Irama dengan hitungan satu sabetan balungan mendapat delapan sabetan saron penerus disebut

MENGENAL KARAWITAN GAYA YOGYAKARTA Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Abstrak Karawitan gaya Yogyakarta dan karawitan gaya Surakarta diduga bersumber dari budaya yang sama, yaitu kerajaan Mataram. Kedua gaya karawitan ini menggunakan perangkat gamelan yang sama, yaitu perangkat gamelan ageng. Karawitan yang berkembang di wilayah Kasultanan Yogyakarta kemudian memunculkan ciri-ciri yang berbeda dengan karawitan gaya Surakarta. Ciri-ciri tersebut dapat dilihat secara fisik maupun non fisik Ciri-ciri fisik dapat dikenali melalui bentuk instrumen, sedangkan ciri-ciri non fisik berupa cara kerja musikal dapat dikenali melalui pola tabuhan, garap, irama, tempo sajian, dan susunan balungan gending yang semuanya dalam rangka untuk penguatan sebuah identitas gaya karawitan. Kata Kunci: Karawitan Gaya Yogyakarta, ciri fisik, dan ciri musikal Abstract Yogyakarta style karawitan and Surakarta style gamelan are said to originate from the same cultural source: that of the Mataram kingdom. Each style uses the same type of gamelan: the gamelan ageng. The style of karawitan that developed in the Yogyakarta Sultanate gradually evolved different characteristics from that in Surakarta. These characteristics are both physical and non-physical. The former can be observed in the shapes of the instruments, while the latter involve how the music is played: how the instruments are struck, garap, irama, the tempo within performances, and the balungan of compositions. All these elements go towards strengthening the identity of each style. Keywords: Yogyakarta style Karawitan, physical characteristics, and musical characteristics Pengantar Gaya karawitan adalah kekhasan atau kekhususan yang ditandai oleh ciri fisik, estetik (musikal), dan atau sistem bekerja (garap) yang dimiliki oleh perorangan (pengrawit) atau kelompok (masyarakat karawitan), atau kawasan (budaya) tertentu, yang diakui eksitensinya dan berpotensi untuk mempengaruhi individu, kelompok atau kawasan budaya (karawitan) lainnya, baik itu terberlakukan dengan sengaja atau tidak, maupun yang terjadi atas hasil dari berbagai cara atau bantuan dari berbagai sarana atau media (Rahayu Supanggah, 2002:137). Berbicara mengenai gaya karawitan yang terlahir dari suatu wilayah budaya, di Jawa terdapat dua gaya karawitan utama, yaitu Karawitan Gaya Surakarta dan Karawitan Gaya Yogyakarta. Hal ini sangat wajar, mengingat sejak dahulu dua wilayah ini terdapat kraton yang menjadi pusat pemerintahan dan sekaligus menjadi pusat kebudayaan jawa. Walaupun pada saat ini kedua kraton tersebut secara politik tidak lagi sebagai pusat pemerintahan, tetapi kedua gaya karawitan tersebut masih lestari hingga sekarang dan menjadi kiblat bagi para pengrawit di luar kraton. 67

Kêtêg Karawitan gaya Yogyakarta dan karawitan gaya Surakarta diduga bersumber dari budaya yang sama, yaitu kerajaan Mataram. Kedua gaya karawitan ini menggunakan perangkat gamelan yang sama, yaitu perangkat gamelan ageng. Oleh sebab itu bagi orang awam sangat sulit untuk membedakan antara kedua gaya karawitan tersebut. Terdapat beberapa ciri yang dapat digunakan sebagai pembeda antara karawitan gaya Yogyakarta dan karawitan gaya Surakarta. Ciri-ciri tersebut dapat dilihat dari segi fisik maupun yang bersifat musikal. Ciri fisik dalam karawitan gaya Yogyakarta dapat dikenali melalui bentuk intrumen, sedangkan ciri yang besifat musikal dapat dikenali melalui: susunan balungan gending, garap gending, laya atau tempo, irama, pola tabuhan ricikan, dan sebagainya. Susunan balungan gending antara karawitan gaya Surakarta dan karawitan gaya Yogyakarta terdapat perbedaan walaupun gending tersebut memiliki: nama, bentuk, laras, dan pathet yang sama. Apabila terdapat gending yang mempunyai ciri-ciri seperti yang telah disebut di depan, maka patut diduga bahwa keberadaan gending tersebut sudah ada sebelum kerajaan Mataram terbagi menjadi dua. Perbedaan susunan balungan gending tersebut terjadi karena daya ingat dari pada pengrawit itu sendiri yang sangat terbatas. Hal ini sangat dimungkinkan karena pada saat itu belum berkembang sistem penulisan notasi karawitan seperti sekarang ini. Bagian-bagian yang diingat terhadap sebuah gending adalah pada bagian seleh-seleh gatra dari balungan gending tersebut, sehingga susunan balungan gending-nya menjadi berbeda walaupun seleh-seleh gatra masih tetap sama. Selain perbedaan susunan balungan gending yang berbeda karena faktor daya ingat pengrawit, perbedaan susunan balungan gending karawitan gaya Yogyakarta juga terjadi karena faktor kesengajaan. Sebagai kerajaan yang baru, Kasultanan Yogyakarta berusaha untuk menampilkan identitas yang berbeda dengan Kasunanan Surakarta di berbagai aspek budaya, termasuk di dalamnya adalah karawitan. Dalam rangka pencarian dan penguatan identitas karawitan gaya Yogyakarta, Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian tentang Bunyi maka terdapat beberapa gending yang sudah ada sebelumnya digarap atau disesuaikan dengan ciri khas yang terdapat dalam karawitan gaya Yogyakarta, salah satunya dengan cara merubah susunan balungan gending. Selain perbedaan susunan balungan gending, pola-pola tabuhan ricikan juga dapat digunakan sebagai pembeda antara karawitan gaya Surakarta dengan karawitan gaya Yogyakarta. Terdapat pola-pola tabuhan ricikan yang menjadi ciri khas karawitan gaya Yogyakarta, di antaranya adalah: pola tabuhan bonang barung dan bonang penerus, pola tabuhan saron penerus, pola tabuhan demung dan slenthem pada balungan nibani, dan pola tabuhan kendhang. Sementara pola tabuhan ricikan yang lain tidak jauh berbeda dengan pola tabuhan karawitan gaya Surakarta. Garap soran atau sajian secara instrumental dengan volume yang keras (sora) merupakan salah satu yang menjadi ciri khas dari garap karawitan Gaya Yogyakarta. Gending-gending yang disajikan dengan garap soran adalah untuk mengekpresikan jiwa keprajuritan. Hal ini sesuai dengan jiwa keprajuritan yang dimiliki oleh Pangeran Mangku Bumi yang kemudian menjadi raja pertama dari Kasultanan Yogyakarta yang bergelar Hemengku Buana I. Sejak berdirinya Kasultanan Yogyakarta banyak dicipta gending-gending soran. Berbagai bentuk gending seperti ketawang, ladrang, merong, dan inggah gending disajikan dengan garap soran. Banyak gending berbentuk merong dalam karawitan gaya Yogyakarta yang disajikan dalam irama tanggung atau digarap soran terlebih dahulu sebelum sajian dalam irama dados. Tulisan ini akan mengulas berbagai aspek tentang karawitan gaya Yogyakarta, khususnya tentang susunan balungan gending, pola tabuhan ricikan, dan gending soran. Gambaran Umum Karawitan Gaya Yogyakarta Karawitan Gaya Yogyakarta adalah karawitan yang awalnya hidup dan berkembang di lingkungan kraton Yogyakarta, se- 68

