Hal-hal apakah yang dapat menyebabkan erosi jelaskan

Hal-hal apakah yang dapat menyebabkan erosi jelaskan

Hal-hal apakah yang dapat menyebabkan erosi jelaskan
Lihat Foto

KOMPAS.COM/AAM AMINULLAH

Tembok penahan tebing longsor dan menimpa 2 rumah warga di Sumedang, Jawa Barat. Longsor terjadi akibat hujan dengan intensitas tinggi pada Senin (16/12/2019) sore kemarin. Dok. BPBD Sumedang

KOMPAS.com - Secara ilmiah erosi adalah pengikisan material permukaan tanah secara bertahap, terutama batuan, endapan (sedimen), dan tanah akibat air, angin atau es.

Erosi juga dapat diartikan pengangkutan material yang terkikis dari satu tempat ke tempat lain, seperti dari puncak gunung ke lembah terdekat atau dari bagian hulu sungai ke bagian hilir.

Lalu apa faktor penyebab terjadinya erosi, jenis-jenis erosi dan bagaimana proses terjadinya erosi?

Faktor-faktor penyebab erosi

Beberapa faktor alam memengaruhi terjadinya erosi pada bentang alam seperti iklim, topografi, vegetasi, aktivitas tektonik pada tanah.

Baca juga: 8 Kecamatan di Limapuluh Kota di Sumbar Dihantam Banjir dan Longsor

Berikut ini penjelasan faktor alam yang memengaruhi erosi antara lain:

1. Iklim

Iklim mungkin merupakan kekuatan paling berpengaruh dan berdampak pada erosi pada bentang alam.

Faktor iklim yang penting dalam proses terjadinya erosi adalah curah hujan dan suhu. Curah hujan dan suhu tidak jauh berbeda di tempat-tempat yang berdekatan.

Intensitas hujan yang cukup tinggi akan menimbulkan erosi. Energi kinetik akibat tetesan butiran-butiran hujan yang jatuh ke atas tanah menyebabkan pecahnya agregat-agregat tanah.

Jumlah hujan yang besar tapi intensitasnya rendah tidak menyebabkan erosi berat. Hujan lebat dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat dapat menyebabkan sedikit erosi.

Erosi tanah menjadi musuh utama pertanian di Indonesia, sama halnya dengan negara pertanian lainnya. Erosi tanah menimbulkan ancaman lingkungan yang besar terhadap keberlanjutan dan produktivitas lahan, yang berdampak terhadap krisis iklim dan ketahanan pangan.

Indonesia perlu mengurangi risiko erosi, karena 3 dari 10 daerah aliran sungai di dunia dengan risiko erosi tertinggi berada di Indonesia. Pengelolaan lahan yang berkelanjutan dapat menjadi jawaban dari permasalahan ini.

Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang tantangan dan solusi untuk erosi tanah di Indonesia:

Mengapa Erosi Tanah Menjadi Masalah?

Tanah adalah sumber daya alam yang mungkin tampak kokoh dan tidak akan habis, tetapi sebetulnya rapuh dan membutuhkan proses pembentukan selama ribuan tahun. Tanah lapisan atas, yang paling dekat dengan permukaan tanah, mengandung nutrisi penting bagi tanaman. Lapisan tanah ini menghadapi ancaman erosi yang disebabkan angin dan air (erosi tanah di negara tropis seperti Indonesia banyak disebabkan oleh air). Erosi dapat menurunkan kesuburan tanah dan partikel tanah yang terbawa aliran di permukaan dapat masuk ke badan air, seperti sungai, danau, atau bendungan. Hal ini dapat menciptakan lapisan sedimen tebal yang mengurangi daya tampung bendungan dan membuat aliran pada anak sungai dan sungai kurang lancar, sehingga dapat menyebabkan banjir. Jika erosi tanah sudah terjadi, kemungkinan bahwa peristiwa serupa terulang akan besar.

Karena kecepatan erosi tidak dapat diimbangi oleh kecepatan pembentukan tanah, tanah pun menjadi kurang cocok untuk pertanian. Hal ini berpotensi memunculkan masalah global yang sangat serius karena jumlah penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 9 miliar orang pada tahun 2050. Pengelolaan lahan yang lebih cerdas dan berkelanjutan merupakan suatu keharusan.

Apa Pengaruh Erosi Tanah Terhadap Perubahan Iklim?

