaban ilmu pengetahuan.

Pada perkembangannya, kota yang berdiri akibat tumbangnya Dinasti Umayyah pada 750 M oleh Dinasti Abbasiyah ini, dijadikan pusat ilmu pengetahuan.  

Khalifah al-Manshur, saudara Khalifah Abbas, kala itu memerintahkan utusannya untuk mencari guru yang dapat menerjemahkan buku-buku ilmiah dan karya sastra terbaik dari berbagai negara.

Khalifah rela membayar mahal para tokoh alim yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan kesusastraan yang mau memenuhi undangannya.

Pada 836 M, Dinasti Abbasiyah memindahkan ibu kotanya ke Sammara. Di sana  banyak bangunan seperti istana dan benteng yang berdiri megah  untuk menunjang aktivitas pemerintah khalifah.

Saat ini, bangunan tersebut menjadi simbol kejayaan dan kekuasaan Islam.  

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana ini merupakan tempat tinggal keluarga Khalifah Abbasiyah. Istana ini dibangun di atas tanah seluas 160 ribu meter persegi.

Sebelum membangun istana, Khalifah terlebih dahulu menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari kondisi geografis Baghdad.

Di bawah istana dibuatkan parit besar yang berfungsi sebagai saluran air dan sekaligus sebagai benteng pertahanan istana. Posisi istana ini dibuat semudah mungkin untuk mengakses jalan di perkotaan.

Kiri dan kanan jalan dibuat gedung bertingkat, di luar Kota Baghdad dibangun seperti Rushafah dan Karakh. Kedua kota tersebut dilengkapi dengan kantor, toko, rumah, taman, kolam, dan lainnya. 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dibangun pada 775 di dekat Kufah, wilayah yang berjarak 200 km selatan Baghdad, istana ini sedikit banyak memberi gambaran mengenai bentuk kota melingkar.

Selasar yang luas ini dikelilingi tembok setinggi 19 meter dan berbentuk persegi agak memanjang, tepatnya berukuran 175 m x 169.

Di dalamnya terdapat sejumlah pekarangan, aula, dan tempat-tempat fasilitas untuk penghuninya.

Bentuk pola bangunan yang melingkar ini memang sengaja dibuat karena merupakan ciri khas Khalifah Abbasiyah. Karena itu, bangunan ini berbentuk bundar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana dengan pola arsitektur persia ini dikenal dengan Istana Khalifah. Lokasi istana ini berada di tengah-tengah Kota Baghdad.

Istana ini dilengkapi beberapa fasilitas privat untuk penghuninya. Karenanya, di sana ada masjid, ruang pengawal istana, kantor polisi, dan puri-puri tempat tinggal keluarga khalifah.

Istana ini diapit oleh empat pintu gerbang, yakni Bab Al-Kufah yang terletak di sebelah daya. Bab al-Syam di barat laut, Bab al-Bashrah di tenggara, dan Bab al-Khurasan di timur Laut.

Di antara masing-masing pintu gerbang ini dibangun 28 menara sebagai tempat pengawal yang bertugas mengawasi keadaan di luar kota.

  • dinasti abbasyiah
  • kota ilmu pengetahuan
  • baghdad
  • islam
  • sejarah islam