Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara pasal 34 ayat

Robert K. Merton adalah seorang tokoh yang mengkaji perilaku menyimpang dari sudut pandang makro, yakni struktur sosial. Menurutnya, sebuah struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat, namun juga perilaku menyimpang. Struktur sosial akan menghasilkan tindak perilaku pelanggaran terhadap aturan sosial dan menekan orang tertentu ke arah perilaku non konformis.

Dalam penjelasannya, ia menambahkan bahwa dalam struktur dan budaya, terdapat apa yang disebut dengan tujuan atau sasaran budaya yang telah disepakati oleh masyarakat. Merton menjelaskan bahwa perilaku menyimpang adalah perilaku yang terjadi ketika tidak adanya kaitan antara tujuan dengan cara yang telah ditetapkan dan dibenarkan dalam masyarakat.

Fakir miskin, anak terlantar, dan gelandangan adalah individu-individu yang dianggap telah melakukan perilaku non konformis yang disebabkan karena mereka dianggap tidak mengikuti tujuan budaya dan cara-cara yang dianggap benar dalam masyarakat. Hal tersebutlah yang membuat mereka tidak dianggap keberadaannya dalam masyarakat. Menurut Merton, mereka memang hadir di tengah masyarakat, namun tetap tidak menjadi bagian dari masyarakat. Dalam penjelasannya juga, dijelaskan bahwa fakir miskin, anak terlantar, dan gelandangan telah melakukan adaptasi yang disebut dengan retretisme. Sebuah pola adaptasi yang dilakukan oleh seseorang yang ingin menarik diri dari masyarakat. Pola adaptasi ini adalah pola adaptasi dengan tidak melakukan cara dan tujuan yang telah disepakati oleh masyarakat.

Pilihan A salah, karena hal tersebut tidak sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Merton pada pandangannya tentang perilaku menyimpang. Selain itu, fakir miskin, gelandangan, dan anak terlantar tidak selamanya mengganggu ketertiban dan keteraturan di tengah masyarakat.

Pilihan B salah, karena hal tersebut tidak sesuai dengan penjelasan Merton dalam teori perilaku menyimpang. Selain itu, terganggunya kestabilan ekonomi di tengah kehidupan masyarakat tidak hanya disebabkan karena kehadiran fakir miskin, gelandangan, dan anak terlantar.

Pilihan C salah, karena fakir miskin, anak terlantar, dan gelandangan adalah individu-individu yang termasuk dalam pola adaptasi retretisme, yakni pola adaptasi yang tidak dapat mencapai tujuan budaya serta cara-cara yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Jadi, mereka bukan hanya tidak bisa mengikuti cara yang sudah ditetapkan, tetapi juga tidak bisa mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

Pilihan E salah, karena tidak ada data atau fakta di dalam soal yang menjelaskan bahwa fakir miskin, anak terlantar, dan gelandangan adalah individu-individu yang memiliki potensi lebih besar untuk melakukan perilaku menyimpang daripada individu lainnya.

Jadi, jawaban yang tepat adalah D. 

Ikawati Sukarna Rabu, 15 September 2021 | 14:30 WIB

Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara pasal 34 ayat

Isi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 tentang fakir miskin dan anak terlantar. (Pixabay)

Bobo.id - Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum di negara Indonesia. Oleh sebab itu, UUD 1945 digunakan dalam pedoman berperilaku.

UUD 1945 terdiri dari pasal-pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. 

Dalam UUD 1945, ditemukan pasal 34 ayat 1. Bunyi pasal tersebut yaitu "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara."

Dalam undang-undang menjelaskan tentang hak warga negara untuk mendapatkan jaminan yang layak. 

Hak-hak tersebut ada beragam. Berikut ini akan uraikan secara lengkap hak fakir miskin dan anak terlantar berdasarkan UUD 1945. 

Baca Juga: Isi Piagam Jakarta sebelum Mengalami Perubahan Menjadi Pembukaan UUD 1945

1. Hak Fakir Miskin 

Dalam KBBI, Fakir miskin diartikan sebagai kaum fakir dan kaum miskin. 

Lebih jelas lagi, fakir miskin adalah orang-orang yang sangat kekurangan. Oleh sebab itu, golongan ini memiliki hak-hak khusus. 

Hak-hak fakir miskin antara lain: 


Page 2


Page 3

Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara pasal 34 ayat

Pixabay

Isi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 tentang fakir miskin dan anak terlantar.

Bobo.id - Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum di negara Indonesia. Oleh sebab itu, UUD 1945 digunakan dalam pedoman berperilaku.

UUD 1945 terdiri dari pasal-pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. 

Dalam UUD 1945, ditemukan pasal 34 ayat 1. Bunyi pasal tersebut yaitu "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara."

Dalam undang-undang menjelaskan tentang hak warga negara untuk mendapatkan jaminan yang layak. 

Hak-hak tersebut ada beragam. Berikut ini akan uraikan secara lengkap hak fakir miskin dan anak terlantar berdasarkan UUD 1945. 