Mengenal Karawitan Gaya Yogyakarta buah gaya karawitan yang disesuaikan dengan budaya lingkungan setempat. Kemudian karawitan gaya Yogyakarta yang juga biasa disebut dengan karawitan gaya Mataraman ini berkembang di seluruh wilayah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta, bahkan dalam kadar tertentu, terutama karawitan yang terkait dengan pakeliran banyak dipentaskan di luar wilayah Yogyakarta. Bagi orang awam agak sulit untuk membedakan antara karawitan gaya Surakarta dengan karawitan gaya Yogyakarta karena kedua gaya karawitan itu menggunakan perangkat gamelan yang sama, baik parangkat gamelan ageng maupun parangkat gamelan pakurmatan. Namun demikian apabila diperhatikan secara cermat, kedua gaya karawitan tersebut dapat diketahui melalui ciri-ciri yang berbeda, baik ciri secara fisik maupun yang bersifat musikal. Ciri-ciri Fisik Seperti telah disebut di depan bahwa karawitan jawa yang berkembang di Yogyakarta maupun di Surakarta keduanya menggunakan perangkat gamelan ageng, terutama dalam penyajian konsert karawitan. Namun demikian, apabila dilihat secara cermat, antara perangkat gamelan ageng yang ada di Yogyakarta dan di Surakarta terdapat beberapa perbedaan, baik ricikan yang digunakan maupun bentuk rancakan. Oleh sebab itu bagi masyarakat awam biasanya akan lebih mudah untuk mengenali perbedaan karawitan gaya Surakarta dan karawitan gaya Yogyakarta dengan melihat secara fisik dari perangkat gamelan yang ada. Rahayu Supanggah mengklasifikasikan perbedaan-perbedaan tersebut seperti berikut. 1 1. Bonang Penembung Bonang penembung adalah bonang dengan ukuran besar. Nada-nada bonang penembung jaleran brunjung (deretan bonang bagian atas dengan permukaan agak cembung/meninggi ke atas) sama dengan nada-nada bonang ba- 1 Rahayu Supanggah, 2002 : 151-152. rung setren dhempok (deretan bonang bagian bawah dengan permukaan rata), sedangkan nada-nada bonang penembung setren dhempok (deretan bawah) adalah gembyang bawah dari bonang penembung jaleran brunjung (deretan atas). Perangkat gamelan ageng di Yogyakarta selalu terdapat bonang penembung yang berfungsi sebagai balungan dengan pola tabuhan nibani (pukulan pada nada-nada hitungan genap di setiap gatra), sedangkan perangkat gamelan ageng di Surakarta tidak terdapat bonang penembung. 2. Kenong Japan Kenong Japan adalah kenong yang ukurannya lebih besar dari kenong pada umumnya dengan larasan nada 5 (lima) rendah atau sama dengan nada 5 (lima) bonang penembung setren dhempok (deretan bonang bagian bawah). Perangkat gamelan ageng di Yogyakarta selalu terdapat Kenong Japan yang digunakan pada sajian gending-gending soran dalam irama tanggung, sedangkan perangkat gamelan ageng di Surakarta tidak terdapat Kenong Japan. 3. Engkuk-kemong Engkuk-kemong adalah dua buah ricikan pencon sebesar nada bonang penerus nada 6 (nem) dan 5 (lima) setren dhempok (bawah) dengan cara digantung. Perangkat gamelan ageng di Yogyakarta tidak terdapat engkuk-kemong, sedangkan perangkat gamelan ageng di Surakarta sering terdapat engkuk-kemong. Pola tabuhan engkuk-kemong adalah sama dengan pola tabuhan kethuk kempyang pada inggah gending irama dados. 4. Gambang Gongsa Gambang gongsa adalah gambang yang terbuat dari perunggu, ditabuh dengan dua buah kayu. Gambang gongsa juga sering disebut calapita. Perangkat gamelan ageng di Yogyakarta tidak terdapat gambang gongsa, sedangkan perangkat gamelan ageng di Surakarta sering terdapat gambang gongsa yang digunakan ketika menyajikan gending Undur-undur Kajongan dan Kodok Ngorek. 69

Kêtêg 5. Rebab Kosok rebab atau rangkungan pada perangkat gamelan di Yogyakarta lebih pendek dari pada kosok rebab atau rangkungan perangkat gamelan di Surakarta. 6. Kendhang Kendhang pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta berbentuk barel yang relatif datar, sedangkan kendhang pada perangkat gamelan ageng di Surakarta berbentuk barel menggelembung di tengah dan lebih panjang dari pada kendhang yang ada di Yogyakarta. Kendhang ketipung (kendhang yang ukurannya paling kecil diantara kendhang yang lain) pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta menggunakan plangkan atau penyangga, sedangkan kendhang ketipung di Surakarta tidak menggunakan plangkan atau penyangga. 7. Bonang Barung dan Bonang Penerus Keseluruhan ricikan bonang pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta lebih tinggi dan tanpa widheng, sedangkan ricikan bonang pada perangkat gamelan ageng di Surakarta terkesan lebih datar dan ber-widheng. Widheng adalah parit kecil atau lekukan yang mengelilingi pencon. 8. Balungan Seluruh ricikan balungan (demung, saron barung, dan saron penerus) pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta lebih tebal dan lebih cembung, yang slendro berbilah enam buah dan yang pelog berbilah tujuh buah, sedangkan ricikan balungan pada perangkat gamelan ageng di Surakarta relatif lebih tipis dan tidak begitu cembung dibanding ricikan balungan yang ada di Yogyakarta, yang slendro berbilah enam buah atau sembilan (terutama ricikan saron barung untuk wayangan) dan yang pelog berbilah tujuh buah. 9. Kenong Kenong nada gulu (2/ro) perangkat gamelan ageng di Yogyakarta pada gembyang tinggi, sedangkan kenong nada gulu (2/ro) Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian tentang Bunyi perangkat gamelan ageng di Surakarta pada gembyang rendah. 10. Rancakan kenong, tebeng bonang, dan gambang Rancakan kenong, tebeng bonang, dan gambang pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta cenderung menggunakan motif lung-lungan solid, bukan krawangan, sedangkan rancakan kenong, tebeng bonang, dan gambang pada perangkat gamelan ageng di Surakarta pada umumnya menggunakan motif nagan dengan ukir krawangan. 11. Rancakan balungan Rancakan balungan pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta berbentuk relung dan meninggi pada bagian sampingnya, sedangkan rancakan balungan pada perangkat gamelan ageng di Surakarta berbentuk relung dengan permukaan datar. 12. Rancakan gender Rancakan gender pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta menggunakan bumbungan tertutup, sedangkan rancakan gender pada perangkat gamelan di Surakarta menggunakan bumbungan terbuka, nampak dari depan dan belakang. Selain itu, dhendha (bagian dari rancakan gender yang berfungsi sebagai tambatan tali) pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta berbentuk keong atau siput, sedangkan dhendha pada perangkat gamelan ageng di Surakarta berbentuk mlathi. 13. Gayor gong Gayor gong pada perangkat gamelan ageng di Yogyakarta berbentuk lung-lungan. Gong digantung pada canthelan logam yang dapat berputar dan terdapat lebih dari dua gayor, sedangkan gayor gong pada perangkat gamelan ageng di Surakarta berbentuk nagan. Gong digantung pada kayunya dan terdapat dua gayor pada satu perangkat. 14. Suling Perangkat gamelan ageng di Yogyakarta hanya menggunakan satu buah suling dengan 70

