Jelaskan apa fungsi As sunnah yang merupakan sumber hukum Islam setelah Alquran?

AHMAD FATKHUNNAJAT AL-KHUDARY, NIM. 12531165 (2016) KONSEP SUNNAH DAN KEDUDUKANNYA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (STUDI PERBANDINGAN PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN DAN KASSIM AHMAD). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

Preview

Text (KONSEP SUNNAH DAN KEDUDUKANNYA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (STUDI PERBANDINGAN PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN DAN KASSIM AHMAD))
12531165_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf

Download (2MB) | Preview
Jelaskan apa fungsi As sunnah yang merupakan sumber hukum Islam setelah Alquran?
Text (KONSEP SUNNAH DAN KEDUDUKANNYA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (STUDI PERBANDINGAN PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN DAN KASSIM AHMAD))
12531165_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB)

Abstract

Sunnah atau Hadis menempati posisi penting dalam Islam yakni sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Tidak semua persoalan keagamaan ditemukan jawabannya dalam al-Qur’an. Maka dari itu, para ulama merujuk kepada sunnah atau hadis sebagai otoritas hukum kedua setelah al-Qur’an. Dalam sejarahnya, istilah sunnah kemudian disinonimkan dengan istilah hadis. Ulama muhaddis|in pada umumnya mengidentikkan antara sunnah dengan hadis, yakni segala sabda, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi. Akan tetapi jika kita memperhatikan perspektif historisnya, maka sunnah dan hadis sesungguhnya merupakan dua konsep yang berbeda meskipun di antara keduanya terdapat jalinan yang erat. Maka Rahman memandang dan menyatakan bahwa sunnah dan hadis dapat dijadikan pedoman kedua setelah al-Qur’an. Berbeda halnya dengan Ahmad, karena ia memandang bahwa dalam menentukan suatu hukum, hanya al-Qur’an saja yang bisa dijadikan pedoman dan tidak perlu tambahan kitab-kitab lain, seperti hadis ataupun sunnah. Aspek yang menjadi perbandingan yang digunakan pada penelitian ini mencakup tiga pembahasan yang meliputi: Pertama¸ Makna Sunnah, Kedua, Otentisitas Hadis, Ketiga, Implikasi Terhadap Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam. Kajian dalam penelitian ini berusaha menjawab rumusan masalah: 1. Bagaimana konsep sunnah dalam pandangan Fazlur Rahman dan Kassim Ahmad? 2. Apa persamaan dan perbedaannya? 3. Bagaimana implikasinya terhadap hadis sebagai sumber hukum Islam? Dalam upaya menjawabnya, penelitian ini menggunakan teori sunnah dan hadis. Sementara metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis-komparatif melalui pendekatan content analysis, yang bertujuan untukmenjelaskan bagaimana pemikiran Fazlur Rahman dan Kassim Ahmad tentang sunnah, kemudian menganalisisnya secara kritis, dan selanjutnya membandingkannya, sehingga dapat diketahui bagaimana perbedaan dan persamaan antara pemikiran kedua tokoh tersebut. Adapun hasil dari penelitian ini adalah dalam menentukan suatu hukum menggunakan hadis, Rahman menganggap bahwa tidak apa-apa, karena Rahman memandang bahwa sebuah hadis yang memiliki matan yang lemah, tidak bisa dikatakan dhoif, karena apabila isnadnya memiliki sumber historis yang kuat, hadis tersebut masih dapat diterima. Berbeda halnya dengan Ahmad, ia memandang bahwa hadis tidak bisa dijadikan rujukan untuk menentukan suatu hukum, karena hadis memiliki kelemahan, yakni selalu ada hadis mengkritik hadis yang lain, serta terlalu banyak pemalsuan yang terjadi dalam hadis. Ahmad menyatakan bahwa cukup al- Qur’an saja sebagai pedoman hidup umat-Nya, dan dalam menentukan suatu hukum dalam Islam, sudah cukup menggunakan al-Qur’an, tidak perlu kitab-kitab lain.

