Jelaskan bagian Alkitab Mazmur 128 ayat 1 sampai 6

KHOTBAH MINGGU SEPTUAGESIMA

MINGGU, 31 JANUARI 2010

Evangelium: Mazmur 128: 1-6

Epistel: Kolose 3:18-4:1

TAKUT AKAN TUHAN ADALAH SUMBER KEBAHAGIAAN

“Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN,

yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!”

(Mazmur 128:1)

1. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberi judul Mazmur 128:1-6 ini dengan “Berkat atas keluarga”. Mendiskusikan, membicarakan dan menelaah kehidupan keluarga saat ini menjadi sesuatu yang hangat. Hangat karena ternyata pokok ini terus menerus menjadi sesuatu yang tiada putus-putusnya untuk dibicarakan, baik di seminar-seminar, di media cetak dan elektronik. Apa sebab? Karena memang kebahagiaan yang dimaksud dalam Mazmur ini masih terus menjadi pergumulan, cita-cita dan harapan semua orang. Semua orang memang benar-benar mengidamkan suatu hubungan keluarga yang harmonis yang didasarkan kepada kasih. Dan memang hal ini harus menjadi perhatian kita semua, karena “kesehatan” keluarga akan menentukan “kesehatan” suatu masyarakat, bangsa dan dunia.

Keluarga adalah sel terkecil dari masyarakat-negara-dunia. Kemajuan dan kemunduran hidup berkeluarga sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan kemunduran sebuah masyarakat-negara. Bila keluarga baik maka masyarakat-negara akan baik dan sebaliknya bila keluarga rusak maka masyarakat-negara pun sangat mungkin ikut rusak. Keluarga sangatlah sensitif terhadap gangguan baik yang datang dari dalam maupun yang datang dari luar keluarga itu sendiri.

Kita dapat membaca dan melihat begitu banyak kekerasan yang terjadi di tengah-tengah keluarga oleh karena berbagai faktor. Seakan ‘penyakit kanker’ ganas yang menyebar begitu cepat. Jumlah yang menjadi pelaku dan korban dari kekerasan itu semakin lama cenderung meningkat. Lalu pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan agar kehidupan keluarga kembali menjadi sehat? Kita harus mempunyai pegangan, dasar yang kuat agar keluarga kita menjadi keluarga yang berbahagia, keluarga yang diberkati. Marilah kita lihat dalam Mazmur 128: 1-6 ini, apakah sumber kebahagiaan itu?

2 “Takut akan Tuhan adalah sumber kebahagiaan” (ay.1). Banyak orang Kristen mempunyai persepsi yang salah tentang arti takut akan Tuhan. Kebanyakan orang Kristen mendefinisikan takut akan Tuhan dengan ketaatan melakukan perintah Tuhan karena rasa takut akan hukuman. Padahal rasa takut akan Tuhan yang benar harus lahir karena hubungan bukan karena takut akan hukuman. Kita seharusnya takut akan Tuhan bukan karena takut Tuhan marah bila kita tidak taat melainkan kita taat karena kita mengasihi Dia. Kekristenan bukanlah sebuah agama yang berisi sejumlah larangan dan perintah melainkan merupakan hubungan antara pencipta dan yang diciptakan; hubungan antara Bapa dan anak.

Oleh karena itu, perlu sekali kita memahami apa itu arti kata “takut”. Alkitab menggunakan beberapa kata untuk mengartikan takut atau ketakutan. Yang paling umum adalah kata Ibrani “YIR’AH” dan “PAKHAD”, atau dalam bahasa Yunani “PHOBOS”. Ada perbedaan antara kata “YIR’AH” dan “PAKHAD”. “PAKHAD” yang berasal dari kata “PAKHADA” berarti takut, ketakutan. Ketakutan yang dimaksud adalah ketakutan negatif. Takut karena trauma sehingga timbul rasa benci kepada sesuatu atau kepada seseorang, dll. Sedangkan “YIR’AH” (sebagaimana itu dipakai dalam Mazmur 111:10), adalah takut dalam arti yang positif. Makna takut di sini adalah “kepatuhan pada Tuhan”. Ini adalah dampak dari pengenalan orang percaya akan Allah yang hidup. Menurut Martin Luther, orang biasa tidak akan mempunyai ketakutan yang didorong oleh penghormatan kepada Allah.

Secara Alkitabiah, takut akan Tuhan berbicara tentang kekuatan, kebesaran, otoritas dan kekudusan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah wujud ketakutan yang sehat. Artinya kita menghormati Dia, patuh dalam penghakimanNya atas dosa-dosa kita, berpegang pada Dia, mengenali Dia sebagai Tuhan yang absolut dan memuliakanNya. Takut akan Tuhan akan membawa kita lebih dekat pada Tuhan, bukan menjauh dariNya.