Mengenal Karawitan Gaya Yogyakarta enam lubang untuk slendro dan pelog, sedangkan suling pada perangkat gamelan ageng di Surakarta berjumlah dua buah dengan empat lubang untuk laras slendro dan lima lubang untuk laras pelog. Dari berbagai perbedaan fisik antara perangkat gamelan ageng di Yogyakarta dan di Surakarta seperti disebut di depan, terdapat beberapa instrumen yang memang dijadikan sebagai ciri khas karawitan gaya Yogyakarta, yaitu bonang penembung, kenong japan, serta kenong dan kempul nada gulu atau nada 2 (ro) tinggi. Keempat instrumen atau ricikan tersebut tidak terdapat pada perangkat gamelan ageng di Surakarta. Ciri-ciri Musikal Cara kerja musikal merupakan unsur utama terjadinya perbedaan gaya karawitan. Mengingat antara karawitan gaya Yogyakarta dengan karawitan gaya Surakarta menggunakan perangkat gamelan yang sama, yaitu gamelan ageng, maka para pengrawit yang terlatih dapat membedakan kedua gaya karawitan tersebut dengan melihat sistem kerja musikal, yaitu dengan cara melihat garap dari masing-masing instrumen atau ricikan maupun garap sajian gending secara keseluruhan. Terdapat beberapa sistem kerja musikal yang dapat membedakan antara karawitan gaya Yogyakarta dengan karawitan gaya Surakarta. Perbedaan-perbedaan tersebut meliputi: pola tabuhan ricikan, irama, tempo, dan sebagainya. Pola Tabuhan Ricikan Perbedaan sistem kerja musikal antara karawitan gaya Yogyakarta dengan karawitan gaya Surakarta salah satunya ditentukan oleh perbedaan pola tabuhan instrumen atau ricikan. Terdapat beberapa perbedaan pola tabuhan instrumen atau ricikan antara sajian gending-gending karawitan gaya Yogyakarta dengan sajian gending-gending karawitan gaya Surakarta. Perbedaan pola tabuhan ini dapat mempengaruhi rasa gending yang dihasilkan, walaupun keduanya menyajikan gending-gending yang sama. Adapun perbedaan pola tabuhan ricikan yang dimaksud antara lain adalah pola tabuhan ricikan bonang barung dan bonang penerus, saron penerus, demung, slenthem, dan kendhang. 1. Pola Tabuhan Bonang Barung dan Bonang Penerus. Bonang barung merupakan instrumen yang cukup penting dalam sajian karawitan. Ia berfungsi sebagai penghias lagu. Selain itu, sajian bonang adalah sebagai penuntun terhadap sajian intrumen balungan lainnya, yaitu dengan cara menabuh mendahului, baik melalaui pola pipilan maupun pola sekaran bonang. Antara karawitan gaya Yogyakarta dan karawitan gaya Surakarta terdapat beberapa pola tabuhan bonang barung maupun bonang penerus yang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut melipiti pola pipilan dan gembyangan. Di bawah ini diberikan contoh-contoh pola tabuhan bonang barung yang menjadi salah satu ciri khas karawitan gaya Yogyakarta, antara lain: a. Mipil Tabuhan bonang barung dengan menggunakan pola mipil pada dasarnya adalah pengulangan pukulan pada setiap dua sabetan balungan gending, baik pada paruh gatra pertama maupun paruh gatra kedua. Pada sajian irama tanggung, pengulangan pukulannya dilakukan sebanyak dua kali, sedangkan dalam irama dados, pengulangan pukulannya dilakukan sebayak empat kali. Sebagai contoh, apabila terdapat balungan 3 5 3 2, maka pola tabuhan bonang barung dalam irama tanggung adalah seperti berikut: 3 5 3 5 3 2 3 2, sedangkan dalam irama dados adalah sebagai barikut: 3 5 3 5 3 5 3 5 3 2 3 2 3 2 3 2. Untuk menghidari supaya pola tabuhan bonang barung dalam irama dados tersebut tidak terkesan monoton, maka digunakan variasi pola tabuhan, yaitu semua pengulangan yang kedua pada sabetan yang terakhir dikosongkan atau tidak ditabuh. Sementara pengulangan ketiga pada paruh gatra pertama dan pengulangan ketiga pada paruh gatra kedua menggunakan variasi yang berbeda, yaitu nada pada hitungan genap ditabuh dua kali, sehingga pola tabuhan mipil 71

Kêtêg bonang barung dalam irama dados karawitan gaya Yogyakarta untuk balungan 3 5 3 2 adalah sebagai berikut: 3 5 3 5 5 3 5 3 2 3 2 2 3 2 Pola mipil seperti di atas biasanya masih diberi variasi geteran pada pengulangan yang ketiga (menjelang seleh pertengahan gatra dan menjelang seleh gatra), yaitu dengan cara menambah satu pukulan pada awal pengulangan sehingga nada pada hitungan genap dipukul tiga kali seperti digeterkan. Contoh variasi tersebut adalah seperti berikut: 3 5 3 555 3 5 3 2 3 222 3 2 Variasi pola mipil bonang barung pada sajian irama dados inilah yang membedakan antara pola tabuhan bonang barung karawitan gaya Yogyakarta dengan pola tabuhan bonang barung karawitan gaya Surakarta. Apabila disejajarkan adalah sebagai berikut: Karawitan gaya Yogyakarta: 3 5 3 5 5 3 5 3 2 3 2 2 3 2 Karawitan gaya Surakarta: 3 5 3 3 5 3 5 3 2 3 3 2 3 2 Pola tabuhan bonang penerus pada dasarnya adalah kelipatan dua kali dari pola tabuhan bonang barung. Adapun variasi pola tabuhan bonang penerus dalam irama tanggung adalah sama persis dengan pola tabuhan bonang barung dalam irama dados namun dalam kecepatan dua kali lipat, yaitu setiap dua sabetan balungan gending dilakukan pengulangan sebanyak empat kali. Apabila dalam sajian irama tanggung setiap dua sabetan balungan gending dilakukan pengulangan sebanyak empat kali, maka pola tabuhan bonang penerus dalam irama dados dilakukan dengan cara pengulangan sebanyak delapan kali. Adapun variasi pola tabuhannya yaitu menggunakan pola tabuhan menggantung sebanyak tiga kali, kemudian disambung dengan variasi nada hitungan genap ditabuh dua kali. Untuk jelasnya dapat dilihat pada contoh di bawah ini. Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian tentang Bunyi Balungan: 3 5 3 2 Pola tabuhan bonang penerus dalam irama tanggung: Karawitan gaya Yogyakarta 353 5535 323 2232 Karawitan gaya Surakarta: 353 3535 323 3232 Pola tabuhan bonang penerus dalam irama dados: Karawitan gaya Yogyakarta: 3 5 3 3 5 3 3 5 3 5 5 3 5 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 2 Karawitan gaya Surakarta: 3 5 3 3 5 3 3 5 3 3 5 3 5 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 b. Nglagu Pola tabuhan bonang nglagu adalah bentuk pengembangan dari pola tabuhan mipil. Pengembangannya dilakukan pada setiap akan seleh, baik pada pertengahan gatra maupun akhir gatra dengan cara mnggunakan nada-nada satu bilah lebih rendah dari nada seleh untuk dijadikan sebagai rangkaian lagu. Contoh tabuhan bonang barung dengan menggunakan pola tabuhan nglagu dapat dilihat seperti di bawah ini. Balungan: 3 2 1 y Bonang Barung irama tanggung: 3212 ty1y Bonang Barung irama dados: 323. 1232 1y1. ty1y atau: 323. 1232 ty1. ty1y 72