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

Jelaskan apa fungsi As sunnah yang merupakan sumber hukum Islam setelah Alquran?
View Item

DOI: https://doi.org/10.33367/tribakti.v27i1.255

Keywords: Sunnah, Fungsi dan Kedudukan Sunnah, Al Quran

Artikel ini membahas tentang tinjauan kedudukan dan fungsi sunnah terhadap al Quran. Dimana al Quran sebagai sumber ajaran Islam yang dijamin kebenaran dan keutuhan serta kemurniannya hanya mengandung kaidah-kaidah syariat Islam secara umum. Sehingga diperlukan bantuan untuk menafsirkan kaidah dan hukum yang masih universal tersebut. Ketika Nabi masih hidup permasalah yang muncul tersebut oleh para sahabat langsung bias ditanyakan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Sunnah merupakan keterangan Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah filiyah), maupun ketetapan Nabi (sunnah taqririyah). Selain itu, Sunnah juga merupakan sumber hukum kedua setetalah al Quran. Hal demikian itu disebabkan adanya perbedaan sifat, yaitu al Quran bersifat qhati al wurud, sedangkan sunnah bersifat dhanni al wurud. Semantara fungsi sunnah terhadap al Quran adalah pertama, sunnah berfungsi sebagai penguat (taqid) atas apa yang dibawa al Quran. Kedua, fungsi sunnah sebagai penjelas (tabyin) atas apa yang terdapat dalam al Quran. Dan ketiga, fungsi sunnah sebagai mustaqillah atau menetapkan hukum yang belum ada hukumnya dalam al Quran.

Sunnah dan al Quran merupakan dua hal yang menyatu sebagaimana tak terpisahkan antara mubayyin dan maudhu al bayan, mufashil dan maudhu ijmal dan antara juzi dan kulli. Adalah al Quran yang membawa syariat secara ijmal dan sunnah yang menjelaskan sekalian juziinya.

al Barily, Zakaria. Mashadir al Islamiyah, Kairo, 1395. al Hummarah, Abbas Mutawalli. al Sunnah al Nabawiyyah wa Makanatu fi al Tasyri, Kairo, al Dar al Qammiyah li al Thiba�ah wa al Nasyr. T.th. Al Jaziri, Abu Bakar Jabir. Minhaj al Muslim, Bairut, Dar Al Fikr, Cet VII Al Jurjani, Al Syarif Ali Bin Muhammad. Al Ta�rifat, Al Haramain, Jeddah, tt. Al Khatib, Muhammad Ajaj. Ushul al Hadits, Dar Al Fikr, Cet III, 1975. Al Syaukuni, Irsyad Al Fukhul ila Tahqiq al Haq Min �Ilm al Ushul, tt. Daud, Abu. Sunnah Abi Daud, ditahqiq oleh Muhammad Muhyi Al Diin Abd. Al Hamid, Bairut Dar al Fikr, Juz IV. Fatehurrahman, Mukhtar Yahya. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, Bandung, Al Ma�rif, 1986. Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul Al Fiqh, Ar Al Quwatiyyah, Mesir, Cet VIII. Muslim, Imam. Shahih Muslim Syarah An Nawawi, Juz II. Maktabah Dahlan, tt.

Syalthout, Mahmud. Al Islam al Aqidah wa Syariah, Al Khoiroh, Dar Al Qalam, 1966.

Jelaskan apa fungsi As sunnah yang merupakan sumber hukum Islam setelah Alquran?

BincangSyariah.Com – As-Sunnah adalah segala ucapan, perbuatan, dan pengakuan (taqrir) yang timbul dari nabi. Ia merupakan salah satu sumber hukum. Seorang mujtahid dalam setiap proses ijtihadnya pasti merujuk kepada al-Qur’an kemudian as-Sunnah. Hal ini menunjukkan bahwa as-Sunnah merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an dalam proses istinbath ahkam (penggalian hukum).Di sini, as-Sunnah memiliki relevansi yang erat dengan al-Qur’an. Dalam kitab Ushul Fiqh Abdul Wahab Khallaf, dijelaskan bahwa fungsi as-Sunnah terhadap al-Qur’an dari aspek hukum yang timbul darinya itu ada tiga fungsi.

