Di bawah ini yang tidak termasuk nama-nama penerjemah pada masa khalifah al makmun adalah

Rumah Kebijaksanaan atau Baitul Hikmah adalah perpustakaan, lembaga penerjemahan dan pusat penelitian yang didirikan pada masa kekhilafahan Abbasiyah di Baghdad, Irak. Baitul hikmah ini terletak di Baghdad, dan Baghdad ini dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa Zaman keemasan Islam (The golden age of Islam). Karena sejak awal berdirinya kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Rumah Kebijaksanaan ini merupakan salah satu institusi kunci dari gelombang masuknya literatur asing yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan dianggap sebagai jembatan besar dalam transfer ilmu pengetahuan pada masa zaman keemasan Islam.

Perpustakaan ini didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan mencapai puncaknya dimasa kepemimpinan putranya, Khalifah Al-Ma'mun yang berkuasa pada 813-833 M yang mana perpustakaan ini di sematkan sebagai usahanya. Al-Ma'mun juga diakui usahanya dalam memunculkan banyak ilmuwan terkenal untuk saling berbagi informasi, pandangan dan budaya di Rumah Kebijaksanaan. Berpusat di Baghdad sepanjang abad ke-9 hingga ke-13, terdapat banyak ilmuwan disana termasuk diantaranya orang-orang dengan latar belakang Persia maupun Kristen yang ikut ambil bagian pada penelitian dan pendidikan di lembaga ini. Selain menerjemahkan buku-buku asing kedalam bahasa Arab, para ilmuwan yang memiliki hubungan dengan Rumah Kebijaksanaan juga banyak membuat kontribusi asli yang besar di berbagai bidang. Dibawah kepemimpinan Al-Ma'mun, observatorium didirikan, dan Rumah Kebijaksanaan telah menjadi pusat untuk studi humaniora dan ilmu pengetahuan yang terbaik pada abad pertengahan Islam, meliputi bidang matematika, astronomi, kedokteran, alkimia dan kimia, zoologi, geografi dan kartografi. Juga dengan mengambil literatur-literatur dari India, Yunani, dan Persia, para ilmuwan disana mampu mengumpulkan koleksi pengetahuan dunia secara masif, dan berdasarkan itu semua mereka membuat penemuan-penemuan mereka sendiri. Pada pertengahan abad ke-9 masehi Rumah Kebijaksanaan telah menjadi repositori terbesar dari buku-buku dunia.

Rumah Kebijaksanaan terus berkembang di bawah pengganti khalifah Al-Ma'mun yakni Al-Mu'tasim (berkuasa pada 833-842 M) lalu putranyaAl-Watsiq (berkuasa pada 842-847 M), tetapi mengalami titik balik di bawah pemerintahan Al-Mutawakkil (berkuasa pada 847-861 M). Khalifah Al-Ma'mun, al-Mu'tasim, dan Al-Watsiq dilatarbelakangi pemikiran sekte Mu'tazilah, yang mendukung kebebasan berpikir seluas-luasnya dan penelitian ilmiah, sementara khalifah Al-Mutawakkil mendukung interpretasi yang lebih literal berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Khalifah Al-Mutawakkil tidak tertarik pada ilmu pengetahuan asing dan mengubah haluan lembaga ini dari rasionalisme. Ia menganggap tersebarnya filsafat Yunani kedalam keyakinan umat Islam sebagai sesuatu yang tidak Islami karena berasal dari ajaran non-Islam (Yunani).

Sama seperti Perpustakaan Alexandria, Baitul Hikmah berakhir sama tragisnya. Dalam penyerangan Baghdad, invasi pasukan Hulagu Khan dari Mongol pada tahun 1258 M membumi-hanguskan Rumah Kebijaksanaan beserta seluruh literatur di dalamnya, bersama-sama dengan perpustakaan-perpustakaan lainnya di baghdad. Banyak naskah dan karya dari para cendekiawan yang hilang, kehancuran Baghdad dan Baitul Hikmah pun mengakhiri masa keemasan peradaban Islam.

Beberapa ilmuwan yang dikenal dan memiliki hubungan dengan Rumah Kebijaksanaan diantaranya:

  • Sahl bin Harun (w. 830), Kepala perpustakaan;
  • Hunain bin Ishaq (809-873), Ahli Fisika;
  • Muhammad bin Musa al-Khwarizmi (780–850), Ahli matematika;
  • Banu Musa bersaudara, Teknisi dan ahli matematika;
  • Sind bin Ali (w. 864), astronomer;
  • Abu Utsman al-Jahiz, dikenal sebagai Al-Jahiz (781-861), penulis dan ahli biologi;
  • Al-Jazari (1136-1206), Ahli fisika dan teknisi.
  • Sumbangsih dunia Islam terhadap Eropa zaman pertengahan
  • 1001 Inventions
Catatan kaki