Mengenal Karawitan Gaya Yogyakarta c. Ngracik Pola tabuhan bonang ngracik adalah bentuk pengembangan dari pola tabuhan mipil seperti halnya pada pola tabuhan nglagu, namun pengembangannya dimulai pada sabetan tabuhan bonang yang kedua dengan cara mnggunakan nada-nada dua bilah lebih tinggi dari nada pertama suatu gatra untuk dijadikan sebagai rangkaian lagu. Pola tabuhan semacam ini biasanya digunakan pada ambah-ambahan nada rendah atau deretan bonang bagian bawah. Contoh tabuhan bonang barung dengan menggunakan pola tabuhan ngracik dapat dilihat seperti di bawah ini. Balungan: w e t y Bonang Barung irama tanggung: wtwe ty1y Bonang barung irama dados: d. Gembyang Midak wtw. eete ty1. ty1y Gembyang midak adalah pola tabuhan bonang barung dengan cara menabuh satu pecon bonang nada bawah, kemudian diikuti tabuhan nggembyang (menabuh nada atas dan nada bawah secara bersamaan) pada saat balungan disajikan. Pola tabuhan bonang barung seperti ini biasanya digunakan dalam sajian irama lamba atau tanggung. Contoh tabuhan bonang barung dengan pola gembyang midak dapat dilihat seperti di bawah ini: Balungan 3 2 3 1. 3. 2. 3. 1 Bonang barung jej j3j jwj jwj jej jej jqj q Tabuhan bonang penerus dengan pola gembyang midak tidak mengikuti pola tabuhan bonang barung, tetapi meggunakan pola tabuhan gembyang bonang penerus seperti pada umumnya, yaitu setiap satu sabetan balungan gending ditabuh gembyang selama tiga kali (empat kali tetapi pada hitungan kedua dikosongkan) sama seperti pola tabuhan bonang penerus karawitan gaya Surakarta pada sajian irama tanggung. Tabuhan bonang barung dengan menggunakan pola gembyang midak seperti di atas tidak biasa digunakan pada karawitan gaya Surakarta. Dengan demikian tabuhan bonang barung dengan pola gembyang midak tersebut merupakan salah satu ciri khas pola tabuhan bonang barung karawitan gaya Yogyakarta. e. Nguthik Nguthik adalah pola tabuhan bonang barung yang dilakukan ketika peralihan dari ambah-ambahan nada bawah beralih ke ambah-ambahan nada atas dengan cara nggembyang rambatan, kemudian disambung dengan pola pipilan variasi. Nada yang digembyang adalah nada pertama setelah seleh ambah-ambahan nada besar. Contoh pola tabuhan ini misalnya setelah ambah-ambahan nada 6 (nem bawah) akan beralih pipilan 3 5 6 5 ambah-ambahan atas, maka tabuhan bonang barung dengan pola nguthik tersebut adalah di bawah ini. Balungan y 3 5 6 5 Bonang barung nguthik dalam irama tanggung:.. 3 6 3 5 6 5 y jej jej jej j.j j j j.j j.j j.j j. Bonang barung nguthik dalam irama dados:.. 3.. 3. 6 3 5 6. 3 5 6 5 y beb beb beb b.b b beb beb b.b b.b b b.b b.b b.b b.b b b.b b.b b.b b. Tabuhan bonang barung dengan menggunakan pola tabuhan nguthik tidak terdapat pada karawitan gaya Surakarta. Apabila terdapat ambah-ambahan dari nada besar yang kemudian disambung dengan ambah-ambahan nada kecil, maka biasanya dilakukan dengan menggunakan rambatan, yaitu dengan cara gembyang pada bagian akhir dari ambah-ambahan besar tersebut, kemudian baru beralih pada ambah-ambahan nada kecil. 2. Pola Tabuhan Saron Penerus Saron penerus atau sering disebut saron peking merupakan instrumen penghias lagu. Pola tabuhan saron penerus pada sajian gend- 73

Kêtêg ing-gending karawitan gaya Yogyakarta yang menggunakan balungan mlaku pada dasarnya adalah kelipatan dua kali dari tabuhan instrumen balungan lainnya. Namun demikian, pada sajian gending-gending yang berbentuk inggah gending dengan menggunakan balungan nibani, ia tidak hanya sekedar menyajikan notasi balungan gending yang ada, tetapi berfungsi membuat lagu mengikuti garap rebab atau gender. Dengan demikian fungsi saron penerus dalam hal tersebut digolongkan sebagai instrumen garap. Terdapat pola tabuhan saron penerus yang berbeda antara karawitan gaya Yogyakarta dengan karawitan gaya Surakarta. Adapaun perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut. a. Tabuhan saron penerus karawitan gaya Yogyakarta pada gending-gending dengan balungan mlaku mengunakan pola tabuhan nacah lamba, yaitu satu sabetan balungan geding diisi dua pukulan saron penerus, baik dalam irama tanggung maupun dalam irama dados. Pukulan saron penerus pada sabetan pertama mendahului sabetan balungan gending, sedangkan pada sabetan yang kedua disajikan bersamaan dengan sabetan balungan gending. Sementara tabuhan saron penerus karawitan gaya Surakarta dalam sajian irama tanggung dan irama dados menggunakan pola tabuhan yang berbeda. Untuk sajian dalam irama tanggung menggunakan pola tabuhan nacah lamba (satu sabetan balungan gending terdiri dari dua pukulan saron penerus). Pukulan pertama saron penerus bersamaan dengan sabetan gending, sedangkan pukulan yang kedua jatuh setelah sabetan balungan gending. Sementara pada sajian dalam irama dados menggunakan pola tabuhan nacah rangkep, yaitu dua sabetan balungan gending terdiri dari delapan pukulan saron penerus (pola sajian nacah lamba pada dua sabetan balungan gending diulang dua kali). Apabila dibandingkan antara pola tabuhan saron penerus karawitan gaya Yogyakarta dengan pola tabuhan saron penerus karawitan Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian tentang Bunyi gaya Surakarta adalah seperti berikut. Tabuhan saron penerus karawitan gaya Yogyakarta dengan pola nacah lamba dalam irama tanggung maupun dados adalah sebagai berikut. Balungan: 2 3 2 1 Saron penerus: 2 2 3 3 2 2 1 1 Tabuhan saron penerus karawitan gaya Surakarta dengan pola nacah lamba dalam irama tanggung adalah sebagai berikut: Balungan: 2 3 2 1 Saron penerus: 2 2 3 3 2 2 1 1 Tabuhan saron penerus karawitan gaya Surakarta dengan pola nacah rangkep dalam irama dados adalah sebagai berikut: Balungan: 2 3 2 1 Saron penerus: 2233 2233 2211 2211 b. Tabuhan saron penerus pada gendinggending dengan balungan nibani dalam karawitan gaya Yogyakarta menggunakan pola nacah miraga. Tabuhan saron penerus dengan pola nacah miraga dalam irama tanggung pada balungan nibani yaitu setiap setengah gatra yang terdiri dari nada kosong (pin) dan seleh balungan berisi empat sabetan tabuhan saron penerus. Pada sabetan pertama, kedua, dan keempat saron penerus menabuh bilah sesuai dengan nada pokok balungan gending, sedangkan pada sabetan ketiga saron penerus menabuh bilah di atas nada pokok balungan gending. Contoh tabuhan saron penerus karawitan gaya Yogyakarta pada balungan nibani dengan pola nacah miraga dalam irama tanggung adalah sebagai berikut. Balungan:. 6. 5. 3. 2 Saron penerus: 66!6 5565 3353 2232 74