Pada pihak lain, ketakutan (ketaatan kepada Allah) adalah pemberian Allah, yang memampukan orang takut sekaligus menghormati kekuasaan Allah, mentaati perintah-perintah Allah, membenci sambil menjauhkan diri dari semua bentuk kejahatan (Yer. 32:40; bnd. Kej. 22:12; Ibr. 5:7).

Saudara-saudara, takut akan Tuhan bukanlah merupakan sebuah karunia tetapi merupakan sebuah pilihan (Amsal 1:29). Setiap kita mempunyai kehendak bebas untuk memilih mau hidup takut akan Tuhan atau tidak. Bila kita memilih untuk hidup takut akan Tuhan maka kita akan memiliki kehidupan dan kebahagiaan yang sejati. Sedangkan bila kita memilih untuk tidak hidup takut akan Tuhan maka hidup kita akan penuh kemalangan dan kesengsaraan, terutama bila badai goncangan itu datang menerpa. Yang manakah yang mau anda pilih?

Maka sumber kebahagiaan setiap orang, baik secara pribadi maupun komunitas (keluarga, kelompok, persekutuan, dll) adalah apakah dia/mereka/kita takut akan Tuhan? Hal itu harus dimulai dari kehidupan pribadi yang benar di hadapan Tuhan, hidup takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya. Marilah kita mulai dari diri sendiri, keluarga dan komunitas kita.

3. Berkat/kebahagiaan bagi orang yang takut akan Tuhan (ay.2-4). Ada upah bagi mereka yang takut akan Tuhan. Berkat di sini dipahami sebagai akibat atau konsekwensi dari pilihan hidup, yaitu takut akan Tuhan. Menurut Mazmur 128, berkat/kebahagiaan itu adalah:

Pertama, “memakan hasil jerih payah tanganmu”. Saudara-saudara, tidak semua orang di zaman ini dapat menikmati hasil jerih payahnya bekerja. Ada banyak alasan kenapa seseorang tidak dapat menikmati hasil jerih payahnya. Hal itu dapat saja disebabkan oleh karena sakit, atau mungkin umurnya singkat saja di dunia ini. Nas ini hendak mengungkapkan, dia yang mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan, di dalam pekerjaannya dia akan menikmati hasil dari pekerjaannya tersebut. Maka dapat kita katakan, bukan soal jenis dari pekerjaaannya yang utama tetapi kualitas hubungannya dengan Tuhan. Bila seseorang tidak mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan, maka jangan harap bahwa dia akan dapat menikmati hasil dari jerih payahnya. Tetapi hubungan baik (takut akan Tuhan) menghantar seseorang dengan sejahtera menikmati hasil jerih payahnya. Maka tepatlah firman Tuhan yang tertulis dalam Matius 6:33 “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh jenis pekerjaannya tetapi kualitas dari hubungannya dengan Tuhan. Maka takut akan Tuhan haruslah menjadi prioritas utama orang Kristen, “carilah TUHAN, maka kamu akan hidup (Amos 5:6). Bekerja dengan mengutamakan ketundukan kepada Tuhan maka dia akan menikmati hasil jerih payahnya.

Kedua, “berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!” Nah, kesempatan menikmati hasil jerih payah adalah kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan yang mungkin tidak dimiliki oleh semua orang. Kata “berbahagia” menunjuk kepada sesuatu yang berkecukupan, berbahagia bukan karena kemakmuran tetapi berkecukupan dan baik keadaannya. Artinya, apa yang dinikmati itu benar-benar berkat dalam pandangan Alkitab, menikmatinya dengan rasa senang dan penuh ucapan syukur. Sungguh indah hidup yang dapat menikmati hasil jerih payah tanpa rasa takut tetapi dengan berbahagia dan baik keadaannya, ada damai sejahtera. Berapa banyak orang yang secara sembunyi-sembunyi memakai apa yang didapatkannya, sampai-sampai uang yang didapatkan pun harus disimpan di rekening orang lain. Wujud ketidaktakutan kepada Tuhan akan terlihat juga bagaimana dia menikmati apa yang ada padanya. Oleh karena itu saudara-saudara, sekali lagi, bukan apa yang kita dapatkan yang paling utama tetapi apakah kita mendapatkannya dalam sikap takut, hormat dan mempermuliakan Tuhan. Ukuran kebahagiaan bukanlah harta, tetapi sukacita dalam iman percaya kepada Tuhan. Bukankah yang kita harapkan dalam kehidupan kita adalah justru kebahagiaan dan sukacita? Kalau memang itu, maka rahasianya adalah TAKUTLAH AKAN TUHAN.