Erosi tanah menimbulkan degradasi lahan, alhasil jumlah tanaman yang sebetulnya berfungsi untuk menyerap karbon dioksida yang dapat menaikkan suhu global akan berkurang. Tanah sendiri berpotensi menyerap 5% dari total emisi GRK tahunan yang dihasilkan oleh manusia. Pengelolaan lahan berkelanjutan dapat membantu menjaga tanah agar tetap utuh untuk ditanami dengan tanaman penyerap karbon. Praktik ini sudah dilakukan di Cina, melalui proyek Grain-for-Green di lembah Sungai Kuning yang melestarikan tanah dan air telah berhasil mengurangi emisi karbon.

Di sisi lain, perubahan iklim yang tidak terkendali dapat memperburuk erosi dan dampak yang ditimbulkan. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change menemukan bahwa kecepatan erosi tanah kini 100 kali lebih cepat daripada kecepatan pembentukan tanah jika lahan tersebut digunakan untuk kegiatan budidaya yang tidak disertai dengan praktik pelestarian. Risiko erosi akan semakin tinggi di masa mendatang karena perubahan suhu, yang menurunkan produksi pertanian, nilai lahan, dan kesehatan manusia.

Kenapa Kita Harus Memberi Perhatian Terhadap Erosi Tanah di Indonesia?

Indonesia memiliki iklim tropis dengan medan berbukit dan seringkali disertai dengan curah hujan yang tinggi, perpaduan ini menimbulkan risiko erosi yang tinggi. Contoh bencana yang terjadi belum lama ini adalah banjir besar yang melanda Jakarta dan daerah lainnya pada Malam Tahun Baru 2019. Sedimen yang terkikis dari hulu menyumbat sungai dan kanal di Jakarta hingga meluap.

Jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat – dari 211 juta orang menjadi 267 juta orang dalam dua dekade terakhir – memberi tekanan yang lebih besar terhadap sektor pangan, alhasil masyarakat menggunakan lereng curam sebagai lahan pertanian. Pertanian di lereng bukit perlu ditangani secara hati-hati untuk menghindari erosi tanah, tetapi ini sering kali tidak dilakukan. Di Jawa, tren ini telah menimbulkan erosi tahunan sebesar 6 -12 ton per hektare per tahun. Sebagai perbandingan, erosi di Amerika Serikat hanyalah 0,7 ton per hektare per tahun.

Kehilangan lahan produktif ini menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Di Jawa, erosi tanah menimbulkan kerugian sebesar 2% total PDB dari sektor pertanian, dengan memperhitungkan kerugian yang dihadapi petani secara langsung dan kerugian yang dialami pihak lain di hilir. Studi lain menunjukkan bahwa biaya erosi tanah di Sleman, setara dengan 17% dari pendapatan bersih rata-rata petani per hektare lahan pertanian.

Hal-hal apakah yang dapat menyebabkan erosi jelaskan

Apa Solusi untuk Mencegah Erosi Tanah?

1. Gunakan Praktik Pertanian yang Ramah Tanah

Pertanian terasering perlu digunakan di lahan berbukit. Terasering mencegah erosi dan memudahkan irigasi untuk bercocok tanam. Selain itu, ladang pertanian di lahan berbukit membutuhkan tanaman penutup tanah untuk menjaga agar partikel tanah tetap berada di tempatnya. Ini dapat diwujudkan dengan budidaya tanaman berupa tumpang sari, yakni menanam dua jenis tanaman secara bersama-sama di ladang yang sama, misalnya menanam jagung atau kedelai di antara barisan pohon kelapa sawit. Sistem agroforestri yang membudidayakan beragam tanaman pangan dan tanaman hutan dapat menjadi solusi yang efektif bagi petani. Penggunaan pupuk kandang juga dapat menambah kadar zat organik tanah yang akan memperkuat struktur tanah sehingga menghambat erosi. Selain itu, budidaya tanaman berakar dalam dan tanaman berakar dangkal secara bergantian dapat memperbaiki struktur tanah dan pada saat yang bersamaan, mengurangi erosi.