Daftar pustaka
  • Al-Khalili, Jim (2011), The House of Wisdom: How Arabic Science Saved Ancient Knowledge and Gave Us the Renaissance, New York: Penguin Press, ISBN 9781594202797 
  • Lyons, Jonathan (2009), The House of Wisdom: How the Arabs Transformed Western Civilization, New York: Bloomsbury Press, ISBN 9781596914599 
  • Meri, Joseph; Bacharach, Jere (2006), Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia, Routledge, ISBN 0415966906 
  • Hockey, Thomas (2007), The Biographical Encyclopedia of Astronomers, New York: Springer, ISBN 9780387304007 
  • Koetsier, Teun (2001), "On the prehistory of programmable machines: musical automata, looms, calculators", Mechanism and Machine Theory, Elsevier, 36 (5): 589–603, doi:10.1016/S0094-114X(01)00005-2. 
  • Micheau, Francoise, "The Scientific Institutions in the Medieval Near East",   Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan) in (Morelon & Rashed 1996, hlm. 985–1007)
  • Moore, Wendy (February 28, 2011), "All the world's knowledge", BMJ, 342, doi:10.1136/bmj.d1272 
  • Morelon, Régis; Rashed, Roshdi (1996), Encyclopedia of the History of Arabic Science, 3, Routledge, ISBN 0415124107 
  • George Saliba, 'Islamic science and the making of the European Renaissance',
  • Zaimeche, Salah (2002), "A cursory review of Muslim observatories", (PDF), Foundation for Science, Technology and Civilisation, Manchester http://www.muslimheritage.com/uploads/ACF25AE.pdf  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Baitul_Hikmah&oldid=21447600"

Berikut ini adalah beberapa nama dari sekian banyak penerjemah yang terkenal pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun:

  1. Yahya bin Abi Manshur
  2. Qusta bin Luqa
  3. Sabian bin Tsabit bin Qura
  4. Hunain bin Ishaq, bergelar Abu Zaid Al-Ibadi

Dan lain sebagainya.

» Pembahasan

Khalifah Ma'mun Ar-Rasyid adalah salah satu khalifah pada dinasti Abbasiyah. Ia putra kandung dari HARUN AL-RASYID, khalifah Abbasiyah yang sangat tersohor. Khalifah Ma’mun ini dikenal karena kepeduliannya pada dunia pendidikan yang sangat tinggi. Ini ditandai dengan penggalakan penerjemahan buku-buku asing pada masa pemerintahannya.

Ada banyak penerjemah yang digaji khalifah Ma’mun untuk mengalih bahasakan buku-buku yang padat ilmu. Ia bahkan mendirikan BAIT AL-HIKMAH yang adalah perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan lengkap yang juga merangkap sebagai pusat kegiatan penerjemahan.

Khalifah Al-Ma’mun ini disebut sebagai khalifah yang gemar dengan ilmu filsafat dan mencintai ilmu sepenuh hati. Ia disebutkan sebagai khalifah paling berpengaruh dan berhasil dari dinasti Abbasiyah.

» Pelajari Lebih Lanjut:

• • •  • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

» Detil Jawaban

Kode           : -

Kelas          : 3 SMP

Mapel         : Pendidikan Agama Islam

Bab             : Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dinasti Abbasiyah

Kata Kunci : Penerjemah, Khalifah, Bait, Al-Himah, Makmun, Ma'mun

Usaha Dinasti Abbasiyah (dari Khalifah al-Mansur sampai masa al-Ma’mun hingga masa-masa sesudahnya sampai abad X M) untuk menerjemahkan buku-buku asing secara besar-besaran tampil begitu mengesankan, sehingga ilmu pengetahuan semakin berkembang dan meluas di tangan kaum muslimin.

Ilmu-ilmu “non-agama” atau disebut dengan ilmu aqliyah, dikenal dengan ilmu-ilmu klasik (ulum al-Qudama atau awail) adalah  ilmu filsafat, kedokteran, olahraga, arsitekstur, aljabar, mantiq, ilmu falaq, ilmu alam, kimia, music, sejarah, geografi dan lainnya.

Ilmu-ilmu tersebut diadopsi oleh komunitas Muslim dengan antusias dan apresiatif. Menurut Nakosten, ada beberapa faktor penting yang menjadikan ilmu-ilmu asing tersebut bisa tersebar di kalangan umat Islam, yaitu:

Pertama, Penganiayaan dan pengusiran yang dilakukan oleh orang-orang Kristen Ortodoks yang mewakili penguasa Byzantium atas sekte-sekte Kristen. Sekte-sekte ini mencari tempat yang lebih kondusif dan aman ke daerah-daerah yang berada di bawah penguasaan kerajaan Sasania dan mereka yang juga menyebar ke semenanjung Arabia. Mereka yang menyebar ini membawa tradisi ilmiah Yunani dan Helenisme, terutama di bidang kedokteran, matematika, astronomi, filsafat, dan teknologi, lalu mengembangkannya di suatu tempat baru yang mereka huni.

Ketika umat Islam menaklukkan kerajaan Romawi dan Sasania, penganiayaan Kristen Ortodoks mendorong kelompok-kelompok minoritas untuk menyambut gembira kedatangan pasukan Muslim yang dikenal toleran terhadap orang yang berbeda agama, budaya, dan kehidupan sosial. Kelompok-kelompok ini menjalin persahabatan yang baik dengan komunitas Muslim dan membuka jalur transmisi pengetahuan yang mereka bawa.