Mengenal Karawitan Gaya Yogyakarta Tabuhan saron penerus dengan pola nacah miraga dalam irama dados pada balungan nibani yaitu setiap setengah gatra yang terdiri dari nada kosong (pin) dan nada seleh balungan berisi delapan sabetan tabuhan saron penerus yang dibagi menjadi dua pola tabuhan saron penerus. Pada bagian pertama untuk mengisi nada kosong (pin), sabetan pertama dan kedua saron penerus menabuh bilah sesuai dengan nada pokok balungan gending, sedangkan pada sabetan ketiga dan keempat penerus menabuh bilah di atas nada pokok balungan gending. Pada bagian kedua untuk mengisi nada seleh balungan, pola tabuhan saron penerus adalah seperti pola tabuhan pada irama tanggung, yaitu pada sabetan pertama, kedua, dan keempat saron penerus menabuh bilah sesuai dengan nada pokok balungan gending, sedangkan pada sabetan ketiga saron penerus menabuh bilah di atas nada pokok balungan gending. Contoh tabuhan saron penerus karawitan gaya Yogyakarta pada balungan nibani dengan pola nacah miraga dalam irama tanggung adalah sebagai berikut. Balungan:. 6. 5. 3. 2 Saron penerus: 66!6 5565 3353 2232 Contoh tabuhan saron penerus karawitan gaya Yogyakarta pada balungan nibani dengan pola nacah miraga dalam irama tanggung adalah sebagai berikut. Balungan:. 6. 5. 3. 2 Saron penerus: 66!!66!6 55665565 33553353 22332232 Pola tabuhan saron penerus karawitan gaya Surakarta pada gending-gending dengan balungan nibani yang pada umumnya menggunakan pancer nada 1 (nada ji tinggi) tidak mempengaruhi pola tabuhan saron penerus. Pada sajian irama tanggung, pola tabuhan saron penerus merangkai dua nada yang terdapat pada sabetan kedua dan keempat untuk dijadikan pola nacah rangkep, sehingga dalam sajian satu gatra hanya terdiri dari satu pola nacah rangkep. Untuk pola tabuhan saron penerus pada sajian irama dados, pada balungan kosong (pin), tabuhan saron penerus biasanya mengambil nada yang terdekat dengan nada balungan gending berikutnya (sabetan kedua atau keempat) untuk dijadikan sebagai rangkaian pola tabuhan saron nacah rangkep, sehingga dalam sajian satu gatra terdiri dari dua pola nacah rangkep. Contoh tabuhan saron penerus karawitan gaya Surakarta pada balungan nibani dengan pancer 1 dalam irama tanggung adalah sebagai berikut. Balungan:. y. t. 1. y Saron penerus: 66 55 66 55!! 66!! 66 Contoh tabuhan saron penerus karawitan gaya Surakarta pada balungan nibani dengan pancer 1 dalam irama dados adalah sebagai berikut. Balungan:. 6. 5. 1. y Saron penerus: 55665566 33553355 22112211 22665566 3. Pola Tabuhan Demung Intrumen demung digolongkan ke dalam kelompok instrumen balungan. Sesuai dengan fungsinya sebagai instrumen balungan, tabuhan instrumen demung sebagian besar adalah menyajikan seperti yang tertera pada notasi balungan gending. Namun demikian, dalam sajian gending-gending tertentu ia kadang-kadang digunakan sebagai penghias lagu dengan pola tabuhan imbal demung. Tabuhan demung pada karawitan gaya Yogyakarta terdapat dua pola tabuhan, yaitu mbalung dan imbal demung. Pola tabuhan mbalung adalah tabuhan demung sesuai atau sama persis dengan balungan gendingnya atau mbalung. Pola tabuhan yang demikian biasanya disajikan pada gending-gending dengan balungan mlaku. Sedangkan pola tabuhan imbal demung disajikan pada gending-gending dengan balungan nibani. Pola imbal demung adalah tabuhan dua buah demung yang saling bergantian dengan cara demung I menabuh lebih dahulu pada nada-nada sesuai dengan balungan gendingn- 75

Kêtêg ya, kemudian diikuti tabuhan demung II dengan menabuh nada di atasnya. Sebagai contoh, apabila seleh balungan gendingnya pada nada 5 (ma), maka demung I menabuh nada 5 (ma), sedangkan demung II menabuh nada 6 (nem) secara bergantian. Terdapat beberapa variasi imbal demung, di antaranya adalah seperti berikut. a. Imbal lamba Imbal lamba adalah salah satu pola tabuhan demung imbal, baik demung I maupun demung II masing-masing hanya menabuh dua pukulan pada satu wilet imbal (setiap setengah gatra balungan gending) secara bergantian. Demung I menabuh satu pukulan sebelum nada kosong (pin), dan satu pukulan yang terletak antara nada kosong (pin) dan seleh balungan gending. Sedangkan demung II menabuh satu pukulan tepat pada nada kosong (pin), dan satu pukulan bersamaan dengan seleh balungan. Demung I menabuh sesuai dengan nada pokok balungan gending, sedangkan demung II pada sabetan pertama menabuh nada di atas nada pokok balungan gending, dan pada sabetan kedua menabuh sesuai dengan nada pokok balungan gending. Contoh tabuhan demung dengan pola imbal lamba dapat dilihat seperti di bawah ini. Balungan :. 6. 5. 3. 2 Demung I : 6.6. 5.5. 3.3. 2.2. Demung II :.!.6.6.5.5.3.3.2 Keterangan: Pola Tabuhan demung imbal lamba seperti di atas hanya digunakan dalam irama tanggung seseg. Pada setiap seleh balungan, tabuhan demung II dipukul secara bersamaan dengan ditutup (dipithet), sehingga terdengar suara thek, atau malah dibiarkan tidak dipukul sama sekali. b. Imbal dados Imbal dados adalah salah satu pola tabuhan demung imbal, baik demung I maupun demung Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian tentang Bunyi II masing-masing menabuh empat pukulan pada satu wilet imbal (setiap setengah gatra balungan gending) secara bergantian. Demung I menabuh dua pukulan sebelum nada kosong (pin), dan dua pukulan sebelum seleh balungan gending. Sedangkan demung II menabuh satu pukulan sebelum nada kosong, satu pukulan tepat pada nada kosong (pin), satu pukulan sebelum nada seleh balungan, dan satu pukulan bersamaan dengan seleh balungan. Contoh tabuhan demung dengan pola imbal dados dapat dilihat seperti berikut. Bal. :. 6. 5. 3. 2 Dm. I : 6.6.6.6. 5.5.5.5. 3.3.3.3. 2.2.2.2. Dm. II :.!.!.!.6.6.6.6.5.5.5.5.3.3.3.3.2 Keterangan: Pola Tabuhan demung imbal dados seperti di atas digunakan dalam irama tanggung antal (tidak terlalalu seseg) dan irama dados. Pada setiap seleh balungan, tabuhan demung II dipukul secara bersamaan dengan ditutup (dipithet), sehingga terdengar suara thek, atau malah dibiarkan tidak dipukul sama sekali. c. Imbal rangkep Imbal rangkep adalah salah satu pola tabuhan demung imbal, baik demung I maupun demung II masing-masing menabuh delapan pukulan pada satu wilet imbal (setiap setengah gatra balungan gending) secara bergantian. Demung I menabuh empat pukulan sebelum nada kosong (pin), dan empat pukulan sebelum seleh balungan gending. Sedangkan demung II menabuh tiga pukulan sebelum nada kosong, satu pukulan tepat pada nada kosong (pin), tiga pukulan sebelum nada seleh balungan, dan satu pukulan bersamaan dengan seleh balungan. Pola semacam ini sebetulnya merupakan bentuk pengulangan dari pola imbal dados. Contoh tabuhan demung dengan pola imbal rangkep dapat dilihat seperti di bawah ini. Bal. :. 6. 5 Dm. I :6.6.6.6.6.6.6.6. 5.5.5.5.5.5.5.5. Dm. II :.!.!.!.!.!.!.!.6.6.6.6.6.6.6.6.5 76