2. Memberikan Insentif bagi Pengelolaan Lahan Berkelanjutan

Walaupun ilmu pengelolaan lahan berkelanjutan mulai populer, konteks sosial-ekonomi seringkali menyulitkan dalam hal pelaksanaannya. Praktik-praktik pengelolaan lahan berkelanjutan harus layak secara finansial bagi para petani. Langkah-langkah pencegahan erosi membutuhkan biaya median sebesar $500 per hektare, ini merupakan investasi yang cukup besar bagi seorang petani. Pemerintah dan bank perlu membantu petani agar memiliki akses ke pinjaman dan memberikan dukungan dalam menerapkan langkah-langkah pencegahan erosi. Upaya ini tidak hanya menguntungkan petani, tetapi juga seluruh masyarakat. Biaya pencegahan jauh lebih rendah daripada biaya restorasi dan rehabilitasi lahan, yang diperkirakan mencapai $1.500–$2.000 per hektare. Sumber lain menemukan bahwa biaya tersebut dapat mencapai $15.221 per hektare.

3. Pencegahan DAN Rehabilitasi

Kunci untuk mengelola dan mengurangi erosi tanah adalah merehabilitasi tanah yang sudah rusak, mencegah degradasi lebih lanjut, dan memasukkan langkah-langkah pencegahan erosi sebagai komponen penting dari kebijakan pengelolaan lahan. Dengan demikian, kita dapat mencegah kelaparan dan mengurangi krisis iklim.

Erosi tanah adalah musuh pertanian: salah satu ancaman lingkungan terbesar terhadap keberlanjutan dan produktivitas yang dapat memperparah pada krisis iklim dan mengancam ketahanan pangan.

Kondisi ini terutama dirasakan di tempat-tempat dengan risiko erosi tertinggi, seperti daerah aliran sungai Indonesia, India, Filipina dan negara lainnya. Di daerah-daerah ini, aksi perlindungan terhadap erosi tanah melalui pengelolaan tanah secara berkelanjutan dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan yang ada.

Berikut analisis lebih jauh terkait penyebab dan solusi erosi tanah:

Kenapa Erosi Tanah Jadi Masalah Besar?

Tanah mungkin terlihat seperti sumber daya alam yang tidak terbatas dengan tingkat ketahanan yang tinggi. Kenyataannya, tanah sangatlah rapuh karena proses pembentukannya memakan ribuan tahun. Tanah lapisan atas yang paling dekat dengan permukaan mengandung nutrisi yang penting bagi tanaman. Lapisan tanah inilah yang terancam erosi akibat pergerakan angin dan air. Erosi tanah akan mengurangi kesuburan tanah, sehingga dapat berdampak buruk pada hasil panen. Erosi juga mengalirkan air yang mengandung tanah ke hilir, sehingga menumpuk lapisan sedimen tebal yang dapat menyumbat aliran air di kali dan sungai, yang pada akhirnya dapat menyebabkan banjir. Begitu terjadi, erosi tanah kemungkinan besar akan terus terulang.

Erosi tanah adalah sebuah permasalahan global. Erosi tanah kini terjadi lebih cepat daripada pembentukan tanah, sehingga banyak lahan tidak dapat lagi ditanami – sebuah persoalan yang sangat serius di dunia dengan populasi yang diperkirakan akan mencapai 9 miliar pada pertengahan abad ini. Untuk itu, pengelolaan lahan secara lebih cerdas sangatlah dibutuhkan.

Bagaimana Erosi Tanah Memengaruhi Perubahan Iklim?

Erosi menurunkan kualitas tanah, sehingga kapasitas tanamnya semakin rendah. Padahal, tanaman adalah penyerap karbon dioksida yang menjadi penyebab pemanasan iklim. Tanah sendiri dalam setahun mampu menyerap gas rumah kaca (GRK) setara dengan 5 persen dari total emisi GRK tahunan dari aktivitas manusia. Pengelolaan lahan yang lebih baik tentu akan membantu mempertahankan lanskap tanah, sehingga dapat ditanami lebih banyak tanaman penyerap karbon. Metode ini sudah dilakukan di Cina melalui proyek Grain-for-Green di lembah Sungai Kuning, yang berhasil melestarikan tanah dan air serta mengurangi emisi karbon.

Di sisi lain, perubahan iklim yang tidak terkendali juga memperburuk erosi. Laporan IPCC menemukan bahwa jika tanah dibudidayakan tanpa praktik konservasi, erosi tanah akan terjadi hingga 100 kali lebih cepat daripada pembetukannya. Risiko erosi akan menjadi lebih tinggi di masa depan karena perubahan suhu yang diakibatkan oleh emisi, yang kemudian akan menyebabkan penurunan produksi pertanian, nilai lahan dan kesehatan manusia.

Apa Saja Dampak Erosi Tanah?