Pertama, fungsi as-Sunnah sebagai sumber yang menetapkan (muqarrirah) dan menguatkan (muakkidah) terhadap hukum-hukum dalam al-Qur’an. Karenanya, hukum itu memiliki dua sumber: al-Qur’an dan as-Sunnah. Seperti anjuran bagi suami untuk berbuat baik terhadap istrinya. Hal ini merujuk pada riwayat Amr bin Ahwash dari ayahnya, pada saat haji wada’, nabi bersabda dalam khutbahnya:

Jelaskan apa fungsi As sunnah yang merupakan sumber hukum Islam setelah Alquran?

…أَلَا وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ

…“Ingatlah! Hak mereka (para istri) atas kalian (para suami) adalah agar kalian berperilaku baik kepada mereka dalam menafkahinya (memberi pakaian dan makanan)”. (HR. Ibnu Majah).

Di samping itu, anjuran berbuat baik terhadap istri juga telah dijelaskan dalam al-Qur’an, yaitu terdapat dalam surah an-Nisa’ ayat 19:

…وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ…الآية

…“Pergaulilah mereka (para istri) dengan baik” (QS. An-Nisa’ [4]: 19).

Dengan demikian, as-Sunnah yang berbentuk ucapan dari nabi itu mendukung atau menguatkan ketetapan yang telah tertera dalam al-Qur’an.

Kedua, fungsi as-Sunnah sebagai sumber yang merinci (mufassilah) dan menjelaskan (mufassirah) hukum dalam al-Qur’an yang bersifat global. Seperti hadis nabi:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana aku shalat”. (HR. Al-Bukhari). (Baca: Dalil Shalat Lima Waktu dalam Al-Qur’an dan Hadis)

Hadis ini dan hadis-hadis yang menunjukkan tata cara shalat nabi berfungsi untuk menjelaskan dan merinci perintah shalat yang masih bersifat global sebagaiamana dalam ayat:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ … الآية

“Dan laksanakanlah shalat”…. (QS. Al-Baqarah [2]: 45).

Ayat ini masih bersifat global. Artinya, ayat ini hanya menjelaskan perintah shalat tetapi tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat itu dilaksanakan. Di sinilah hadis-hadis yang menunjukkan tata cara pelaksanaan shalat nabi berfungsi menjelaskan al-Qur’an yang masih global tersebut.

Ketiga, funsgi as-Sunnah sebagai sumber yang menetapkan (musbitah) dan memunculkan (munsyi’ah) hukum yang tidak dijelaskan dalam al-Qur’an. Dengan demikian, hukum itu ditetapkan berdasarkan as-Sunnah dan tidak ada nash al-Qur’an yang menjelaskannya. Seperti larangan seorang laki-laki memakai perhiasan emas dan kain sutera. Diriwayatkan dari Ibnu Zurair bahwa ia mendengar Ali bin Abi Thalib berkata:

إِنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَخَذَ حَرِيرًا فَجَعَلَهُ فِي يَمِينِهِ، وَأَخَذَ ذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ» ثُمَّ قَالَ: «إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي»

“Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. mengambil sutera dan meletakkan di tangan kanannya dan mengambil emas dan meletakkan di tangan kirinya. Kemudian beliau bersabda: sesungguhnya dua benda ini haram atas kalangan laki-laki dari umatku”. (HR. An-Nasa’i).

Dalam al-Qur’an, tidak ditemukan ayat yang menjelaskan keharaman seorang laki-laki memakai perhiasan emas dan kain sutera. Di sinilah hadis di atas berfungsi untuk menjelaskan hukum yang tidak dijelaskan dalam al-Qur’an.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa kedua sumber hukum ini saling melengkapi antara satu dengan lainnya. Oleh karenanya, sudah selayaknya seorang pakar hukum Islam mahir dalam kedua sumber hukum tersebut.

Wallahu a’lam.