Imam adalah orang yang fasih baca Al-Quran ini termasuk

Imam adalah orang yang fasih baca Al-Quran ini termasuk

9 Syarat Jadi Imam Shalat, Fasih Bacaan Al-Quran Salah Satunya ./ /UNSPLASH/Alena Darmel/


Page 2

 Ini jika memang masih ada laki-laki di antara pilihannya. Tetapi jika sholat dilakukan oleh wanita dan tidak ada laki-laki, maka imam sholat boleh dipilih dari wanita.

3. Fasih bacaan Alquran sesuai dengan makhraj.

Bacaan Alquran dalam sholat harus fasih dan benar, sehingga sholat menjadi sempurna.

Jangan sampai mahkraj tidak benar, termasuk tajwid yang harus diketahui setiap imam sholat.

4. Berakal.

Berikutnya adalah berakal dalam artian tidak sedang dalam keadaan mabuk, gila atau hilang akal.

Karena imam sholat harus tahu apa yang dibacanya, sehingga sholat menjadi lebih afdhol.

Baca Juga: Buya Yahya Ungkap Boleh Mendambakan Jabatan Asal dengan Syarat ini

5. Bersih dan suci najis dan hadas.

Seorang yang akan menjadi imam sholat harus bersih dan bersuci terlebih dahulu, baik dari hadas kecil maupun besar.


Page 3

Karena tidak sah sholat seseorang jika masih ada najis yang ada pada dirinya.

6. Bacaannya bagus dan mampu menyempurnakan rukun sholat.

Seorang imam sholat harus dicari yang paling bagus bacaannya, serta mengerti apa yang diucapkannya.

Sehingga sholat akan lebih sempurna dan jelas bacaan Alqurannya.

Juga mengerti dan mampu menyempurnakan rukun sholat, seperti saat takbiratul ihram, ruku, sujud dan tahiyat.

7. Baligh.

Syarat berikutnya untuk menjadi imam sholatadalah sudah baligh, artinya anak tersebut berarti sudah wajib untuk sholat.

 Ini ditandai dengan sudah pernah seorang anak bermimpi basah, dan sudah tahu mana yang baik dan buruk.

8. Imam tidak sedang bermakmum.

Jika Anda memasuki masjid dan shaf sholat dalam keadaan berantakan, sementara di sana ada imam, maka jangan jadikan makmum tersebut imam kita.


Page 4

Imam adalah orang yang fasih baca Al-Quran ini termasuk

9 Syarat Jadi Imam Shalat, Fasih Bacaan Al-Quran Salah Satunya ./ /UNSPLASH/Alena Darmel/

Pada saat kita bermakmum seringkali dihadapkan pada kenyataan bahwa imam yang sedang memimpin salat kurang bagus bacaan al-Qur’annya. Padahal, kita sudah belajar di pesantren tentang tahsin dan tajwid cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.

Bahkan dalam hadis Nabi Saw. disebutkan bahwa membaca al-Qur’an, yakni surah al-Fatihah, adalah bagian dari rukun shalat yang wajib dibacakan. Bunyi hadis tersebut adalah:

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابْ

“Tidak ada salat (tidak sah salatnya) bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah” (HR. Bukhari).

Semengtara itu, dalam hadis yang lain disebutkan bahwa syarat orang yang menjadi imam adalah orang yang paling fasih bacaannya. Sebagaimana riwayat Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah:

لِيُؤَذِّنْ لَكُمْ خِيَارُكُمْ، وَلْيَؤُمَّكُمْ قُرَّاؤُكُم

“Hendaklah azan orang yang terpilih di antara kalian, dan menjadi imam orang yang paling fasih (qurra) di antara kalian.”

Lantas bagaimana hukum bermakmum kepada imam yang kurang fasih membaca al-Quran terutama surat al-Fatihah?

Terkait dengan hal ini, Imam al-Nawawi dalam kitab Raudlat al-Thalibin wa ‘Umdat al-Muftin telah merinci penjelasan mengenai hukum bermakmum kepada imam yang tidak bias/baik membaca al-Fatihah.

فَإِنْ أَخَلَّ بِأَنْ كَانَ أُمِّيًّا، فَفِي صِحَّةِ اقْتِدَاءِ الْقَارِئِ بِهِ ثَلَاثَةُ أَقْوَالٍ. الْجَدِيدُ الْأَظْهَرُ: لَا تَصِحُّ. وَالْقَدِيمُ: إِنْ كَانَتْ سِرِّيَّةً صَحَّ، وَإِلَّا فَلَا. وَالثَّالِثُ: مُخَرَّجٌ أَنَّهُ يَصِحُّ مُطْلَقًا.

“Jika orang yang menjadi Imam itu adalah yang tidak bisa membaca al-Qur’an/al-Fatihah (Ummy), maka hukum sah salat bagi makmum yang lebih fasih ada tiga pendapat: pendapat pertama jadid tidak sah, sedang pendapat kedua sah jika sedang salat sirriyyah (tidak mengeraskan suara: Zuhur, Ashar), jika salat jahriyyah (Subuh, Magrib, Isya) tidak sah. Adapun pendapat ketiga, pendapat paling lemah (mukharraj/dha’if), sah secara mutlak”.