Di seluruh dunia kita telah melihat berbagai dampak dari risiko erosi tanah. Sebut saja bencana banjir yang mematikan di Jakarta awal tahun ini. Erosi sedimen tanah yang terjadi di hulu telah menyumbat sungai dan kanal kota Jakarta dan menyebabkan luapan air. Banjir akibat erosi seperti ini juga terjadi di banyak negara, seperti Kolombia, India, Filipina, dan Republik Demokratik Kongo.

Erosi tanah bukanlah hanya sebuah permasalahan lingkungan, tetapi juga menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian. Sebuah penelitian memperkirakan bahwa jumlah kerugian ekonomi global akibat erosi tanah mencapai sekitar US$8 miliar, yang disebabkan berkurangnya kesuburan tanah, turunnya hasil panen dan naiknya penggunaan air. Di pulau Jawa, Indonesia, erosi tanah mengakibatkan perununan PDB pertanian sebesar 2 persen, bila memperhitungkan kerugian yang dirasakan petani secara langsung maupun kerugian pihak lainnya di hilir. Penelitian lain menunjukkan bahwa erosi tanah di Sleman, sebuah kabupaten di pulau Jawa, telah menyebabkan kerugian sebesar 17 persen dari pendapatan bersih rata-rata petani per hektar lahan.

Sektor pertanian di Amerika Serikat juga kehilangan sekitar $44 miliar per tahunnya karena erosi. Nilai ini termasuk hilangnya produktivitas serta timbulnya sedimentasi dan polusi air. Kerugian atas pendapatan pertanian diperkirakan mencapai sebesar $100 juta per tahun. Selain itu, erosi tanah menyebabkan kerugian produktivitas pertanian sebesar $1,38 miliar dan hilangnya nilai PDB sebesar $171 juta (sekitar 1 persen dari total PDB) per tahunnya di negara-negara Eropa. Sementara, Asia Selatan kehilangan $10 miliar setiap tahunnya akibat erosi tanah.

Solusi Apa yang Dapat Diterapkan untuk Mencegah Erosi Tanah?

1. Terapkan Praktik Pertanian yang Ramah Tanah

Metode terasering perlu diterapkan agar pertanian di lereng bukit dapat dikelola dengan lebih baik. Terasering mencegah erosi dan mampu mengalirkan lebih banyak air untuk tanaman. Selain itu, lahan pertanian lereng bukit membutuhkan tutupan tanaman untuk membantu mempertahankan kondisi tanah. Hal ini dapat dilakukan melalui metode tumpangsari, yaitu menanam dua jenis tanaman bersamaan di ladang yang sama, misalnya menanam jagung atau kedelai di antara barisan pohon kelapa sawit. Bagi petani kecil, sistem wanatani dengan berbagai tanaman dan pohon ditanam secara bersamaan juga dapat menjadi solusi ramah tanah yang efektif. Selain itu, penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan bahan organik yang terkandung dalam tanah, sehingga mencegah erosi. Akhirnya, rotasi tanaman berakar dalam dan berakar dangkal dapat memperbaiki struktur tanah dan pada saat yang sama mengurangi erosi.

2. Tawarkan Insentif untuk Pengelolaan Tanah

Meskipun ilmu pengelolaan tanah secara berkelanjutan terus berkembang, penerapannya seringkali sulit untuk dilakukan akibat konteks sosio-ekonomi yang ada. Praktik-praktik tanah berkelanjutan harus mempertimbangkan kemampuan finansial petani. Saat ini, praktik anti-erosi umumnya membutuhkan biaya rata-rata sebesar $500 per hektar, nilai investasi yang sangat besar bagi seorang petani. Untuk itu, pemerintah dan pihak bank harus membantu para petani mendapatkan akses kredit dan mau mendukung praktik pencegahan erosi yang ada. Hal ini tidak hanya baik bagi petani, namun juga seluruh masyarakat. Biaya pencegahan erosi ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk pemulihan dan rehabilitasi lahan, yang diperkirakan mencapai $1.500 - $2.000 per hektar oleh satu sumber dan $15.221 per hektar oleh sumber lainnya.

3. Pencegahan DAN Rehabilitasi

Rehabilitasi tanah yang sudah rusak, menghentikan penurunan kualitas tanah lebih jauh dan mengutamakan langkah-langkah pencegahan erosi dalam kebijakan pengelolaan lahan merupakan kunci pengelolaan dan pengurangan erosi tanah. Melalui cara-cara ini, kita dapat membantu mencegah timbulnya kelaparan dan memitigasi krisis iklim.