Mengenal Karawitan Gaya Yogyakarta d. Imbal sekaran Imbal sekaran pada dasarnya adalah bentuk variasi dari imbal demung seperti yang telah disebutkan di atas dengan tujuan agar sajian tidak terkesan monoton. Caranya yaitu demung I pada sabetan yang kedua meloncat dua nada di atas nada balungan gending, kemudian demung II mengimbangi dengan memukul nada-nada yang harmonis untuk membuat suatu lagu balungan, biasanya adalah menggunakan satu nada lebih tinggi dari nada yang digunakan sebagai variasi dari demung I. Contoh tabuhan demung dengan pola imbal sekaran dapat dilihat seperti di bawah ini. Balungan:. 6. 5. 3. 2 Dm.I : 6.3.6.6.5.2.5.5.3.1.3.3.2.y.2.2. Dm.II :.!.5.!.6.6.3.6.5.5.2.5.3.3.1.3.2 Semua pola tabuhan imbal demung seperti yang telah disebutkan di atas tidak biasa disajikan pada karawitan gaya Surakarta. Dengan dimikian pola tabuhan imbal demung adalah merupakan salah satu ciri khas dari karawitan gaya Yogyakarta. 4. Pola Tabuhan Slenthem Instrumen slenthem atau sering disebut dengan gender penembung pada karawitan gaya Yogyakarta digolongkan ke dalam kelompok instrumen balungan. Ia bertugas menyajikan seperti yang tertera pada notasi balungan gending atau mbalung. Pola tabuhan mbalung adalah tabuhan slenthem sesuai atau sama persis dengan balungan gendingnya. Pola tabuhan yang demikian biasanya disajikan pada gending-gending dengan balungan mlaku. Selain pola tabuhan mbalung, dalam karawitan gaya Yogyakarta terdapat pola tabuhan slenthem yang disebut dengan ngenyut atau gemakan. Pola ini disajikan pada gending-gending dengan balungan nibani ketika garap demung disajikan dengan pola tabuhan imbal demung. Terdapat dua macam pola tabuhan ngenyut atau gemakan, yaitu: a. Ngenyut atau gemakan lamba Tabuhan slenthem dengan pola tabuhan ngenyut lamba atau gemakan lamba digunakan ketika gending disajikan dalam irama tanggung. Pola tabuhan slenthem ngenyut lamba atau gemakan lamba adalah sama persis dengan pola tabuhan imbal demung I pada sajian irama tanggung, yaitu menabuh satu pukulan sebelum nada kosong (pin), dan satu pukulan yang terletak antara nada kosong (pin) dan seleh balungan gending. Dengan kata lain satu wiled alit (setengah gatra) hanya terdiri dari satu pukulan slenthem). Dengan demikian, tabuhan slenthem tersebut tidak ndawahi atau tidak menabuh pada saat balungan gending disajikan. Contoh tabuhan slenthem dengan menggunakan pola tabuhan ngenyut lamba atau gemakan lamba dapat dilihat seperti di bawah ini. Balungan:. 6. 5. 3. 2 Slenthem: 6. 6. 5. 5. 3. 3. 2. 2. b. Ngenyut atau gemakan dados Tabuhan slenthem dengan pola tabuhan ngenyut dados atau gemakan dados digunakan ketika gending disajikan dalam irama dados maupun dalam irama wiled. Pola tabuhan slenthem ngenyut dados atau gemakan dados terdiri dari tiga pukulan dalam satu wilet ageng (satu gatra) baik dalam irama dados maupun dalam irama wiled, yaitu menabuh satu pukulan sebelum nada kosong (pin), satu pukulan bersamaan dengan nada kosong, dan satu pukulan yang terletak antara nada kosong (pin) dan seleh balungan gending. Tabuhan slenthem dengan pola tabuhan ngenyut dados atau gemakan dados juga tidak ndawahi atau tidak menabuh pada saat balungan gending disajikan. Contoh tabuhan slenthem dengan menggunakan pola tabuhan ngenyut dados atau gemakan dados dapat dilihat seperti di bawah ini. Balungan:. 6. 5. 3. 2 Slenthem: 666. 555. 333. 222. Tabuhan slenthem dengan menggunakan pola tabuhan ngenyut atau gemakan seperti yang 77