Dari keterangan di atas, Imam al-Nawawi selanjutnya menjelaskan bahwa ia lebih cenderung kepada pendapat yang pertama yakni tidak sah.

Akan tetapi, penulis berpendapat jika kita terlanjur bermakmum, tetapi tidak ingin membuat imam tersinggung, alangkah baiknya niat mufarraqah (berniat memisahkan diri dari jamaah) dan tetap mengikuti gerakan salat sesuai ritme imam. Agar hubungan sosial tidak rusak dengan berupaya sebisa mungkin mengajak si imam untuk belajar kembali membenarkan bacaan al-Qur’an.

Selengkapnya, klik di sini

Pertanyaan:

Saya ingin sekali shalat fardlu berjamaah secara rutin setiap waktu di masjid, karena Rasulullah mengajarkan seperti itu. Tetapi beberapa masjid/mushalla di lingkungan saya diimami orang yang bacaan al-Qur’annya tidak fasih/tartil yang dapat merubah makna atau arti ayat. Bagaimana sebaiknya sikap saya, apakah saya tetap ikut berjamaah (bermakmum) di masjid tersebut ataukah saya shalat berjamaah di rumah bersama istri dan keluarga?

Pertanyaan Dari:
Anas Fahmi Abdullah, Batang Jawa Tengah

Jawaban:

Dalam hadits dari Ibnu Mas’ud diterangkan:

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَائَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَ فِي رِوَايَةٍ: سِنًّا، وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. [رواه مسلم]

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Yang mengimami suatu kaum (jamaah) itu hendaklah yang paling baik bacaan kitab Allah (al-Qur’an) nya. Jika di antara mereka itu sama, maka hendaklah yang paling tahu tentang as-Sunnah, dan apabila di antara mereka sama pengetahuannya tentang as-Sunnah, hendaklah yang paling dahulu berhijrah, dan apabila di antara mereka sama dalam berhijrah, hendaklah yang paling dahulu memeluk Islam’. Dalam riwayat lain disebutkan: “Yang paling tua usianya. Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya.” [HR. Muslim]

Memperhatikan pertanyaan yang saudara ajukan, kami berpraduga baik, sesungguhnya di kalangan jamaah masjid di sekitar saudara, masih ada yang bacaan al-Qur’annya lebih baik dari imam yang saudara sebutkan, yakni setidak-tidaknya saudara sendiri, karena saudara dapat menilai bahwa bacaan imam yang ada di lingkungan saudara kurang fasih. Hanya orang yang tahu yang dapat menilai. Oleh karena itu lebih baik jika di masjid yang terdekat dengan tempat tinggal saudara; – dengan pendekatan sedemikian rupa, – justru saudara yang diminta menjadi imamnya. Dalam kesempatan ini saudara sekaligus dapat membimbing dan membina umat Islam di lingkungan itu untuk kelak dapat membaca al-Qur’an secara fasih.

Baca juga:  Shalat Bagi Wanita, Lebih Utama di Rumah atau di Masjid?

Dengan demikian saudara tidak perlu mendirikan jamaah sendiri di rumah, kecuali ada alasan-alasan yang mendesak. Dengan cara seperti itu pula berarti sekaligus saudara telah memakmurkan masjid. Telah disebutkan dalam al-Qur’an:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ. [التوبة (9) :18]

Artinya: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta tidak takut (kepada siapapun) kecuali kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [QS. at-Taubah (9): 18]

Dari pada itu, kami juga mendoakan agar saudara termasuk orang yang pikiran dan hatinya tertambat dengan masjid, sehingga kelak akan mendapat perlindungan di hari tiada perlindungan kecuali dari Allah swt sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ اْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ وَ رَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُودَ إِلَيْهِ وَ رَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَ افْتَرَقَا عَلَيْهِ وَ رَجُلٌ ذَكَرَ اللهُ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَ رَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَ جَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ وَ رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ. [رواه مسلم عن أبى هريرة]

Artinya: “Ada tujuh kelompok orang yang kelak mendapat perlindungan Allah di hari tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya, yakni pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh (hidup) untuk beribadah kepada Allah, seseorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid; jika ia keluar dari masjid ingin selalu kembali ke masjid itu lagi, dua orang yang saling mencinta karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena Allah, orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sunyi sehingga meleleh air matanya, seseorang yang diajak berbuat serong oleh seorang perempuan yang punya kedudukan lagi cantik; ia menolak dengan mengatakan: ‘Saya takut kepada Allah Tuhan semesta alam’, dan orang yang bershadaqah kemudian menyembunyikan perbuatannya itu sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah]

Baca juga:  Membaca Sayyidina pada Waktu Tahiyyat