Ketiga, “Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu” (ay.3). Lihatlah dampak yang terjadi dari seorang kepala keluarga (suami) yang takut akan Tuhan. Dampaknya bukan hanya terlihat dari apa yang dinikmati, tetapi isteri juga akan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan. Pohon anggur, pohon yang lemah (tidak kuat), yang mudah patah. Namun bila pohon anggur ini dipelihara dengan baik, yang carang-carangnya diikatkan pada dinding rumah, itulah pohon anggur yang paling baik (karena terlindung dari angin dan disiram dengan teratur). Seorang kepala keluarga yang selalu memberi pupuk dan secara teratur “menyiram” anggota keluarga dengan sikap takut akan Tuhan, maka isterinya pun akan menjadi berkat dan kebahagiaan, wanita yang menyenangkan hati suaminya sehingga suasana rumah damai dan nyaman. Maka suami-suami, jadilah orang yang hidup benar di hadapan Tuhan dan memenuhi tanggungjawab sebagai kepala keluarga. Persoalan terbesar pada saat ini adalah begitu banyaknya suami yang tidak bertanggungjawab, yang tidak hidup benar di hadapan Tuhan, yang menyianyiakan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan. Seorang suami haruslah menjadi teladan kepada isterinya, terutama dalam sikap takut akan Tuhan.

Keempat, “anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu!” (ay.3). Anak-anak dari seorang ayah yang takut akan Tuhan, digambarkan seperti tunas pohon zaitun. Itu berarti yang mudah berkembang dan memberikan minyak pada waktunya (lih. Mzm.127:3-5; Kej.49:22).  Tunas itu tidak akan jauh dari pohonnya, tetapi dekat dan menyatu dengan pohonnya. Ada ungkapan “like father like son” (bhs. Batak: “ndang dao tubis sian bonana”), menggambarkan bagaimana seorang ayah berperilaku dan bersikap, anak-anaknya juga akan mirip dengannya tindakan ayahnya. Maka kalau seorang ayah adalah orang yang tidak takut akan Tuhan, maka anak-anak juga akan mencerminkan sikap dan perilaku yang sama. Maka berhenti dulu untuk memarahi kenakalan anak-anakmu di rumah, coba periksa diri, mana tahu sikap, pengajaran ayahnya yang salah. Jangan dulu menghakimi anak-anak akan kejahatan yang dilakukannya, mana tahu kenakalan yang sama juga masih dilakukan ayahnya.

Saudara-saudara, rumah tangga akan harmonis seperti harmonisasi alunan musik apabila pemimpin keluarga (kepala keluarga) mampu menjadi imam, yang menjadikan istrinya seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahnya, dan anak-anaknya seperti tunas pohon zaitun yang akan berkembang dengan baik. Oleh karena itu, hendaklah kita menjadi orang-orang yang takut akan Tuhan, serta berjalan menurut jalan yang ditunjukkanNya.

4.  “Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN” (ay.4). Saudara-saudara, rezeki yang mencukupi dan keluarga besar yang harmonis bukan jasa seseorang, melainkan berkat Tuhan, yang diberikanNya kepada orang yang mengaku kepada petunjukNya (lih. Mzm.24:4-6). Kepala keluarga yang mengikuti petunjuk Allah dan sehari-harinya hidup sesuai dengan firman yang dicari dan didengar dalam ibadah pasti diberkati dalam rumah tangganya dan menjadi berkat dalam masyarakat luas. Oleh karena itu, janganlah semata-mata seorang ayah mewariskan harta duniawi kepada keluarganya, tetapi pengajaran, teladan, sikap dan perilaku sebagai seorang yang takut akan Tuhan, mewariskan iman percaya. Seorang ayah yang telah mendapatkan berkat maka demikianlah berkat itu akan mengalir kepada seluruh anggota keluarganya. Namun sebaliknya juga berlaku, seorang ayah yang dihukum Allah karena perbuatannya yang tidak hormat kepadaNya, maka anak-anaknya juga akan merasakannya, sampai keturunan yang ketiga dan keempat (Kel.20:5). Walaupun dapat saja terjadi, bila setiap orang mau kembali kepada kehendak Tuhan, hubungan itu akan pulih kembali.

5. “supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu” (ay.5). Tuhan akan mencurahkan berkat-Nya atas rumah tangga yang menjaga kebenaran hidupnya di hadapan Tuhan, sehingga kebahagiaan sejati menjadi bagian dari kehidupan mereka. Menyaksikan kebahagiaan di dalam rumah yang takut akan Tuhan seumur hidup. Kata “seumur hidup” menyatakan bahwa tahapan kehidupannya adalah penyertaan Tuhan, dan itu akan dirasakannya sampai akhir hidupnya, menyaksikan dan melihat perbuatan tangan Tuhan.

6. “Dan melihat anak-anak dari anak-anakmu! Damai sejahtera atas Israel” (ay.6). Kalau seseorang sudah sampai kepada tahap mempunyai cucu, maka panjanglah umurnya. Bayangkan saja saudara, kesempatan melihat cucu diberikan oleh Tuhan, alangkah bahagianya.

Marilah saudara-saudara, menjadikan kehidupan ini penuh dengan berkat dan kebahagiaan, dan tentu, sekali lagi rahasianya adalah TAKUTLAH AKAN TUHAN. Amin.