Kêtêg telah dipaparkan di atas tidak biasa disajikan dalam karawitan gaya Surakarta. Dengan demikian, tabuhan slenthem dengan menggunakan pola tabuhan ngenyut atau gemakan merupakan salah satu ciri khas karawitan gaya Yogyakarta. 3. Pola Tabuhan Kendhang Kendhang merupakan instrumen yang sangat penting dalam sajian karawitan. Ia berfungsi sebagai pamurba irama, yaitu mengatur jalannya sajian gending, termasuk di dalamnya adalah mengatur irama, tempo sajian, peralihan dari gending satu menuju ke gending lainnya, memberi aba-aba akan mandheg (berhenti sejenak), dan suwuk atau berhenti dalam arti sajian gending sudah selesai. Bentuk-bentuk kendhangan dalam karawitan Jawa, baik karawitan gaya Surakarta maupun karawitan gaya Yogyakarta sangat beragam, seperti: kendhangan lancaran, kendhangan ketawang, kendhangan ladrang, kendhangan merong dan inggah gending. Namun demikian, antara karawitan gaya Surakarta dan karawitan gaya Yogyakarta terdapat perbedaan pola kendhangan. Perbedaan pola tabuhan kendhang tersebut terdapat pada semua bentuk kendhangan gending seperti, kendhangan ketawang kendhang satunggal maupun kendhang kalih, kendhangan ladrang kendhang satunggal maupun kendhang kalih, kendhangan ayak-ayakan, hingga kendhangan gending yang ukurannya lebih besar seperti kendhangan kethuk 4 arang minggah 8. Nama-nama kendhangan merong gending dalam karawitan gaya Yogyakarta diambil dari nama-nama gending, seperti kendhangan Lala (Ela-ela), kendhangan Candra, kendhangan Sarayuda, kendhangan Jangga, kendhangan Semang, dan kendhangan Mawur. Pola-pola kendhangan tersebut apabila disejajarkan dengan pola kendhangan karawitan gaya Surakarta adalah sebagai berikut: a. Kendhangan Lala (Ela-ela) dalam karawitan gaya Yogyakarta sejajar dengan kendhangan Ketawang gending kethuk 2 (kalih) kerep dalam karawitan gaya Surakarta, baik laras slendro maupun pelog. Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian tentang Bunyi b. Kendhangan Candra dalam karawitan gaya Yogyakarta sejajar dengan kendhangan gending kethuk 2 (kalih) kerep minggah 4 (sekawan) laras slendro dalam karawitan gaya Surakarta. c. Kendhangan Sarayuda dalam karawitan gaya Yogyakarta sejajar dengan kendhangan gending kethuk 2 (kalih) kerep minggah 4 (sekawan) laras pelog dalam karawitan gaya Surakarta. d. Kendhangan Majemuk dalam karawitan gaya Yogyakarta sejajar dengan Kendhangan Majemuk dalam karawitan gaya Surakarta, yaitu gending kethuk 2 (kalih) kerep minggah 4 (sekawan) laras slendro, dimana dalam satu gongan. terdiri dari lima kenongan. Dalam karawitan Jogyakarta, Kendhangan Majemuk digunakan untuk gending-gending sejenis, baik laras slendro maupun pelog. e. Kendhangan Jangga dalam karawitan gaya Yogyakarta sejajar dengan kendhangan gending kethuk 4 (sekawan) kerep minggah 8 (wolu) laras slendro dalam karawitan gaya Surakarta. f. Kendhangan Semang dalam karawitan gaya Yogyakarta sejajar dengan kendhangan gending kethuk 4 (sekawan) kerep minggah 8 (wolu) laras Pelog dalam karawitan gaya Surakarta. g. Kendhangan Mawur dalam karawitan gaya Yogyakarta sejajar dengan kendhangan gending kethuk 4 (sekawan) arang minggah 8 (wolu) laras slendro mapun laras pelog dalam karawitan gaya Surakarta. Selain terdapat perbedaan nama-nama bentuk kendhangan, penulisan judul gending-gending dalam karawitan gaya Yogyakarta berbeda sekali dengan penulisan judul gending-gending dalam karawitan gaya Surakarta. Penulisan judul gending-gending dalam karawitan gaya Surakarta selalu dicantumkan bentuk 78

Mengenal Karawitan Gaya Yogyakarta gendingnya, sedangkan penulisan semua judul gending karawitan gaya Yogyakarta selalu dicantumkan bentuk kendhangannya. Semua bentuk gending dalam karawitan gaya Yogyakarta disebut sebagai gending, baru kemudian dicantumkan bentuk kendhangannya. Dengan demikian, bentuk gending dalam karawitan gaya Yogyakarta baru dapat diketahui setelah melihat bentuk kendhangannya. Contoh-contoh penulisan judul gending dalam karawitan gaya Yogyakarta adalah seperti berikut. a. Gending Udan Mas, laras pelog pathet barang Kendhangan Bubaran. Kendhangan Bubaran dalam karawitan gaya Yogyakarta adalah untuk menyebut kendhangan lancaran irama tanggung. b. Gending Gajah Endro, laras slendro pathet sanga Kendhangan Ketawang. Dengan melihat judul gending yang diikuti dengan bentuk Kendhangn Ketawang, maka dapat diketahui bahwa gending Gajah Endro adalah berbentuk ketawang. c. Gending Ngeksigondo, laras pelog pathet nem Kendhangan Ladrang. Dengan melihat judul gending yang diikuti dengan bentuk Kendhangan Ladrang, maka dapat diketahui bahwa gending Ngeksigondo adalah berbentuk ladrang. Selain itu masih terdapat beberapa bentuk kendhangan khusus atau bentuk-bentuk kendhangan yang sangat spesifik yang hanya terdapat pada karawitan gaya Yogyakarta, seperti Kendhangan Gandrung-gandrung, Kendhangan Sabrangan, Kendhangan Raja, dan sebagainya. Susunan Balungan Gending Karawitan Gaya Yogyakarta Perbedaan suatu gaya karawitan salah satunya ditentukan oleh cara kerja musikal yang berbeda. Cara kerja musikal dapat dikenali melalui: pola tabuhan, garap, irama, tempo sajian, teknik menyuarakan ricikan atau instrumen, dan sebagainya. Selain itu masih terdapat berbagi unsur yang dapat memunculkan perbedaan cara kerja musikal, salah satunya adalah susunan balungan gending. Susunan balungan gending merupakan salah satu unsur dalam karawitan yang dapat menentukan rasa dari suatu gending. Perbedaan susunan balungan gending dapat memunculkan perbedaan garap sajian maupun tafsir garap ricikan yang berbeda. Selain itu, susunan balungan gending juga dapat digunakan sebagai identitas dari salah sutu gaya karawitan tertentu, sepanjang susunan balungan gending tersebut didominasi oleh jenis balungan gending tertentu yang tidak biasa digunakan pada gending-gending gaya karawitan yang lain. Seperti telah disebut sebelumnya, bahwa antara karawitan gaya Surakarta dan karawitan gaya Yogyakarta bersumber dari budaya karawitan yang sama. Oleh sebab itu secara garis besar unsur-unsur musikal yang terdapat dalam kedua gaya karawitan tersebut pada mulanya adalah relatif sama. Perkembangan selanjutnya karawitan yang berkembang di Yogyakarta memunculkan ciri-ciri yang berbeda, di antaranya adalah penggunaan susunan balungan gending. Balungan Gending Sebagai Identitas Gaya Karawitan Seperti telah disebut di depan, bahwa susunan balungan gending dapat dijadikan sebagai salah satu identitas dari suatu gaya karawitan tertentu. Susunan balungan gending dapat dikatakan sebagai identitas dari suatu gaya karawitan apabila susunan balungan gending tersebut mempunyai ciri-ciri sangat spesifik yang digunakan pada bentuk-bentuk gending tertentu. Dalam karawitan gaya Yogyakarta terdapat beberapa bentuk gending tertentu menggunakan susunan balungan gending yang dapat mencirikan suatu identitas gaya karawitan. Adapun susunan balungan gending yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Balungan nibani pada merong gending. Sajian gending-gending berbentuk merong gending dalam karawitan gaya Yogyakarta 79