Selain itu penaklukan Alexander Agung terhadap Mesir, Persia dan India yang secara otomatis disertai dengan transmisi ilmu pengetahuan Yunani ke daerah-daerah tersebut. Pada babakan sejarah berikutnya ilmu pengetahuan ini dikembangkan dan diperkaya dengan polesan tradisi lokal sebelum pada akhirnya ditransmisi ke dalam peradaban Islam.

Kedua, Nakosten menambahkan bahwa ada peranan Akademi Jundi Syapur yang berhasil memadukan tradisi ilmiah dari berbagai kawasan budaya India, Yunani, Helenisme, Syiria, Hebrew, dan Persia.

Di tempat ini pula penerjemah ilmu pengetahuan kuno menyebarkannya kepada kaum muslim sampai tugas ini diambil alih oleh Baghdad di Timur dan Sisilia serta Cordova di Barat dan juga sebagai tempat kegiatan ilmiah bangsa Yahudi yang menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Ibrani dan Arab pada masa pra-Islam (Nakosteen, 1968: 18-20).

Masuk dan berkembangnya ilmu-ilmu asing ini memaksa umat Islam untuk merekonstruksi sistem pendidikan yang masih berlangsung dengan dominasi “Ilmu-ilmu agama” dalam kurikulum pengajarannya. Terjadi proses tarik menarik dalam merespon keadaan ini. Institusi- institusi pendidikan Islam hingga masa ini berada dalam otoritas ulama yang menguasai al-ulum al dinniyah.

Menurut data sejarah, ternyata ilmu-ilmu non agama, berhasil bukan hanya diadopsi, akan tetapi berhasil dikembangkan sedemikian rupa hingga masa-masa itu Islam disebut-sebut oleh sejarahwan sedang menguasai panggung peradaban dunia di saat Eropa dan belahan dunia lain berada dalam kegelapan (the dark age). Hal tersebut pada akhirnya dimaksudkan untuk dapat mengungkap pengalaman historis sosiologis umat Islam dalam memperkenalkan dan memposisikan ilmu di masa klasik (Arief, 2005:106-107).

Para ilmuwan diutus untuk mencari naskah-naskah Yunani ke Bizantium dalam berbagai bidang ilmu seperti “filsafat dan kedokteran”. Perburuan dalam menemukan manuskrip-manuskrip di dunia Timur (Persia) seperti dalam bidang Tata Negara dan sastra, juga dilakukan. Bahkan al-Ma’mun sendiri mewajibkan kepada seluruh pejabat pemerintahan untuk menguasai dua bahasa, agar menambah tenaga penerjemah buku tersebut. Haran sebuah kota yang berada di Mesopotamia adalah salah satu jalur yang sering dilalui dan banyak penduduknya yang berbahsa Yunani.

Munculnya Gerakan Penerjemah

Pengembangan ilmu pengetahuan telah dimulai pada zaman klasik, hal ini terjadi dikarenakan faktor yang dominan dari Alquran dan sunnah yang mendorong mengembangkan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan serta mempelajari warisan berbagai budaya dan ilmu pengetahuan disekitar daerah tersebut, dengan cara menerjemahkannya.

Upaya ini sebetulnya sudah dimulai pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayah), akan tetapi baru berkembang pesat pada zaman Khalifah al-Ma’mun (Dinasti Abbasiyah). Melalui Baitul Hikmah, yang didirikannya, al-Ma’mun berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai manuskrip peninggalan ilmu pengetahuan tersebut dan menterjemahkannya ke dalam bahasa Arab.

Melalui tradisi penerjemahan ini, lahirlah para ilmuwan dari umat Islam yang mencapai prestasi yang melewati para ilmuwan sebelumnya, seperti: al-Khawarizmi dalam bidang fisika, Abd. al-Jabar dalam bidang matematika, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, al-Razi dan al-Zahrawi dalam bidang fisika, matematika, seni, pemerintahan, farmakologi dan kedokteran, al-Farabi dalam bidang tasawuf.

Masa al-Ma’mun merupakan fase kedua setelah zaman al-Mansur sampai Harun al-Rasyd. Saat al-Ma’mun berkuasa, ia sangat mendukung penuh pengembangan ilmu pengetahuan baik dari segi politik, ekonomi, maupun fasilitas, bahkan muncul juga gerakan penerjemahan yang berlangsung dari masa pemerintahannya hingga tahun300 H.

Buku-buku yang diterjemahkan pada masa al-Ma’mun adalah buku-buku filsafat dan kedokteran. Pada masa al-Ma’mun juga telah tersedia pabrik kertas yang sangat membantu program pengembangan keilmuan ini.

Melalui gerakan penerjemahan inilah, para ulama Islam bukan hanya mampu menguasai ilmu agama saja, melainkan lebih dari itu, para ulama dapat menguasai ilmu-ilmu umum, seperti: astronomi, fisika, matematika, pemerintahan, filsafat, kedokteran, geografi, biologi, sastra, dan lain sebagainya.

Wallahu A’lam.