Baca Juga: Isi Piagam Jakarta sebelum Mengalami Perubahan Menjadi Pembukaan UUD 1945

1. Hak Fakir Miskin 

Dalam KBBI, Fakir miskin diartikan sebagai kaum fakir dan kaum miskin. 

Lebih jelas lagi, fakir miskin adalah orang-orang yang sangat kekurangan. Oleh sebab itu, golongan ini memiliki hak-hak khusus. 

Hak-hak fakir miskin antara lain: 

Opini Oleh : Dr. Sakka Pati, SH., MH., (Kapuslitbang Konflik Demokrasi Hukum dan Humaniora LPPM Unhas)

PORTALMAKASSAR.COM – Pada zaman yang semakin modern dan serba maju ini, ternyata kesenjangan ekonomi masyarakat masih menjadi “pekerjaan rumah” yang belum mampu diselesaikan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara pasal 34 ayat
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara pasal 34 ayat
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara pasal 34 ayat

ADVERTISEMENT

Bahkan sama saat ini, begitu mudah dijumpai para pengemis dengan bermacam sebutan seperti gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan.

Baca Juga : Dijadwalkan Mundur Hari ini, Presiden Sri Lanka Kabur ke Maladewa

Masyarakat fakir, miskin, dan anak-anak yang terlantar dianggap sebagai kondisi ekstrim keterbelakangan kondisi perekonomian seseorang sehingga negara harus memberikan perhatian khusus.

Hal ini dilakukan dengan melakukan pemeliharaan terhadap mereka. Dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dinyatakan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.

Keberadaannya yang terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu menjadi pertanyaan besar, apakah benar fakir miskin dan anak terlatar “dipelihara” oleh negara?

Secara etimologi, kata “dipelihara” berasal dari kata dasar “pelihara” yang artinya dijaga atau dirawat. Apabila merujuk pada pengertian tersebut, maka memang benar fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, karena hingga saat ini keberadaannya masih ada dan dibiarkan terus bertambah.

Apabila arti yang demikian digunakan pada kalimat Fakir miskin dan anak terlantar “dipelihara” oleh negara maka berkembang dan bertambahnya masyarakat kaum fakir, miskin, dan anak terlantar merupakan tujuan yang diharapkan.

Masyarakat gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak-anak jalanan yang makin hari terus bertambah jumlahnya menunjukkan keberhasilan “pemeliharaan” terhadap mereka.

Namun jika merujuk pada terminology hukum, maka kata “dipelihara” tersebut mengarah pada makna “penanganan” fakir miskin. Untuk itu, penanganan fakir miskin dan anak-anak terlantar dapat merujuk pada makna penanganan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Fakir Miskin bahwa yang dimaksud dengan penanganan fakir miskin yaitu upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.
Dengan kata lain, negara melalui penyelenggara negara yaitu pemerintah baik pusat maupun daerah harus mampu memenuhi kebutuhan dasar fakir miskin dan anak-anak terlantar tersebut agar tidak terus bertambah angkanya. Untuk itu, pemerintah kabupaten/kota yang dapat melihat dari dekat kondisi dan keberadaan mereka harus mampu menyiapkan strategi-strategi khusus untuk menyelenggarakan program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar fakir miskin dan anak-anak terlantar tersebut.

Di Kota Makassar sendiri, sepanjang lampu merah akan ditemui banyak pengemis mulai dari orang tua hingga anak-anak yang masih berada di usia sekolah. Bahkan tidak jarang seorang “ibu” membawa bayinya untuk ke jalanan untuk mengemis.

Anak dengan usia sekolah, yang harusnya mampu menjadi generasi emas di masa mendatang, justru sejak dini telah diperkenalkan dengan dunia “mengemis”. Masa depannya telah dihancurkan, dan dunia anak-anaknya telah diwarnai dengan dunia orang dewasa yang harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya.

Gambaran ini harusnya mampu menarik perhatian khusus pemerintah agar fakir miskin dan anak-anak terlantar benar-benar dipelihara dalam terminology hukum. Akan menyedihkan sekali apabila kata “dipelihara” pada Pasal 34 ayat (1) UUD NRI 1945 diarahkan artinya pada mempertahankan eksistensi atau mengembangbiakkan fakir miskin dan anak terlantar.

Tentu saja, kita harus percaya bahwa makna kata “dipelihara oleh negara” dalam Pasal 34 ayat (1) UUD NRI 1945 mengarah pada terminology hukum yang artinya “penanganan”.

Oleh sebab itu, yang harus menjadi rujukan pemerintah dalam menangani hal tersebut yaitu Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UU Fakir Miskin. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk “memelihara” fakir miskin dan anak-anak terlantar dalam artian positif, yang salah satu bentuk tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Pasal 14 jo. Pasal 1 angka 4 dan 5 UU Fakir Miskin yang secara tegas mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk bertanggung jawab menyediakan pelayanan perumahan.

Yang dimaksud dengan ”penyediaan pelayanan perumahan” adalah bantuan untuk memenuhi hak masyarakat miskin atas perumahan yang layak dan sehat.

Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara pasal 34 ayat
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara pasal 34 ayat