Kêtêg Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian tentang Bunyi sebagian besar disajikan dalam irama lamba (istilah lain untuk menyebut irama tanggung) terlebih dahulu sebelum peralihan menuju ke irama dados. Penyajian semacam ini sangat dipengaruhi oleh sajian gending soran yang bertujuan untuk menampilkan kesan rasa gagah dan mantab. Agar sajian gending mengandung kesan rasa gagah dan mantab tersebut, maka merong gending yang disajikan dalam irama lamba selalu menggunakan balungan nibani. Penggunaan balungan nibani berlaku untuk semua bentuk merong gending yang disajikan dalam irama lamba, seperti merong gending kethuk 2 kerep, merong gending kethuk 4 kerep, dan merong gending kethuk 4 arang. Adapun rinciannya adalah seperti berikut. a. Merong gending kethuk 2 kerep, baik laras slendro (gending-gending dengan Kendhangan Candra) maupun laras pelog (gending-gending dengan Kendhangan Sarayuda) yang disajikan dalam irama lamba terlebih dahulu menggunakan balungan nibani selama 3 (tiga) kenongan, yaitu terletak pada kenong pertama, kedua, dan ketiga. Contoh susunan balungan nibani pada gending yang menggunakan Kendhangan Candra saat disajikan dalam irama lamba adalah seperti yang terdapat pada gending di bawah ini. Jatiningsih, Laras Slendro Pathet Sanga Kendhangan Candra 2 Buka:.557 5676 7567 5312 3532 555g5 Irama Lamba.3.2.1.6.2.1.6.n5.3.2.6.5.1.6.2.n1.6.5.5.6.1.2.1.n6 7567 5312 3532 163g5 Irama Dados _ 2312 1216 2321 653n5 Keterangan: 22.3 5635 1216 531n2 5635..56 7732 635n6 7567 5312 3532 163g5 _ Nada 1 (ji) tinggi atau nada ji alit laras slendro 2 Wulan Karahinan, 1991 : 180. pada gending-gending karawitan gaya Yogyakarta menggunakan simbul angka 7 (pi). b. Merong gending kethuk 4 kerep, baik laras slendro (gending-gending dengan Kendhangan Jangga) maupun laras pelog (gending-gending dengan Kendhangan Semang) yang disajikan dalam irama lamba terlebih dahulu menggunakan balungan nibani selama 3 (tiga) kenongan, yaitu terletak pada kenong pertama, kedua, dan ketiga. Contoh susunan balungan nibani pada gending yang menggunakan kendhangan Jangga saat disajikan dalam irama lamba adalah seperti yang terdapat pada gending di bawah ini. Gending Sledreng, Laras Slendro Pathet Sanga Kendhangan Jangga 3 Buka:.576 5312..23 5621 3532 55.g5 Irama Lamba.6.7.6.5.2.3.1.6.6.6.5.3.2.3.6.n5.6.7.6.5.2.3.2.1.3.2.1.6.3.5.3.n2.2.3.5.2.6.7.6.5.6.3.6.5.2.3.2.n1 5635..56 7656 5321..23 5621 3532 163g5 Irama Dados _6121 6535 2353 2126 7567 6765 32.3 563n5 6121 6535 2353 2121 3532.165 3365 323n2 323. 3532 6621 6535 7653 6765 2353 212n1 5635..56 7656 5321..23 5621 3532 163g5_ c. Merong gending kethuk 4 arang laras slendro maupun pelog (gending-gending dengan Kendhangan Mawur) dalam sajian irama lamba menggunakan balungan nibani selama 2 (dua) kenongan, yaitu terletak pada kenong pertama dan kedua. Sementara merong gending kethuk 2 arang laras slendro maupun pelog dalam sajian irama lamba menggunakan balungan nibani selama 3 (tiga) kenongan seperti halnya pada gending kethuk 4 kerep seperti yang telah disebutkan di atas. Contoh susunan balungan nibani pada gending 3 Wulan Karahinan, 1991 : 184-185. 80

Mengenal Karawitan Gaya Yogyakarta yang menggunakan kendhangan Mawur saat disajikan dalam irama lamba adalah seperti yang terdapat pada gending di bawah ini. Gending Godheg, Laras Slendro Pathet Nem Kendhangan Mawur 4 Buka: 3.65.232..53 2165 3265 22.g2 Irama Lamba.6.6.5.6.6.5.6.1.2.3.2.1.3.2.1.6.6.7 5.6.3.5.3.2.5.3.6.5.3.5.3.n2.2.2 2.3.6.5.3.2.6.6.5.6.6.7.3.2.2.3.6.5.3.5.6.5.6.3.6.5.3.5.3.n2.52. 2523 6535 3232 356. 6656 7567 6532..23 5565.565 3565 7653 2165 3365 323n2..2. 22.3 567. 5676 767. 7653 22.3 5676 33.. 33.5 6765 3232 5653 2165 3365 323g2 Irama Dados _356. 6656 3565 3561 22.. 5321 3532 1216..67 5676 3565 3232 5653 2165 3365 321n2.52. 2523 6535 3232 356. 6656 7567 6532..23 5565.565 3565 7653 2165 3365 323n2.52. 2523 6535 3232 356. 6656 7567 6532..23 5565.565 3565 7653 2165 3365 323n2..2. 22.3 567. 5676 767. 7653 22.3 5676 33.. 33.5 6765 3232 5653 2165 3365 323g2_ Penggunaan balungan nibani pada semua merong gending yang disajikan dalam irama lamba atau tanggung seperti yang telah dipaparkan di atas menunjukkan, bahwa merong gending dalam karawitan gaya Yogyakarta yang disajikan dalam irama lamba menggunakan pola susunan balungan gending yang sudah baku, yaitu balungan nibani. Jumlah gatra-gatra yang menggunakan balungan nibani dalam satu gongan disesuaikan dengan bentuk gending seperti contoh yang telah di sebut di depan. 2. Balungan ngracik pada gending bentuk ladrang, ketawang, dan ayak-ayak. 4 Wulan Karahinan, 1991 : 74 Gending-gending karawitan gaya Yogyakarta banyak yang menonjolkan pada kekuatan garap ricikan balungan. Dari berbagai macam susunan balungan gending yang ada, balungan ngracik atau juga disebut balungan nikeli adalah jenis susunan balungan gending yang sangat cocok digunakan dalam gending-gending yang menonjolkan garapan ricikan balungan. Oleh sebab itu di Yogyakarta banyak dicipta gending-gending yang menggunakan balungan ngracik atau nikeli. Gending-gending karawitan gaya Yogyakarta yang banyak menggunakan jenis balungan ngracik atau nikeli adalah gending-gending yang berbentuk ladrang dan ketawang, bahkan gending bentuk ayak-ayakan hampir semuanya menggunakan balungan ngracik atau nikeli. Gending-gending karawitan gaya Yogyakarta yang menggunakan balungan ngracik atau nikeli atau ngadal ditulis tidak menggunakan garis nada (mat strip), tetapi ditulis dengan cara memecah dari satu gatra menjadi dua gatra, atau satu gatra diisi 8 (delapan) nada tetapi dengan tempo sajian kelipatan dua kali lebih cepat. Adapun penggunaan balungan ngracik atau nikeli pada bentuk-bentuk gending tersebut menggunakan pola susunan balungan gending sebagai berikut. a. Balungan ngracik pada gending bentuk ladrang Gending bentuk ladrang yang menggunakan balungan ngracik atau nikeli terdapat dua macam pola susunan balungan gending. Pertama, balungan ngracik ditempatkan setelah kenongan pertama hingga seleh gong. Balungan ngracik pada pola yang pertama ini adalah merupakan pengembangan atau penjabaran dari bagian yang menggunakan balungan mlaku. Kedua, balungan ngracik ditempatkan pada setelah seleh gong umpak. Balungan ngracik pada pola yang kedua selain merupakan pengembangan dari bagian yang menggunakan balungan mlaku atau bagian umpak, juga terdapat bagian atau cengkok diluar bagian umpak, termasuk di dalamnya adalah bagian ngelik yang menggunakan balungan ngracik. Contoh pola penggunaan balungan ngracik pada gending bentuk ladrang yang ditempatkan setelah kenongan pertama dan merupa- 81